• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efektivitas Implementasi Biomassa Pelet EFB dan Cangkang Sawit pada Co-Firing di PLTU Tembilahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Uji Efektivitas Implementasi Biomassa Pelet EFB dan Cangkang Sawit pada Co-Firing di PLTU Tembilahan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Uji Efektivitas Implementasi Biomassa Pelet EFB dan Cangkang Sawit pada Co-Firing di PLTU Tembilahan

Dimas Erlangga1*, Haryono Setiyo Huboyo2, Ika Bagus Priyambada3

1,2,3Program Studi Magister Teknik Lingkungan, Universitas Diponegoro, Semarang Indonesia

*Koresponden email: dimaserlangga@students.undip.ac.id

Diterima: 27 Desember 2022 Disetujui: 22 Februari 2023

Abstract

Energy consumption for power generation in Indonesia is highly dependent on fossil energy, which is mostly supplied from coal-fired power plants. Indonesia has the potential of biomass natural resources that are rich in Carbon Neutral fuels and can be an alternative to stone replacement fuels such as palm kernel shell biomass and pelet efb. Biomass effectiveness tests were conducted at PLTU Tembilahan Riau, with test variables of 25% palm kernel shell biomass co-firing and 5% EFB pelet biomass co-firing with a maximum operational load of 7 MW for 6-8 hours. The results of data analysis are done descriptively. The tested palm kernel shell biomass has a calorific value of 4190 kCal/kg and the calorific value of EFB pelets is 4084 kCal/kg. While the coal used in PLTU Tembilahan has a calorific value of 4199 kcal/kg. The emission results produced in the 5% EFB pelet biomass co-firing test process for sulfur dioxide (SO2) was 97.24 mg/Nm3 and Nitrogen Oxide (NOx) was 497.47 mg/Nm3. While the NOx value of co-firing 25%

palm kernel shell biomass is 378.2 mg/Nm3 The emission value is still far below the required standard and below the average emission with 100% coal. The electricity production cost of co-firing 25% palm kernel shell biomass and 5% pelet biomass is more economical than the electricity production cost of 100% coal.

Keywords: Biomass, co-firing, heating value, electricity, PLTU Tembilahan.

Keywords: biomass, co-firing, calorific value, electricity, tembilahan power plant

Abstrak

Pemakaian energi untuk pembangkit listrik di Indonesia sangat bergantung pada energi fosil, yang sebagian besar dipasok dari pembangkit listrik berbahan bakar batubara. Indonesia memiliki potensi sumber daya alam biomassa yang kaya bahan bakar Carbon Neutral dan dapat menjadi alternatif bahan bakar pengganti batu seperti biomassa cangkang sawit dan pelet EFB (Empty Fruit Bunch). Uji efektifitas biomassa dilakukan di PLTU Tembilahan Riau, dengan variable uji co-firing biomassa cangkang kelapa sawit 25%

dan co-firing biomassa pelet EFB 5% dengan beban maksimum operasional 7 MW selama 6-8 jam. Hasil analisis data dilakukan secara deskriptif. Biomassa cangkang sawit yang diuji mempunyai nilai kalor sebesar 4190 kCal/kg dan nilai kalor pelet efb sebesar 4084 kCal/kg. Sedangkan batubara yang digunakan di PLTU Tembilahan mempunyai nilai kalor sebesar 4199 kcal/kg. Hasil emisi yang dihasilkan pada proses uji co-firing biomassa pelet EFB 5% untuk sulfur dioksida (SO2) adalah 97,24 mg/Nm3 dan Nitrogen Oxida (NOx) adalah 497,47 mg/Nm3. Sedangkan nilai NOx co-firing biomassa cangkang kelapa sawit 25%

sebesar 378,2 mg/Nm3 Nilai emisi tersebut masih jauh dibawah baku mutu yang disyaratkan dan dibawah rata-rata emisi dengan 100% batubara. Biaya produksi listrik co-firing biomassa cangkang kelapa sawit 25% dan biomassa pelet 5% lebih ekonomis dari biaya produksi listrik 100% batubara.

Kata Kunci: Biomassa, co-firing, nilai kalor, listrik, PLTU Tembilahan.

1. Pendahuluan

Pemakaian energi untuk pembangkit listrik di Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil, seperti batubara, minyak bumi dan gas. Berdasarkan data RUPTL 2021–2030, sebagian besar kebutuhan listrik di Indonesia dipasok oleh pembangkit listrik bahan bakar fosil, yaitu sebesar 41.886 MW atau sebesar 88,94% dari total pasokan listrik. Bahan bakar yang dominan digunakan untuk pembangkit listrik yaitu bahan bakar batubara dengan persentase 51,42%. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia menunjukkan konsumsi listrik nasional mencapai 242,6 TWh pada Tahun 2020, kapasitas pembangkit listrik mencapai 72.750,72 MW meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 69.678,85 MW. Pembangkit listrik di Indonesia sebagian besar berbahan bakar batubara baik bernilai kalori tinggi maupun nilai kalori rendah (low rank coal).

Peraturan Presiden RI tahun 2017 menetapkan bahwa pada tahun 2025 bauran energi baru dan terbarukan sebesar 23%, serta pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebanyak 29% melalui gagasan

(2)

EBT ke PLN. Untuk mengatasi ketetapan tersebut, diaplikasikan metode co-firing sebagai salah satu gagasan EBT PLN dalam rangka pengurangan emisi dengan substitusi parsial biomassa ke dalam boiler PLTU batubara [1]. Indonesia memiliki potensi besar memanfaatkan biomassa yang tersedia sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Biomassa yang berpeluang sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik untuk substitusi parsial pada co-firing PLTU batubara diantaranya limbah kelapa sawit seperti cangkang sawit, tandan kosong / Empty Fruit Bunch (EFB), limbah industri kayu (sawdust), dan limbah batang kayu (woodchip) [2].

PLTU Tembilahan kapasitas 2 x 7 MW di Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau merupakan salah satu pembangkit PLN dan dikelola oleh PT PJB yang menggunakan bahan bakar batubara kalori rendah/low rank coal dengan nilai kalor sebesar 4.014 kCal/kg. Limbah cangkang sawit dan pelet EFB atau tandan kosong merupakan biomassa yang cukup banyak tersedia di industri pengolahan kelapa sawit di sekitar lokasi PLTU Tembilahan. Kelebihan sumber cangkang kelapa sawit dan pelet EFB ini dimanfaatkan sebagai substitusi batubara pada pembangkit listrik PLTU serta sebagai upaya mewujudkan gagasan EBT di PLN dan pengurangan emisi.

Berdasarkan uji coba sebelumnya, penggunaan biomassa pelet EFB memiliki karakteristik kandungan sulfur biomassa lebih kecil dari batubara yaitu 0,05-0,09% dan emisi SO2 lebih rendah, kandungan volatile matter dan oksigen lebih tinggi dibandingkan batubara [3]. Hasil pengujian menyebutkan nilai kalor cangkang sawit mencapai 4409 kal/g dengan kandungan volatile matter sebesar 53,72%, mudah terbakar, serta memiliki kandungan karbon padat yang banyak dengan raksi pembakaran yang baik [4]. Mempertimbangkan kelebihan masing-masing biomassa terpilih dan pemanfaatan biomassa, PLTU Tembilahan melakukan uji coba aplikasi co-firing menggunakan dua biomassa tersebut untuk mengetahui efektivitas biomassa pada co-firing dilihat dari nilai kalori, nilai emisi dan segi ekonomi sesuai dengan produksi pembangkit listrik PLTU Tembilahan dibandingkan dengan penggunaan batubara sebagai bahan bakar utama.

2. Metode Penelitian

Penelitian uji coba efektivitas biomassa cangkang sawit dan pelet EFB dilakukan di PLTU Tembilahan 2 x 7 MW dengan komposisi pencampuran co-firing untuk cangkang sawit dengan batubara sebesar 25% - 75% dan untuk pelet EFB sebesar 5% - 95% batubara. Metode penelitian mengacu pada metode eksperimental yaitu dengan uji coba co-firing di PLTU Tembilahan 2 x 7 MW dengan penetapan penelitian sebagai berikut:

Obyek Penelitian

- Cangkang Kelapa Sawit - Pelet EFB (Empty Fruit Bunch)

- Boiler (mesin pembakaran pembangkit listrik)

Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan variabel terikat, variabel bebas pada penelitian ini yaitu:

- Co-firing biomassa cangkang sawit 25% - 75% batubara - Co-firing biomassa pelet efb 5% - 95% batubara

Dengan kebutuhan batubara dan biomassa pada penelitian sebagai berikut:

Tabel 1. Kebutuhan Biomassa untuk Pengujian Co-Firing Skenario Co-firing

(%biomassa)

Durasi (jam)

Beban (Mwh)

Biomassa (ton)

Batubara (ton)

Total (ton)

25% Cangkang 8 7 16 48 64

5% Pelet efb 8 7 3,2 60,8 64

2. Variabel kontrol

Variabel kontrol berupa variabel yang dikendalikan, pengaruh variabel ini tidak dipengaruhi faktor luar lain Variabel kontrol pada penelitian ini yaitu:

- Kondisi operasional co-firing dengan beban maksimum ± 7MW selama 8 jam

(3)

- Uji karakteristik (nilai kalor, kadar air, kadar abu, volatile matter, abu slagging, dan kandungan sulfur)

3. Variabel terikat

Variabel terikat ialah variabel yang dipengaruhi adanya variabel bebas, variabel bebas pada penelitian ini:

- Nilai kalori co-firng biomassa cangkang sawit 25% dan pelet EFB 5% dibandingkan dengan batubara

- Nilai emisi co-firing biomassa cangkang sawit 25% dan pelet EFB 5%

- Nilai ekonomi co-firing biomassa cangkang sawit 25% dan pelet EFB 5%

Prosedur Penelitian

- Penimbangan komposisi biomassa dan batubara untuk co-firing cangkang sawit 25% - 75%

batubara dan co-firing pelet EFB 5% - 95% batubara dengan berat total 64 ton - Proses mixing batubara dan biomassa menggunakan Excavator di area Coal Sheed - Proses loading mixing batubara dan biomassa ke Bunker di area Conveyor

- Pengecekan mixing batubara dan biomassa di area Screw Feeder - Uji bakar selama 8 jam / 64 ton

- Pengukuran nilai kalor hasil uap boiler ke turbin dari masing-masing co-firing - Uji laboratorium karakteristik batubara dan biomassa

- Pengukuran hasil emisi hasil pembakaran batubara dan co-firing - Analisa nilai ekonomi penerapan co-firing

Analisis Data

Analisa data menggunakan metode deskriptif dengan menyajikan hasil penelitian dalam bentuk tabel, grafik dengan penjelasan yang mudah dipahami dan dimengerti. Fokus analisis data yaitu efektivitas penggunaan biomassa cangkang sawit dan pelet EFB pada proses co-firing di PLTU Tembilahan, khususnya emisi yang dihasilkan pada lingkungan serta efisiensi biaya yang didapatkan dari penggunaan co-firing biomassa 5% pelet EFB serta 25% cangkang sawit.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Nilai Kalor dan Uji Karakteristik

Karakteristik dari batubara di PLTU Tembilahan, biomassa cangkang sawit dan pelet EFB disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komparasi karakteristik batubara PLTU Tembilahan, biomassa cangkang sawit dan pelet EFB

Parameter Unit

(Ar)

Batubara Tembilahan*

Cangkang Kelapa Sawit**

Pelet EFB***

Ultimate

Carbon w% 43,82 N/A 41,9

Hydrogen w% 3,37 N/A 4,6

Nitrogen w% 0,68 N/A 0,16

Sulfur w% 0,11 0,1 0,08

Oxygen w% 13,22 N/A 38,6

Proximate w%

Total Moisture w% 35,84 17,9 13,31

Ash Content w% 2,96 1,87 1,35

Volatile matter w% 30,97 71,15 74,43

Fixed carbon w% 30,24 17,51 10,91

Total Sulphur w% 0,11 0,1 0,08

Gross Calorific value kCal/kg 4199 4190 4084

Hargrove Grindability Index - 55 - <32

Bulk Density kg/m3 70 - 405

Chloride (Cl-) w% - - 0,3

Keterangan:

* Referensi data pengujian di Laboratorium PT PJB dan PT Geoservices

** Referensi data pengujian di laboratorium PT Surveyor Carbon Consulting Indonesia (PT SCCI)

*** Referensi data pengujian di laboratorium Sucofindo

(4)

Tabel 2 menunjukkan hasil uji proximate analysis biomassa cangkang kelapa sawit memiliki nilai kalori / GCV (gross calorific value) setara dengan batubara yang digunakan di PLTU Tembilahan.

Sedangkan volatile matter mempunyai nilai yang lebih tinggi sehingga cangkang sawit berpotensi terbakar lebih cepat dari batubara. Nilai kalor / GCV (gross calorific value) biomassa pelet EFB lebih kecil dibanding batubara. Sedangkan pelet EFB mempunyai volatile matter yang lebih tinggi sehingga berpotensi sama seperti cangkang sawit lebih mudah terbakar dibandingkan batubara low rank yang digunakan di PLTU Tembilahan. Selain volatile matter, untuk karakteristik lain dari proximate analysis seperti total moisture, ash content, fixed carbon, dan total sulfur biomassa cangkang dan pelet EFB lebih rendah dari karakteristik batubara.

Hasil uji karakteristik proximate analysis pada Tabel 2, biomassa menunjukkan nilai kadar kalori yang sebanding dengan batubara low rank yang digunakan di PLTU Tembilahan. Melalui uji karakteristik ini biomassa baik cangkang kelapa sawit maupun pelet EFB unggul dalam proses pembakaran karena kandungan volatile matter yang lebih tinggi, serta menyisakan sisa abu / ash content yang lebih sedikit dari batubara di PLTU Tembilahan.

Tabel 3. Hasil pengamatan pengujian operasional bahan bakar biomassa cangkang kelapa sawit 25%

No. Parameter Standar Satuan 12:00 12:30 13:00 13:30 14:00 14:30 15:00 15:30

1. Load 0 - 7000 kW 7176,83 7164,3 6876,22 7014 6951,38 7051,58 6634,49 6385,25

2. Screw Feeder 0 - 100 % 53 52 58 60 60 60 65 65

3. Airheater Intlet Gas Temperature C 292,28 293,44 291,02 292,44 291,53 292,39 291,95 292,02 4. Airheater Outlet Gas Temperature 179,44 179,82 178,92 179,85 179,77 179,97 179,77 180,4 5. Main Steam Temperature 460 - 485 C 475,77 474,96 466,23 472,54 472,84 480,83 471,5 472,51

6. Main Steam Pressure 49 - 53 kg/cm3 48,6 48,6 47,5 47,7 47,7 47,7 46,8 48

7. Main Steam Flow 13,2 - 43,1 T/h 35,53 35,28 34,65 35,06 34,96 35,14 24,8 35,32

8. Furnace Temperature 682,68 692,58 672,34 673,97 680,58 678,37 684,89 708,93

Tabel 4. Hasil pengamatan pengujian operasional bahan bakar biomassa pelet EFB 5%

No. Parameter Standar Satuan 09:15 9;45 10:15 11:15 11:45 12:15 12:45 13:15

1. Load 0 - 7000 kW 664,02 6748,47 6735,94 6685,84 6621,97 6747,22 6634,49 6385,25

2. Screw Feeder 0 - 100 % 87,67 86,67 80,33 76,33 78,33 65 55 73,33

3. Airheater Outlet gas Temperature C 177,05 177,41 178,61 178,78 179,24 180,29 179,4 178,42 4. Main Steam Temperature 460 - 485 C 477,1 475,81 494,98 471,43 481,58 484,58 490,85 471,35

5. Main Steam Pressure 49 - 53 kg/cm3 51,13 51,79 51,81 51,33 51,09 52,43 51,62 49,89

6. Main Steam Flow 13,2 - 43,1 T/h 31,23 31,14 31,05 31,13 31,15 31,17 31 30,8

Tabel 3 dan Tabel 4 menunjukkan hasil pengamatan pengujian operasional masing-masing biomassa sebagai bahan bakar selama ± 4 jam. Parameter operasi load, main steam pressure, main steam temperature berada dalam range normal operasi batubara untuk co-firing cangkang kelapa sawit 25% maupun pelet EFB 5%. Sedangkan untuk parameter lain, biomassa cangkang kelapa sawit mengalami penurunan namun tetap menandakan nilai kalori biomassa cangkang kelapa sawit cukup baik. Biomassa pelet EFB menunjukkan nilai dalam range normal batubara untuk semua parameter, hal ini menandakan nilai kalori biomassa pelet EFB cukup baik jika dibandingkan dengan batubara.

3.2. Nilai Emisi Biomassa

Pengujian sampel emisi selama co-firing menggunakan fuel gas analyzer portable dengan lokasi pengambilan di outlet air heater seperti pada Gambar 1.

(5)

Gambar 1. Pengambilan sampel emisi

Hasil uji emisi biomassa dibandingkan dengan Baku Mutu Emisi PLTU yang ditetapkan, yaitu PermenLHK No. 15 Th 2019 yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Baku Mutu Emisi PLTU (PermenLHK No. 15 Th 2019)

No. Parameter

Kadar Maksimum Batubara

(mg/Nm3)

Minyak Solar (mg/Nm3)

Gas (mg/Nm3) 1. Sulfur Dioksida (SO2) 550 650 50 2. Nitrogen Oksida (NOx) 550 450 320

3. Partikulat (PM) 100 75 30

4. Merkuri (Hg) 0,03 - -

Tabel 6. Perbandingan emisi batubara, co-firing cangkang kelapa sawit 25% dan Pelet EFB 5%

No. Parameter Emisi Satuan 100%

Batubara

5% Pelet EFB

25%

Cangkang Kepala Sawit

1. NOx mg/Nm3 498,15 497,47 378,2

2. SO2 mg/Nm3 147,29 97,24 N/A

Berdasarkan uji emisi yang dilakukan pada uji pembakaran co-firing dengan beban maksimum

±7MW dan pengamatan selama 4 jam, emisi SO2 co-firing biomassa pelet EFB menghasilkan emisi SO2 yang lebih kecil dari 100% batubara yaitu 97,24 mg/Nm3. Sedangkan pada pengujian co-firing dengan komposisi 25% cangkang kelapa sawit dan 75% batubara, gas analyzer tidak bisa menunjukkan hasil pembacaan SO2. Hal ini bisa dikarenakan emisi SO2 yang terbaca terlalu kecil, atau ada kesalahan teknis pada peralatan portable gas analyzer. Begitu pula untuk parameter emisi NOx, co-firing biomassa cangkang kelapa sawit 25% maupun pelet efb 5% menunjukkan nilai emisi yang lebih rendah dari batubara.

3.3. Nilai Ekonomi (Biaya Produksi) Co-firing

Nilai ekonomi (biaya produksi) co-firing dilakukan untuk mengetahui apakah penggunaan co-firing biomassa cangkang kelapa sawit 25% dan co-firing biomassa pelet EFB 5% mempunyai dampak yang signifikan terhadap penurunan biaya pokok produksi listrik. Perhitungan menentukan biaya produksi listrik sebagai berikut:

Biaya Produksi = Harga BB ×SFC Dimana:

Biaya Produksi : Biaya komponen C pembangkit (Rp/kWh) Harga BB : Harga bahan bakar batubara (Rp/kg) SFC : Specific Fuel Consumption (kg/kWh)

SFC = Total fuel kWh terbangkit

(6)

Dimana:

SFC : Specific Fuel Consumption (kg/kWh) Total fuel : Total konsumsi bahan bakar (kg)

kWh terbangkit : Total energi listrik yang dihasilkan (kWh)

Perhitungan SFC dilakukan pada beban maksimum pembangkit ± 7MW Gross pada saat ujicoba co- firing biomassa.

Tabel 7. Hasil perhitungan Specific Fuel Consumption (SFC) dan biaya produksi Co-firing

Parameter Satuan Scenario co-firing

Batubara 5% EFB 25% Cangkang

Setting Beban Gross kWh 7.137,44 6.630,00 7.070,56

Energi listrik Gross kWh 28.610,00 62.960,00 28.770,00

Energi listrik Netto kWh 25.314,00 50.450,00 24.732,20

Total konsumsi Batubara kg 33.500,00 32.500,00 23.050,10

Specific Fuel Consumption kg/kWh 1,17 0,52 0,80

Nilai kalor Batubara kCal/kg 4.199,00 - -

Nilai kalor pelet EFB 5% kCal/kg - 4.084,00 -

Nilai kalor Cangkang sawit 25% kCal/kg - - 4.190,00

Harga Batubara (rata-rata 3 bulan) Rp/kg 772,56

Harga pelet EFB 5% Rp/kg 1.937,20

Harga Cangkang sawit 25% Rp/kg 1.200,00

Biaya Produksi* Rp/kWh 904,61 999,98 961,42

HPT** Cangkang Rp/kg 655,27

HPT EFB** Rp/kg 638,69

Biaya Produksi*** Rp/kWh 904,61 329,69 524,99

* Biaya Produksi listrik skema co-firing biomassa tanpa ada penghematan (Harga biomassa x SFC biomassa)

** Harga Patokan Tertinggi (HPT) biomassa sesuai Perdir PLN 001/DIR/2020

*** Biaya Produksi listrik skema co-firing biomassa dengan acuan HPT (Harga biomassa x HPT biomassa)

Tabel 7 menunjukkan penurunan specific fuel consumption (SFC) dari 1,17 kg/kWh (pada saat operasi dengan 100% batubara), menjadi 0,52 kg/kWh (pada saat co-firing dengan 5% EFB), dan 0,80 kg/kWh (pada saat co-firing dengan 25% cangkang sawit). Dengan nilai kalor biomassa yang relatif sama dengan batubara, nilai SFC ini membuktikan bahwa penggunaan biomassa cangkang sawit dan EFB dalam co-firing dapat menjadi lebih efisien secara bahan bakar dalam memproduksi 1 kWh listrik yang dihasilkan.

Untuk produksi listrik (Rp/kWh) harga biomassa yang didapatkan dari daerah sekitar PLTU masih lebih mahal dibanding batubara. Sehingga biaya komponen C (produksi) dari proses ujicoba co-firing ini masih lebih tinggi dibanding dengan batubara 100%. Jika menggunakan pendekatan HPT sesuai Perdir PLN 001/DIR/2020, maka penggunaan co-firing dapat menghemat biaya produksi listrik sebesar 574,91 Rp/kWh (dengan 5% efb) dan 379,61 Rp/kWh (25% cangkang sawit).

4. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan sampel biomassa yang sudah dianalisis dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa co- firing biomassa cangkang Kelapa Sawit 25% maupun pelet EFB 5% memiliki nilai kalor yang setara dengan batubara low-rank yang digunakan di PLTU Tembilahan. Dengan nilai kalor biomassa yang relatif setara dengan batubara, nilai SFC biomassa yang lebih rendah menjadi lebih efisien secara bahan bakar dalam memproduksi 1 kWh listrik yang dihasilkan. Hasil uji emisi NOx dan SO2 yang dihasilkan saat ujicoba co- firing juga lebih rendah dibanding penggunaan 100% batubara. Untuk menekan biaya produksi listrik skema co-firing biomassa perlu dilakukan penekanan dengan mengacu pada penentuan HPT sesuai Perdir 001/DIR/2020, sehingga biaya produksi listrik co-firing dapat lebih ekonomis,

5. Daftar Pustaka

[1] Aditya, Indra Ardhanayudha, Fajar Nurrohman Haryadi, and Indri Haryani. "Analisis Pengujian Co- Firing Biomassa Cangkang Kelapa Sawit Pada PLTU Circulating Fluidized Bed (CFB) Sebagai Upaya Bauran Energi Terbarukan." ROTASI 24.2: 61-66. 2022.

[2] Yussirtio, Mhd and Aloysius Agus Yogianto. “Penggunaan Kulit Sagu Sebagai Bahan Bakar Co- firing PLTU 2X7 MW TEMBILAHAN”. Diss. Institut Teknologi PLN, 2022.

(7)

[3] Maskur, Zainal, and Ardi Nugroho. "Analisa Karakteristik Biomasa untuk Co-firing pada Pembangkit Batubara di Indonesia." Prosiding SENASTITAN: Seminar Nasional Teknologi Industri Berkelanjutan. Vol. 1. No. 1. 2021.

[4] Nugroho, Aditya Satriya, and Dwi Heru Sutjahjo. "Pengaruh Variasi Ukuran Cangkang Sawit Pada Proses Gasifikasi Terhadap Performa Gasifier Tipe Updraft." Jurnal Teknik Mesin 7.2. 2019.

[5] Wijono, Agung. "PLTU biomassa tandan kosong kelapa sawit studi kelayakan dan dampak lingkungan." Simposium Nasional RAPI XIII 2014, 2014, 111-18.

[6] Wahyudi, Widya Faizal, and Iwa Garniwa. “Economic and Financial of Cofiring the Coal Fired Steam Power Plant 660MW with Biomass (Sawdust)”. Andalas Journal of Electrical and Electronic Engineering Technology, 2021, 1.1: 27-30.

[7] PT PLN, and PT Pembangkitan Jawa Bali, “Analisa Karakteristik Pengujian Co-firing Cangkang Kelapa Sawit PLTU Tembilahan 2x7MW.” Surabaya, 2021

[8] PT PLN, and PT Pembangkitan Jawa Bali, “Analisa Karakteristik Pengujian Co-firing Pellet Wash EFB, Pellet Non-Wash EFB, Fiber After Dryer EFB di PLTU Tembilahan 2x7MW.” Surabaya, 2021

[9] Sugiarto, Herawati Peppy, and Riyanti Anggrika. “Analisis Konsentrasi SO2, NO2, dan Partikulat pada Sumber Emisi Tidak Bergerak (Cerobong) Berbahan Bakar Batubara dan Cangkang, Studi Kasus di Kabupaten Muaro Jami.” Jurnal Teknik Lingkungan, Universitas Batanghari. 2019.

[10] Rudianto, Ines Saraswati, and Permadi, Didin Agustina. “Characteristic of Particulate Emission from Co-firing in Industrial Boiler.” Ecolab Vol.15. 2021.

[11] Prabowo, Giri. “Laporan Kajian Co-firing Bahan Bakar Batubara dengan Biomassa pada PLTU Paiton 1-2.” ITS Tecno Sains, Surabaya, 2019

[12] Sugiyant, Mustofa Abdilah, Ardi Nugroho. “Pengujian dan Simulasi Co-firing Bahan Bakar Batubara dengan Biomassa pada PLTU Paiton 2x400MW.” Journal EBTKE ESDM. 2019

[13] “Operation Manual of Steam Turbine 2x7 MW Coal Fired Power Plant in Tembilahan.”

[14] DEN, Dinamika Energitama Nusantara. “Boiler Desain Manual.” 2010

[15] Iswahyudi, Hendra. “Potensi Energi Baru Terbarukan dan Program Konservasi Energi di Tanah Air.” Webinar Peduli Iklim. 2022

Referensi

Dokumen terkait