• Tidak ada hasil yang ditemukan

ZONE TABOO PADA TARI JAIPONG ENTOG MULANG KARYA AWAN METRO DI PADEPOKAN SEKAR PANGGUNG BANDUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ZONE TABOO PADA TARI JAIPONG ENTOG MULANG KARYA AWAN METRO DI PADEPOKAN SEKAR PANGGUNG BANDUNG."

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Departemen Pendidikan Seni Tari

Oleh :

INTAN PURNAMASARI 1103511

DEPARTEMEN PENDIDIKAN SENI TARI FAKULTAS PENDIDIKAN SENI DAN DESAIN

(2)

Intan Purnamasari 1103511

Sebuah Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Salah satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Fakultas Pendidikan Seni dan Desain

© Intan Purnamasari 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang

(3)

ZONE TABOO PADA TARI JAIPONG ENTOG MULANG KARYA AWAN

METRO DI PADEPOKAN SEKAR PANGGUNG BANDUNG

Intan Purnamasari 1103511

Disetujui dan Disahkan Oleh Pembimbing

Pembimbing I

Prof. Dr. Hj. Tati Narawati, M.Hum.

NIP : 19521205 1986 11 2001

Pembimbing II

Agus Budiman, M.Pd

NIP : 19770312 2005 01 1001

Mengetahui

Ketua Departemen Pendidikan Seni Tari

Dr. Frahma Sekarningsih, S.Sen., M.Si

(4)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Zone Taboo pada Tari Jaipong Entog Mulang Karya Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung Bandung”. Penelitian dilaksanakan di Padepokan Sekar Panggung dengan narasumber Awan Metro. Tarian ini merupakan salah satu karya tari yang diciptakan oleh Awan Metro pada tahun 2013. Tari kreasi ini didalamnya terdapat beberapa gerak zona tabu tubuh manusia yang sengaja disisipkan oleh koreografer untuk menarik minat para apresiator. Fokus permasalahan penelitian ini: (1) Apa latar belakang terbentuknya tari jaipong Entog Mulang; (2) Bagaimana bentuk koreografi tari jaipong Entog Mulang; (3) Bagaimana rias serta busana yang digunakan. Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan mendeskripsikan mengenai Zone Taboo pada latar belakang, koreografi serta rias dan busana tari jaipong Entog Mulang. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis, dengan pendekatan kualitatif dan etnokoreologi sebagai pisau bedahnya. Teknik pengumpulan data yaitu dengan menggunakan observasi, wawancara, studi pustaka dan studi dokumentasi. Teori yang digunakan yaitu teori dari Desmond Morris. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tari jaipong Entog Mulang Karya Awan Metro diciptakan berdasarkan ketertarikan Awan Metro terhadap lagu Entog Mulang sebagai lagu ageung yang telah diaransemen ulang sehingga Awan merasa lebih tertantang untuk menciptakan koreografinya. Bentuk koreografinya dikonsepkan kepada nuansa kekinian serta kombinasi antara seni tari tradisi, ketuk tilu, modern dance dan gerakan khas yaitu goyang itik, sehingga menghasilkan sebuah karya tari yang bernama Entog Mulang. Tarian ini termasuk ke dalam kategori Zone Taboo Delibrate yang mengandung makna menonjolkan sexual region dengan sengaja namun bukan untuk tujuan negatif yang disamarkan oleh busana yang digunakan. Rias yang digunakan yaitu rias corrective. Adapun busana yang digunakan merupakan busana jaipong hasil kreasi Awan Metro yang bermotif tradisi dan terbuat dari bahan ringan untuk digerakkan, sehingga terdapat gerak lanjutan oleh busana yang digerakkan oleh penari.

(5)

iii

ABSTRACT

This study, entitled " Zone Taboo on Entog Mulang Jaipong Dance by Awan Metro in Padepokan Sekar Panggung Bandung". The experiment was conducted in Padepokan Sekar Panggung with Awan Metro be a guest speaker. This dance is a dance created by Awan Metro in 2013. This creative dance movement in which there are some taboo zones of the human body are deliberately inserted by choreographed to attract the appreciators. The focus of this research problems: (1) What is the background of the formation of dance jaipong Entog Mulang; (2) What form of dance choreography jaipong Entog Mulang; (3) How do makeup and clothing are used. The general objective of this study is to determine and describe the Zone Taboo in the background, as well as makeup and fashion choreography dance jaipong Entog Mulang. The method used is descriptive method of analysis, with qualitative approach and etnokoreologi as a scalpel. Data collection techniques by using observation, interviews, literature study and documentation study. The theory used is the theory of Desmond Morris. Based on the survey results revealed that the dance jaipong Entog Mulang created by Awan Metro so interest to the song Entog Mulang as Ageung song that has been re-arranged so that the cloud felt more challenged to create the choreography. Drafted in the nuances of shape contemporary choreography and dance combination of tradition, ketuk tilu, modern dance and movement that is rocking duck typical, thus producing a dance work called Entog Mulang. This dance belongs to the category Taboo Delibrate Zone which implies sexual accentuate region deliberately but not for negative purposes disguised by clothing used. Makeup applied that corrective makeup. The used clothing is clothing creations jaipong Awan Metro patterned traditions and are made from lightweight materials to be moved, so that there is continued movement by fashion-driven dancer.

(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN……… i

ABSTRAK……… ii

ABSTRACK………. ii

KATA PENGANTAR……….. iii

UCAPAN TERIMAKASIH……….. iv

DAFTAR ISI………. vi

DAFTAR BAGAN……… ix

DAFTAR DIAGRAM……… x

DAFTAR GAMBAR………. xi

DAFTAR TABEL……….. xv

DAFTAR LAMPIRAN……….. xvi

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang Penelitian………. 1

B. Identifikasi Masalah Penelitian………. 8

C. Rumusan Masalah Penelitian……… 9

D. Tujuan Penelitian……….. 10

1. Tujuan Umum………. 10

2. Tujuan Khusus……….... 10

E. Manfaat Penelitian……… 10

F. Struktur Organisasi Penelitian………... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA……….…… 15

A. Penelitian Terdahulu………. 15

B. Zone Taboo………... 19

C. Teori Sejarah Tari Jaipong……… 20

D. Teori Koreografi………. 23

E. Teori Tata Rias dan Busana……… 28

1. Tata Rias……… 28

2. Tata Busana………... 31

BAB III METODE PENELITIAN……… 35

A. Metode Penelitian………. 35

(7)

vii

C. Desain Penelitian………... 39

D. Definisi Operasional……….. 40

E. Teknik Pengumpulan Data……… 42

1. Observasi………. 42

2. Wawancara……….. 44

3. Studi Dokumen……… 46

4. Studi Pustaka………... 47

F. Instrumen Penelitian……….. 48

1. Pedoman Observasi………. 50

2. Pedoman Wawancara……….. 51

3. Studi Pustaka………... 52

4. Studi Dokumentasi……….. 53

G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data……….. 54

1. Reduksi Data……… 55

2. Penyajian Data………. 55

3. Penarikan Kesimpulan………. 56

H. Langkah-Langkah Penelitian………. 56

1. Persiapan Penelitian………. 57

2. Pelaksanaan Penelitian………. 57

3. Penyusunan Laporan……… 58

4. Penggandaan……… 59

5. Penjilidan………. 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. 60

A. Hasil Penelitian………. 60

1. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 60

a. Profil Awan Metro……… 60

b. Profil Padepokan Sekar Panggung……… 66

2. Latar Belakang Terciptanya Zone Taboo Tari Jaipong Entog Mulang……… 71

3. Zone Taboo Koreografi Tari Jaipong Entog Mulang………. 76

4. Zone Taboo Tata Rias dan Busana Tari Jaipong Entog Mulang……….. 160

a. Tata Rias……… 160

b. Tata Busana………... 165

B. Pembahasan Hasil Penelitian………... 180

1. Analisis Zone Taboo Latar Belakang Penciptaan Tari Jaipong Entog Mulang………... 180

2. Analisis Zone Taboo Koreografi Tari Jaipong Entog Mulang………... 181

3. Analisis Zone Taboo Tata Rias dan Busana Tari Jaipong Entog Mulang……….….... 190

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 192

(8)

B. Saran……….. 195

DAFTAR PUSTAKA………. 197

DAFTAR UNDUHAN………... 199

LAMPIRAN-LAMPIRAN………. 200

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Dalam kehidupan, manusia selalu membutuhkan tatanan nilai untuk mengatur suatu pergaulan masyarakat antar individu ataupun kelompok, yang mana tatanan nilai tersebut ditujukan demi terciptanya kenyamanan dan kebahagian bersama. Dalam pemenuhan itu maka dibutuhkan suatu penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan yang dilakukan manusia. Hal tersebut terdapat dalam norma yang juga merupakan suatu kesepakatan bersama. Seseorang diharuskan untuk mengetahui bagaimana idealnya bergaul dengan masyarakat, bagaimana berkomunikasi dengan orang yang lebih tua atau lebih muda dari dirinya, juga tentang etika-etika lain yang memang dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan dan pergaulan.

Etika merupakan nilai-nilai hidup dan norma-norma serta hukum yang mengatur tingkah laku manusia. Etika pada dasarnya berkaitan erat dengan moral yang merupakan kristalisasi dari ajaran-ajaran, patokan-patokan, kumpulan aturan dan ketetapan baik lisan maupun tertulis (Enjel, 2006:2). Dari pemaparan tersebut, etika dapat diartikan pula sebagai filsafat moral yang berkaitan dengan studi tentang tindakan-tindakan baik ataupun buruk manusia di dalam mencapai kebahagiaannya. Apa yang dibicarakan di dalam etika adalah tindakan manusia, yaitu tentang kualitas baik (yang seyogyanya dilakukan) atau buruk (yang seyogyanya dihindari) atau nilai-nilai tindakan manusia untuk mencapai kebahagiaan serta tentang kearifannya dalam bertindak. Istilah etika mempunyai pengertian yang sangat luas dalam berbagai bidang kehidupan manusia, seperti dalam bidang ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Segala bentuk kegiatan manusia senantiasa tidak akan lepas dari adanya berbagai aturan norma, baik aturan pemerintah, agama, maupun aturan adat dan tradisi masyarakat yang bersangkutan.

(10)

dan batin. Sikap dan perilaku pada hakikatnya adalah merupakan pencerminan kepribadian dan kesadaran moral dalam kehidupan masyarakat. Interaksi manusia sebagai anggota masyarakat menunjukan adanya saling membutuhkan, saling melengkapi, saling mengisi dan saling bertolak dari hal tersebut.

Salah satu kebutuhan manusia yang tergolong dalam kebutuhan integratif adalah menikmati keindahan, mengapresiasi dan mengungkapkan perasaan keindahan. Kebutuhan ini muncul disebabkan adanya sifat dasar manusia yang ingin mengungkapkan jati dirinya sebagai makhluk hidup yang bermoral, berselera, berakal, dan berperasaan. Kebutuhan estetik serupa dengan pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder yang dilakukan manusia melalui kebudayaannya. Dalam memenuhi kebutuhan estetik ini, kesenian menjadi bagian integral yang tak terpisahkan dengan kebudayaan. Hal ini sejalan dengan teori menurut Langer yang mengemukakan pendapatnya sebagai berikut.

Kesenian merupakan bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia karena Seni merupakan jiwa, perasaan dan suasana hati yang diungkapkan. Oleh karena itu Kesenian adalah salah satu unsur yang keberadaanya sangat diperlukan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kesenian juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang hidup senafas dengan mekarnya rasa keindahan yang tumbuh dalam sanubari manusia dari masa ke masa dan hanya dapat dinilai dari ukuran rasa. Seni merupakan kreasi bentuk-bentuk simbolis dari perasaan manusia. Penginderaan rasa kalbu seseorang dapat diciptakan dengan berbagai saluran, seperti : seni musik, seni tari, seni drama, seni sastra dan lain-lain. (Langer, 1982:73-74).

(11)

dalam kehidupan manusia mempunyai cakupan yang cukup luas sesuai dengan permasalahan.

Tari adalah satu cabang seni yang lebih memfokuskan pada gerak tubuh. The power of dance terletak pada gerak. Bagian lain seperti kostum, tata rias, tata lampu, musik dan tata panggung diarahkan untuk mendukung permainan gerak dalam tari. Berjalan, berlari, melompat dan mengerakan bagian tubuh dalam situasi tertentu diindentifikasi sebagai tari. Tentu saja tidak semua gerak tubuh manusia dikategorikan sebagai tari. Gerak dalam tari bukanlah gerak sembarangan atau tanpa tujuan. Gerak tari bersifat ritmis dan tentu saja bermakna. Sifat ritmis inilah yang membedakan gerak tari dengan gerak lainnya. Gerak itu language of dance. Bahasa verbal dan bahasa tari sama-sama mempunyai sistem dan konvensi seperti vocabulary, grammar dan semantic meaning (Hanna, 2008: 491).

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam seni tari tentunya memiliki faktor-faktor pendukung seperti rias dan busana, musik pengiring, dan lain-lain. Segala gerak yang dilakukan oleh manusia memang tidak dapat dikategorikan menari, namun apabila seseorang sedang menari tentunya seseorang tersebut bergerak menggerakkan tubuhnya yang bertujuan untuk menyampaikan makna dari tarian yang dibawakannya. Dalam bahasa verbal ada tata bahasa yang mengatur penggunaan kata sedangkan dalam tari ada aturan, yakni satu gerak akan diikuti gerak berikutnya. Secara semantik, bahasa verbal tersusun atas susunan kata-kata sedangkan dalam tari makna dibangun berdasarkan atas rangkaian gerak. Dalam tari tubuh itu bicara. Jika demikian, menari bermakna berbicara. Gerak tari sangat erat kaitanya dengan keindahan. karena tujuan dari seni tari adalah menyampaikan maksud melalui gerakan-gerakan yang indah. Estetika dalam seni tari kaitannya dengan suatu bentuk seni yang merupakan hasil karya kreasi dan ungkapan artistik manusia.

(12)

atau digerakkan tanpa makna, sedangkan gerak maknawi (gesture) merupakan gerak yang memiliki makna untuk disampaikan. Adapun gerak berpindah tempat (locomotion) merupakan gerak yang dilakukan untuk berpindah tempat pada saat menari. Untuk gerak (baton signal) merupakan gerak tari sebagai penguat ekspresi.

Jaipongan merupakan salah satu bentuk seni tari yang mulai dikenal di Tatar Sunda sejak awal tahun 1980-an. Tarian ini lahir dari sebuah keinginan Gugum Gumbira untuk mengangkat seni rakyat yang saat itu berfungsi sebagai seni hiburan menjadi seni pertunjukan yang dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat. Hasilnya, sangat mengejutkan, seni rakyat yang telah dikemas dalam bentuk baru yang diberi nama Jaipongan menjadi tarian yang sangat populer. Gugum Gumbira telah membuat terobosan baru dengan mengangkat genre tari rakyat menjadi sebuah seni pertunjukan lintas strata sosial. Kini Jaipongan telah menjadi ikon tari Sunda. Kehadiran Jaipongan menjadi sesuatu yang menyentuh rasa kecintaan masyarakat terhadap seni tari. Saat itu, demam Jaipongan pun terjadi di hampir seluruh pelosok tatar Sunda. Terutama mereka adalah para perempuan yang tidak terbatas usia dari anak-anak hingga dewasa. Hal ini diperkuat dengan tulisan Endang Caturwati dalam bukunya yang berjudul “Tari di Tatar Sunda” yaitu sebagai berikut.

Tarian Jaipongan kemudian marak, seakan-akan merekonstriksi pertunjukan yang telah lama punah akibat perubahan masa. Perempuan dalam pertunjukan jaipongan tidak malu-malu lagi meliukkan tubuh, menggoyangfkan pinggul, serta melirikkan mata pada penonton. (Endang Caturwati, 2007:132)

(13)

sebuah tarian jaipongan setiap orang tentu akan berbeda-beda. Hal ini sejalan dengan pendapat seorang ahli yaitu sebagai berikut.

Jaipongan merupakan bentuk tarian dari proses penjelajahan gerak yang diformalisasikan ke bentuk tema „orsinalitas‟ dan „individualitas‟. Apabila pada tari-tarian yang bergaya klasik lebih dominan kepada tepak kendang, jaipongan cenderung harus menghafalkan lagu.tari bagi Gugum, adalah “Bahasa Gerak dan Bahasa Lagu”. Oleh karenanya tariannya menjadi bermacam-macam gaya, manakala ditarikan oleh individu-individu yang berbeda, tergantung bagaimana cara mengungkapkannya. (Endang Caturwati, 2007:139)

Kemunculan Jaipongan yang atraktif dan dinamis, dalam waktu singkat digemari masyarakat luas. Laki-laki maupun perempuan beramai-ramai mempelajari Jaipongan. Demam Jaipongan pun melanda hampir seluruh lapisan masyarakat Jawa Barat. Jaipongan menjadi dikenal di berbagai kalangan tidak hanya terbatas di perkotaan saja, tetapi juga di wilayah pedesaan. Jaipongan pun kemudian telah menjadikan banyak seniman atau penari cukup mapan dalam menjalani kehidupan. Jaipong telah menjelma menjadi penopang ekonomi. Bahkan banyak bermunculan berbagai sanggar tari yang khusus menjadikan jaipong sebagai hiburan bagi para laki-laki yang mencari hiburan lalu menghamburkan uang saweran. Karena terkadang, penonton terbius oleh “serangan 3G” para penari jaipong yaitu gitek, geol, dan goyang.

Pro dan kontra muncul di masyarakat karena Jaipongan telah dianggap mengeksploitasi tubuh perempuan. Terutama yang dimunculkan lewat gerakan pinggul. Memang, pinggul merupakan salah satu wilayah perempuan yang memiliki daya sensual tinggi sehingga sebagian orang menganggap bahwa pinggul adalah wilayah privasi perempuan. Menurut pendapat masyarakat kebanyakan bahwa keprivasian itu perlu dijaga karena dapat mengundang gairah kaum laki-laki. Dengan adanya pro dan kontra mengenai masalah tersebut malah semakin mengangkat nama Jaipongan dan Jaipongan pun menjadi fenomenal.

(14)

diperhalus. Muncul beberapa gunjingan yang merupakan pro dan kontra terhadap permasalahan ini sehingga terjadi perdebatan-perdebatan di dalam masyarakat. Kecemasan yang muncul di kalangan masyarakat yaitu mengenai erotisme pada penampilan tari jaipong baik dari segi koreografi maupun busana yang digunakan oleh penari. Kebudayaan yang berada di suatu tempat pasti akan sangat berkaitan dan berpengaruh terhadap sosialisasi serta kehidupan bersama. Pada masa kini, antara etika dan estetika tidak dapat disandingkan begitu saja. Erotisme, atau dapat disebut pengeksposan Zone Taboo pada saat menampilkan sebuah tarian dihadapan apresiator merupakan hal yang sangat sensitive serta akan menjadi polemik di kalangan masyarakat. Pengeksposan zona tabu tubuh manusia akan cenderung bermakna negatif, sekalipun dalam hal penampilan sebuah tarian. Etika serta estetika saling berkaitan, maka perlu dijaga. Apalagi agama dan adat istiadat di Indonesia sudah ada sejak nenek moyang. Etika berkarya seni harus dihubungkan dengan norma-norma yang berlaku di Indonesia. Sementara itu, estetika berada di wilayah rasa, sehingga sangat relatif bagi setiap individu yang merasakan, maka membicarakan masalah nilai, estetika dan erotisme mengenai pengeksposan zona tabu tubuh manusia tentulah tidak akan ada habisnya.

Berdasarkan dari permasalahan tersebut, terdapat arrtikel mengenai taboo zone terdapat pada tulisan Tati Narawati (2003 : 1) yang mengulas teori Desmon

Morris (1977) pada bukunya yang berjudul Manwatching: A Field Guide to Human Behaviour. Narawati menganalisis bahwa sexual region adalah taboo zone, yaitu areal

sekitar perut/pinggul dan dada pada wanita, yang juga areal erotic. Areal tersebut tidak bisa disentuh dan diperlihatkan kepada sembarang orang. Orang memperlihatkan Ignorant diberlakukan apabila ketidaktahuan membuat orang memperlihatkan areal terlarang. Accidental diberlakukan ketika seseorang terlihat auratnya karena tidak sengaja, tertiup angina misalnya. Deliberate apabila seseorang memperlihatkan areal terlarangnya dengan sengaja.

(15)

Akan tetapi tanpa itu semua penari jaipong tidak akan mampu menyampaikan nilai estetika yang seharusnya mereka sampaikan.

Tari jaipongan yang berkembang di padepokan-padepokan, awalnya merupakan sebuah gagasan atau karya Gugum Gumbira yang juga dikembangkan, sehingga pada saat ini tari jaipong masih sangat eksis keberadaannya di Indonesia. Gugum Gumbira sebagai pecipta tari jaipongan, sebelumnya berjuang dan berkorban dengan penuh keuletan untuk menciptakan kesenian yang kebanyakan digandrungi oleh kalangan muda ataupun tua, seperti yang diungkapkan seorang ahli dalam pernyataan:

Tari kreasi baru ini diciptakan dan dikembangkan oleh Gugum Gumbira. Akhirnya membudaya di Jawa Barat dan di seluruh Indonesia. Tari kreasi baru ini selanjutnya dinamai tari jaipongan. Dengan penuh keuletan dan pengorbanan, Gugum Gumbira berupaya mengumpulkan tatanan gerak tari-tarian Jawa Barat yang kemudian disusun sebagai sumber karya ciptanya. (Soepandi, 1998:49).

Salah satu sanggar tari yang ada di Bandung yang memilih jaipongan sebagai materi pembelajarannya yaitu Padepokan Sekar Panggung, di bawah pimpinan Wawan Hendrawan (Awan Metro) yang merupakan murid Gugum Gumbira generasi ketiga atau dalam sebuah lembaga dapat dikatakan adik kelas dari Tati Shaleh. Di dalam kegiatan sanggar tersebut terdapat sebuah tarian yang baru digarap oleh koreografer sanggar yaitu tari jaipong Entog Mulang.

Tari Jaipong Entog Mulang diciptakan oleh Awan Metro pada pertengahan tahun 2014. Tarian ini diciptakan di sanggarnya yaitu Padepokan Sekar Panggung yang berada di Jl. Diponegoro no. 61 Bandung yang bersebelahan dengan tempat siaran Radio Republik Indonesia (RRI Bandung) kota Bandung. Tarian tersebut memiliki ciri khas tersendiri yang membuat tarian tesebut menjadi fenomenal. Selain dipentaskan pada acara-acara kesenian di Bandung, tarian tersebut telah dipentaskan di tingkat nasional bahkan internasional.

(16)

“goyang itik” yang tentunya menarik untuk disaksikan, namun untuk sebagian apresiator beranggapan bahwa gerak tersebut tidak pantas untuk dipertunjukan. Selain itu, terdapat keunikan lain dari tari jaipong Entog Mulang Karya Awan Metro ini dari segi musik iringan dan lirik lagunya memiliki daya tarik tersendiri. Musik pengiring tari jaipong Entog Mulang ini diakhiri dengan lagu Kembang Tanjung yang membuat tarian tersebut lebih fenomenal.

Oleh sebab itu penulis sangat tertarik dengan permasalahan mengenai zone taboo tubuh manusia yang digerakan pada saat menari jaipong yang dipandang

negative oleh sebagian apresiator. Berita yang menarik pernah penulis dengar dari

beberapa masyarakat di daerah tersebut yang berkaitan dengan permasalahan diatas. Penulis berpendapat bahwa permasalahan ini layak untuk dilakukan penenelitian di sanggar tersebut yang bertujuan agar estetika seni tari khususnya tari jaipong tidak dipandang menyimpang dari nilai-nilai maupun norma serta etika.

Sebagai sebuah tarian rakyat, jaipong harus tetap diterima oleh semua lapisan masyarakat. Karena tari jaipong merupakan sebuah kekayaan yang dimiliki masyarakat Sunda dan tentunya sangat wajib untuk dilestarikan serta dipertahankan eksistensinya. Akan tetapi dari citra erotis yang melekat menimbulkan perdebatan antara estetika seni tari dan etika yang dapat mengancam eksistensi tari jaipong. Sebagai mahasiswa pendidikan seni tari yang notabene calon seniman berpendidikan wajib merespon fenomena perdebatan tersebut dan dilakukan penelitian sebagai sebuah otokritik untuk mencari penyelesaian agar antara etika dan estetika dalam tari jaipong berjalan dengan seimbang.

Untuk lebih memfokuskan penelitian, maka penelitian ini akan dirumuskan kedalam suatu karya tulis yang berjudul “Zone Taboo Pada Tari Jaipong Entog Mulang Karya Awan Metro Di Padepokan Sekar Panggung Bandung”.

B. Identifikasi Masalah Penelitian

(17)

diantaranya pada bentuk penyajian tari jaipongan. Bentuk penyajian ini menyangkut masalah koreografi, musik, rias dan busananya. Perkembangannya banyak sekali dipengaruhi oleh budaya daerah setempat, nusantara bahkan budaya global. Realitas ini dapat diamati dari beberapa jenis tari jaipongan yang berkembang di Jawa Barat, salah satunya pada tari Jaipongan Entog Mulang karya Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung Bandung. Adapun beberapa masalah dalam penelitian ini terindentifikasi sebagai berikut.

1. Etika dan estetika tari Sunda mengalami perkembangan, pergeseran dan penggubahan dari masa ke masa.

2. Etika dan estetika dalam tari jaipongan berbeda dengan penyajian tari klasik. Salah satunya pada masalah teknik gerak dalam tari jaipongan yang tentunya berbeda dengan tari Sunda lainnya. Perbedaan ini teramati pula pada penguatan penyajian tari jaipongan yang dapat diamati dari aspek wiraga, wirahma dan wirasa.

3. Pada tari klasik tidak terdapat pengexposan zone taboo (3G).

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti merumuskan permasalahan penelitian ke dalam beberapa bentuk pertanyaan. Untuk mempermudah penulisan atau penelitian ini, maka akan dibatasi permasalahan penelitian ini dengan merumuskan masalah yang diformulasikan dalam tiga pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana Latar Belakang Terbentuknya Zone Taboo pada Tari Jaipong Entog

Mulang Karya Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung Bandung?

2. Bagaimana Zone Taboo pada Koreografi Tari Jaipong Entog Mulang Karya Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung Bandung?

(18)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini tidak terlepas dari permasalahan pokok yang telah di kemukakan. Adapun tujuan dalam penelitian ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, yang dipaparkan sebagai berikut:

a) Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih mendalam mengenai Zone Taboo pada tari jaipong Entog Mulang karya Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung, estetika tari jaipong dan pandangan mengenai erotisme tari jaipong.

b) Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu untuk:

1. Mendeskripsikan Latar Belakang Terbentuknya Zone Taboo pada Tari Jaipong Entog Mulang Karya Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung Bandung. 2. Mendeskripsikan Zone Taboo pada Koreografi Tari Jaipong Entog Mulang Karya

Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung Bandung.

3. Mendeskripsikan Zone Taboo pada Bentuk Rias dan Busana Tari Jaipong Entog Mulang Karya Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung Bandung.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini terdiri dari manfaat secara teoretis dan manfaat secara praktis.

a) Teoretis

(19)

Sanggar Padepokan Sekar Panggung Bandung serta dapat lebih mengetahui dan mempelajari lebih dalam lagi perihal estetika tari jaipong.

Selain itu manfaat lainnya seperti memperjelas aspek-aspek kehidupan yang belum begitu jelas atau belum tuntas untuk di telaah terutama menyangkut dengan seni tari di sanggar tersebut dapat lebih di perbaiki. Dari penelitian ini memungkinkan pula adanya penyesuaian kembali norma-norma dan nilai-nilai serta hubungan-hubungan sosial dalam kelompok bersangkutan sesuai dengan kebutuhan individu dan kelompok mengenai estetika seni tari jaipong.

b) Praktis

1) Peneliti

Manfaat dari penelitian ini khususnya bagi peneliti yaitu sebagai referensi pengamatan sosial, dimana pengalaman yang peneliti dapatkan dan rasakan ketika meneliti permasalahan yang terjadi, akan sangat bermanfaat untuk pengetahuan dan wawasan peneliti. Interaksi sosial yang sangat baik akan terjalin ketika penelitian berlangsung. Selain itu dari hasil penelitian yang telah didapatkan, peneliti dapat menjadi salah seorang yang memberikan jalan keluar dari permasalahan zone taboo tubuh manusia yang digerakan pada saat menari jaipong yang tentunya akan sangat bermanfaat untuk keberadaan atau eksistensi kesenian khususnya seni tari jaipong di sanggar yang diteliti.

2) Jurusan Pendidikan Seni Tari UPI

(20)

yang juga di pelajari oleh para mahasiswa Jurusan Pendidikan Seni Tari tepatnya pada mata kuliah Estetika Seni Tari.

3) Para Pelaku Seni dan Seniman Tari

Manfaat untuk pelaku seni dari penelitian ini khususnya pelaku seni di Padepokan Sekar Panggung yaitu eksistensi sebagai seniman di sanggar tersebut tidak akan dipandang buruk lagi hanya karena perspektif masyarakat yang tentunya belum mendapatkan pengertian serta pengetahuan lebih mendalam mengenai estetika seni tari jaipong yang dikaitkan dengan zone taboo bagian tibuh manusia yang digerakan pada saat menari. Selain itu, seniman di sanggar tersebut dapat mempertunjukan serta lebih mengembangkan sanggar seni tari jaipong yang tentunya akan menjadi sumber penghasilan bagi mereka.

4) Masyarakat

Dampak positif bagi masyarakat dari penelitian ini yaitu bertambahnya wawasan masyarakat terhadap kesenian di Indonesia khususnya mengenai tari jaipong Entog Mulang karya Awan Metro. Selain itu dapat membantu menghidupkan kembali norma-norma lama dan menciptakan norma-norma baru yang tentunya dipandang akan membawa dampak baik terutama dalam bidang kesenian terhadap kehidupan masyarakat sekitar. Setelah penelitian ini, rasa solidaritas atau kekeluargaan sesama masyarakat serta penelitipun bertambah kuat. Dapat berfungsi juga sebagai sarana untuk mencapai keseimbangan yang jauh lebih baik antara estetika dengan norma yang telah ditetapkan dalam masyarakat agar tidak terjadinya permasalahan mengenai persinggungan antara estetika kesenian, khususnya tari jaipong dengan ketentuan norma sosial masyarakat setempat.

F. Struktur Organisasi Penelitian

(21)

Bab I Pendahuluan, pada bab ini penulis berusaha untuk memaparkan dan menjelaskan mengenai latar belakang masalah yang menjadi alasan penulis untuk melakukan penelitian dan penulisan skripsi, rumusan masalah yang menjadi beberapa permasalahan untuk mendapatkan data-data temuan di lapangan, pembatasan masalah guna memfokuskan kajian penelitian sesuai dengan permasalahan utama, tujuan penelitian dari penelitian yang dilakukan, metode dan tekhnik penelitian serta struktur organisasi dalam penyusunan skripsi.

Bab II Kajian Pustaka, disini akan dijabarkan mengenai daftar literatur yang dipergunakan yang dapat mendukung dalam penulisan terhadap permasalahan yang dikaji. Pada bagian bab kedua, berisi mengenai suatu pengarahan dan penjelasan mengenai topik permasalahan yang penulis teliti dengan mengacu pada suatu tinjauan pustaka melalui suatu metode studi kepustakaan, sehingga penulis mengharapkan tinjauan pustaka ini bisa menjadi bahan acuan dalam penelitian yang penulis lakukan serta dapat memperjelas isi pembahasan yang kami uraikan berdasarkan data-data temuan di lapangan.

Bab III Metodologi Penelitian, dalam bab ini mengkaji tentang langkahlangkah yang dipergunakan dalam penulisan berupa metode penulisan dan teknik penelitian yang menjadi titik tolak penulis dalam mencari sumber serta data-data, pengolahan data dan cara penulisan. Dalam bab ini juga, penulis berusaha memaparkan metode yang digunakan untuk merampungkan rumusan penelitian, metode penelitian ini harus mampu menjelaskan langkah-langkah serta tahapan-tahapan apa saja yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan. Semua prosedur serta tahapan-tahapan penelitian mulai dari persiapan hingga penelitian berakhir harus diuraikan secara rinci dalam bab ini. Hal ini dilakukan untuk memudahkan penulis dalam memberikan arahan dalam pemecahan masalah yang akan dikaji.

(22)

Penulis berusaha mencoba mengkritisi data-data temuan di lapangan dengan membandingkannya kepada bahan atau sumber yang mendukung pada permasalahan yang penulis teliti. Selain itu juga dalam bab ini dipaparkan pula mengenai pandangan penulis terhadap permasalahan yang menjadi titik fokos dalam penelitian yang penulis lakukan.

(23)

35

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Dalam metodologi telah dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan penelitian mempunyai kebebasan untuk memiliki metode guna memperoleh suatu data. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh sutrisno Hadi, Yaitu:

Baik buruknya suatu research sebagian tergantung dari pengumpulan data research ilmiah bermaksud memperoleh bahan – bahan yang relevan, aktual dan variabel, maka untuk memperoleh data seperti itu pekerjaan research menggunakan tekhnik – tekhnik, prosedur, alat – alat serta kegiatan yang diandilkan.

Berdasarkan pendapat di atas, maka saya sebagai peneliti mempertimbangkan untuk menggunakan metode deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif serta menggunakan etnokoreologi sebagai pisau bedahnya.

Menurut Hidayat Syah penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang digunakan untuk menemukan pengetahuan yang seluas-luasnya terhadap objek penelitian pada suatu masa tertentu. Sedangkan menurut Punaji Setyosari ia menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan suatu keadaan, peristiwa, objek apakah orang, atau segala sesuatu yang terkait dengan variabel-variebel yang bisa dijelaskan baik dengan angka-angka maupun kata-kata. Hal senada juga dikemukakan oleh Best bahwa penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.

Sukmadinata (2006:72) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena-fenomena alamiah maupun fenomena-fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya

(24)

demikian, tidak berarti semua penelitian deskriptif tidak menggunakan hipotesis. Penggunaan hipotesis dalam penelitian deskriptif bukan dimaksudkan untuk diuji melainkan bagaimana berusaha menemukan sesuatu yang berarti sebagai alternatif dalam mengatasi masalah penelitian melalui prosedur ilmiah.

Penelitian deskriptif tidak hanya terbatas pada masalah pengumpulan dan penyusunan data, tetapi juga meliputi analisis dan interpretasi tentang arti data tersebut. Oleh karena itu, penelitian deskriptif mungkin saja mengambil bentuk penelitian komparatif, yaitu suatu penelitian yang membandingkan satu fenomena atau gejala dengan fenomena atau gejala lain, atau dalam bentuk studi kuantitatif dengan mengadakan klasifikasi, penilaian, menetapkan standar, dan hubungan kedudukan satu unsur dengan unsur yang lain.

Penelitian deskriptif analisis merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya, dengan tujuan menggambarkan secara sistematis, fakta dan karakteristik objek yang diteliti secara tepat. Permasalahan yang terdapat pada penelitian kali ini yaitu mengenai latar belakang penciptaan, bentuk koreografi serta rias dan busana dalam tari jaipong Entog Mulang karya Awan Metro akan terkupas oleh metode ini.

Pendekatan yang dipilih oleh peneliti yaitu pendekatan kualitatif. Yang dimaksud dengan pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang beroriantasi pada gejala-gejala yang bersifat alamiah karena orientasinya demikian, maka sifatnya naturalistik dan mendasar atau bersifat kealamiahan serta tidak bisa dilakukan di laboratorium melainkan harus terjun di lapangan. (Muhammad Nazir, 1986:159)

(25)

Metode pada penelitian ini lebih terfokus pada Tari Entog Mulang karya Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung Bandung. Data serta informasi yang telah diperoleh selanjutnya akan disusun dan dianalisis dengan merujuk dan berdasarkan kepada teori dan konsep-konsep yang relevan sesuai dengan masalah yang diteliti. Pendekatan kualitatif deskriptif analisis akan mengupas permasalahan sekaligus memaparkan latar belakang terciptanya tari jaipong Entog Mulang, bentuk koreografi tari jaipong Entog Mulang serta rias dan busana pada tari jaipong Entog Mulang.

Adapun pisau bedah yang peneliti gunakan pada penelitian ini yaitu etnokoreologi. Dalam menjawab permasalahan yang telah dirumuskan, diperlukan pendekatan etnokoreologi (dalam Bahasa Inggris etnochoreology), seperti yang disarankan oleh R.M. Soedarsono dalam bukunya yang berjudul “Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa”, yang melibatkan berbagai disiplin serta sistem analisis yang cukup rumit, dalam buku Soedarsono menyatakan keprihatinannya perihal diantara disiplin pengkajian pertunjukan, disiplin pengkajian tari merupakan hal yang sangat tertinggal dalam pemantapan metodologi penelitian. Maka dari itu, dengan menggunakan pisau bedah etnokoreologi, peneliti dapat mengungkapkan dan menganalisis gerak-gerak yang terdapat dalam tari Jaipong Entog Mulang yang memiliki ciri khas tersendiri.

Sebagaimana yang telah peneliti paparkan diatas, bahwa penelitian kali ini akan menggunakan etnokoreologi sebagai pisau bedahnya. Metode etnokoreologi yang digunakan pada penelitian kali ini yaitu untuk mengupas dan membuktikan lebih jelas mengenai Zone Taboo yang digerakan pada tari jaipong Entog Mulang karya Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung Bandung.

(26)

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Padepokan Sekar Panggung Bandung. Padepokan Sekar Panggung memiliki letak yang strategis yaitu berada di Jl. Diponegoro no. 61 Bandung yang bersebelahan dengan tempat siaran Radio Republik Indonesia (RRI Bandung) kota Bandung. Penelitian dilakukan dilokasi ini karena di setiap minggunya terdapat jadwal latihan rutin yang tentunya akan mempermudah proses penelitian. Selain itu, padepokan tersebut termasuk salah satu sanggar yang sering melaksanakan program-program kegiatan kesenian dan sering mengikuti perlombaan tari.

2. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian kali ini adalah tari jaipong Entog Mulang karya Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung Bandung. Tari jaipong Entog Mulang ini merupakan tari kreasi baru yang diciptakan oleh Awan Metro dan banyak diminati oleh peserta sanggar maupun luar sanggar yang tentunya sangat tertarik dengan gerakan-gerakan tari jaipong Entog Mulang yang terlihat sangat menarik dan energik. Subjek ini dipilih karena dianggap mampu untuk memberikan informasi seluas mungkin kepada peneliti mengenai aspek Zone Taboo yang akan dikupas pada penelitian kali ini. Selain aspek Zone Taboo tersebut, subjek ini juga dapat mengupas fokus permasalahan penelitian mengenai latar belakang penciptaan, koreografi serta rias dan busana tari jaipong Entog Mulang karya Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung Bandung.

(27)

kebutuhan peneliti yang telah disesuaikan yaitu dengan menggunakan purpose sampling.

Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik purpose sampling atau teknik pengambilan sampel sumber data dengan pengambilan tertentu. (Sugiyono, 2009:85). Adapun alasan peneliti menggunakan teknik ini yaitu karena penelitian yang dilakukan berdasarkan atas adanya tujuan tertentudan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, bukan berdasarkan kepada strata, random, daerah ataupun kelompok.

C. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Peneliti memilih untuk menggunakan pendekatan kualitatif karena penelitian dilakukan pada kondisi yang alamiah. Desain penelitian merupakan langkah-langkah yang dilakukan dalam proses penelitian, sehingga permasalahan yang ada dapat terselesaikan. Adapun desain penelitian ini adalah sebagai berikut.

Bagan 3.1

Desain Penelitian

Studi Awal

Simpulan Hasil Penelitian, Analisis

Pengecekan Keabsahan Data Tahap

Perencanaan

Temuan

Mempertajam Fokus dan

Rumusan Masalah Penelitian

Pelaksanaan (Observasi, Wawancara,

(28)

D. Definisi Operasional

Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan menghindari terjadinya kesalahan dalam penafsiran dari judul penelitian yang diusung yaitu “Zone Taboo pada Tari Jaipong Entog Mulang karya Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung Bandung”, maka peneliti memberikan definisi operasional sebagai berikut:

Terdapat artikel mengenai taboo zone terdapat pada tulisan Tati Narawati (2003 : 1) yang mengulas teori Desmon Morris (1977) pada bukunya yang berjudul Manwatching: A Field Guide to Human Behaviour. Narawati menganalisis bahwa sexual region adalah taboo zone, yaitu areal sekitar perut/pinggul dan dada pada wanita, yang juga areal erotic. Areal tersebut tidak bisa disentuh dan diperlihatkan kepada sembarang orang. Orang memperlihatkan Ignorant diberlakukan apabila ketidaktahuan membuat orang memperlihatkan

areal terlarang. Accidental diberlakukan ketika seseorang terlihat auratnya karena tidak sengaja, tertiup angina misalnya. Deliberate apabila seseorang memperlihatkan areal terlarangnya dengan sengaja.

Berdasar kepada teori diatas, peneliti menyimpulkan bahwa Zone Taboo itu merupakan area tubuh manusia yang tabu untuk ditampilkan di depan umum. Maka dari itu, Zone Taboo pada tari jaipong Entog Mulang karya Awan Metro merupakan pengeksposan area tabu tubuh manusia yang digerakkan pada saat menari atau menampilkan tari jaipong Entog Mulang.

Hawkins menyatakan bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan diberi sebagai ungkapan si pencipta (Hawkins: 1990, 2). Selain Hawkins, La Mery mendefinisikan bahwa tari adalah ekspresi yang berbentuk simbolis dalam wujud yang lebih tinggi harus diinternalisasikan.Untuk menjadi bentuk yang nyata maka Suryo mengedepankan tentang tari dalam ekspresi subyektif yang diberi bentuk obyektif (La Mery, 1987: 12).

(29)

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat dirangkum bahwa, pengertian tari adalah unsur dasar gerak yang diungkapan atau ekspresi dalam bentuk perasaan sesuai keselarasan irama. Selain itu, tari merupakan gerak-gerak dari seluruh anggota tubuh yang selaras dengan musik, diatur oleh irama yang sesuai dengan maksud dan tujuan tertentu dalam tari. Di sisi lain juga dapat diartikan bahwa tari merupakan desakan perasaan manusia di dalam dirinya untuk mencari ungkapan beberapa gerak ritmis. Tari juga bisa dikatakan sebagai ungkapan ekspresi perasaan manusia yang diubah oleh imajinasi dibentuk media gerak sehingga menjadi wujud gerak simbolis sebagai ungkapan koreografer.

Tari Jaipong atau dikenal sebagai Jaipongan adalah tarian yang diciptakan pada tahun 1961 oleh seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira. Tari Jaipong merupakan perpaduan gerakan ketuk tilu, tari topeng banjet, dan pencak silat (bela diri). Gugum Gumbira terinspirasi pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan atau Bajidoran atau Ketuk Tilu. Sehingga ia dapat mengembangkan tarian atau kesenian yang kini di kenal dengan nama Jaipongan.

Entog Mulang merupakan salah satu jenis lagu yang kemudian dikolaborasikan dengan sebuah tari kreasi yang diciptakan oleh Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung Bandung. Entog Mulang dalam bahasa Indonesia mempunyai arti yaitu pulang ke tempat asal. Makna lagu Entog Mulang pada tari jaipong karya Awan Metro ini memiliki synopsis “Cadu mundur pantrang mulang, mun can meunang dina perang, sebuaah moto pasukan siliwangi. Gelora

semangat terus berkobar, tak ada rasa takut, teuneung leudeung dalam membela tanah air. Semangat ini akan tergambar dalam kegesitan, kelincahan dan

ketangkasan yang dibawakan pada tari jaipong Entog Mulang”. Aransemen lagu

beserta lirik lagu Entog Mulang ini cukup sangat sulit untuk dibawakan kedalam sebuat bentuk tarian. Namun, Awan Metro mengkreasikan tarian ini sedemikian rupa sehingga sangat menarik untuk disaksikan.

(30)

menggambarkan keadaan suatu hubungan yang tengah genting, mengalami keputus asaan dan nyaris berpisah karena keputus asaan yang dialaminya.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam proses penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Teknik pengumpulan data yang diperlukan disini adalah teknik pengumpulan data mana yang paling tepat, sehingga benar-benar didapat data yang valid dan reliable.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk memperoleh data dari semua permasalahan penelitian, yaitu mengenai latar belakang penciptaan, koreografiserta rias dan busana tari jaipong Entog Mulang karya Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung Bandung. Adapun teknik pengumpulan data yang akan dilakukan pada penelitian kali ini yaitu dengan melalui observasi, wawancara, studi dokumentasi dan studi pustaka. Tujuan peneliti menggunakan teknik pengumpulan data tersebut yaitu untuk memperoleh informasi yang lebih maksimal dan akurat, serta sesuai dengan apa yang menjadi tujuan penelitian pada kali ini. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat salah satu ahli yaitu Suharsimi Arikunto yang mendefinisikan bahwa instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya (Suharsimi Arikunto, 2010:265).

Dari pemaparan diatas, maka peneliti akan melakukan langkah-langkah penelitian untuk mengumpulkan data seperti berikut:

1. Observasi

(31)

untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian (Guba dan Lincoln, 1981: 191-193).

Observasi yang dilakukan oleh peneliti memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui secara luas mengenai latar belakang penciptaan, bentuk koreografi serta rias dan busana pada tari jaipong Entog Mulang karya Awan Metro. Observasi dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan data yang benar serta dapat dipertanggung jawabkan. Observasi yang dilakukan tentunya untuk memperoleh gambaran riil, jelas dan nyata dari pertanyaan permasalahan yang terdapat dalam proses penelitian.

Untuk penguatan data pada saat observasi dilakukan oleh peneliti, sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2002:133) bahwa “observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek atau subjek dengan menggunakan

seluruh alat indera”. Maka dari itu peneliti akan melakukan pengamatan melalui

rekaman gambar, dengan menggunakan handycam dan photo camera, hal tersebut dilakukan sebagai alat bantu peneliti serta untuk penguat data pada saat proses penelitian mengenai Zone Taboo pada tari jaipong Entog Mulang dilakukan.

Observasi yang dilakukan oleh peneliti tidak hanya sekali, namun berulang-ulang. Hal tersebut dilakukan agar dapat mengamati Zone Taboo pada tari jaipong Entog Mulang secara jelas dan mendalam. Setelah observasi dilakukan, data dan informasi dari subjek penelitian yang didapat akan diambil dan diolah. Peneliti melakukan observasi di Padepokan Sekar Panggung Bandung selama tiga kali, yaitu diantaranya:

(32)

Pada tanggal 14 Juli 2015 Bapak Awan Metro mengajak peneliti untuk berapresiasi secara langsung tari Jaipong Entog Mulang yang akan diteliti. Penampilan tariannya di bawakan oleh peserta sanggar yang sedang berlatih dan ditampilkan secara berulang-ulang agar peneliti dapat lebih jelas menyimak koreografi tarian tersebut. Penelitipun harus fokus memperhatikan penampilan tari tersebut guna untuk mendeteksi gerakan-gerakan yang mengekspose Zone Taboo.

Observasi ketiga dilakukan pada tanggal 28 Juli 2015. Observasi yang dilakukan yaitu pencarian informasi awal mengenai rias dan busana pada tari Jaipong Entog Mulang.

2. Wawancara

Wawancara ialah proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian (Emzir, 2010: 50). Pada hakikatnya wawancara merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau tema yang diangkat dalam penelitian. Selain itu wawancara merupakan proses pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang telah diperoleh lewat teknik yang lain sebelumnya.

Peneliti menggunakan data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara yang diperoleh dari narasumber atau informan yang dianggap berpotensi dalam memberikan informasi mengenai Zone Taboo pada tari jaipong Entog Mulang karya Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung Bandung, yang tentunya relevan dan sesuai dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Adapun target informan yang mempunyai pemahaman mengenai Zone Taboo pada tari jaipong Entog Mulang karya Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung Bandung diantaranya:

1. Awan Metro (Koreografer) 2. Penari jaipong Entog Mulang 3. Seniman di sekitar sanggar

(33)

Wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada narasumber atau informan pada kali ini yaitu dengan menggunakan dua teknik, wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Teknik tersebut diambil berdasarkan pada pendapat salah seorang ahli mengenai teknik wawancara yaitu “Selanjutnya wawancara dapat dilakukan secara terstruktur dan tidak terstruktut, dan dapat dilakukan dengan tatap muka (face to face) maupun menggunakan telepon” (Sugiyono, 2006; 138-140).

Pada wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Dalam prakteknya selain membawa instrument sebagai pedoman wawancara, maka pengumpul data juga dapat menggunakan alat bantu seperti tape recorder, gambar, brosur dan material lain yang dapat membantu dalam wawancara. Adapun contoh pertanyaan wawancara terstruktur yaitu: Siapakah pencipta tari Jaipong Entog Mulang? Apa yang melatar belakangi pencipta dalam menciptakan tarian tersebut? Mengapa tari Jaipong Entog Mulang di Padepokan Sekar Panggung sangat diminati? Bagaimana tata rias dan busana pada tari Jaipong Entog Mulang? Zone Taboo mana saja yang digerakkan pada saat penampilan tari Jaipong Entog Mulang?

Selain wawancara terstruktur, peneliti akan melakukan wawancara tidak terstruktur yang maksudnya adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Irawati S.

Wawancara adalah salah satu bagian yang terpenting dari setiap survei. Tanpa wawancara, peneliti akan kehilangan informasi yang akan dapat diperoleh dengan jalan bertanya langsung kepada responden. Data semacam itu merupakan tulang punggung suatu peneliti survei. (Irawati Singarimbun, 1987 : 192)

(34)

Pertanyaan yang diajukan yaitu mengenai kapan berdirinya Padepokan Sekar Panggung, pencipta tari Jaipong Entog Mulang, mengapa tari Jaipong Entog Mulang tersebut sangat menarik dan banyak diminati oleh peserta sanggar.

Selanjutnya pada tanggal 8 Agustus 2015 peneliti melakukan wawancara mengenai koreografi tari Jaipong Entog Mulang yang bertujuan untuk mendapatkan informasi dan keterangan yang lengkap serta akurat mengenai bentuk koreografi/susunan gerak tari Jaipong Entog Mulang di Padepokan Sekar Panggung.

Pada tanggal 15 Agustus 2015 peneliti melakukan wawancara kembali kepada Bapak Awan Metro mengenai penampilan Zone Taboo dalam tari Jaipong Entog Mulang. Apakah ada keterkaitan antara latar belakang penciptaan ataupun gaya Awan Metro dengan Zone Taboo dalam tarian tersebut. Peneliti mengumpulkan data sebanyak mungkin mengenai Zone Taboo untuk melengkapi data yang diperlukan.

Wawancara dilaksanakan kembali pada tanggal 22 Agustus 2015 adapun topik yang dibahas pada wawancara tersebut yaitu mengenai jumlah peserta padepokan yang masih aktif, dan mengenai ketertarikan atau minat para peserta terhadap tari Jaipong Entog Mulang.

Pada tanggal 29 Agustus 2015 peneliti kembali melakukan wawancara di Padepokan Sekar Panggungdan melakukan tanya jawab dengan peserta sanggar yaitusebanyak 15 orang mengenai kegiatan mereka d padepokan tersebut dan sejauh mana mereka mengenal serta berminat terhadap tari Jaipong Entog Mulang.

3. Studi Dokumen

(35)

Sesuai dengan teori diatas maka peneliti melakukan studi dokumen melalui buku-buku dan makalah serta jurnal yang berkaitan dengan fokus penelitian yaiti Zone Taboo dalam tari Jaipong Entog Mulang. Selain itu, peneliti melengkapinya dengan foto-foto lalu dilengkapi pula dengan rekaman video tari Jaipong Entog Mulang yang dibawakan oleh salah seorang peserta/siswa Padepokan Sekar Panggung yang berusia dewasa. Video tersebut dibuat pada tanggal 14 Juli 2015.

Rekaman gambar yang telah dibuat tersebut tentunya sangat membantu peneliti dalam melakukan penelitian, karena dengan adanya rekaman tersebut peneliti dapat menyimak objek yang diteliti secara berulang-ulang yang akan mempermudah peneliti dalam proses analisis data.

Penggunaan dokumen ini berkaitan dengan apa yang disebut analisa isi. Cara menganalisa isi dokumen ialah dengan memeriksa dokumen secara sistematik bentuk-bentuk komunikasi yang dituangkan secara tertulis dalam bentuk dokumen secara obyektif. Kajian isi atau content analysis document ini didefinisikan oleh Berelson yang dikutip Guba dan Lincoln, sebagai teknik penelitian untuk keperluan mendeskripsikan secara objektif, sistematis dan kuantitatif tentang manifestasi komunikasi. Sedangkan Weber menyatakan bahwa kajian isi adalah metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen. Definisi lain dikemukakan Holsti, bahwa kajian isi adalah teknik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara objektif, dan sistematis (Moleong, 2007; 220).

4. Studi Pustaka

Menurut M. Nazir dalam bukunya yang berjudul „Metode Penelitian‟ mengemukakan bahwa “Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang

(36)

Selanjutnya menurut Nazir (1998 : 112) studi kepustakaan merupakan langkah yang penting dimana setelah seorang peneliti menetapkan topik penelitian, langkah selanjutnya adalah melakukan kajian yang berkaitan dengan teori yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam pencarian teori, peneliti akan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari kepustakaan yang berhubungan. Sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari: buku, jurnal, majalah, hasil-hasil penelitian (tesis dan disertasi), dan sumber-sumber lainnya yang sesuai (internet, koran dll).

Maka dari itu peneliti akan mencari data melalui sumber-sumber yang tertulis di buku, surat kabar, makalah yang berkaitan dengan subjek penelitian (latar belakang penciptaan, bentuk koreografi sarta rias dan busana tari Jaipong Entog Mulang). Adapun buku-buku smber yang digunakan oleh peneliti untuk penelitian ini yaitu diantaranya Menurut Pohan dalam Prastowo (2012: 81) kegiatan ini (penyusunan kajian pustaka) bertujuan mengumpulkan data dan informasi ilmiah, berupa teori-teori, metode, atau pendekatan yang pernah berkembang dan telah di dokumentasikan dalam bentuk buku, jurnal, naskah, catatan, rekaman sejarah, dokumen-dokumen, dan lain-lain yang terdapat di perpustakaan. Kajian ini dilakukan dengan tujuan menghindarkan terjadinya pengulangan, peniruan, plagiat, termasuk suaplagiat. Dasar pertimbangan perlu disusunnya kajian pustaka dalam suatu rancangan penelitian menurut Ratna dalam Prastowo (2012: 81) didasari oleh kenyataan bahwa setiap objek kultural merupakan gejala multidimensi sehingga dapat dianalisis lebih dari satu kali secara berbeda-beda, baik oleh orang yang sama maupun berbeda.

F. Instrumen Penelitian

(37)

Pendapat tersebut sejalan dengan teori salah satu ahli yaitu Suharsimi Arikunto yang mengemukakan bahwa instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan di permudah olehnya (Suharsimi Arikunto, 2000:134).

Selain Suharsimi, Instrumen pengumpul data menurut Sumadi Suryabrata (2008:52) adalah alat yang digunakan untuk merekam-pada umumnya secara kuantitatif-keadaan dan aktivitas atribut-atribut psikologis. Atibut-atribut psikologis itu secara teknis biasanya digolongkan menjadi atribut kognitif dan atribut non kognitif. Sumadi mengemukakan bahwa untuk atribut kognitif, perangsangnya adalah pertanyaan. Sedangkan untuk atribut non-kognitif, perangsangnya adalah pernyataan.

Sebelum melakukan penelitian di Padepokan Sekar Panggung Bandung, peneliti terlebih dahulu menyiapkan menyiapkan beberapa instrumen/panduan, sehingga dengan adanya panduan tersebut peneliti akan lebih terfokus kepada pembahasan permasalahan penelitian. Beberapa panduan yang dipersiapkan oleh peneliti diantaranya pedoman observasi, pedoman wawancara, studi dokumentasi dan studi pustaka.

Instrumen penelitian sebagai alat pengumpul data, diantaranya yaitu pedoman observasi, pedoman wawancara, serta studi dokumentasi yang telah disiapkan oleh peneliti untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tari Jaipong Entog Mulang secara menyeluruh dan mendalam. Adapun peranan instrumen penelitian pada kali ini sangat penting, karena tanpa instrumen yang baik tentunya peneliti tidak akan mendapatkan data yang akurat dengan keadaan yang terjadi sebenarnya di lapangan. Hal tersebut dapat mengakibatkan adanya kesalahan dalam kesimpulan. Instrumen penelitian yang dipilih oleh peneliti sesuai dengan jenis data yang diinginkan oleh peneliti yaitu mengenai latar belakang penciptaan, bentuk koreografi serta rias dan busana pada tari Jaipong Etog Mulang karya Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung Bandung.

(38)

segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Berdasarkan kepada pendapat tersebut, narasumber yang diambil pada penelitian ini yaitu Bapak Awan Metro, maka peneliti menggunakan teknik penelusuran serta pengamatan melalui melalui observasi, wawancara, penelusuran kepustakaan dan dokumentasi. Hal ini berdasar pada salah satu pendapat ahli yaitu Sugiyono (2011:305) yang mengungkapkan bahwa:

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya. Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya.

Dapat disimpulkan dari pernyataan diatas bahwa dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen dari penelitian ini adalah peneliti itu sendiri yang dibantu oleh alat pengumpul data yang lainnya agar menemukan kejelasan atas permasalahan yang diteliti dan dapat dikembangkan menjadi suatu instrumen.instrumen yang digunakan sebagai alat pengumpul data perlu diketahui keandalan instrumennya atau teruji kesahihannya dan kebenarannya guna memperoleh data yang terpercaya. Adapun alat yang digunakan untuk pengumpul data mengenai Zone Taboo tari Jaipong Entog Mulang karya Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung Bandung untuk mengetahui latar belakang penciptaan, bentuk koreografi serta rias dan busana pada tari Jaipong Entog Mulang yaitu berupa pedoman observasi, pedoman wawancara, studi dokumen dan studi pustaka.

Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

1. Pedoman Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan salah satu teknik pengumpulan data/faktayang cukup efektif untuk mempelajari suatu sistem. Observasi adalah pengamatanlangsung para pembuat keputusan berikutlingkungan fisiknya dan atau pengamatan langsung suatu kegiatan yang sedang berjalan.

(39)

Entog Mulang. Proses ini tidak lepas dari adanya Bapak Awan Metro sebagai narasumber, pendiri padepokan, sekaligus pencipta tari Jaipong Entog Mulang yang menjadi subjek penelitian kali ini.

2. Pedoman Wawancara

Wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan cara bertatapmuka langsung dengan narasumber yaitu Bapak Awan Metro yang dilakukan di Padepokan Sekar Panggung. Wawancara yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan informasi yang akurat dan jelas mengenai tari Jaipong Entog Mulang. Menurut salah satu ahli, wawancara di definisikan sebagai berikut: “Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data. Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog ( Tanya jawab ) secara lisan, baik langsung maupun tidak langsung” ( I. Djumhur dan Muh.Surya,1985 ). Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah Tekhnik pengumpulan dataatau informasi dari “informan” dan atau “Responden” yang sudah di tetapkan, di lakukandengan cara ”Tanya jawab sepihak tetapi sistematis” atas dasar tujuan penelitian yanghendak di capai.

Instrumen yang digunakan pada pedoman wawancara ini yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara terstruktur yang peneliti lakukan dengan informan terdiri dari beberapa pertanyaan lengkap yang dicatat terlebih dahulu oleh peneliti. Pertanyaan yang telah disiapkan oleh peneliti berkisar seputar kapan Padepokan Sekar Panggung berdiri? Siapa pencipta tari Jaipong Entog Mulang? Apa yang melatar belakangi pencipta untuk menciptakan tari tersebut? Bagaimana bentuk koreografi tari Jaipong Entog Mulang? Bagaimana rias dan busana tari Jaipong Entog Mulang? Mengapa tari Jaipong Entog Mulang sangat diminati oleh peserta sanggar? Mengapa tari Jaipong Entog Mulang sangat menarik untuk di apresiasi?

(40)

tape recorder, gambar, brosur dan material lainnya yang dapat membantu pelaksanaan wawancara berjalan lancar. Oleh karena itu, pada saat wawancara berlangsung peneliti telah mempersiapkan alat bantu yang akan diganakan pada saat proses wawancara berlangsung.

Arikunto (1998:129) mengemukakan bahwa wawancara harus dilakukan secara efektif, artinya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dapat diperoleh data sebanyak-banyaknya. Bahasanya harus jelas, terarah, suasana harus tetap nyaman, santai agar diperoleh data yang obyektif dan dapat dipercaya. Wawancara digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan data dari objek yang diteliti berupa hasil wawancara (interview) dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada narasumber. Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik dalam pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dengan memberikan pertanyaan yang sama kepada responden.

Berdasar kepada pendapat diatas, maka setelah melakukan wawancara terstruktur, peneliti melanjutkan proses penelitian dengan melakukan wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur ini tidak disiapkan oleh peneliti secara tertulis, namun pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan tetap seputar permasalahan yang terdapat dalam penelitian. Wawancara tidak terstruktur ini sangat membantu peneliti untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari responden.

Sesuai dengan beberapa pendapat yang telah dipaparkan diatas, sebagaimana yang dilakukan oleh peneliti yaitu melakukan wawancara dengan menggunakan jenis wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Jenis wawancara tersebut dipilih oleh peneliti guna untuk mempermudah peneliti dalam mendapatkan data serta informasi yang akurat mengenai tari Jaipong Entog Mulang karya Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung Bandung.

3. Studi Pustaka

(41)

dari studi pustaka yang dilakukan oleh peneliti yaitu untuk dijadikan landasan teori dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini, seperti teori tentang latar belakang penciptaan tari jaipong Entog Mulang, bentuk koregrafi tari tersebut, rias dan busana pada tari jaipong Entog Mulang, serta Zone Taboo yang diekspose dalam tarian tersebut. Dokumen-dokumen yang merupakan catatan-catatan sejarah awal atau peristiwa yang telah berlalu, berupa karya seseorang seperti penelitian-penelitian terdahulu, gambar, tulisan ilmiah yang relevan akan dijadikan sebagai rujukan dan sumber referensi dalam penyusunan penelitian tari Jaipong Entog Mulang karya Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung Bandung.

4. Studi Dokumentasi

“Studi dokumentasi ialah teknik pengumpulan data dengan mempelajari

catatan-catatan mengenai data pribadi responden, seperti yang dilakukan oleh seorang psikolog dalam meneliti perkembangan seorang klien melalui catatan

pribadinya” (Abdurahmat fathoni 2006: 112). Selain Abdurahmat Fathoni,

Suharsimi mengemukakan bahwa dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya (Suharsimi arikunto 2002:206).

Sejalan dengan pendapat diatas, pedoman dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu dengan mengumpulkan benda-benda tertulis seperti dokumen terdahulu, buku-buku, catatan-catatan, foto-foto dan video. Video dalam penelitian ini berfungsi untuk mendokumentasikan subjek penelitian agar peneliti dapat mengamati subjek dengan lebih cermat dan teliti. Hal ini digunakan untuk memperkuat data-data yang diperoleh dan sebagai bukti penelitian yaitu latar belakang penciptaan, bentuk koreografi serta rias dan busana pada tari Jaipong Entog Mulang.

(42)

kamera untuk pengambilan gambar, tipe record, dan handycam selama kegiatan penelitian berlangsung.

G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan dan analisis data merupakan tahapan pengolahan dan analisis data yang telah diperoleh dan data yang telah terkumpul selama proses penelitian yaitu diantaranya data hasil observasi, wawancara, studi pustaka dan dokumentasi. Adapun data yang perlu dianalisis yaitu data mengenai latar belakang terciptanya, bentuk koreografi serta rias dan busana pada tari jaipong Entog Mulang karya Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung Bandung. Seluruh data-data tersebut terkumpul dari catatan lapangan, gambar, foto, video, dokumen berupa laporan, biografi dan lain-lain. Data tersebut diurutkan, dikelompokan dan dikategorisasikan yang tentunya sangat berguna untuk peneliti dalam membuat kesimpulan.

Data yang telah diperoleh peneliti yaitu dari hasil observasi, wawancara, studi pustaka dan dokumentasi dijadikan satu, lalu selanjutnya dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan yang benar. Menurut Lexy J. Moleong (2000), analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Berdasarkan kepada pernyataan tersebut, dalam melakukan analisis terhadap hasil penemuan data, peneliti akan menggunakan langkah-langkah yang dikemukakan oleh Miles & Huberman (1992: 16) bahwa “analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi”.

(43)

1. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data dari hasil observasi, wawancara, studi pustaka dan dokumentasi yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan mengenai latar belakang penciptaan, bentuk koreografi serta rias dan busana pada tari Jaipong Entog Mulang karya Awan Metro di Padepokan Sekar Panggung Bandung. Reduksi data berlangsung terus-menerus selama proyek yang berorientasi penelitian kualitatif berlangsung. Reduksi data/transformasi ini berlanjut terus sesudah penelian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.

Reduksi data merupakan bagian dari analisis. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.

Dengan "reduksi data" peneliti tidak perlu mengartikannya sebagai kuantifikasi. Data kualitatif dapat disederhanakan dan transformasikan dalam aneka macam cara, yakni: melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat, menggolongkan-nya dalam satu pola yang lebih luas, dsb.

2. Penyajian Data

Miles & Huberman membatasi suatu "penyajian" sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Mereka meyakini bahwa penyajian-penyajian yang lebih baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid, yang meliputi berbagai jenis matrik, grafik, jaringan dan bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih. Dengan demikian seorang penganalisis dapat melihat

Referensi

Dokumen terkait