• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembelajaran Yang Asyik Tanpa Mengusik: Paradigma Baru dalam Pembelajaran Abad 21

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Pembelajaran Yang Asyik Tanpa Mengusik: Paradigma Baru dalam Pembelajaran Abad 21"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Educatio: Jurnal Ilmu Kependidikan

Vol. 15, No 2 Desember 2020, hal. 192-203 http://e-journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/edc e-ISSN: 2527-9998

Pembelajaran Yang Asyik Tanpa Mengusik

Paradigma Baru dalam Pembelajaran Abad 21 Tri Wahyuni*1, Abdul Aziz Muslim2

Email: triwahyuni@asia.ac.id*1

1Program Studi Desain komunilasi Visual, Fakultas Teknologi dan Desain

2Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Institut Teknologi dan Bisnis Asia Malang

Abstract

Learning in the classroom should actually be fun activities in which the atmosphere shows a mutual respect of each another, both teachers and the students themselves. However, unfortunately that nowadays the world of education has experienced a lot of shifts. Teachers who are supposed to protect students instead doing the opposite. Students who should be able to work together in achieving the same goals instead being hurt and bullying each other. Even sadder, educators who should replace the role of parents instead become perpetrators of violence. These behaviors are not only physically degrading but many also hurt and injure other students psychologically/mentally. This should be a serious concern from all parties for the success of education in Indonesia. Furthermore, what is the role of the parties involved in this educational problem in order to create fun learning without disturbing each other? This article will provide the answer.

Keywords: Teaching And Learning; Educational Psichology; Mental Health

Abstrak

Pembelajaran di dalam ruang kelas sejatinya harus menjadi aktivitas dan kegiatan yang menyenangkan dengan suasana yang saling menghormati dan menghargai antara satu dengan yang lainnya baik pengajar ataupun peserta didik itu sendiri. Namun sangat disayangkan bahwa saat ini dunia pendidikan telah banyak mengalami pergeseran. Pengajar yang seharusnya melindungi peserta didik malah melakukan tindakan yang sebaliknya.

Peserta didik yang seharusnya bisa saling bekerja sama dalam mencapai tujuan yang sama malah saling menyakiti dan menjatuhkan. Lebih mirisnya lagi, pendidik yang harusnya menggantikan peran orang tua malah menjadi pelaku kekerasan. Perilaku-perilaku tersebut tidak hanya menjatuhkan secara fisik namun banyak juga yang menyakiti dan melukai psikis/mental peserta didik lain. Hal ini sudah selayaknya menjadi perhatian serius dari semua pihak guna keberhasilan pendidikan di Indonesia. Selanjutnya, bagaimana peran pihak-pihak terkait terhadap permasalahan pendidikan ini guna menciptakan pembelajaran yang asyik tanpa mengusik? Artikel ini akan memberikan jawabannya.

Kata Kunci: Belajar Dan Pembelajaran; Psikologi Pendidikan; Kesehatan Mental

(2)

Educatio: Jurnal Ilmu Kependidikan

Vol. 15, No 2 Desember 2020, hal. 192-203 http://e-journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/edc e-ISSN: 2527-9998

PENDAHULUAN

Tidak bisa dipungkiri bahwa pada abad 21 mengharuskan sumber daya manusia dengan kualitas unggul, di mana ini menjadi tugas dan tanggung jawab dunia pendidikan yang menuntut adanya pengaturan yang profesional guna menghasilkan generasi unggulan tersebut (Wijaya dkk., 2016). Namun kenyataannya tidak semudah membalikkan telapak tangan, banyak sekali hal-hal yang harus dijadikan pertimbangan. Sejatinya belajar dan pembelajaran pada proses pendidikan itu tidak hanya berfokus pada materi, strategi pembelajaran, media pembelajaran, sarana dan prasarana, pembelajar (guru), serta peserta didik itu sendiri (Suralaga, 2021). Berbicara tentang peserta didik maka ada dua aspek penting yang harus diperhatikan oleh pembelajar, yakni aspek fisik (jasmani) dan psikis/psikologi (mental) dari masing-masing peserta didik tersebut. Berbicara tentang aspek fisik dan mental peserta didik maka tidak akan lepas dari pembahasan tentang psikologi pendidikan. Telah disebutkan bahwa selain menguasai ilmu-ilmu pembelajaran, penguasaan akan ilmu psikologi pendidikan juga menjadi ilmu penting yang harus dipakai selama proses pembelajaran (Suralaga, 2021).

Kesehatan mental peserta didik menjadi sangat penting karena hal ini memberikan pengaruh dan dampak yang sangat besar bagi keberhasilan pendidikan itu sendiri yang pada akhirnya berpengaruh pada pencapaian sumber daya manusia unggul itu sendiri. Sayangnya, fenomena yang terjadi saat ini berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di masa lampau, sehingga banyak hal yang harus dibenahi kembali khususnya pada penyelenggara pendidikan itu sendiri. Dahulu pendidikan terkendala karena kesehatan fisik peserta didik yang kurang baik karena saat itu masih banyak peserta didik yang besar pada lingkungan keluarga yang kurang mampu secara ekonomi sehingga asupan gizi menjadi kurang dan kesehatan fisiknya terganggu (Widiansyah, 2017). Saat ini, pendidikan juga terkendala tidak hanya karena kesehatan fisik tapi juga kesehatan mental dari peserta didik karena berbagai penyebab yang salah satunya adalah maraknya kejadian-kejadian yang merusak psikis peserta didik baik di lingkungan sekolah ataupun dari luar.

Telah banyak kasus-kasus yang terjadi di seluruh Indonesia di mana peserta didik menjadi korban kekerasan yang pada akhirnya menjadikannya hancur secara fisik dan mental.

Baru-baru ini Kompas.com merilis sebuah data yang sangat mengejutkan. Sepanjang tahun 2022, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat adanya 17 kasus kekerasan seksual di

(3)

Educatio: Jurnal Ilmu Kependidikan

Vol. 15, No 2 Desember 2020, hal. 192-203 http://e-journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/edc e-ISSN: 2527-9998

lingkungan pendidikan yang ada di seluruh Indonesia. Adapun jenjang pendidikan juga merata pada level SD sebanyak 2 kasus, SMP sebanyak 3 kasus, SMA 2 kasus, pondok pesantren 6 kasus, madrasah atau tempat mengaji/tempat ibadah 3 kasus, dan satu tempat kursus musik sebanyak 1 kasus (Wuragil, 2023). Kasus serupa juga terjadi pada level perguruan tinggi. Beberapa kasus tercatat di media online namun diyakini sepenuhnya bahwa masih banyak kejadian-kejadian yang tidak terlaporkan. Seperti apa yang terjadi di Universitas Riau pada bulan November 2021, di Universitas Sriwijaya September 2021, ada pula kasus di Universitas Brawijaya pada tahun 2017 dan di Universitas Negeri Jakarta (Riana: 2021). Hal ini benar-benar menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia sedang menghadapi masalah yang sangat menakutkan.

Selain kekerasan seksual yang sangat berdampak pada kesehatan mental dan iklim pembelajaran di kelas, adanya perundungan (bullying) dan kekerasan fisik juga tidak kalah memprihatinkan. Tercatat oleh Kompasiana (Simamori dan Prasetyo, 2023) pada Agustus 2022 salah satu santri pondok modern Gontor Putra yang ada di Ponorogo, Jawa Timur harus meregang nyawa karena tindak kekerasan kakak kelasnya. Selain itu ada juga kekerasan oleh 9 kakak kelas terhadap satu siswa hingga meninggal dunia di MTsN Kotamubagu, Sulawesi Utara pada Juni 2022. Adapula kasus seorang santri yang disiram BBM oleh kakak tingkatnya hingga mengalami luka bakar serius di sekujur tubuhnya. Kasus ini terjadi pada 2022 di kota Rembang. Catatan-catatan buruk dunia pendidikan sepanjang tahun 2022 menunjukkan bahwa pendidikan kita saat ini harus melakukan sebuah perubahan guna menciptakan lingkungan belajar yang lebih aman demi menjaga fisik dan mental para peserta didik.

Kejadian-kejadian tindak kekerasan di dunia pendidikan sejatinya menunjukkan pada kita bahwa kita ini sebagai bangsa masih sangat lemah untuk hal pengendalian emosi (Sugiyatno, 2010). Hal ini menunjukkan bahwasannya pembelajaran harus juga memfokuskan tujuannya tidak hanya pada kecerdasan akademik tetapi juga pada kematangan emosi dan spiritual. Peserta didik dengan kematangan emosi dan spiritual akan bisa dipastikan memiliki mental yang baik dan sehat sehingga mampu menjadi manusia unggul yang diharapkan menjadi generasi unggulan abad 21.

Berdasarkan fenomena dan kejadian-kejadian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penelitian ini mencoba memberikan pandangan dan rambu-rambu kepada pihak-pihak yang

(4)

Educatio: Jurnal Ilmu Kependidikan

Vol. 15, No 2 Desember 2020, hal. 192-203 http://e-journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/edc e-ISSN: 2527-9998

bertanggung jawab atas terlaksananya pendidikan itu sendiri, yakni pemerintah, institusi dalam hal ini kampus atau sekolah, guru dan orang tua. Besar harapan penulis kiranya artikel ini bisa membuat semua pihak lebih peduli (aware) dengan keberlangsungan pendidikan di Indonesia yang dimulai dari lingkungan terdekat guna menciptakan lingkungan belajar yang asyik tanpa mengusik.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka atau studi literatur. Dalam metode studi pustaka, peneliti membaca dan mempelajari beragam literatur yang berkaitan dengan topik masalah yang menjadi inti pembahasan pada artikel ini. Adapun sistematika penulisannya dimulai dengan judul, abstrak, kata kunci, pendahuluan hingga pembahasan menggunakan literatur baca berupa artikel jurnal, buku elektronik, media masa online, laporan penelitian sebelumnya dan sumber-sumber lain yang relevan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sejatinya, banyak pihak yang bertanggung jawab dalam hal menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan guna menghasilkan generasi unggul sesuai kebutuhan abad 21.

Namun, saat ini keterlibatan pihak-pihak tersebut dirasa masih kurang dan harus segera ditingkatkan. Selanjutnya, penulis mencoba memberikan pemaparan singkat tentang peran dan tanggung jawab masing-masing pihak pada bagian pembahasan dengan fokus menciptakan lingkungan belajar yang asyik tanpa mengusik.

1. Peran Pemerintah

Berbagai pihak dapat berkontribusi dalam berperan untuk menciptakan linkungan belajar yang asik tanpa mengusi. Berikut adalah beberapa peran pemerintah dalam mengatasi masalah-masalah yang mejadikan siswa tidak nyaman di sekolah:

a. Penyusunan regulasi dan peraturan: Pemerintah dapat mengeluarkan regulasi dan peraturan yang mengatur tindakan perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi dan memberikan sanksi bagi pelakunya. Regulasi ini dapat membantu mengurangi tindakan perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi di sekolah dan memberikan perlindungan bagi korban (Ikhsan, M.Z. & Eska, P.P, 2020).

(5)

Educatio: Jurnal Ilmu Kependidikan

Vol. 15, No 2 Desember 2020, hal. 192-203 http://e-journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/edc e-ISSN: 2527-9998

b. Penyediaan program pendidikan: Pemerintah dapat menyediakan program pendidikan bagi siswa, guru, dan orang tua tentang dampak buruk perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi dan cara mengatasi masalah ini. Program ini dapat membantu meningkatkan kesadaran dan membentuk sikap toleransi dan empati di kalangan siswa(Muhopilah, P., & Fatwa, T, 2019).

c. Penyediaan layanan konseling: Pemerintah dapat menyediakan layanan konseling bagi siswa yang menjadi korban perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi. Layanan ini dapat membantu korban mengatasi dampak emosional dan mental dari tindakan perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi (Ikhsan, M.Z. & Eska, P.P, 2020).

d. Penegakan hukum: Pemerintah dapat memastikan bahwa tindakan perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi di sekolah dapat dikenakan sanksi hukum yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Ini akan membantu mengurangi tindakan perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi dan memberikan perlindungan bagi korban (Yati, D., &

Riyadi, S, 2020).

e. Kerjasama dengan sekolah: Pemerintah dapat bekerja sama dengan sekolah dalam mengatasi masalah perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi. Sekolah dapat memberikan dukungan dan bantuan dalam pelaksanaan program pendidikan dan konseling bagi siswa (Febriana, T.F., & Diana, R, 2021).

Peran pemerintah sangat penting dalam mengatasi masalah perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi di sekolah. Dengan berbagai upaya yang dilakukan, diharapkan dapat membantu mengurangi tindakan perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi dan memberikan perlindungan bagi korban. Sangat penting bagi pemerintah untuk menjaga keselamatan dan kesejahteraan siswa di sekolah dan memastikan bahwa mereka dapat belajar dan tumbuh dengan aman dan sejahtera.

Pemerintah harus mengambil tindakan yang efektif dan cepat untuk mengatasi masalah ini dan memastikan bahwa sekolah adalah tempat yang aman dan sejahtera bagi

(6)

Educatio: Jurnal Ilmu Kependidikan

Vol. 15, No 2 Desember 2020, hal. 192-203 http://e-journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/edc e-ISSN: 2527-9998

siswa untuk belajar dan tumbuh. Semua pihak harus bekerja sama untuk memerangi perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi dan membentuk budaya toleransi dan empati di sekolah.

2. Peran Sekolah

Perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi adalah tindakan kekerasan emosional atau fisik yang dilakukan oleh seorang atau kelompok terhadap individu lain secara berulang-ulang. Ini adalah masalah serius yang mempengaruhi banyak anak dan remaja di sekolah dan bisa memiliki konsekuensi jangka panjang pada kesehatan mental dan fisik korban. Oleh karena itu, sekolah memiliki peran penting dalam mengatasi perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi. Berikut adalah beberapa cara sekolah dapat membantu dalam mengatasi perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi:

a. Edukasi: Sekolah harus memastikan bahwa semua siswa, guru, dan staf tahu tentang perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi dan bagaimana mengatasinya. Mereka harus diberikan pelatihan dan edukasi tentang pentingnya membangun budaya sekolah yang inklusif dan mempromosikan kesetaraan (Aini, D.F.N, 2018).

b. Pengawasan: Sekolah harus memantau aktivitas siswa dan mengatasi setiap tindakan perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi yang terjadi. Guru dan staf harus memastikan bahwa setiap laporan perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi diterima dan ditangani dengan cepat dan tepat. (Arofa, I.A., Hudaniah & Zulfiana, U, 2018).

c. Konseling: Korban perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi membutuhkan bantuan emosional untuk memulihkan diri. Sekolah harus memastikan bahwa korban memiliki akses ke konselor atau profesional kesehatan mental yang dapat membantu mereka meresapi perasaan mereka dan memproses pengalaman mereka (Dewi, P.Y.A, 2020).

d. Sanksi: Sekolah harus memberikan sanksi bagi pelaku perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi, baik itu tindakan disiplin, intervensi atau hukum. Ini akan membantu mengatasi perundungan/bullying,

(7)

Educatio: Jurnal Ilmu Kependidikan

Vol. 15, No 2 Desember 2020, hal. 192-203 http://e-journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/edc e-ISSN: 2527-9998

kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi dan memberikan pesan kuat bahwa tindakan tersebut tidak dapat diterima (Sari, Y.P. & Azwar, W, 2018).

e. Budaya Sekolah: Sekolah harus membangun budaya yang inklusif dan mempromosikan kesetaraan. Ini dapat dilakukan melalui kegiatan seperti acara-acara anti-perundungan/bullying, anti-kekerasan seksual dan anti-perilaku-perilaku intoleransi, diskusi kelompok, dan kegiatan bersama yang mempromosikan solidaritas dan kerja sama (Salmi, Rezki, H. & Afdal, 2018).

Dengan memainkan peran aktif dalam mengatasi perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi, sekolah dapat membantu mengurangi jumlah korban dan memastikan bahwa semua siswa merasa aman dan sejahtera di sekolah. Ini adalah tugas bersama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat untuk memastikan bahwa setiap anak memiliki akses ke lingkungan sekolah yang aman dan inklusif.

Dengan melakukan hal-hal ini, sekolah dapat membantu mengatasi perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi dan memastikan bahwa semua siswa memiliki lingkungan sekolah yang aman dan inklusif. Ini adalah tugas bersama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat untuk memastikan bahwa setiap anak dapat belajar dan tumbuh dalam lingkungan yang memperlakukan mereka dengan hormat dan menghormati hak mereka.

3. Peran Orang tua

Perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi adalah perilaku yang merugikan, menyakiti, dan memperlakukan seseorang dengan kasar, dan hal ini bisa sangat mempengaruhi kesejahteraan dan perkembangan anak. Orang tua memegang peran penting dalam membantu anak-anak mereka mengatasi perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi. Berikut adalah beberapa cara di mana orang tua dapat membantu anak-anak mereka:

a. Mendengarkan dan memahami: Orang tua harus memastikan bahwa mereka mendengarkan dan memahami perasaan anak-anak mereka. Ini membantu anak-anak merasa diterima dan membangun kepercayaan diri (Arif, F. & Sri, W,2017).

b. Membantu membangun kepercayaan diri: Orang tua dapat membantu membangun kepercayaan diri anak-anak dengan memuji mereka dan membantu mereka

(8)

Educatio: Jurnal Ilmu Kependidikan

Vol. 15, No 2 Desember 2020, hal. 192-203 http://e-journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/edc e-ISSN: 2527-9998

menemukan hobi atau minat yang mereka sukai (Tirmidziani, A., Nur, S.F., dkk, 2018).

c. Membantu mengatasi rasa takut: Banyak anak yang mengalami perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi mengalami rasa takut dan cemas.

Orang tua harus membantu mengatasi rasa takut anak-anak dengan memberikan dukungan dan membantu mereka mengatasi perasaan mereka (Wahab, M., Eko, S., &

Leni, S, 2017).

d. Mengajari dasar-dasar dalam membela diri: Orang tua harus mengajari anak-anak bagaimana membela diri secara efektif dan cara untuk memperkuat perasaan mereka (Dewi, P.Y.A, 2020).

e. Berbicara dengan sekolah: Orang tua harus berkoordinasi dengan sekolah anak-anak untuk mengatasi perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi dan memastikan bahwa mereka memiliki program anti- perundungan/bullying, anti-kekerasan seksual dan anti-perilaku-perilaku intoleransi yang efektif (Sari, Y.P. & Azwar, W, 2018).

f. Menjadi contoh: Orang tua harus menjadi contoh bagi anak-anak mereka dan memperlihatkan perilaku positif dan memperlakukan orang lain dengan hormat (Muhopilah, P., & Fatwa, T, 2019).

g. Membantu anak-anak untuk memahami empati: Orang tua harus membantu anak-anak mereka untuk memahami bagaimana merasa dan memikirkan perasaan orang lain. Ini akan membantu mereka memperlakukan orang lain dengan lebih baik dan mencegah mereka menjadi pelaku (Abdurrahman, Z, 2020).

Dengan membantu anak-anak mengatasi perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi, orang tua dapat memastikan bahwa mereka tumbuh menjadi individu yang kuat, percaya diri, dan mampu mengatasi masalah. Sangat penting bagi orang tua untuk memastikan bahwa mereka memberikan dukungan dan membantu anak-anak mereka mengatasi perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi.

Dengan melakukan hal-hal ini, orang tua dapat membantu anak-anak mereka mengatasi perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi dan membangun

(9)

Educatio: Jurnal Ilmu Kependidikan

Vol. 15, No 2 Desember 2020, hal. 192-203 http://e-journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/edc e-ISSN: 2527-9998

kepercayaan diri yang kuat. Sangat penting bagi orang tua untuk terus memberikan dukungan dan membantu anak-anak mereka mengatasi masalah ini seiring waktu.

4. Peran Masyarakat

Perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi adalah tindakan kekerasan atau intimidasi yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap individu lain. Ini dapat terjadi di sekolah, tempat kerja, atau di masyarakat secara umum. Meskipun seringkali dilakukan oleh individu yang lebih kuat dan memiliki kekuatan sosial atas target perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi, peran masyarakat dalam mengatasi perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku- perilaku intoleransi sangat penting.

Berikut adalah beberapa cara di mana masyarakat dapat memainkan peran aktif dalam mengatasi perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi:

a. Membicarakan masalah: Masyarakat dapat membantu dengan membicarakan masalah perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi dan memperluas kesadaran tentang dampak negatifnya pada individu dan masyarakat secara umum. Ini dapat membantu memotivasi orang untuk bertindak dan memecahkan masalah (Febriana, T.F., & Diana, R, 2021).

b. Mendukung korban: Masyarakat dapat membantu korban perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi dengan memberikan dukungan emosional dan menjadi tempat yang aman bagi mereka untuk berbicara tentang pengalaman mereka. Ini dapat membantu mereka mengatasi stres dan memulihkan rasa percaya diri (Zahra, Q. &Yumna, 2021).

c. Melaporkan tindakan perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi: Masyarakat dapat membantu dengan melaporkan tindakan perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi yang mereka saksikan kepada pihak berwajib seperti sekolah atau polisi. Ini dapat membantu mengatasi masalah dan memastikan bahwa tindakan tegas diambil terhadap pelaku perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi (Zakiyah, E.Z., Humaedi, S., & Santoso, M.B, 2017).

(10)

Educatio: Jurnal Ilmu Kependidikan

Vol. 15, No 2 Desember 2020, hal. 192-203 http://e-journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/edc e-ISSN: 2527-9998

d. Menjadi role model: Masyarakat dapat membantu dengan menjadi role model yang baik dan menunjukkan tingkah laku yang baik kepada anak-anak dan remaja. Ini dapat membantu membentuk budaya yang toleran dan membantu mencegah perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi di masa depan (Zakiyah, E.Z., Muhammad, F., & Gutama, A.S, 2018).

e. Memberikan pendidikan: Masyarakat dapat membantu dengan memberikan pendidikan tentang perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi dan dampak negatifnya pada individu dan masyarakat. Ini dapat membantu meningkatkan kesadaran dan memotivasi orang untuk bertindak dan memecahkan masalah (Muhopilah, P., & Fatwa, T, 2019).

Dalam mengatasi perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi, peran masyarakat sangat penting. Dengan bersatu dan bekerja sama, masyarakat dapat membantu mengatasi masalah dan membentuk budaya yang lebih toleran dan inklusif bagi semua orang.

Dalam mengatasi perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi, peran masyarakat sangat penting. Masyarakat dapat membantu dengan membicarakan masalah, mendukung korban, melaporkan tindakan perundungan/bullying, kekerasan seksual dan perilaku-perilaku intoleransi, menjadi role model, memberikan pendidikan, dan bekerja sama dengan pihak berwajib untuk mengatasi masalah dan membentuk budaya yang lebih toleran dan inklusif bagi semua orang.

SIMPULAN

Menciptakan lingkungan belajar yang nyaman menjadi sebuah keniscayaan dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Keberhasilan pendidikan tergantung pada ketersediaan strategi pembelajaran yang tepat, tenaga pendidik yang baik, sarana dan prasarana pendukung, dan juga kesiapan peserta didik itu sendiri secara fisik dan mental. Sesungguhnya, kesiapan peserta didik dalam belajar memberikan pengaruh yang sangat besar pada keberhasilannya.

Peserta didik dengan kenyamanan fisik dan mental bisa menghasilkan generasi-generasi unggulan di masa yang akan datang. Mereka adalah pemegang estafet selanjutnya untuk keberlangsungan bangsa dan negara ini. Semua pihak memiliki tanggung jawab yang sama

(11)

Educatio: Jurnal Ilmu Kependidikan

Vol. 15, No 2 Desember 2020, hal. 192-203 http://e-journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/edc e-ISSN: 2527-9998

guna menciptakan lingkungan belajar yang asyik tanpa mengusik guna keberlangsungan proses belajar dan pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Z. (2020). Teori Maqasid Al-Syatibi dan Kaitannya dengan Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Abraham Maslow. Jurnal Ushuluddin: Media Dialog Pemikiran Islam. 22(1).

Aini, D.F.N. (2018). Self Esteem pada Anak Usia Sekolah Dasar Untuk Pencegahan Kasus Bullying. Jurnal Pemikiran dan Pengembangan SD. 6(1). 36-46.

Arif, F. & Sri, W. (2017). Hubungan Kelekatan pada Ibu, Ayah dan Teman Sebaya dengan Kecendrungan Anak Menjadi Pelaku dan Korban Bullying. Jurnal Psikologi Ulayat.

4(2). 122-140.

Arofa, I.A., Hudaniah & Zulfiana, U. (2018). Pengaruh Perilaku Bullying terhadap Empati Ditinjau dari Tipe Sekolah. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. 6(1). 74-92.

Dewi, P.Y.A. (2020). Perilaku School Bullying pada Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar. 1(1). 39-48.

Febriana, T.F., & Diana, R. (2021). Gambaran Penerimaan Diri Korban Bullying. Jurnal Penelitian Psikologi. 8(5).

Herliani, Boleng, D. T., & Maasawet, E. T. (2021). Teori Belajar dan Pembelajaran. Penerbit Lakeisha.

Ikhsan, M.Z. & Eska, P.P. (2020). Sosialisasi Pendidikan Stop Aksi Bullying. Jurnal Program Mahasiswa Kreatif. 4(1). 1-4.

Leighton, S., & Dogra, N. (2009). Defining mental health and mental illness.

Muhopilah, P., & Fatwa, T. (2019) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying.

Jurnal Psikologi Terapan dan Pendidikan. 1(2). 99-107.

Riana, F. (2021). Deretan Kasus Pelecehan Seksual di Kampus.

https://nasional.tempo.co/read/1537859/deretan-kasus-dugaan-pelecehan-seksual-di- kampus, diakses pada 19 Januari 2023 pukul 16.23

Salmi, Rezki, H. & Afdal. (2018). Hubungan Kontrol Diri dengan Perilaku Bullying Siswa.

Jurnal Bimbingan dan Konseling 8(2). 88-99.

Sari, Y.P. & Azwar, W. (2018). Fenomena Bullying Siswa: Studi tentang Motif Perilaku Bullying Siswa di SMP Negeri 01 Painan, Sumatra Barat. Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam. 10(2). 333-367.

Setiawan, M. A. (2017). Belajar dan Pembelajaran. Uwais Inspirasi Indonesia.

(12)

Educatio: Jurnal Ilmu Kependidikan

Vol. 15, No 2 Desember 2020, hal. 192-203 http://e-journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/edc e-ISSN: 2527-9998

Simamora, M & Prasetyo, W. (2022). Bullying Hingga Kekerasan Seksual jadi Catatan Kelam di Sekolah pada 2022. https://kumparan.com/kumparannews/bullying-hingga- kekerasan-seksual-jadi-catatan-kelam-di-sekolah-pada-2022-1zYjRZ897nj/full, diakses pada 20 Januari 2023 pukul 16.17

Sugiyatno. (2010). Kekerasan di Sekolah Bagian Masalah Pendidikan Sosial-Emosional.

Paradigma, V(9).

Suralaga, F. (2021). PSIKOLOGI PENDIDIKAN Implikasi dalam Pembelajaran (1 ed.).

Rajawali Pers.

Tirmidziani, A., Nur, S.F., dkk. (2018). Upaya Menghindari Bullying pada Anak Usia Dini Melalui Parenting. Jurnal Pendidikan Early Childhood. 2(1). 1-8.

Utami, D. P. (2012). JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA.

Wahab, M., Eko, S., & Leni, S. (2017). Strategi Coping korbang Bullying. Jurnal Tarbawi.

13(02). 21-32

Widiansyah, A. (2017). Peran Ekonomi dalam Pendidikan dan Pendidikan dalam Pembangunan Ekonomi. 2, 9.

Wijaya, E. Y., Sudjimat, D. A., & Nyoto, A. (2016). TRANSFORMASI PENDIDIKAN ABAD 21 SEBAGAI TUNTUTAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DI ERA GLOBAL. 1, 16.

Yati, D., & Riyadi, S. (2020). Pendidikan Kesehatan dan Pemeriksaan DDST II dalam Upaya Mencegah Bullying serta Pemantauan Tumbuh Kembang Anak. Jurnal Community Empowerment. 5(2). 36-40.

Zahra, Q. &Yumna. (2021). Pemberdayaan Serta Peningkatan Self Awareness terhadap Kesehatan pada Masyarakat Teluk Buyung Kaler RT 03. Jurnal Proceedings UIN Sunan Gunung Djati Bandung. 1(16). 54-71.

Zakiyah, E.Z., Humaedi, S., & Santoso, M.B. (2017). Faktor yang Mempengaruhi Remaja dalam Melakukan Bullying. Jurnal Penelitian & PPM. 4(2). 129-389.

Zakiyah, E.Z., Muhammad, F., & Gutama, A.S. (2018). Dampak Bullying pada Tugas Perkembangan Remaja Korban Bullying. Jurnal Pekerjaan Sosial. 1(3). 265-279.

Referensi

Dokumen terkait