The Impact of Air Pollution on The Eye Physiology of The Bikers at
The University of Muhammadiyah Makassar
Dampak Polusi Udara Terhadap Fisiologi Mata Pengendara Motor Di Universitas Muhammadiyah Makassar
MUHAMMAD ILHAM MULYADI 10542 0217 10
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya serta tidak lupa juga saya haturkan salam dan shalawat kepada Nabi Muhammad saw, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Dampak Polusi Udara Terhadap Fisiologi Mata Pengendara Motor Di Universitas Muhammadiyah Makassar ”.
Dengan terselesaikannya skripsi ini, semoga dapat bermanfaat dikemudian hari untuk dipelajari, sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya, dan sebagai bahan masukan bagi masyarakat khususnya bagi ibu hamil agar dapat lebih menjaga dan memeriksakan kehamilannya. Dan terima kasih pula kepada pihak yang terkait atas bantuan dan dorongannya sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan saran serta kritikan dari pembaca demi perbaikan skipsi ini. Dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi pembaca umumnya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Makassar, 24 November 2013
Penulis
iv
SKRIPSI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR NOVEMBER, 2013
MUHAMMAD ILHAM MULYADI 10542 0217 10 RAHASIAH TAUFIK
DAMPAK POLUSI UDARA TERHADAP FISIOLOGI MATA PENGENDARA MOTOR DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
(Halaman : + -65 halaman)
ABSTRAK
Latar belakang : Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebut merupakan kontribusi terbesar dari pencemar udara yang dibuang ke udara bebas. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun, dll. Dampak dari pencemaran udara tersebut adalah menyebabkan penurunan kualitas udara, yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia.
Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui korelasi antara polusi udara dengan kejadian gangguan fisiologi mata terhadap pengendara motor.
Metode Penelitian:Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan Cohort. Dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara non probability sampling yakni total sampling, besar sampel dalam penelitian ini adalah 68 responden yang diambil dari pengendara motor di Universitas Muhammadiyah Makassar. Metode pengumpulan data dengan quisioner dan inspeksi.
Hasil Penelitian :Penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna antara polusi udara dengan kejadian gangguan fisiologi mata terhadap pengendara motor dengan nilai p = 0.011
< 0.05. Tidak terdapat korelasi bermakna antara usia dengan gangguan fisiologi mata akibat polusi udara dengan nilai p < 0.05. Tidak terdapat korelasi bermakna antara jenis kelamin dengan gangguan fisiologi mata akibat polusi udara dengan nilai p >
0.05. Tidak terdapat korelasi bermakna antara pendidikan terakhir dengan gangguan fisiologi mata akibat polusi udara dengan nilai > 0.05. Tidak terdapat korelasi bermakna antara pendidikan terakhir dengan gangguan fisiologi mata akibat polusi udara dengan nilai p > 0.05. Tidak terdapat korelasi bermakna antara pendapatan dengan gangguan fisiologi mata akibat polusi udara dengan nilai p > 0.05.
Kesimpulan : Terdapat korelasi bermakna antara pengendara motor dengan gangguan fisiologi mata akibat polusi udara.
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... v
DAFTAR ISI ... vi
BAB I PENDAHULUAN ...1
A. LatarBelakang ... 1
B. RumusanMasalah... 6
C. Pertanyaan Penelitian ... 6
D. Tujuan Penelitian.. ... 6
1. Tujuan Umum ... 7
2. Tujuan Khusus ... 7
E. Manfaat Penelitian.. ... 7
1. Manfaat Teoritis ... 7
2. Manfaat Aplikatif ... 7
a. Bagi Fakultas Kedokteran ... 7
b. Bagi Profesi ... 7
v i
c. Bagi Masyarakat ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. POLUSI UDARA ... 9
a. Defenisi ... 9
b. Sumber Pencemar ... 9
c. Sifat Fisik Pencemaran Udara ... 11
1. Sulfur Dioksida ... 11
2. Oksidan ... 17
3. Hidrokarbon ... 21
4. Partikel Debu ... 25
5. Timah Hitam……… 29
B. FISIOLOGI MATA / PENGLIHATAN... 34
a. Mekanisme Protektif Membantu Mencegah Cedera Mata ... 34
b. Definisi ... 35
c. Sistem Lakrimasi Mata ... 36
d. Gangguan Fisiologi Mata Yang Dapat Diakibatkan Oleh Polusi Udara……… 37
d.1. Konjungtivitis Pekerjaan Oleh Bahan Kimia & Iritan ... 37
d.2. Pterygium ... 39
BAB III KERANGKA KONSEP ... 40 vii
A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian…...………40
B. Kerangka Konsep……….…………41
C. Hipotesis Penelitian ... 41
D. Definisi Operasional ... 42
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 43
A. Desain Penelitian ... 43
B. Lokasi Penelitian ... 43
C. Populasi Dan Sampel ... 43
D. Perhitungan Besar Sampel ... 44
E. Kriteria Seleksi ... 45
F. Teknik Pengumpulan Data ... 46
G. Teknik Analisis Data ... .46
H. Etika Penelitian ... .47
BAB V HASIL PENELITIAN ... 48
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 48
B. Analisis Univariat ... 49
C. Analisis Bivariat ... 51
BAB VI PEMBAHASAN ... 56
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 61
A. Kesimpulan ... 61
viii
B. Saran ... 62 PENUTUP ... 63 DAFTAR PUSTAKA ... 65
ix
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di Indonesia tingkat pencemaran udara sangat memprihatinkan. Bahkan salah satu studi melaporkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan tingkat polusi udara tertinggi ketiga di dunia. World Bank juga menempatkan Jakarta menjadi salah satu kota dengan kadar polutan/partikulat tertinggi setelah Beijing, New Delhi dan Mexico City. Di Indonesia sendiri, sebagaimana data yang dipaparkan oleh Pengkajian Ozon dan Polusi Udara Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Jawa Barat menduduki peringkat polusi udara tertinggi di Indonesia. Di Indonesia sendiri, sebagaimana data yang dipaparkan oleh Pengkajian Ozon dan Polusi Udara Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Jawa Barat menduduki peringkat polusi udara tertinggi di Indonesia. Polusi udara yang berkonsentrasi tinggi dapat mengganggu kesehatan manusia. Salah satu sistem dalam tubuh manusia yang terganggu dikarenakan polusi udara ialah sistem penglihatan.
Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebut merupakan kontribusi terbesar dari pencemar udara yang dibuang ke
2 udara bebas. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun, dll.
Dampak dari pencemaran udara tersebut adalah menyebabkan penurunan kualitas udara, yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia.
Udara merupakan media lingkungan yang merupakan kebutuhan dasar manusia perlu mendapatkan perhatian yang serius, hal ini pula menjadi kebijakan Pembangunan Kesehatan Indonesia 2010 dimana program pengendalian pencemaran udara merupakan salah satu dari sepuluh program unggulan.
Pertumbuhan pembangunan seperti industri, transportasi, dll disamping memberikan dampak positif namun disisi lain akan memberikan dampak negatif dimana salah satunya berupa pencemaran udara dan kebisingan baik yang terjadi didalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan (outdoor) yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan terjadinya penularan penyakit.
Diperkirakan pencemaran udara dan kebisingan akibat kegiatan industri dan kendaraan bermotor akan meningkat 2 kali pada tahun 2000 dari kondisi tahun 1990 dan 10 kali pada tahun 2020.
Hasil studi yang dilakukan oleh Ditjen PPM & PL, tahun 1999 pada pusat keramaian di 3 kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Yogyakarta dan Semarang menunjukkan gambaran sebagai berikut : kadar debu (SPM) 280 ug/m3, kadar SO2 sebesar 0,76 ppm, dan kadar NOx sebesar 0,50 ppm, dimana angka tersebut telah melebihi nilai ambang batas/standar kualitas udara. Hasil pemeriksaan
3 kualitas udara disekitar stasiun kereta api dan terminal di kota Yogyakarta pada tahun 1992 menunjukkan kualitas udara sudah menurun, yaitu kadar debu rata- rata 699 ug/m3, kadar SO2 sebesar 0,03–0,086 ppm, kadar NOx sebesar 0,05 ppm dan kadar Hidro Karbon sebesar 0,35–0,68 ppm. Kondisi kualitas udara di Jakarta Khususnya kualitas debu sudah cukup memprihatinkan, yaitu di Pulo Gadung rata-rata 155 ug/m3, dan Casablanca rata-rata 680 ug/m3, Tingkat kebisingan pada terminal Tanjung Priok adalah rata-rata 74 dBA dan di sekitar RSUD Koja 63 dBA.
Disamping kualitas udara ambien, kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality) juga merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian karena akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Timbulnya kualitas udara dalam ruangan umumnya disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kurangnya ventilasi udara (52%) adanya sumber kontaminasi di dalam ruangan (16%) kontaminasi dari luar ruangan (10%), mikroba (5%), bahan material bangunan (4%) , lain-lain (13%).
Kota Makassar sebagai sebagai pusat pengembangan kawasan strategis di kawasan timur Indonesia, cenderung mengalami pertumbuhan yang pesat di berbagai bidang termasuk sektor transportasi sebagai penunjang aktivitas masyarakat yang sangat penting dirasakan saat ini. Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan jumlah penduduk memberi dampak pertumbuhan sektor tranportasi yang meningkat sangat cepat. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah kendaraan di Kota Makassar, baik kendaraan umum maupun pribadi yang mencapai sekitar
4 856 ribu unit pada tahun 2010 dengan tingkat pertumbuhan mencapai 12%
pertahun (Dinas Perhubungan Kota Makassar, 2010).
Kota Makassar sebagai sebagai pusat pengembangan kawasan strategis di kawasan timur Indonesia, cenderung mengalami pertumbuhan yang pesat di berbagai bidang termasuk sektor transportasi sebagai penunjang aktivitas masyarakat yang sangat penting dirasakan saat ini. Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan jumlah penduduk memberi dampak pertumbuhan sektor tranportasi yang meningkat sangat cepat. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah kendaraan di Kota Makassar, baik kendaraan umum maupun pribadi yang mencapai sekitar 856 ribu unit pada tahun 2010 dengan tingkat pertumbuhan mencapai 12%
pertahun (Dinas Perhubungan Kota Makassar, 2010).
Hasil studi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), dengan sampel Kota Makassar menemukan bahwa yang menyumbang andil kemacetan adalah kendaraan roda dua. Penyebabnya adalah pertumbuhan kepemilikan warga kota terhadap kendaraan roda dua sangat tinggi, mencapai 709 ribu unit hingga tahun 2010. Pertumbuhan kendaran roda dua yang paling dominan dibanding dengan angkutan umum dan kendaraan pribadi roda empat yaitu sebesar 13.59% per tahun. Sementara jumlah angkutan umum dalam kota hanya sekitar 8.4 persen dari jumlah total kendaraan yang ada di Kota Makassar. Hasil rinci dan detil uji emisi mengidentifikasi bahwa 90.9% angkutan kota dalam kondisi kritis karena seluruh parameter uji emisi tidak ideal, baik karena usia kendaraan, jenis mesin, maupun karena kurangnya perawatan kendaraan dan mesin (Mansyur, 2008).
5 Jenis parameter pencemar udara dalam buku pedoman ini didasarkan pada baku mutu udara ambien menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999, yang meliputi : Sulfur dioksida (SO2), Karbon monoksida (CO), Nitrogen dioksida (NO2), Oksidan (O3), Hidro karbon (HC), PM 10 , PM 2,5, TSP (debu), Pb (Timah Hitam), Dustfall (debu jatuh). Empat parameter yang lain (Total Fluorides (F), Fluor Indeks, Khlorine & Khlorine dioksida, Sulphat indeks) akan dibahas kemudian karena merupakan parameter pencemaran udara yang diberlakukan untuk daerah/kawasan industri kimia dasar.
Dalam konsentrasi tertentu polusi udara dapat mengganggu fisiologis mata/penglihatan, bahkan dapat mengakibatkan kebutaan total. Hal ini disebabkan oleh partikel penyebab polusi yang mengganggu/merusak proses alamiah yang terjadi di mata. Sel-sel mata yang terpajan oleh partikel polusi dapat mengalami nekrosis (kematian sel), sehingga tidak dapat menjalankan tugas sebagaimana
mestinya. Beberapa partikel polusi juga dapat membuat bola mata menjadi kotor/tidak steril sehingga mengganggu penglihatan seseorang dan bahkan dapat berakibat buruk bagi kondisi bola mata.
6 B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diketahui bahwa polusi udara dapat berdampak buruk terhadap fisiologis mata.
C. PERTANYAAN PENELITIAN
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana hubungan faktor demografi (umur dan jenis kelamin) terhadap pengaruh polusi udara kepada fisiologis mata?
2. Bagaimana hubungan faktor social-ekonomi terhadap kejadian dampak polusi udara terhadap fisiologis mata?
D. TUJUAN PENELITIAN
D.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui korelasi polusi udara terhadap fisiologis mata.
D.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui bagaimana hubungan faktor demografi (umur dan jenis kelamin) terhadap pengaruh polusi udara kepada fisiologis mata?
7 2. Untuk mengetahui bagaimana hubungan faktor pekerjaan terhadap
kejadian dampak polusi udara terhadap fisiologi mata?
D.5 Manfaat Penelitian
D.5.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi peneliti hasil penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai korelasi dampak polusi udara terhadap fisiologis mata.
b. Bagi peneliti hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat agar memiliki perhatian dampak polusi udara terhadap fisiologis mata.
D.5.2 Manfaat Aplikatif
a. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar :
Hasil peneletian ini dapat memberikan informasi tambahan kepada Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar mengenai korelasi dampak polusi udara terhadap fisiologis mata.
b. Bagi profesi :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi profesi dokter dan petugas kesehatan lainnya agar dapat memberikan penyuluhan dampak polusi udara terhadap fisiologis mata, sehingga dapat mengurangi angka penyakit mata yang diakibatkan oleh polusi udara.
8 c. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan mengenai dampak polusi udara terhadap fisiologis mata.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. POLUSI UDARA a. Defenisi
Polusi udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak property. Defenisi lain dari polusi udara adalah peristiwa pemasukan dan penambahan senyawa, bahan, atau energy ke dalam lingkungan udara akibat kegiatan alam dan manusia sehingga tempratur dan karakteristik udara tidak sesuai lagi untuk tujuan pernapasan yang paling baik. Atau dengan singkat dikatakan bahwa nilai lingkungan udara tersebut telah menurun (Hutagalung, 2008).
b. Sumber Pencemar
Industri dianggap sebagai sumber pencemar karena aktivitas industry merupakan kegiatan yang sangat tampak dalam pembahasan berbagai senyawa kimia ke lingkungan. Sebagian jenis gas dapat dianggap sebagai pencemar udara apabila konsentrasi gas tersebut melebihi tingkat konsentrasi normal dan dapat berasal dari sumber alami seperti gunung api, rawa-rawa, kebakaran hutan, dan nitrifikasi biologi serta berasal dari kegiatan manusia (anthropogenic source)
10 seperti pengangkutan, trasnportasi, kegiatan rumah tangga, industry, pembangkitan daya yang menggunakan bahan bakar fosil, pembakaran sampah, pembakaran sisa pertanian, pembakaran hutan dan pembakaran bahan bakar (Hutagalung 2008).
Sumber pencemaran udara dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar yaitu : 1. Sumber pencemaran udara menetap (point source) seperti asap pabrik,
instalasi pembangkit tenaga listrik, asap dapur, pembakaran sampah rumah tangga dan lain sebagainya.
2. Sumber pencemar udara yang tidak menetap (non point source), seperti gas buang kendaraan bermotor, pesawat udara, kereta api dan kegiatan- kegiatan lain yang menghasilkan gas emisi dengan lokasi berpindah- pindah.
3. Sumber pencemar udara campuran (compound area source) yang berasal dari titik tetap dan titik tidak tetap seperti bandara, terminal, pelabuhan dan kawasan industry (Rahman, dkk, 2004)
Pengelompokan ini sesuai dengan klasifikasi sumber pencemar udara yang ditetapkan oleh WHO tahun 2005, yaitu :
1. Sumber sebuah titik (point source) yang berasal dari sumber individual menetap dan dibatasi oleh luas wilayah < 1 x 1 km2 termasuk didalamnya industry dan rumah tangga.
2. Garis (line source) adalah sumber pencemaran udara yang berasal dari kendaraan bermotor dan kereta.
11 3. Area (area source) adalah sumber pencemaran yang berasal dari
sumber titik tetap maupun sumber garis.
c. Sifat Fisik Pencemaran Udara
Menurut Makono (2000), polutan primer dikelompokkan menjadi dua yaitu gas (senyawa karbon, senyawa sulfur, senyawa nitrogen, senyawa halogen) dan partikel. Bahan partikel ini dapat berasal dari proses kondensasi, proses dispresi maupun proses erosi bahan tertentu. Asap (smoke), sering kali dipakai untuk menunjukkan campuran bahan pertikulat (particulate matter), uap (fumes) berikut yang dimaksud dengan :
1. Asap adalah partikel karbon yang sangat halus (sering disebut juga jelaga) dan merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna.
2. Debu adalah partikel yang padat yang merupakan hasil dari proses sublimasi, dastilasi, atau reaksi kimia.
3. Kabut adalah partikel cair dari reaksi kimia dan kondensasi uap air.
d. Jenis Polusi Udara Yang Dapat Berdampak Pada Fisiologis Mata Dan Kesehatan
1. SULFUR DIOKSIDA
1.a Sifat Kimia dan Fisika
Pencemaran oleh sulfur oksida terutama disebabkan oleh dua komponen sulfur bentuk gas yang tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO2) dan Sulfur
12 trioksida (SO3), dan keduanya disebut sulfur oksida (SOx). Sulfur dioksida mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak mudah terbakar diudara, sedangkan sulfur trioksida merupakan komponen yang tidak reaktif. Pembakaran bahan-bahan yang mengandung Sulfur akan menghasilkan kedua bentuk sulfur oksida, tetapi jumlah relative masing-masing tidak dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia. Di udara SO2 selalu terbentuk dalam jumlah besar. Jumlah SO3 yang terbentuk bervariasi dari 1 sampai 10% dari total SOx. Mekanisme pembentukan SOx dapat dituliskan dalam dua tahap reaksi sebagai berikut :
S + O2 < --- > SO2
2 SO2 + O2 < --- > 2 SO3
SO3 di udara dalam bentuk gas hanya mungkin ada jika konsentrasi uap air sangat rendah. Jika konsentrasi uap air sangat rendah. Jika uap air terdapat dalam jumlah cukup, SO3 dan uap air akan segera bergabung membentuk droplet asam sulfat (H2SO4 ) dengan reaksi sebagai berikut :
SO SO2 + H2O2 --- > H2SO4
Komponen yang normal terdapat di udara bukan SO3 melainkan H2SO4 Tetapi jumlah H2SO4 di atmosfir lebih banyak dari pada yang dihasilkan dari emisi SO3 hal ini menunjukkan bahwa produksi H2SO4 juga berasal dari mekanisme lainnya. Setelah berada diatmosfir sebagai SO2 akan diubah menjadi SO3 (Kemudian menjadi H2SO4) oleh proses-proses fotolitik dan katalitik Jumlah SO2 yang teroksidasi menjadi SO3 dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk
13 jumlah air yang tersedia, intensitas, waktu dan distribusi spektrum sinar matahari, Jumlah bahan katalik, bahan sorptif dan alkalin yang tersedia. Pada malam hari atau kondisi lembab atau selama hujan SO2 di udara diaborpsi oleh droplet air alkalin dan bereaksi pada kecepatan tertentu untuk membentuk sulfat di dalam droplet.
1.b Sumber dan Distribusi
Sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di atmosfir merupakan hasil kegiatan manusia dan kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga hasil kegiatan manusia dan kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga bagian lagi berasal dari sumber-sumber alam seperti vulkano dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida.
Masalah yang ditimbulkan oleh bahan pencemar yang dibuat oleh manusia adalah ditimbulkan oleh bahan pencemar yang dibuat oleh manusia adalah dalam hal distribusinya yang tidak merata sehingga terkonsentrasi pada daerah tertentu.
Sedangkan pencemaran yang berasal dari sumber alam biasanya lebih tersebar merata. Tetapi pembakaran bahan bakar pada sumbernya merupakan sumber pencemaran Sox, misalnya pembakaran arang, minyak bakar gas, kayu dan sebagainya Sumber SOx yang kedua adalah dari proses-proses industri seperti pemurnian petroleum, industri asam sulfat, industri peleburan baja dan sebagainya. Pabrik peleburan baja merupakan industri terbesar yang menghasilkan Sox. Hal ini disebabkan adanya elemen penting alami dalam bentuk garam sulfida misalnya tembaga ( CUFeS2 dan CU2S ), zink (ZnS), Merkuri (HgS) dan Timbal (PbS). Kerbanyakan senyawa logam sulfida dipekatkan dan dipanggang di udara
14 untuk mengubah sulfida menjadi oksida yang mudah tereduksi. Selain itu sulfur merupakan kontaminan yang tidak dikehandaki didalam logam dan biasanya lebih mudah untuk menghasilkan sulfur dari logam kasar dari pada menghasilkannya dari produk logam akhirnya. Oleh karena itu SO2 secara rutin diproduksi sebagai produk samping dalam industri logam dan sebagian akan terdapat di udara.
1.c Dampak Terhadap Kesehatan
Pencemaran SOx menimbulkan dampak terhadap manusia dan hewan, kerusakan pada tanaman terjadi pada kadasr sebesar 0,5 ppm. Pengaruh utama polutan Sox terhadap manusia adalah iritasi sistim pernafasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada kadar SO2 sebesar 5 ppm atau lebih bahkan pada beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi pada kadar 1-2 ppm. SO2 dianggap pencemar yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita yang mengalami penyakit khronis pada sistem pernafasan kadiovaskular. Individu dengan gejala penyakit tersebut sangat sensitif terhadap kontak dengan SO2, meskipun dengan kadar yang relative rendah. Kadar SO2 yang berpengaruh terhadap gangguan kesehatan adalah sebagai berikut :
Tabel. 2.1. Konsentrasi polusi (ppm) dan pengaruhnya terhadap kesehatan
Konsentrasi ( ppm ) Pengaruh
3-5 Jumlah terkecil yang dapat dideteksi
dari baunya.
8 – 12 Jumlah terkecil yang segera
15 mengakibatkan iritasi tenggorokan.
20 Jumlah terkecil yang akan
mengakibatkan iritasi mata.
20 Jumlah terkecil yang akan
mengakibatkan batuk.
20 Maksimum yang diperbolehkan untuk
konsentrasi dalam waktu lama.
50-100 Maksimum yang diperbolehkan untuk
kontrak singkat ( 30 menit )
400-500 Berbahaya meskipun kontak secara
singkat.
1.d Pengendalian
1.d.1 Pencegahan
1.d.1.1Sumber Bergerak
a) Merawat mesin kendaraan bermotor agar tetap berfungsi baik
b) Melakukan pengujian emisi dan KIR kendaraan secara berkala
c) Memasang filter pada knalpot
1.d.1.2Sumber Tidak Bergerak
16 a) Memasang scruber pada cerobong asap.
b) Merawat mesin industri agar tetap baik dan lakukan pengujian secara berkala.
c) Menggunakan bahan bakar minyak atau batu bara dengan kadar Sulfur rendah.
1.d.1.3. Bahan Baku
a) Pengelolaan bahan baku SO2 sesuai dengan prosedur pengamanan.
1.d.1.4. Manusia
Apabila kadar SO2 dalam udara ambien telah melebihi Baku Mutu (365mg/Nm3 udara dengan rata-rata waktu pengukuran 24 jam) maka untuk mencegah dampak kesehatan, dilakukan upaya-upaya :
a) Menggunakan alat pelindung diri (APD), seperti masker gas.
b) Mengurangi aktifitas diluar rumah.
1.d.2 Penanggulangan
1) Memperbaiki alat yang rusak
2) Penggantian saringan/filter
3) Bila terjadi/jatuh korban, maka lakukan :
17
· Pindahkan korban ke tempat aman/udara bersih.
· Berikan pengobatan atau pernafasan buatan.
· Kirim segera ke rumah sakit atau Puskesmas terdekat.
2. OKSIDAN
2.a Sifat Fisik Dan Kimia
Oksidan (O3) merupakan senyawa di udara selain oksigen yang memiliki sifat sebagai pengoksidasi. Oksidan adalah komponen atmosfir yang diproduksi oleh proses fotokimia, yaitu suatu proses kimia yang membutuhkan sinar matahari mengoksidasi komponen-komponen yang tak segera dioksidasi oleh oksigen.
Senyawa yang terbentuk merupakan bahan pencemar sekunder yang diproduksi karena interaksi antara bahan pencemar primer dengan sinar.
Hidrokarbon merupakan komponen yang berperan dalam produksi oksidan fotokimia. Reaksi ini juga melibatkan siklus fotolitik NO2. Polutan sekunder yang dihasilkan dari reaksi hidrokarbon dalam siklus ini adalah ozon dan peroksiasetilnitrat.
OZON
Ozon merupakan salah satu zat pengoksidasi yang sangat kuat setelah fluor, oksigen dan oksigen fluorida (OF2). Meskipun di alam terdapat dalam jumlah kecil tetapi lapisan lain dengan bahan pencemar udara Ozon sangat
18 berguna untuk melindungi bumi dari radiasi ultraviolet (UV-B). Ozon terbentuk diudara pada ketinggian 30 km dimana radiasi UV matahari dengan panjang gelombang 242 nm secara perlahan memecah molekul oksigen (O2) menjadi atom oksigen tergantung dari jumlah molekul O2 atom-atom oksigen secara cepat membentuk ozon. Ozon menyerap radiasi sinar matahari dengan kuat didaerah panjang gelombang 240-320 nm. Absorpsi radiasi elektromagnetik oleh ozon didaerah ultraviolet dan inframerah digunakan dalam metode-metode analitik.
PEROKSIASETILNITRAT
Proses-proses fotokimia menghasilkan jenis-jenis pengoksidasi lain – selain ozon, termasuk peroksiasilinitrat yang mempunyai struktur sebagai berikut :
O
R – C
0 0 N O 2
R = CH3 : peroksiasetilnitrat ( PAN )
R = C2H5 : peroksipropionilnitrat ( PPN )
R = C6H5 : peroksibenzoilnitrat ( PBzN )
19 Meskipun untuk setiap jenis peroksiasetilnitrat sudah diberikan perhatian, data monitoring yang tersedia hanya untuk peroksiasetilnitrat. Peroksiasrtilnitrat mempunyai 2 ciri yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya peroksiasetilnitrat kadar rendah. Ciri pertama adalah absorpsi di daerah inframerah dan kemampuan dalam menangkap elektron. Ciri kedua digunakan sebagai dasar metoda pengukuran kadar peroksiasetilnitrat di udara secara khromatografi.
OKSIDAN LAIN
Hidrogen peroksida telah diidentifikasi sebagai oksidan fotokimia yang potensial. Akan tetapi hidrogen peroksida ini merupakan senyawa yang sangat sulit dideteksi secara spesifik di udara. Oleh arena itu tidak mungkin memperkirakan dengan pasti bahwa hidrogen peroksida sebagai pencemar fotokimia udara.
2.b. Sumber Distribusi
Yang dimaksud dengan oksidan fotokimia meliputi Ozon, Nitrogen dioksida, dan peroksiasetilnitrat (PAN) karena lebih dari 90% total oksidan terdapat dalam bentuk ozon maka hasil monitoring udara ambien dinyatakan sebagai kadar ozon. Karena pengaruh pencemaran udara jenis oksidan cukup akut dan cepatnya perubahan pola pencemaran selama sehari dan dari suatu tempat ketempat lain, maka waktu dimana kadar Ozon paling tinggi secara umum
20 ditentukan dalam pemantauan. Mencatat jumlah perjam per hari, perminggu, per musim atau per tahun selama kadar tertentu dilampaui juga merupakan cara yang
berguna untuk melaporkan sejauh mana Ozon menjadi masalah.
Kadar ozon alami yang berubah-ubah sesuai dengan musim pertahunnya berkisar antara 10–100mg/m3 (0,005–0,05 ppm). Diwilayah pedesaan kadar ozon dapat menjadi tinggi karena adanya kiriman jarak jauh O3 dari udara yang berasal dari perkotaan. Didaerah perkotaan yang besar, tingkat ozon atau total oksidan maksimum 1 jam dapat berkisar dari 300–800 mg/ m3 (0,15-0,40 ppm) atau lebih.
5–30% hasil pemantauan di beberapa kota besar didapatkan kadar oksida maksimum 1jam yang melampaui 200 mg/m3 (0,1 ppm). Peroksiasetilnitrat umumnya terbentuk secara serentak bersama dengan ozon. Pengukuran kadar PAN di udara ambien yang telah dilakukan relatif sedikit, tetapi dari hasil pengukuran Pb dapat diamati perbandingan antara PAN dengan ozon antara 1:50
dan 1:100, dan variasi kadar kadang-kadang mengikuti ozon.
2.c Dampak Terhadap Kesehatan
Oksidan fotokimia masuk kedalam tubuh dan pada kadar subletal dapat mengganggu proses pernafasan normal, selain itu oksidan fotokimia juga dapat menyebabkan iritasi mata. Beberapa gejala yang dapat diamati pada manusia yang diberi perlakuan kontak dengan ozon, sampai dengan kadar 0,2 ppmtidak ditemukan pengaruh apapun, pada kadar 0,3 ppm mulai terjadi iritasi pada hidung
21 dan tenggorokan. Kontak dengan Ozon pada kadar 1,0–3,0 ppm selama 2 jam pada orang-orang yang sensitif dapat mengakibatkan pusing berat dan kehilangan
koordinasi. Pada kebanyakan orang, kontak dengan ozon dengan kadar 9,0 ppm selama beberapa waktu akan mengakibatkan edema pulmonari.
Pada kadar di udara ambien yang normal, peroksiasetilnitrat (PAN) dan Peroksiabenzoilnitrat (PbzN) mungkin menyebabkan iritasi mata tetapi tidak berbahaya bagi kesehatan. Peroksibenzoilnitrat (PbzN) lebih cepat menyebabkan iritasi mata.
3. HIDROKARBON
3.a. Sifat Dan Karakteristik
Struktur Hidrokarban (HC) terdiri dari elemen hidrogen dan korbon dan sifat fisik HC dipengaruhi oleh jumlah atom karbon yang menyusun molekul HC.
HC adalah bahan pencemar udara yang dapat berbentuk gas, cairan maupun padatan. Semakin tinggi jumlah atom karbon, unsur ini akan cenderung berbentuk padatan. Hidrokarbon dengan kandungan unsur C antara 1-4 atom karbon akan berbentuk gas pada suhu kamar, sedangkan kandungan karbon diatas 5 akan berbentuk cairan dan padatan.
HC yang berupa gas akan tercampur dengan gas-gas hasil buangan lainnya. Sedangkan bila berupa cair maka HC akan membentuk semacam kabut
22 minyak, bila berbentuk padatan akan membentuk asap yang pekat dan akhirnya menggumpal menjadi debu.
Berdasarkan struktur molekulnya, hidrokarbon dapat dibedakan dalam 3 kelompok yaitu hidrokarban alifalik, hidrokarbon aromatik dan hidrokarbon alisiklis. Molekul hidrokarbon alifalik tidak mengandung cincin atom karbon dan semua atom karbon tersusun dalam bentuk rantai lurus atau bercabang.
3.b Sumber Dan Distribusi
Sebagai bahan pencemar udara, Hidrokarbon dapat berasal dari proses industri yang diemisikan ke udara dan kemudian merupakan sumber fotokimia dari ozon. HC merupakan polutan primer karena dilepas ke udara ambien secara langsung, sedangkan oksidan fotokima merupakan polutan sekunder yang dihasilkan di atmosfir dari hasil reaksi-reaksi yang melibatkan polutan primer.
Kegiatan industri yang berpotensi menimbulkan cemaran dalam bentuk HC adalah industri plastik, resin, pigmen, zat warna, pestisida dan pemrosesan karet.
Diperkirakan emisi industri sebesar 10 % berupa HC. Sumber HC dapat pula berasal dari sarana transportasi. Kondisi mesin yang kurang baik akan menghasilkan HC. Pada umumnya pada pagi hari kadar HC di udara tinggi, namun pada siang hari menurun. Sore hari kadar HC akan meningkat dan kemudian menurun lagi pada malam hari. Adanya hidrokarbon di udara terutama metana, dapat berasal dari sumber-sumber alami terutama proses biologi aktivitas
23 geothermal seperti explorasi dan pemanfaatan gas alam dan minyak bumi dan sebagainya Jumlah yang cukup besar juga berasal dari proses dekomposisi bahan organik pada permukaan tanah. Demikian juga pembuangan sampah, kebakaran hutan dan kegiatan manusia lainnya mempunyai peranan yang cukup besar dalam memproduksi gas hidrakarbon di atmosfir.
3.c Dampak Terhadap Kesehatan
Hidrokarbon diudara akan bereaksi dengan bahan-bahan lain dan akan membentuk ikatan baru yang disebut plycyclic aromatic hidrocarbon (PAH) yang banyak dijumpai di daerah industri dan padat lalulintas. Bila PAH ini masuk dalam paru-paru akan menimbulkan luka dan merangsang terbentuknya sel-sel kanker. Pengaruh hidrokarbon aromatic pada kesehatan manusia dapat terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.2. Jenis polusi Udara dan konsentrasi serta dampaknya terhadap kesehatan Jenis Hidrokarbon Konsentrasi (ppm) Dampak Kesehatan
Benzene ( C6H6 ) 100 Iritasi membran mukosa
3.000 Lemas setelah ½ - 1 Jam
7.500 Pengaruh sangat
berbahaya setelah pemaparan 1 jam
20.000 Kematian setelah
pemaparan 5 –10 menit
24
Toluena 200 Pusing lemah dan
berkunang-kunang setelah pemaparan 8 jam
600 Kehilangan koordinasi
bola mata terbalik setelah pemaparan 8 jam
3.d Pengendalian
3.d.1 Pencegahan
3.d.1.1Sumber Bergerak
a. Merawat mesin kendaraan bermotor agar tetap baik.
b. Melakukan pengujian emisi secara berkala dan KIR kendaraan.
c. Memasang Filter pada knalpot.
3.d.1.1Sumber Tidak Bergerak
a. Memasang scrubber pada cerobong asap.
b. Memodifikasi pada proses pembakaran.
3.d.1.1 Manusia
Apabila kadar oksidan dalam udara ambien telah melebihi baku mutu (235 mg/Nm3 dengan waktu pengukuran 1jam) maka untuk mencegah dampak
kesehatan dilakukan upaya-upaya:
25 a. Menggunakan alat pelindung diri, seperti masker gas.
b. Mengurangi aktifitas di luar rumah.
3.d.2 Penanggulangan
a) Mengganti peralatan yang rusak.
b) Mengatur pertukaran udara didalam ruang, seperti menggunakan exhaust-fan.
Bila jatuh korban keracunan maka lakukan :
Berikan pengobatan atau pernafasan buatan.
Kirim segera ke Rumah Sakit atau Puskesmas terdekat.
4.. PARTIKEL DEBU
4.a. Sifat Fisika Dan Kimia
Partikulat debu melayang (Suspended Particulate Matter/SPM) merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang terbesar di udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Partikulat debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayanglayang di udara dan masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Selain dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan, partikel debu juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan juga mengadakan berbagai reaksi kimia di udara.
Partikel debu SPM pada umumnya mengandung berbagai senyawa kimia yang
26 berbeda, dengan berbagai ukuran dan bentuk yang berbada pula, tergantung dari mana sumber emisinya.
Karena Komposisi partikulat debu udara yang rumit, dan pentingnya ukuran partikulat dalam menentukan pajanan, banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan partikulat debu di udara. Beberapa istilah digunakan dengan mengacu pada metode pengambilan sampel udara seperti : Suspended Particulate Matter (SPM), Total Suspended Particulate (TSP), balack smake. Istilah lainnya lagi lebih mengacu pada tempat di saluran pernafasan dimana partikulat debu dapat mengedap, seperti inhalable/thoracic particulate yang terutama mengedap disaluran pernafasan bagian bawah, yaitu dibawah pangkal tenggorokan (larynx).
Istilah lainnya yang juga digunakan adalah PM-10 (partikulat debu dengan ukuran diameter aerodinamik <10 mikron), yang mengacu pada unsur fisiologi maupun metode pengambilan sampel.
4.b. Sumber Dan Distribusi
Secara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi.
Pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon akan murni atau bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya penggunaan mesin disel yang tidak terpelihara dengan baik.
Partikulat debu melayang (SPM) juga dihasilkan dari pembakaran batu bara yang tidak sempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks dari butir-butiran
27 tar. Dibandingkan dengan pembakaraan batu bara, pembakaran minyak dan gas pada umunya menghasilkan SPM lebih sedikit. Kepadatan kendaraan bermotor dapat menambah asap hitam pada total emisi partikulat debu. Demikian juga pembakaran sampah domestik dan sampah komersial bisa merupakan sumber SPM yang cukup penting.
Berbagai proses industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan, dapat menyebabkan abu berterbangan di udara, seperti yang juga dihasilkan oleh emisi kendaraan bermotor.
4.c. Dampak Terhadap Kesehatan
Inhalasi merupakan satu-satunya rute pajanan yang menjadi perhatian dalam hubungannya dengan dampak terhadap kesehatan. Walau demikian ada juga beberapa senjawa lain yang melekat bergabung pada partikulat, seperti timah hitam (Pb) dan senyawa beracun lainnya, yang dapat memajan tubuh melalui rute lain.
Pengaruh partikulat debu bentuk padat maupun cair yang berada di udara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu bentuk padat maupun cair yang berada diudara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai dengan 10 mikron. Pada umunya ukuran
partikulat debu sekitar 5 mikron merupakan partikulat udara yang dapat langsung masuk kedalam paru-paru dan mengendap di alveoli. Keadaan ini bukan berarti
28 bahwa ukuran partikulat yang lebih besar dari 5 mikron tidak berbahaya, karena partikulat
yang lebih besar dapat mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan iritasi. Keadaan ini akan lebih bertambah parah apabila terjadi reaksi sinergistik dengan gas SO2 yang terdapat di udara juga.
Selain itu partikulat debu yang melayang dan berterbangan dibawa angin akan menyebabkan iritasi pada mata dan dapat menghalangi daya tembus pandang mata (Visibility) Adanya ceceran logam beracun yang terdapat dalam partikulat debu di udara merupakan bahaya yang terbesar bagi kesehatan. Pada umumnya udara yang tercemar hanya mengandung logam berbahaya sekitar 0,01% sampai 3% dari seluruh partikulat debu di udara Akan tetapi logam tersebut dapat bersifat akumulatif dan kemungkinan dapat terjadi reaksi sinergistik pada jaringan tubuh, Selain itu diketahui pula bahwa logam yang terkandung di udara yang dihirup mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan dosis sama yang besaral dari makanan atau
air minum. Oleh karena itu kadar logam di udara yang terikat pada partikulat patut mendapat perhatian .
4.d. Pengendalian
4.d.1. Penmcegahan
a. Dengan melengkapi alat penangkap debu ( Electro Precipitator ).
29 b. Dengan melengkapi water sprayer pada cerobong.
c. Pembersihan ruangan dengan sistim basah.
d. Pemeliharaan dan perbaikan alat penangkap debu.
e. Menggunakan masker.
4.d.2. PENANGGULANGAN
a. Memperbaiki alat yang rusak.
5. TIMAH HITAM
5.a. Sifat Fisik Dan Kimia
Timah hitam ( Pb ) merupakan logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau abu-abu keperakan dengan titik leleh pada 327,5°C dan titik didih 1.740°C pada tekanan atmosfer. Senyawa Pb-organik seperti Pb-tetraetil dan Pb-tetrametil merupakan senyawa yang penting karena banyak digunakan sebagai zat aditif pada bahan bakar bensin dalam upaya meningkatkan angka oktan secara ekonomi.
PB-tetraetil dan Pb tetrametil berbentuk larutan dengan titik didih masing-masing 110°C dan 200°C. Karena daya penguapan kedua senyawa tersebut lebih rendah dibandingkan dengan daya penguapan unsur-unsur lain dalam bensin, maka penguapan bensin akan cenderung memekatkan kadar P-tetraetil dan Pb- tetrametil. Kedua senyawa ini akan terdekomposisi pada titik didihnya dengan adanya sinar matahari dan senyawa kimia lain diudara seperti senyawa holegen asam atau oksidator.
30 5.b. Sumber Dan Distribusi
Pembakaran Pb-alkil sebagai zat aditif pada bahan bakar kendaraan bermotor merupakan bagian terbesar dari seluruh emisi Pb ke atmosfer berdasarkan estimasi skitar 80–90% Pb di udara ambien berasal dari pembakaran bensin tidak sama antara satu tempat dengan tempat lain karena tergantung pada kepadatan kendaraan bermotor dan efisiensi upaya untuk mereduksi kandungan pb pada bensin.
Penambangan dan peleburan batuan Pb di beberapa wilayah sering menimbulkan masalah pencemaran Tingkat kontaminasi Pb di udara dan air sekitar wilayah tersebut tergantung pada jumlah Pb yang diemisikan tinggi cerobong pembakaran limbah topografi dan kondisi lokal lainnya. Peleburan Pb sekunder, penyulingan dan industri senyawa dan barang-barang yang mengandung Pb, dan insinerator juga dapat menambah emisi Pb ke lingkungan. Karena batubara seperti juga mineral lainnya (batuan dan sedimen) pada umumnya mengandung Pb kadar rendah, maka kegiatan berbagai industri yang terutama menghasilkan besi dan baja peleburan tembaga dan pembakaran batubara, harus dipandang sebagai sumber yang dapat menambah emisi Pb ke udara. Penggunaan pipa air yang mengandung Pb dirumah tangga terutama pada daerah yang kesadahan airnya rendah (lunak) dapat menjadi sumber pemajanan Pb pada manusia.
Demikian juga didaerah dengan banyak rumah tua yang masih menggunakan cat yang mengandung Pb dapat menjadi sumber
31 pemajanan Pb.
5.c. Dampak Terhadap Kesehatan
Pemajanan Pb dari industri telah banyak tercatat tetapi kemaknaan pemajanan di masyarakatvluas masih kontroversi, Kadar Pb di alam sangat bervariasi tetapi kandungan dalam tubuh manusia berkisar antara 100–400 mg.
Sumber masukan Pb adalah makanan terutama bagi mereka yang tidak bekerja atau kontak dengan Pb Diperkirakan rata-rata masukkan Pb melalui makanan adalah 300 ug per hari dengan kisaran antara 100–500 mg perhari. Rata-rata masukkan melalui air minum adalah 20 mg dengan kisaran antara 10–100 mg.
Hanya sebagian asupan (intake) yang diabsorpsi melalui pencernaan. Pada manusia dewasa absorpsi untuk jangka panjang berkisar antara 5–10% bila asupan tidak berlebihan kandungan Pb dalam tinja dapat untuk memperkirakan asupan harian karena 90% Pb dikeluarkan dengan cara ini.
Kontribusi Pb di udara terhadap absorpsi oleh tubuh lebih sulit diperkirakan. Distribusi ukuran partikel dan kelarutan pb dalam partikel juga harus dipertimbangkan biasanya kadar pb di udara sekitar 2 mg/m3 dan dengan asumsi 30% mengendap disaluran pernapasan dan absorpsi sekitar 14 mg/per hari.
Mungkin perhitungan ini bisa dianggap terlalu besar dan partikel Pb yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor ternyata bergabung dengan filamen karbon dan lebih kecil dari yang diperkirakan walaupun agregat ini sangat kecil (0,1 mm) jumlah yang tertahan di alveoli mungkin kurang dari 10%. Uji kelarutan menunjukkan bahwa Pb berada dalam bentuk yang sukar larut.
32 Hampir semua organ tubuh mengandung Pb dan kira-kira 90% dijumpai di tulang, kandungan dalam darah kurang dari 1% kandungan dalam darah dipengaruhi oleh asupan yang baru (dalam 24 Jam terakhir) dan Oleh pelepan dari sistem rangka.
Manusia dengan pemajanan rendah mengandung 10–30 mg Pb/100 g darah Manusia yang mendapat pemajanan kadar tinggi mengandung lebih dari 100 mg/100 g darah kandungan dalam darah sekitar 40 mg Pb/100g dianggap terpajan berat atau mengabsorpsi Pb cukup tinggi walau tidak terdeteksi tanda- tanda keluhan keracunan.
Terdapat perbedaan tingkat kadar Pb di perkantoran dan pedesaan wanita cenderung mengandung Pb lebih rendah disbanding pria, dan pada perokok lebih tinggi dibandingkan bukan perokok. Gejala klinis keracunan timah hitam pada individu dewasa tidak akan timbul pada kadar Pb yang terkandung dalam darah dibawah 80 mg Pb/100 g darah namun hambatan aktivitas enzim untuk sintesa haemoglobin sudah terjadi pada kandungan Pb normal (30–40 mg). Timah Hitam berakumulasi di rambut sehingga dapat dipakai sebagai indikator untuk memperkirakan tingkat pemajanan atau kandungan Pb dalam tubuh Anak-anak merupakan kelompok risika tinggi Menelan langsung bekas cat yang mengandung Pb merupakan sumber pemajanan, selain emisi industri dan debu jalan yang berasal dari lalu lintas yang padat Mungkin keracunan Pb ada juga hubungannya dengan keterbelakangan mental tetapi belum ada bukti yang jelas. Senyawa Pb organik bersifat neurotoksik dan tidak menyebabkan anemia Hampir semua Pb–
33 tetraetil diubah menjadi Pb Organik dalam proses pembakaran bahan bakar bermotor dan dilepaskan ke udara. Pengaruh Pb dalam tubuh belum diketahui benar tetapi perlu waspada terhadap pemajanan jangka panjang Timah Hitam
dalam tulang tidak beracun tetapi pada kondisi tertentu bisa dilepaskan karena infeksi atau proses biokimia dan memberikan gejala keluhan garam Pb tidak bersifat karsiogenik terhadap manusia.
Gangguan kesehatan adalah akibat bereaksinya Pb dengan gugusan sulfhidril dari protein yang menyebabkan pengendapan protein dan menghambat pembuatan haemoglobin, Gejala keracunan akut didapati bila tertelan dalam jumlah besar yang dapat menimbulkan sakit perut muntah atau diare akut. Gejala keracunan kronis bisa menyebabkan hilang nafsu makan, konstipasi lelah sakit kepala, anemia, kelumpuhan anggota badan, Kejang dan gangguan penglihatan.
5.d. Pengendalian
5.d.1 Pencegahan
5.d.1.1 Sumber Tidak Bergerak
a. Memasang scruber pada cerobong asap.
b. Memodfikasi pada proses pembakaran.
5.d.1.2 Manusia
34 Apabila kadar timah hitam dalam udara ambien telah melebihi baku mutu (2 ug/Nm3 dengan waktu pengukuran 24 jam) maka untuk mencegah dampak kesehatan dilakukan upaya-upaya :
a. Menggunakan alat pelindung diri seperti masker.
b. Mengurangi aktifitas diluar rumah.
5.d.1.2. PENANGGULANGAN
a. Memperbaiki alat yang rusak
b. Bila terjadi keracunan maka lakukan :
· Pemberian pengobatan.
· Kirim segera ke rumah sakit atau puskesmas terdekat.
·
B. FISIOLOGI MATA / PENGLIHATAN
a. Mekanisme Protektif Membantu Mencegah Cedera Mata.
Terdapat beberapa mekanisme yang membantu melindungi mata dari cedera. Kecuali di bagian anteriornya (depan), bola dilindungi oleh kantung tulang tempat mata berada. Kelopak mata bekerja sebagai penutup untuk melindungi bagian anterior dari gangguan lingkungan. Kelopak mata menutup secara refleks untuk melindungi mata pada keadaan yang mengancam, misalnya benda yang datang cepat, sinar yang menyilaukan, dan situasi di mana bagian mata terpajan atau bulu mata tersentuh. Kedipan mata yang berulang membantu menyebarkan
35 air mata yang berfungsi sebagai pelumas, pembersih, dan bahan bakterisidal (“mematikan kuman”). Air mata diproduksi secara terus-menerus oleh kelenjar lakrimal di sudut lateral atas di bawah kelopak mata. Cairan pencuci mata ini mengalir di atas permukaan anterior mata dan keluar melalui saluran-saluran halus di sudut mata untuk akhirnya sampai ke bagian belakang saluran hidung. Sistem drainase ini dapat mengatasi produksi air mata yang berlebihan saat kita menangis sehingga air mata meluap dari mata. Mata juga dilengkapi oleh bulu mata yang bersifat protektif, menangkap kotoran halus di udara misalnya debu sebelum masuk ke mata.
b. Defenisi Mata
Mata adalah struktur bulat berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan.
Dari bagian paling luar hingga paling dalam, lapisan-lapisan tersebut adalah (1) sclera/kornea; (2) koroid/badan siliaris/iris; dan (3) retina. Sebagian besar bola
mata ditutupi oleh suatu lapisan kuat jaringan ikat, sclera, yang membentuk bagian putih mata. Di sebelah anterior, lapisan luar terdiri dari kornea transparan, yang dapat ditembus oleh berkas cahaya untuk masuk ke inferios mata. Lapisan tengah bawa sclera adalah khoroid, yang berpigmen banyak dan mengandung banyak pembuluh darah yang member nutrisi bagi retina. Lapisan koroid di sebelah anterior mengalami spesialisasi membentuk badan siliaris dan iris.
Lapisan paling dalam di bawah koroid adalah retina, yang terdiri dari lapisan berpigmen di sebelah luar dan lapisan jaringan saraf di sebelah dalam. Yang terakhir, mengandung sel batang (rods) dan sel kerucut (cones), fotoreseptor
36 yang mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf. Seperti dinding hitam sebuah studio foto, pigmen di koroid dan retina menyerap sinar setelah sinar mengenai retina untuk mencegah pantulan atau pembuyaran sinar di dalam mata.
Bagian terdiri dari dua rongga berisi cairan yang dipisahkan oleh sebuah lensa elips, yang semuanya transparan agar cahaya dapat menembus mata dari kornea hingga ke retina. Rongga posterior (belakang) yang lebih besar antara lensa dan retina mengandung bahan setengah cair mirip gel, humor vitreus.
Humor vitreus penting untuk mempertahankan bentuk bola mata agar tetap bulat.
Rongga anterior antara kornea dan lensa mengandung cairan jernih encer, humor aquosus. Humor aquosus membawa nutrien untuk kornea dan lensa, yaitu dua struktur yang tidak memiliki aliran darah. Adanya pembuluh darah di struktur- struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor.
Humor aquosus dihasilkan dengan kecepatan sekitar 5ml/hari oleh suatu jaringan kapiler di dalam badan siliar, suatu turunan khusus lapisan koroid anterior. Cairan ini mengalir ke suatu kanalis di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah.
c. Sistem Lakrimasi Mata
Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimal yang terletak di fossa glandulae lacrimalis di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar yang berbventuk kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil, masing-masing
37 dengan sistem duktulusnya yang bermuara ke forniks temporal superior. Lobus palpebra kadang-kadang dapat dilihat dengan membalikkan palpebra superior.
Persarafan kelenjar-utama datang dari nucleus lacrimalis di pons melalui nervus intermedius dan menempuh suatu jaras rumit cabang maxillaries nervus trigeminus. Denervasi adalah konsekuensi yang sering terjadi pada neuroma akustik dan tumor-tumor lain di sudut cerebellopontin.
Kelenjar lakrimal aksesorius, meskipun hanya sepersepuluh dari massa kelenjar utama, tetapi tidak memiliki ductulus. Kelenjar-kelenjar ini terletak dalam konjungtiva, terutama di forniks superior. Sel-sel goblet uniseluler, yang juga tersebar di konjungtiva, mensekresi glikoprotein dalam bentuk musin.
Modifikasi kelenjar sebasea meibom dan zeis di tepian palpebra member lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut membentuk film air mata.
Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata mengalir berlimpah melewati tepian palpebra (epifora).
Kelenjar lakrimal aksesorius dikenal sebagai “pensekresi dasar”. Sekret yang dihasilkan noramlnya cukup untuk memelihara kesehatan kornea. Hilangnya sel goblet berakibat mengeringnya kornea meskipun banyak air mata dari kelenjar lakrimal.
d. Gangguan Fisiologi Mata Yang Dapat Diakibatkan Oleh Polusi Udara
d.1. Konjungtivitis Pekerjaan Oleh Bahan Kimia & Iritan
38 Asam, alkali, asap, angin, dan hampir setiap substansi iritan yang masuk ke saccus conjunctivalis dapat menimbulkan konjungtivitis. Begerapa iritan yang umum, yaitu pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make up, dan berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu, asap dan kabut menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asap dank abut belum dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-spesifik.
Efek pada mata tidak ada yang permanen, tetapi mata yang terkena sering kali merah dan terasa mengganggu terus-menerus.
Pada luka karena asam, asam mengubah sifat protein jaringan dan efeknya langsung timbul. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup ke dalam jaringan, serta menetap di dalam jaringan, serta menetap di dalam jaringan konjungtiva. Di sini alkali terus merusak delama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung konsentrasi molar dan jumlah yang masuk.
Perlekatan antara konjungtiva bulbaris dan palpebralis (simblefaron) dan parut kornea lebih mungkin terjaadi pada agen penyebab alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama luka bahan kimia adalah nyeri, pelebaran pembuluh darah (infeksi), fotofobia, dan blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat terungkap.
Saccus conjunctivalis harus dibilas segera dan menyeluruh dengan air atau larutan garam, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara mekanis. Jangan memakai antidote kimiawi. Tidndakan lanjutannya, yaitu dengan steroid topical intensif, tetes mata askorbat dan sitrat, sikloplegik, terapi antiglaukoma
39 seperlunya, kompres dingin, dan analgesik sistemik. Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen antibakteriyang sesuai. Parut kornea mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan simblefaron mungkin memerlukan bedah plastic pada konjungtiva. Luka bakar berat pada konjungtiva dan kornea prognosisnya buruk meskipun dibedah, tetapi dengan pengobatan memadai yang dimulai segera, parut yang terbentuk akan minimal dan prognosisnya lebih baik.
d..2. Pterygium
Pterygium adalah suatu perluasan pinguecula ke kornea, seperti daging berbentuk segitiga, dan umumnya bilateral di sisi nasal. Keadaan ini diduga merupakan suatu fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, pengeringan, dan lingkungan dengan angin banyak karena sering terdapat pada orangyang sebagian besar hidupnya berada dilingkungan berangin, penuh sinar matahari, berdebu, atau berpasir. Temuan patologik pada konjungtiva sama dengan yang ada pada pinguecula. Lapisan Bowman kornea digantikan oleh jaringan hialin dan elastic.
Jika pterygium membesar dan meluas sampai ke daerah pupil, lesi harus diangkats secara bedah bersama sebagian kecil kornea jernih superficial di luar daerah perluasannya. Kombinasi autograph konjungtiva dan eksisi lesi terbukti mngurangi resiko kekambuhan.
40
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian
Gangguan fisiologi mata dan penyakit mata sangat erat kaitannya dengan polusi udara. Berdasarkan tinjauan pustaka serta maksud dan tujuan penelitian, maka disusunlah kerangka konsep tentang dampak polusi udara terhadap fisiologi mata. Menurut kepustakaan dan beberapa penelitian sebelumnya, terdapat banyak faktor yang berpengaruh terhadap gangguan fisiologi mata, yakni : Ultra violet, jamur, bakteri, parasit, virus, lensa kontak, obat topikal, faktor imunologik.
Disamping faktor lingkungan ada pula faktor lain yang dapat berdampak pada gangguan fisiologi mata pada seseorang yaitu faktor pekerjaan. Sangat berbeda kesehatan mata seorang yang bekerja kebanyakan pada tempat yang indoor (dalam ruangan) dan tempat yang outdoor (luar ruangan). Bagi orang yang bekerja dan kebanyakan di tempat outdoor tentunya akan sering terpapar oleh polusi udara dibandingkan dengan orang yang bekerja di tempat yang indoor.
41 B. Kerangka Konsep
Keterangan :
= Variabel Independen
= Variabel Dependen
C. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Nol (H0)
Tidak terdapat hubungan antara polusi udara dengan gangguan fisiologi mata pengendara motor di Universitas Muhammadiyah Makassar
2. Hipotesis Alternatif (H1)
Terdapat hubungan antara polusi udara dengan gangguan fisiologi mata pengendara motor di Universitas Muhammadiyah Makassar.
Gangguan Fisiologi Mata Faktor Intriksik : Faktor
Demografi (Umur dan Jenis Kelamin)
Faktor Ekstrinsik : Faktor sosial- ekonomi (Pendidikan, Pekerjaan, penghasilan,
Terpapar Polusi Udara
42 D. Defenisi Operasional
D.1. Variabel Dependent
Gangguan fisiologi mata ialah ketidaknormalan dari fungsi penglihatan / mata dikarenakan suatu hal, dalam artian sistem penglihatan mata dalam keadaan tidak sehat.
D.2. Variabel Independent
Polusi udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak property
43
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. DESAIN PENELITIAN
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah case control yaitu studi epidemolgi yang mempelajari hubungan paparan (faktor penelitian) dan penyakit dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparanya. Ciri – ciri kasus kontrol adalah pemilihan subyek berdasarkan status penyakit, untuk kemudian dilakukan pengamatan apakah subyek mempunyai riwayat terpapar oleh faktor penelitian atau tidak.
B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
IV.2.1 Lokasi
Lokasi penelitian dilakukan di Universitas Muhammadiyah Makassar
IV.2.2 Waktu
Waktu penelitian dilakukan pada bulan November 2013.
C. POPULASI DAN SAMPEL
1. Populasi dalam penelitian ini adalah pengendara motor di Universitas Muhammadiyah Makassar.
44 2. Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa di Universitas
Muhammadiyah Makassar yang berkendara dengan motor.
D. PERHITUNGAN BESAR SAMPEL
Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus :
n = Za
2x P x Q
d
2Keterangan
Za
2: deviat baku alfa
P : proporsi kategori variable yang diteliti
Q : 1-P
d : presisi
Za
2a = 10% sehingga Za = 1,645
P 0,5
Q 1-P sehingga 1 – 0,5 = 0,5
45
D 10%
Sehingga:
n =(1,645)
2x 0,5 x 0,5
0,1
2n = 2,706 x 0,25
0,01
n = 68,0
E. Kriteria Seleksi
Kriteria Inklusi :
Pengendara motor yang terdapat di Universitas Muhammadiyah Makassar.
Kriteria Ekslusi :
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar yang berkendara motor.
46 F. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Penelitian ini dilakukan dengan cara observasi langsung kelapangan.
Observasi tersebut berupa wawancara dan pemberian kuesioner. Data yang akan diperoleh adalah identitas yang meliputi nama, umur, pendidikan, dan pekerjaan.
Jenis Data : Data Primer (langsung dari masyarakat ).
Sumber Data : Anggota masyarakat instrument.
Pengumpulan Data : Dalam penelitian ini digunakan instrumen Yang digunakan yaitu Kuesioner.
G. TEKNIK ANALISIS DATA
Pengumpulan statistik dilakukandengan menggunakan program SPSS.
AnalisisUnivariat
Analisis Univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi, baik variabel bebas, variabel terikat dan karakteristik responden.
Analisis Bivariat
Analisis Bivariat dilakukan dengan uji chi square untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara masing – masing variabel bebas dengan variabel terikat. Dasar pengambilan hipotesis penelitian berdasarkan pada tingkat signifikan (nilai p), yaitu :
47 1. jika nilai p > 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak
2. jika nilai p ≤ 0, 05 maka hipotesis penelitian diterima
H. ETIKA PENELITIAN a. Informed consent
Untuk menhindari hal – hal yang tidak diinginkan responden ditetapkan setelah terlebih dahulu mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian.
b. Anonymity (tanpa mata)
Kerahasian terhadap responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini menjadi prioritas dengan cara tidak akan disebutkan namanya dalam keusione rmaupun dalam lapangan penelitian dan penamaanhanya dengan mengguankan metode.
c. Confidentiallity (kerahasiaan informasi)
Kerahasiaan informasi yang diberikan responden yang dijadikan sampel dalam penelitian dijamin oleh peneliti.
48
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Universitas Muhammadiyah Makassar ialah merupakan Universitas Swasta yang didirikan oleh Organisasi Islam Muhammadiyah Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di Kota Makassar. Universitas Muhammadiyah Makassar didirikan oleh Pemimpin Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan dan Tenggara sebagai hasil karya Panitia Pendiri yang dibentuk pada Musyawarah Wilayah Sulawesi Selatan dan Tenggara ke 24 di Kabupaten Watan Soppeng pada tanggal 5 September 1962, dengan Fakultas Ilmu Penelitian. Pada tahun 1966 – 1967, Universitas Muhammadiyah Makassar memindahkan Pusatnya ke Makassar dengan menempati gedung Sekolah China yang pada tahun 1966.
Dalam perkembangannya, Universitas Muhammadiyah Makassar memulai pembinaannya dengan dua Fakultas yakni Fakultas Ilmu Pendidikan yang kurikulumnya mengacu IKIP (sekarangUniversitas Negeri Makassar ), dan Fakultas Agama Islam denagn kurikulum IAIN (sekarang UIN). Kedua Fakultas tersebut membuka cabang berbagai Kabupaten di Sulawesi Selatan. Untuk cabang Fakultas Ilmu Pendidikan di Kabupaten Bone, Bulukumba, Sidrap, Enrekang, dan kotamadya Pare – pare, cabang Fakultas Tarbiyah di Kabupaten Jeneponto, Sinjai, Enrekang, Maros, dan Pangkep. Di Kotamadya Makassar, membuka Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial dan Politik. Untuk tetap bersaing di pasar kerja Unismuh Makassar menggunakan tenaga dosen Yayasan dari berbagai Perguruan Tinggi Negeri. Status mahasiswa adalah pegawai negeri yang sudah bekerja dan mahasiswa murni.
49 Sejak berdirinya hingga saat ini, telah meluluskan alumni sebanyak 14.670 orang Sarjana, Akta, Diploma dan Pascasarjana. Sampai saat ini memiliki sejumlah 13.037 orang, dengan membina Tiga Program Pascasarjana, 6 Fakultas, 24 program studi jenjang Strata satu, Akta III & IV Serta Diploma Dua.
B. ANALISIS UNIVARIAT
Adapun karakteristik yang telah diteliti adalah sebagai berikut:
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi (n) dan Persentase (%) Responden
Karakteristik n=68 %
Umur
20-25 tahun 56 82.4
26-45 tahun 12 17.6
Jenis Kelamin
Pria 51 75
Wanita 17 25
Pendidikan Terakhir
SMA 63 92.6
S1/Sederajat 5 7.4
Penghasilan/bulan
<1juta 56 82.4
>1juta 12 17.6
Kendaraan
Mobil 10 14.7
Motor 49 72.1
Kendaraan Umum 9 13.2
Kekeringan Mata
Ya 23 33.8
Tidak 45 66.2
Mata Merah
Ya 34 50
Tidak 34 50
Sekresi Air Mata Berlebih
Ya 31 45.6
Tidak 37 54.4
Pterygium
Ya 1 1.5
Tidak 67 98.5