• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA HARTA WARIS MELALUI PERDAMAIAN (Studi Kasus N0.1067/Pdt.G/2010/PA.Sda).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA HARTA WARIS MELALUI PERDAMAIAN (Studi Kasus N0.1067/Pdt.G/2010/PA.Sda)."

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

TINJ AUAN YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA HARTA WARIS MELALUI PERDAMAIAN

(Studi Kasus N0.1067/Pdt.G/2010/PA.Sda)

SKRIPSI

Oleh :

ABU BAKAR NPM. 0771010034

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SURABAYA

(2)

TINJ AUAN YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA HARTA WARIS MELALUI PERDAMAIAN

(Studi Kasus N0.1067/Pdt.G/2010/PA.Sda)

Disusun Oleh:

ABU BAKAR NPM. 0771010034

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui

Pembimbing Utama Pembimbing pendamping

Subani, S.H., M.Si Fauzul Aliwarman, SH.,M.Hum NIP/NPT. 1951055041983031001 NIP/NPT. 38202070221

Mengetahui DEKAN

(3)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Abu Bakar

Tempat/Tanggal lahir : Surabaya, 27 Januari 1989

NPM : 0771010034

Konsentrasi : Perdata

Alamat : Banyu Urip Kidul II/1A Surabaya

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi saya dengan judul : “TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA HARTA WARIS MELALUI PERDAMAIAN DI PENGADILAN AGAMA SIDOARJO” dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur adalah benar-benar hasil karya cipta saya sendiri, yang saya buat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bukan hasil jiplakan (plagiat).

Apabila dikemudian hari ternyata skirpsi ini hasil jiplakan (plagiat) maka saya bersedia dituntut di depan Pengadilan dan dicabut gelar kesarjanaan (Sarjana Hukum) yang saya peroleh.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dengan penuh rasa tanggung jawab atas segala akibat hukumnya.

Mengetahui Surabaya, 15 November 2011

A.n Ketua Program Studi Penulis

SESPROGDI

(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Dengan nama Allah yang maha dan maha penyayang

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini walau dengan pengorbanan yang cukup besar. Skripsi ini diambil dengan judul:

”Tinjauan Yur idis tentang Penyelesaian Sengketa Har ta War is Melalui

Per damaian di Pengadilan Agama Sidoar jo.”

Adapun penulisan skripsi ini yang dilakukan di Pengadilan Agama Sidoarjo

dimaksudkan untuk memenuhi tugas akademis di Fakultas Hukum UPN Veteran

Jawa Timur guna memperoleh gelar Sarjana hukum.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan,

dukungan, dan bimbingan serta saran yang sangat berharga kepada :

1. Bapak Hariyo Sulistiyantoro, SH., MM., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Sutrisno, SH., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

(5)

3. Bapak Drs.Ec.Gendut Sukarno, MS. selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Subani, SH., M.Si., selaku dosen pembimbing I yang telah banyak

membantu dalam pengerjaan skripsi ini.

5. Bapak Fauzul Aliwarman, Shi., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam pembuatan skripsi

ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur.

7. Staf Bagian Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur.

8. Kedua orang tua tercinta, Papa, Mama, Mamak, Bunda, adik-adik, kakak-kakak,

serta seluruh keluarga besarku yang telah memberikan dukungan moril maupun

materiil serta doanya selama ini.

9. Sahabat-sahabatku, rekan-rekan sependeritaan, serta seluruh Mahasiswa/i

Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, yang

telah membantu dan memberikan saran sebagai masukan di dalam pembuatan dan

penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa ibarat ”Tiada Gading yang Tak Retak“, maka

penulis dengan segala kekurangannya akan merasa senang apabila terdapat kritik

(6)

skripsi ini dapat menjadi awal yang berharga dan bermanfaat bagi perkembangan

displin ilmu terutama dalam bidang Ilmu Hukum serta tegaknya hukum di Indonesia.

Serta penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya terutama

kalangan hukum dan adik-adik kelas yang ada di fakultas hukum UPN “veteran”

Jatim.

Surabaya, 31 Oktober 2011

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Ha laman J udul ...i

Ha laman Per setujuan ...ii

Ha laman Pengesahan ...iii

Ha laman Revisi ...iv

Ha laman Per nyataan ...v

Ka ta Pengantar ...vi

Daftar Isi ...ix

Daftar Ga mbar ...xii

Daftar Lampiran ...xiii

Abstr ak ...xiv

BAB I. PENDAHULUAN ………...………..1

1.1. Latar Belakang Masalah ………..……1

1.2. Rumusan Masalah ……….…..….4

(8)

1.4. Manfaat Penelitian ……….….4

1.5. Kajian Pustaka ………...5

1.5.1. Tinjauan Umum Mengenai Waris ……….…………5

1).Pengertian Hukum Waris ……….…………5

2).Macam-Macam Hukum Waris ………...…….…5

3).Pengertian Pewaris ………..6

4).Pengertian Ahli Waris ………...……..6

5).Orang Yang Berhak Menerima Waris ………6

6).Besarnya Pembagian Waris ………7

7).Sistem Pembagian Waris Dalam Hukum Adat………9

8).Kewajiban Ahli Waris Terhadap Pewaris ………..11

9).Penyebab Terhalangnya Menjadi Ahli Waris …………...…..11

10). Asas-Asas kewarisan Islam ..………..…….12

1.5.2. Tinjauan Umum Mengenai Perdamaian ………...….……..14

1).Pengertian Perdamaian ………..…….……….14

2).Bentuk Persetujuan Perdamaian ………..16

1.5.3. Tinjauan Umum Mengenai Putusan Pengadilan Agama…...….18

1).Macam-Macam Putusan Hakim ………...………..…….18

(9)

1.5.4. Tinjauan Umum Mengenai Sita Jaminan ………….……...……20

1.6. metode Penelitian ……….……….23

1.6.1. Jenis Penelitian Dan Tipe Penelitian ….……….……….23

1.6.2. Sumber Data ……….………..….24

1.6.3.Pembatasan Masalah ……...25

1.6.4. Metode Pengumpulan Data Dan Pengolahan Data ……….25

1.6.5. Metode Analisis Data ……….….26

1.6.6. Sistematika Penulisan ………..26

1.7. Lokasi Penelitian ………….……….…27

BAB II. PENYELESAIAN SENGKETA HARTA WARIS MELALUI PERDAMAIAN……….28

2.1 Duduk Perkara ……….28

2.2.1..Alasan-Alasan Penggugat Menggajukan Gugatan Harta Waris..……….29

2.2.2 Hal Yang Diminta Oleh Para Penggugat ………..31

(10)

2.3. Analisis ……….…...37

BAB III. IMPLEMENTASI PUTUSAN PERDAMAIAN YANG DIBERIKAN OLEH PENGADILAN AGAMA……….…..…….43

3.1 Pelaksanaan Perdamaian………..………43

3.2 Analisis………..………...….45

BAB IV. PENUTUP………..……….50

4.1 Kesimpulan……….………..……….………..50

4.2 Saran………..………..……….51

DAFTAR PUSTAKA….………..…52

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Tanah Waris Yang Dijadikan Jalan Arteri ………38

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Penetapan pencabutan surat gugatan Pengadilan Agama Sidoarjo

Lampiran 2 : Surat gugatan waris oleh tergugat

Lampiran 3 : Surat pernyataan pencabutan perkara

Lampiran 4 : Copy kartu PERADI kuasa hukum penggugat

Lampiran 5 : Surat pernyataan laporan hasil mediasi

(13)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR FAKULTAS HUKUM

Nama Mahasiswa : Abu Bakar

NPM : 0771010034

Tempat Tanggal Lahir: Surabaya, 27 Januari 1989 Program Studi : Strata 1 (S1)

Judul Skripsi :

TINJ AUAN YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA HARTA WARIS MELALUI PERDAMAIAN DI PENGADILAN AGAMA SIDOARJ O

ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penyelesaian sengketa harta waris di Pengadilan Agama Sidoarjo. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode diskriptif analisis. Sumber data diperoleh dari literatur-literatur karya tulis ilmiah dan perundang-undangan yang berlaku. Analisa data menggunakan analisa diskriptif analisis serta menggunakan penetapan Pengadilan Agama Sidoarjo sebagai acuan. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadinya perdamaian di luar persidangan karena tercapai kesepakatan dalam pembagian harta waris, sehingga gugatan dicabut oleh penggugat dengan persetujuan tergugat. Setelah persidangan tergugat memberikan sebagian harta waris kepada tergugat sebagaimana yang telah disepakati sebelumnya dan akibat dari pencabutan gugatan tersebut, maka putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang final dan tidak dapat diajukan gugatan kembali.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai

supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Konsep Negara hukum dalam berbangsa dan bernegara membawa keharusan

untuk mencerminkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya

dalam bidang hukum acara perdata terkait dengan penyelesaian sengketa perdata

melalui perdamaian mediasi. Penjatuhan putusan oleh hakim tidak terlepas dari

sesuatu yang diyakini dan terbukti dalam sidang pengadilan.

Penegakan hukum khususnya hukum perdata materiil, maka

diperlukan hukum acara perdata. hukum perdata materiil tidak mungkin berdiri

sendiri lepas dari hukum acara perdata. Sebaliknya hukum acara perdata tidak

mungkin berdiri sendiri lepas dari hukum perdata materiil. Kedua-duanya saling

memerlukan satu sama lain

Orang yang merasa dirugikan orang lain dan ingin mendapatkan

kembali haknya, harus mengupayakan melalui prosedur yang berlaku, yaitu

melalui litigasi (pengadilan). Di pengadilan, penyelesaian perkara dimulai

dengan mengajukan gugatan ke pengadilan yang berwenang dan dalam

pemeriksaan di persidangan juga harus memperhatikan surat gugatan yang bisa

(15)

hakim itu sendiri, apabila dalam pengajuan gugatan ke pengadilan negeri dan

gugatan dinyatakan diterima oleh pihak pengadilan agama, maka oleh hakim

yang memeriksa perkara perdata, perdamaian selalu diusahakan sebelum

pemeriksaan perkara perdata dilakukan. Seperti yang tercantum dalam pasal 130

HIR (Herziene Inlandse Reglement) tentang pelaksanaan perdamaian di muka

sidang disebutkan bahwa:

1. Jika pada hari yang telah ditentukan kedua belah pihak datang menghadap,

maka pengadilan negeri dengan perantaraan ketuanya berusaha mencapai

perdamaian antara kedua belah pihak.

2. Jika dapat dicapai perdamaian sedemikian, maka dibuatlah untuk itu suatu

akta dalam sidang tersebut, dalam mana kedua pihak dihukum untuk mentaati

isi persetujuan yang telah dicapai itu, akta mana mempunyai kekuatan yang

sama dan dilaksanakan dengan cara yang sama sebagai suatu putusan biasa.

3. Tahap putusan sedemikian tidak dapat dimintakan banding.

4. Jika dalam usaha untuk mencapai perdamaian tersebut diperlukan bantuan

seorang juru bahasa, maka diikuti ketentuan-ketentuan dalam pasal berikut:

Hakim dapat berperan secara aktif pada saat ini sebagaimana

dikehendaki oleh HIR. Untuk keperluan perdamaian itu sidang lalu diundur

untuk memberi kesempatan mengadakan perdamaian. Pada hari sidang

(16)

kepada hakim di persidangan hasil perdamaiannya yang lazimnya berupa surat

perjanjian di bawah tangan yang ditulis di atas kertas bermaterai.

Sayangnya usaha perdamaian tidak selalu berhasil pada tahap mediasi,

hal ini dikarenakan adanya rasa tidak adil yang dialami oleh pihak yang

berperkara, sehingga mereka memilih untuk tidak berhenti pada tahap mediasi

dan meneruskan perkara mereka pada tahap litigasi. Perkara tersebut dengan

terpaksa dilanjutkan dengan proses litigasi dan pemilihan hakim baru yang

ditunjuk oleh Ketua Pengadilan.

Proses litigasi yang dilakukan oleh pihak yang berperkara tidak

selamanya diakhiri dengan kemenangan atau kekalahan. Ada beberapa perkara

yang pada tahapan mediasi gagal untuk mencapai perdamaian, namun pada

tahapan litigasi para pihak yang berperkara mencapai perdamaian. Salah satu

contoh sengketa tersebut terjadi pada sengketa harta waris, dimana pada awal

tahapan mediasi perkara tersebut gagal untuk mencapai perdamaian namun pada

akhirnya sengketa tersebut mampu berkhir dengan dicapainya perdamaian pada

tahap litigasi

Berkaitan dengan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk

mengadakan penelitian dengan mengangkat hal tersebut sebagai bahan penyusun

skripsi yang akan diberi judul tentang: “Tinjauan Yur idis Tentang

Penyelesaian Sengketa Har ta War is Melalui Per damaian di Pengadilan

(17)

1.2.Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses perdamaian dalam penyelesaian sengketa harta waris?

2. Bagaimana implementasi dari putusan perdamaian yang diberikan oleh

pengadilan agama?

1.3.Tujuan Penelitian

1. Mengetahui bagaimana bentuk proses perdamaian dalam penyelesaian

sengketa harta waris.

2. Mengetahui implementasi dari putusan perdamaian yang diberikan oleh

pengadilan agama.

1.4.Manfaa t Penelitian

1. Manfaat praktis

Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat memberikan gambaran kepada

masyarakat bagaimana bentuk perdamaian yang dilakukan oleh Pengadilan

Agama.

2. Manfaat Teoritis

Penulis berharap penulisan skripsi ini dapat menambah memberikan

sumbangan penambahan ilmu tentang implementasi dari putusan terhadap

(18)

1.5.Ka jian Pustaka

1.5.1. Tinjauan Umum Mengenai War is

1)Pengertian Hukum waris

Mengenai pengertian hukum waris, banyak dari para

sarjana yang memberikan pengertian mengenai hukum waris.

Berikut ini adalah pendapat beberapa para sarjana yang

memberikan pengertian mengenai hukum waris.

Vollmar berpendapat bahwa “Hukum waris adalah perpindahan dari sebuah harta kekayaan seutuhnya, jadi keseluruhan hak-hak dan wajib-mewajib, dari orang yang mewariskan kepada warisnya” (Vollmar, 1989:373). Pendapat ini hanya difokuskan kepada pemindahan harta kekayaan dari pewaris kepada ahli warisnya.1

Pitlo berpendapat bahwa “ hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga” (Pitlo, 1986:1).2

Sedangkan sesuai dengan Pasal 171(a) kompilasi

hukum islam, menyebutkan hukum waris adalah hukum yang

mengatur tentang pemindahan harta peninggalan (tirkah) pewaris,

menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa

bagiannya masing-masing.

1Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis, Jakarta, Sinar Grafika Offset,, 2008, Cet ke- 5,

hal.137 2

(19)

2) Macam-macam hukum waris

Hukum waris di Indonesia terdapat dua macam waris yang dikenal

oleh masyarakat, yaitu:

1. Hukum waris tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi. 2. Hukum waris adat adalah hukum waris yang hidup dan tumbuh

dalam masyarakat adat.3

3)Pengertian pewaris

Pengertian pewaris sesuai dengan Pasal 171(b) kompilasi

hukum islam adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang

dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama

Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.

4)Pengertian ahli waris

Sesuai dengan Pasal 171(c) ahli waris adalah orang yang

pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau

hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama islam dan tidak

terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.

5)Orang yang berhak menerima waris.

Kelompok-kelompok ahli waris sesuai dengan Pasal 174

kompilasi hukum islam terdiri dari:

(20)

1. Menurut hubungan darah

(1). Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara

laki-laki, paman dan kakek.

(2). Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan,

saudara perempuan dan nenek.

2. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari: duda dan janda.

Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat

warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.

6)Besarnya pembagian waris menurut kompilasi hukum islam.

Sesuai dengan kompilasi hukum islam di Indonesia, dalam bab III

mengenai pembahagian besarnya waris,

1. Pasal 176

Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh

bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama

mendapat dua pertiga bagian, dan apabla anak perempuan

bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki

adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.

2. Pasal 177

Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak

meninggalkan anak, bila ada anak, ayah mendapat seperenam

(21)

3. Pasal 178

(1). Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua

saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang

saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian.

(2). Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil

oleh janda atau duda bila bersama-sama dengan ayah.

4. Pasal 179

Duda mendapat separoh bagian, bila pewaris tidak

meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka

duda mendapat seperempat bagaian.

5. Pasal 180

Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak

meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak maka

janda mendapat seperdelapan bagian.

6. Pasal 181

Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah,

maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu

masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu dua orang

atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga

bagian.

(22)

Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah,

sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau

seayah, maka ua mendapat separoh bagian. Bila saudara

perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan

kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka

bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara

perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki

kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki dua

berbanding satu dengan saudara perempuan.

8. Pasal 186

Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai

hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari

pihak ibunya

9. Pasal 190

Bagi pewaris yang beristeri lebih dari seorang, maka

masing-masing isteri berhak mendapat bagian atas gono-gini dari

rumah tangga dengan suaminya, sedangkan keseluruhan bagian

pewaris adalah menjadi hak para ahli warisnya.

10.Pasal 191

Bila pewaris tidak meninggalkan ahli waris sama sekali atau

ahli warisnya tidak diketahui ada atau tidaknya, maka harta

(23)

penguasaannya kepada Baitul Mal untuk kepentingan Agama

Islam dan kesejahteraan umum.

7)Sistem Pewarisan dalam hukum adat.

Pembagian pewarisan juga diatur dalam hukum adat. Hukum adat

yang berlaku untuk setiap adat yang berbeda-beda. Berikut ini

adalah beberapa sistem pewarisan adat yang terdapat di Indonesia.

1. Sistem keturunan

Hal ini disebabkan dikarenakan di Indonesia terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan sehingga sistem keturunannya juga berbeda. Secara teorotis sistem keturunan itu dapat dibedakan dalam tiga corak, yaitu:

(a) SISTEM PATRILINIAL, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita didalam pewarisan (Batak, Nias, Lampung, Buru, Irian, Nusa Tenggara)

(b) SISTEM MATRILINIAL, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari pada kedudukan pria didalam waris (Minang Kabau, enggono, Timor)

(c) SISTEM PARENTAL atau BILATERAL, yaitu sistem

keturunan yang ditarik menurut garis keturunan orang tua, atau menurut garis dua sisi (bapak-ibu). Dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan didalam pewarisan (Aceh, Sumatra Timur, Riau, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lain).4

2. Sistem Pewarisan Individual.

Pewarisa`n dengan sistem individual atau perseorangan adalah sistem pewarisan dimana setiap ahli waris mendapatkan pembagian untuk dapat menguasai dan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Sistem individual ini banyak berlaku dikalangan masyarakat yang sisitem kekerabatannya Parental sebagaimana dikalangan masyarakat adat Jawa, Batak dan Lampung.5

4

Hilman Had i Kususma, Hukum W aris Adat, Bandung, PT.Cit ra Adit ya bakti,, 2003, Cet ke- 7, hal.23

(24)

3. Sistem Pewarisan Kolektip

Sistem pewarisa kolektip ialah dimana harta peninggalan diteruskan dan dialihkan kepemilikannya dari pewaris sebagai kesatuan yang tidak terbagi-bagi penguasaan dan kepemilikannya, melainkan setiap waris berhak untuk mengusahakan menggunakan atau mendapat hasil dari harta peninggalan itu. Dalam pembagian harta itu menggunakan musyawarah dan mufakat dengan dipimpin oleh kepala kerabat. Sistem kolektip ini berlaku di daerah Minang Kabau, Batak atau di Minahasa dalam sifat yang tidak terbatas.6

4. Sistem Pewarisan Mayorat

Sistem Pewarisan Mayorat adalah juga merupakan sistem pewarisan kolektip, hanya penerusan dan pengalihan hak penguasaan atas harta yang tidak terbagi-bagi itu dilimpahkan kepada anak tertua yang bertugas sebagai pimpinan rumah tangga atau kepala keluarga menggantikan kedudukan ayah atau ibu sebagai kepala keluarga.7

8)Kewajiban ahli waris terhadap pewaris.

Pasal 175 kompilasi hukum islam menyebutkan bahwa ahli

waris mempunyai kewajiban terhadap pewaris, kewajiban tersebut

yaitu:

a) Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah

selesai.

b) Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan,

perawatan, termasuk kewajiban pewaris maupun penagih

piutang.

c) Menyelesaikan wasiat pewaris.

d) Membagi harta warisan di antara wahli waris yang berhak.

(25)

9)Penyebab terhalangnya menjadi ahli waris.

Sesuai dengan Pasal 173 kompilasi hukum islam, yang

menyebabkan seseorang terhalang menjadi ahli waris, adalah

apabial dengan putusannya Hakim yang telah mempunyai kekuatan

hukum yang tetap, dihukum karena:

a) Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau

menganiaya berat para pewaris.

b) Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan

bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam

dengan hukuman 5 (lima) tahun penjara atau hukuman yang

lebih berat.

10) Asas-asas kewarisan Islam

Sistem kewarisan hukum Islam mempunyai empat asas yang

menjadi dasar pembagian hukum islam. Menurut Muhammad

Daud Ali, keempat asas tersebut antara lain:

a) Asas ijabari

Asas ijabari yang terdapat dalam hukum kewarisan hukum islam mengandung arti bahwa peralihan harta seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Allah tanpa digantungkan kepada kehendak pewaris. Unsur keharusan (ijbari = compusory) dalam hukum kewarisan Islam terutama terlihat dari segi: ahli waris harus (tidak boleh tidak) menerima berpindahnya harta waris kepadanya sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan oleh Allah. Asas ijabari hukum kewarisan Islam dapat pula dilihat dari beberapa segilain yaitu:

(26)

(2).Dari jumlah harta yang sudah ditentukan untuk masing-masing ahli waris.

(3).Dari mereka yang akan menerima peralihan harta peninggalan, yang sudah ditentukan dengan pasti yakni mereka yang mempunyai hubungan darah dan ikatan perkawinan dengan pewaris.8

b) Asas Bilateral

Asas bilateral berarti bahwa seeorang yang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak yaitu dari pihak kerabat keturunan laki-laki dan dari pihak kerabat keturunan permpuan. Asas ini dapat dilihat dalam surat Al-Nisa (4) ayat 7, 11, 12 dan 176. Di dalam ayat 7 surat tersebut ditegaskan bahwa seorang laki-laki berhak mendapat warisan dari ayahnya dan juga dari ibunya. Demikian jga halnya dengan perempuan. Ia berhak mendapat warisan dalam kewarisan bilateral. secara terinci asas itu disebutkan juga dalam ayat-ayat lain diatas.9

c) Asas Individual

Asas individual ini adalah asas yang menyatakan bahwa harta warisan dapat dibagi-bagi pada masing-masing ahli waris untuk dimiliki secara perorangan. Dalam pelaksanaannya seluruh harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang kemudian dibagikan kepada setiap ahli waris yang berhak menerimanya menurut kadar bagian masing-masing. Dalam hal ini setiap ahli waris berhak atas bagian yang didapatnya tanpa terikat kepada ahli waris yang lain, karena bagian masing-masing sudah ditentukan. Bentuk kewarisan kolektif yang terdapat dalam masyarakat tertent, karena itu tidak sesuai dengan ajaran islam. Sebab dala pelaksanaan sistem kewarisan kolektif itu, mungkin terdapat harta anak yatim yang dikhawatirkan akan termakan, sedang memakan harta anak yatim itu merupakan perbuatan yang sangat dilarang dalam ajaran Islam.10

8Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di

Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada,, 2007, Cet ke- 6, hal.141 9Ibid

(27)

d) Asas keadilan yang berimbang

Asas yang terakhir adalah asas keadilan yang berimbang yaitu asas yang mengandung arti bahwa harus senantiasa tedapat keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara hak yang diperoleh seseorang, dengan kewajiban yang harus ditunaikannya. Laki-laki dan perempuan misalnya, mendapat hak yang sebanding dengan kewajiban yang dipikulnya masing-masing (kelak) dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Dalam sistem kewarisan hukum Islam, harta peninggalan yang diterima oleh ahli waris dari pewaris pada hakikatnya adalah pelajutan tanggung jawab pewaris terhadap keluarganya. Oleh karena itu, perbedaan bagian yang diterima oleh masing-masing ahli waris berimbang dengan perbedaan tanggung jawab masing-masing terhadap keluarga. Seorang laki-laki menjadi penanggung jawabkehidupan keluarga, mencukupi keperluan anak dan istrinya. Tanggung jawab itu merupakan kewajiban agama yang harus dilaksanakannya, terlepas dari persoalan apakah istri mampu atau tidak. Terhadap kerabat lain, tanggung jawb seorang anak laki-laki hanyalah tambahan saja, sunnah hukumnya, kalau ia mau dan mampu melaksanakannya berdasarkan keseimbangan antara hak yang diperoleh seorang laki-laki dan seorang anak permpuan dari harta peninggalan, manfaatnya akan sama mereka rasakan.11

1.5.2. Tinjauan umum mengenai per damaian

1) Pengertian perdamaian

Pengertian perdamaian menurut KUH Perdata Pasal 1851

menyebutkan, perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana

kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau

menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang

bergantung atau pun mencegah timbulnya suatu perkara.

(28)

Sedangkan dalam Pasal 1 ayat 7 PERMA No 1 tahun

2008 tentang Mediasi menyebutkan bahwa Mediasi adalah cara

penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk

memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh

mediator.

2) Syarat formil putusan pengadilan.

1. Persetujuan kedua belah pihak.

Kedua belah pihak yang bersengketa sama-sama

menyetujui dengan suka rela mengakhiri persengketaan.

Persetujuan mesti murni datang dari kedua belah pihak.

Artinya, persetujuan itu bukan kehendak sepihak atau

kehendak hakim. Dalam hal ini berlaku sepenuhnya

unsur-unsur persetujuan yang diatur dalam Pasal 1320 KUH

Perdata, yakni:

(1).Adanya kata sepakat secara suka rela.

(2).Kedua pihak cakap membuat persetujuan.

(3).Objek persetujuan mengenai pokok yang tertentu.

(4).Berdasarkan alasan yang diperbolehkan.

2. Putusan perdamaian mengairi sengketa

Syarat yang kedua, putusan perdamaian benar-benar

mengakhiri sengketa yang terjadi antara kedua belah pihak.

Putusan perdamaian yang tidak tuntas mengakhiri sengketa

(29)

tersebut tidak sah dan tidak mengikat. Agar perdamaian sah

dan mengikat, persetujuan harus tuntas mengakhiri sengketa

yang sedang terjadi. Itu sebabnya Pasal 1851 KUH Perdata

menjelaskan rumusan akta penyerahan atau penahanan suatu

barang yang mengakhiri sengketa yang sedang diperkarakan

di pengadilan atau sengketa perkara yang tergantung di

pengadilan maupun mencegah timbulnya suatu perkara di

pengadilan.

3. Perdamaian atas sengketa yang telah ada.

Putusan perdamaian tidak hanya dilahirkan dari

sengketa perkara yang sudah diperiksa atau yang masih

tergantung di pengadilan, namun putusan pengadilan juga

dapat dilahirkan dari suatu persengkataan perdata yang belum

diajukan di pengadilan.

4. Persetujuan perdamaian berbentuk tertulis.

Syarat formil yangpaling pokok bagi persetujuan

perdamaian adalah bentuk tertulis. Persetujuan perdamaian

tidak sah jika dibuat secara lisan, sahnya persetujuan

perdamaian jika dibuat secara tertulis. Syarat ini bersifat

imperative.

(30)

Mengenai bentuk persetujuan pedamaian terdapat dua

macam bentuk persetujuan perdamaian yang dapat dilakukan oleh

orang yang bersengketa. Bentuk persetujuan perdamaian tersebut

adalah berbentuk putusan perdamaian dan berbentuk akta

perdamaian.

a. Berbentuk putusan perdamaian

Suatu persetujuan perdamaian disebut berbentuk putusan perdamaian apabila terhadap persetujan perdamaian dimintakan putusan perdamaian. Para pihak boleh meminta putusan perdamaian pada saat permulaan pemeriksaan, pertengahan bpemeriksaanb atau bpada bsaatb akhir pemeriksaan. Tata cara pembuatan putusan perdamaian dapat diterangkan sebagai berikut:

1) Para pihak lebih dulu membuat sendiri akta persetujuan Jika para pihak menghendaki perkara diakhiri dengan putusan perdamaian, para pihak merumuskan persetujuan dalam suatu akta. Persetujuan yang dirumuskan dalam fakta, tidak boleh menyimpang dari pokok sengketa (pokok perkara). Namun, sekalipun perumusan isi persetujuan berdasarkan inisiatif dan kehendak para pihak, hal itu tidak mengurangi peran pengadilan (hakim) untuk membantu mereka. Pengadilan dapat member petunjuk dan dapat berperan sebagai pendamping pada saat kedua belah pihak merumuskan isi persetujuan.12

2) Para pihak menandatangani akta persetujuan perdamaian.

Setelah rumusan persetujuan perdamaian ditulis dalam akta, para pihak harus membubuhkan tanda tangan mereka dalam akta. Akta persetujuan perdamaian yang telah ditandatangani tadilah yang mereka ajukan pada pengadilan (hakim) untuk diputuskan menjadi putusan

6Yahya Harahap., Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Jakarta, Sinar Grafika,,

(31)

pengadilan. Sekiranya salah satu pihak tidak mau menandatangani akta persetujuan perdamaian, terhadap akta yang seperti itu tidak dapat dimintakan putusan perdamaian ke pengadilan. Seandainya salah satu pihak tidak mau menandatangani akta persetujuan perdamaian. Tindakan yang tepat dilakukan pengadilan dalam hal adanya keengganan salah satu pihak menandatangani akta persetujuan perdamaian adalah melanjutkan perkara yang bersangkutan.

3)Pengadilan (Hakim) menjatuhkan putusan dengan isi

persetujuan perdamaian dengan diktum (amar):

“menghukum para pihak untuk menaati dan melaksanakan isi perdamaian”.

Apabila para pihak yang berperkara mengajukan permintaan kepada hakim yang memeriksa perkara supaya kepada mereka dijatuhkan putusan perdamaian, dan ternyata akta persetujuan perdamaian sudah ditandatangani para pihak, fungsi hakim dalam hal ini adalah:

(a).Mengambil alih sepenuhnya isi persetujuan atau melampirkan akta persetujuan dalam putusan.

(b).Tidak boleh menambah atau mengurangi atau mencoret satu kata pun isi persetujuan perdamaian, mesti diterima secara bulat dan utuh.

(c). Pada diktum (amar) putusan, hakim menjatuhkan hukuman kepada kedua belah pihak untuk menaati dan melaksanakan isi putusan perdamaian (menghukum para pihak untuk menaati dan melaksanakan isi persetujuan perdamaian)13

13

(32)

b. Berbentuk akta perdamaian

Suatu persetujuan disebut akta perdamaian, jika persetujuan perdamaian terjadi tanpa campur tangan pengadilan (hakim). Apa yang disengkatan oleh para pihak sudah atau belum diajukan sebagai gugatan ke pengadilan. Persetujuan perdamaian ini dibuat oleh para pihak tidak dikukuhkan oleh pengadilan.14

1.5.3. Tinjauan umum mengenai putusa n pengadilan agama

1) Macam-macam putusan hakim.

Putusan yang dijatuhkan hakim terhadap suatu perkara

mempunyai banyak macam. Dalam putusan hakim ada dua

golongan putusan yaitu

a). Putusan akhir

Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri pemeriksaan di

persidangan, baik telah melalui semua tahapan pemeriksaan

maupun yang tidak/ belum menempuh semua tahapan

pemeriksaan.

b). Putusan sela

Putusan sela adalah adalah putusan yang dijatuhkan masih dalam

proses pemeriksaan perkara dengan tujuan untuk memperlancar

jalannya pemeriksaan.

14

(33)

Menurut Retno Wulan Sutantio, berdasarkan sifatnya ada tiga macam

putusan yang dijatuhkan oleh seorang hakim, yaitu:

a). Putusan declaratoir

Putusan declaratoir adalah putusan yang bersifat hanya

menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum semata-mata

b). Putusan constitutif

Putusan constitutive adalah putusan yang meniadakan suatu

keadaan hukum atau yang menimbulkan suatu keadaan hukum

yang baru.

c). Putusan condemmatoir

Putusan condemmatoir adalah putusan yang berisi tentang

penghukuman.15

Namun pada umumnya dalam suatu putusan hakim memuat

beberapa macam putusan, atau dengan lain perkataan perupakan

penggabungan dari putusan declaratoir dan putusan constitutif atau

penggabungan antara putusan declaratoir dengan putusan

condemmatoir dan sebagainya.

2) Hal-hal yang dimuat dalam putusan.

Sesuai dengan ketentuan pasal 184 H.I.R, putusan hakim harus

mengatur hal-hal sebagai berikut:

8

(34)

a) Ringkasan yang jelas tentang gugatan dan jawaban.

b) Alasan-alasan yang dipakai sebagai dasar dari putusan hakim.

c) Putusan pengadian mengenai pokok perkara

d) Putusan tentang besarnya biaya perkara

e) Putusan memuat tentang keterangan apakah kedua belah pihak

adir atau tidak pada waktu putusan dijatuhkan.

f) Apabila putusan didasarkan kepada peraturan

perundang-undangan yang pasti, maka peraturan tersebut harus

disebutkan.

1.5.4. Tinjauan umum mengenai sita jaminan

Terkadang pada kenyataannya suatu barang yang

disengketakan baik bergerak maupun tidak bergerak dapat

digelapkan atau dilarikan oleh tergugat. Untuk menghindari hal

tersebut maka penggugat meskipun dalam proses persidangan dapat

memohonkan kepada pengadilan untuk melakukan sita jaminan.

1) Sita jaminan conservatoir (sita jaminan harta milik tergugat)

diatur dalam pasal 227 H.I.R yang berbunyi:

(35)

kepada si peminta harus diberitahukan bahwa ia harus menghadap persidangan pengadilan negeri berikutnya untuk mengajukan dan menguatkan gugatannya.

b) Debitur harus dipanggil atas perintah ketua untuk menghadap persidangan itu.

c) Tentang orang yang harus menjalankan penyitaan itu dan tentang peraturan yang harus dituruti serta akibat yang berhubungan dengan hal itu, berlaku 197, 198 dan 199

d) Pada hari yang ditentukan, pemeriksaan perkara dijalankan dengan cara biasa. Jika gugatan itu diterima, maka penyitaan itu disahkan; jika ditolak, maka diperintahkan supaya dicabut penyitaan itu.

e) Permintaan tentang pencabutan penyitaan selalu boleh diajukan, jika diadakan jaminan atau tanggungan lain yang cukup.

Inti sari dari ketentuan pasal 227 (1) H.I.R tersebut diatas adalah: a) Harus ada sangka yang beralasan, bahwa bahwa tergugat

sebelum putusan dijatuhkan atau dilaksanakan mencari akal akan menggelapkan atau melarikan barang-barangnya

b) Barang yang disita itu merupakan barang kepunyaan barang orang yang terkena sita, maksudnya bukan milik penggugat. c) Permohonan hendaknya diajukan kepada pengadilan negeri

yang memeriksa perkara yang bersangkutan. d) Permohonan harus diajukan dengan surat tertulis.

e) Sita conservatoir dapat dilakukan atau diletakkan baik terhadap barang yang bergerak dan yang tidak bergerak.16

2) Sita jaminan revindicatoir diatur dalam pasal 227 H.I.R yang

berbunyi:

a) Pemilik barang bergerak, boleh meminta dengan surat atau

dengan ban kepada ketua pengadilan negeri yang berkuasa di

tempat diam atau tempat tinggal orang yang memegang barang

itu supaya barang itu disita.

(36)

b) Barang yang hendak disita itu harus diterangkan dengan jelas

dalam permintaan itu

c) Jika permintaan itu diluluskan, maka penyitaan akan dilakukan

menurut surat perintah ketua. Tentang orang yang harus

melakukan penyitaan itu dan tentarkg persyaratan yang harus

dipenuhi, berlaku juga pasal 197

d) Panitera pengadilan harus segera memberitahukan penyitaan

itu kepada orang yang mengajukan permintaan, dan

menerangkan kepadanya, bahwa ia harus menghadap

persidangan pengadilan negeri berikutnya untuk mengajukan

dan meneguhkan gugatannya.

e) Orang yang memegang barang yang disita itu harus dipanggil

atas perintah ketua untuk.menghadap persidangan itu.

f) Pada hari yang ditentukan, pemeriksaan perkara dan

pengambilan keputusan dijalankan dengan cara biasa. (TR.

130 dst., 139 dst., 155 dst., 163 dst., 178 dst.)

g) Jika gugatan itu diterima, maka penyitaan itu disahkan, lalu

diperintahkan supaya barang yang disita itu diserahkan kepada

si penggugat; sedang kalau gugatan itu ditolak, harus

diperintahkan supaya dicabut penyitaan itu.

Dari bunyi pasal diatas, maka untuk dapat dilakukan sita jaminan revindicatoir itu adalah:

1. Harus berupa barang bergerak.

2. Barang bergerak tersebut merupakan barang milik penggugat

….yang berada ditangan penggugat.

3. Permintaannya harus diajukan kepada Ketua Pengadilan

….Negeri.

4. Permintaan mana dapat diajukan secara lisan atau tertulis. 5. Barang tersebut harus diterangkan secara seksama atau secara terperinci.17

(37)

1.6. Metode Penelitian

1.6.1. J enis Penelitian dan tipe penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Hal ini

mengandung pengertian penyusun mencoba menganalisa permasalahan

yang ada dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

yakni hukum waris dan hukum acara perdata.

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu

untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan

atau gejala lainnya yang terjadi. Metode deskriptif ini dimaksudkan untuk

memperoleh gambaran yang baik, jelas dan dapat memberikan data seteliti

mungkin tentang obyek yang diteliti. Dalam hal ini untuk

mendeskripsikan tentang penyelesaian sengketa harta waris di pengadilan

melalui mediasi.

1.6.2. Sumber Data

Guna memperoleh bahan hukum yang akurat untuk penulisan

skripsi ini, maka bahan-bahan hukum tersebut diperoleh melalui dua cara,

yaitu :

1. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang sifatnya mengikat

atau berhubungan dengan permasalahan yang terkait. Dalam hal ini

peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan yang

(38)

HIR (Kitab undang hukum acara perdata) dan kitab

undang-undang hukum perdata.

2. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang sifatnya

menjelaskan bahan hukum primer, yaitu berupa buku-buku literatur,

karya ilmiah untuk mencari konsep-konsep, teori pendapat yang

berkaitan erat dengan permasalahan yang dikaji, serta pengumpulan data

melalui wawancara dengan hakim pengadilan agama yang memutuskan

perkara sengketa harta waris.

3. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier adalah merupakan bahan hukum sebagai

perangkap dari kedua bahan hukum sebelumnya terdiri dari :

(a).Kamus Hukum.

(b).Kamus bahasa Indonesia Balai Pustaka.

1.6.3. Pembatasan ma salah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini perlu dilakukan agar

pembahasannya tidak terlalu luas dan tidak menyimpang dari pokok

permasalahan, disamping itu juga untuk mempermudah melaksanakan

penelitian. Oleh sebab itu, maka peneliti membatasi dengan membahas

permasalahan tentang “ Tinjauan yuridis tentang penyelesaian sengketa

harta waris melalui perdamaian di Pengadilan Agama Sidoarjo Nomor

(39)

1.6.4. Metode pengumpulan data dan pengolahan data

Dalam pengumpulan bahan hukum, langkah pertama yang

dikerjakan dalam penulisan skripsi ini adalah mencari beberapa peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan pokok permasalahan yang

kemudian dijadikan sebagai bahan hukum primer, sedangkan bahan

hukum sekunder diperoleh dari membaca dan mempelajari literatur yang

berupa buku dan karya ilmiah untuk mencari konsep-konsep, teori, dan

pendapat yang berkaitan erat dengan permasalahan yang selanjutnya

dibahas dan selanjutnya disajikan dalam bentuk uraian. Serta dengan

mengajukan wawancara dengan hakim yang memutus perkara sengketa

harta waris.

1.6.5. Metode Analisis Data

Pengolahan data menggunakan metode diskriptif analisis, artinya

data yang diperoleh berdasarkan kenyataan yang ada di Pengadilan Agama

Sidoarjo, kemudian akan dikaitkan dengan penerapan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Data yang diperoleh dibahas dan

dianalisa untuk kemudian ditarik kesimpulan yang akhirnya digunakan

untuk menjawab permasalahan yang ada.

1.6.6. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terbagi dalam empat bab pokok bahasan utama.

Untuk memperoleh pembahasan atas permasalahan secara menyeluruh dan

(40)

Bab I adalah bab pendahuluan. Di sini diuraikan tentang latar

belakang dan faktor-faktor yang mendorong timbulnya permasalahan,

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan metodelogi

penelitian yang digunakan. Sehingga melalui isi dari bab I akan tampak

alasan penyusun memilih obyek penulisan tentang “Tinjauan yuridis

penyelesaian sengketa harta waris melalui perdamaian di Pengadilan

Agama Sidoarjo “.

Bab II Penyusun akan membahas tentang bagaimana bentuk

proses perdamaian dalam penyelesaian sengketa harta waris.

Bab III akan membahas tentang permasalahan yang kedua.

pembahasannya yaitu mengenai bagaimana implementasi dari putusan

hakim Pengadilan Agama

Bab IV merupakan bab penutup dimana penyusun akan

memberikan beberapa kesimpulan atas semua jawaban dari

permasalahan-permasalahan yang telah dibahas dalam bab II dan bab III. Selain itu

penyusun akan memberikan saran yang bermanfaat bagi masyarakat yang

sedang menangani sengketa dalam pembagian harta waris.

1.7. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian adalah tempat atau daerah yang dipilih sebagai

tempat pengumpulan data di lapangan untuk menemukan jawaban atas

masalah. Lokasi yang dipilih sebagai penelitian adalah Pengadilan Agama

Sidoarjo, dimana Pengadilan Agama sidoarjo telah memutuskan perkara

(41)

BAB II

PENYELESAIAN SENGKETA HARTA WARIS MELALUI PERDAMAIAN

2.1. Duduk Per kar a

Berdasarkan penelitian pada perkara nomor : 1067/ Pdt.G/ 2010 / PA.

Sda, Surat permohonan yang diajukan oleh penggugat, dengan identitas para

pihak penggugat maupun tergugat yaitu :

a. Penggugat Satu

Sunari Bin Saidin, umur 58 tahun, agama Islam, pekerjaan swasta, tempat

tinggal di Kebonsari RT.01 RW.08 Legok Kecamatan Gempol Kabupaten

Pasuruan.

b. Penggugat Dua

Juma’in Bin Saidin, umur 54 tahun, agama Islam, pekerjaan wiraswast,

tempat tinggal di Dusun Simomulyo RT.14 RW.04 kesambi Kecamatan

Porong Kabupaten Sidoarjo.

Para penggugat kemudian memberikan kuasa kepada Mansyur,

SH advokat dan konsultan hukum yang berkantor pada Kantor Hukum

Mansyur, SG & Rekan di perumahan umum Florencia Regency CF-10

(42)

c. Tergugat

Suwono Bin Saidin, umur 56 tahun, agama Islam, pekerjaan swasta, tempat

tinggal di Dusun Simorejo RT.14 RW.04 Kesambi Kecamatan Porong

Kabupaten Sidoarjo.

Penggugat dan tergugat sebenarnya adalah satu saudara, namun

perselisihan di antara mereka timbul ketika harta waris peninggalan dari orang

mereka yang bernama Almarhum Sarman dan Almarhummah Slikah atau

disebut juga ibu Sarkatun berupa sebidang tanah pekarangan yang di atasnya

berdiri bangunan rumah gedung yang tercatat dalam Letter C desa atas nama

Sarman P Slikah, Persil d. II, luas 130m2 yang terletak di Dusun Simorejo RT.

14 RW.04 Desa Kesambi kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo yang berbatas

sebagai berikut:

1) Sebelah Utara: Jalan Umum desa

2) Sebelah Timur; Tanah Pekarangan Uripah

3) Sebelah Selatan: Rumah Pak Udin

4) Sebelah Barat : Tanah Pekarangan Bu Timah

2.1.1 Alasan-alasan penggugat mengajukan gugatan harta waris.

Pernah hidup sepasang suami istri (Sarman dan Slikah yang disebut

juga Ibu Sarkatun) di Dusun Simorejo Desa Kesambi kecamatan Porong

Kabupaten Sidoarjo, kemudian Sarman telah meninggal dunia pada tahun

(43)

1982. Selanjutnya Almarhum Sarman dan Almarhumah Slikah yang disebut

juga ibu Sarkatun selama perkawinannya telah dikaruniai anak sebagai

berikut:

a) Miski Binti Sarman

b) Paikun Bin Sarman

c) Sadi Bin Sarman

Selama masa hidup ketiga ahli waris tersebut, harta warisan berupa

tanah tersebut belum pernah dibagikan. Hingga akhirnya Miski Binti Sarman

meninggal dunia pada tahun 1965, Paikun Bin Sarman meninggal dunia pada

tahun 1986 dan Sadi Bin Sarman telah meninggal dunia pada tahun 1984.

Semasa hidup Almarhummah Miski Bin Sarman meninggalkan ahli waris

yaitu

a) Sunari Bin Saidin (Penggugat satu)

b) Juma’in Bin Saidin (penggugat dua)

c) Suwono Bin Saidin (tergugat)

Selanjutnya Alamarhum Paikun Bin Sarman meninggalkan ahli waris yaitu

Sumainah Binti Paikun (penggugat tiga). Akan tetapi Almarhum Sadi Bin

Sarman tidak meninggalkan ahli waris sama sekali.

Sampai dengan surat gugatan dari penggugat diajukan, tanah waris

(44)

waris tersebut dikuasai oleh penggugat tanpa hak. Para penggugat telah

berulang datang menemui tergugat untuk membicarakan tentang pembagian

harta waris agar harta waris tersebut dapat dibagi menurut hukum Islam.

Namun usaha untuk melakukan pembagian harta waris secara damai tersebut

gagal.

2.1.2 Hal yang diminta oleh para penggugat;

Penggugat memohon agar Pengadilan Agama Sidoarjo mengabulkan

gugatan para penggugat untuk seluruhnya. Para penggugat juga memohon

kepada Pengadilan Agama Sidoarjo untuk menyatakan sah dan berharga sita

jaminan terhadap tanah pekarangan yang diatasnya berdiri bangunan rumah

gedung yang terletak di Dusun Simorejo RT.14 RW.04 Desa Kesambi

Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo yang tercatat dalam Letter C Desa

atas nama SARMAN P.SLIKAH dengan batas-batas:

a. Sebalah Utara : jalan umum desa.

b. Sebelah Timur : tanah pekarangan Uripah

c. Sebelah Selatan : rumah Pak Udin

d. Sebelah Barat : tanah pekarangan Bu Timah

Memohon kepada Pengadilan Agama Sidoarjo untuk menetapkan ahli

waris dari Almarhum Sarman dan Slikah disebut juga Ibu Sarkatun adalah

(45)

penggugat) dan Suwono Bin Saidin (Tergugat) Menetapkan sebidang tanah

pekarangan yang diatasnya berdiri bangunan rumah gedung yang terletak di

Dusun Simorejo RT.14 RW.04 Desa Kesambi Kecamatan Porong kabupaten

Sidoarjo luas 130m2, tercatat dalam buku Letter C Desa nomor 112 Persil d.II,

atas nama Sarman P.Slikah dengan batas-batas:

e. Sebalah Utara : jalan umum desa.

f. Sebelah Timur : tanah pekarangan Uripah

g. Sebelah Selatan : rumah Pak Udin

h. Sebelah Barat : tanah pekarangan Bu Timah

Adalah harta waris Almarhum Sarman dan Almarhummah Slikah yang

disebut juga Ibu Sarkatun.

Penggugat memohon supaya menghukum tergugat atau siapapun yang

mendapatkan hak daripadanya untuk menyerahkan tanah sengketa tersebut

kepada para penggugat yang selanjutnya dibagi menurut haknya

masing-masing kepada para penggugat dan tergugat dan menyatakan putusan perkara

harata waris tersebut dapat dijalankan terlebih dahulu walau ada verset,

banding atau kasasi dari tergugat. Mohon tergugat dihukum untuk membayar

(46)

2.2 Per damaian Dalam Penyelesaian Sengketa Har ta War is

Timbulnya suatu perdamaian dalam suatu perkara perdata, terlebih

lagi dalam perkara pembagian harta waris, tentu tidak lepas dari peran serta

hakim dalam mendamaikan penggugat dan tergugat. Proses timbulnya

perdamaianpun juga menjadi sebuah hal menarik yang perlu diketahui. Adapun

proses persidangan pada sengketa harta waris nomor : 1067/ Pdt.G/ 2010 / PA.

Sda sebanyak sembilan kali proses persidangan :

a. Sidang I

Sidang pertama dimulai pada tanggal 31 Mei 2010. Pada sidang yang

pertama ini para penggugat dan tergugat dipanggil oleh Pengadilan Agama

Sidoarjo. Pada sidang yang pertama ini hanya penggugat dan datang di

Pengadilan Agama Sidoarjo. Tergugat tidak datang menghadiri persidangan

tanpa disertai alasan sehingga sidang ditunda.

b. Sidang II

Sidang yang kedua dilaksanakan pada tanggal 14 Juni 2010. Para

tergugat datang dalam acara persidangan namun untuk sidang yang kedua ini

tergugat menghadiri persidangan tanpa adanya kuasa hukum. Pada sidang

yang kedua ini hakim menunjuk mediator pada proses mediasi. Pada sidang

yang kedua ini juga segera dilakukan proses mediasi namun proses mediasi

gagal ditempuh sehingga tidak dapat diperoleh perdamaian pada tingkat

(47)

c. Sidang III

Sidang yang ketiga dilaksanakan pada tanggal 28 Juni. Pada acara

persidangan yang ketiga ini tidak dapat dilaksanakan secara optimal, hal ini

dikarenakan proses persidangan hanya dihadiri oleh para penggugat tanpa

dihadiri oleh tergugat. Sehingga proses persidangan ditunda.

d. Sidang IV

Sidang yang keempat dilaksanakan pada tanggal 12 Juli 2010. Pada

acara persidangan yang keempat dihadiri oleh penggugat dan tergugat, baik

penggugat maupun tergugat didampingi oleh kuasa hukum. Agenda

persidangan pada tahap keempat adalah pengajuan jawaban tertulis oleh

tergugat, sehingga tergugat memohon waktu satu minggu untuk penundaan

sidang.

e. Sidang V

Sidang yang kelima dilaksanakan pada tanggal 19 Juli 2010. Pada

acara persidangan yang kelima dihadiri oleh penggugat dan tergugat, baik

penggugat maupun tergugat didampingi oleh kuasa hukum. Acara

persidangan yang kelima ini adalah penyerahan jawaban tertulis kepada para

penggugat. Setelah membaca jawaban tertulis dari penggugat, penggugat

mengajukan permohonan penundaan waktu selama satu minggu untuk

(48)

f. Sidang VI

Sidang yang keenam dilaksanakan pada tanggal 26 Juli 2010. Pada acara

persidangan yang kelima dihadiri oleh penggugat dan tergugat, baik

penggugat maupun tergugat didampingi oleh kuasa hukum. Acara

persidangan yang keenam adalah penyerahan Replik atau jawaban

penggugat, setelah penggugat membaca Replik dari penggugat, maka dari

kuasa hukum tergugat mengajukan Duplik secara tertulis dan kuasa hukum

tergugat memohon penundaan persidangan sampai tanggl 09 Agustus 2010.

g. Sidang VII

Sidang yang ketujuh dilaksanakan pada tanggal 09 Agustus 2010.

Pada acara persidangan yang kelima dihadiri oleh penggugat dan tergugat,

baik penggugat maupun tergugat didampingi oleh kuasa hukum. Acara

persidangan yang ketujuh adalah penyerahan Duplik yang dilakukan oleh

kuasa hukum tergugat. Setelah penggugat membaca duplik dari penggugat

maka dari kuasa hukum penggugat berkehendak untuk mengajukan eksepsi

dan memohon agar persidangan ditunda sampai tanggal 23 Agustus 2010.

h. Sidang VIII

Sidang yang ketujuh dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 2010.

Pada acara persidangan yang kelima dihadiri oleh penggugat dan tergugat,

(49)

persidangan yang kedelapan kuasa hukum tergugat memohon penundaan

persidangan sampai dengan tanggal 30 Agustus 2010.

i. Sidang IX

Sidang yang ketujuh dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 2010.

Pada acara persidangan yang kelima dihadiri oleh penggugat dan tergugat,

baik penggugat maupun tergugat di dampingi oleh kuasa hukum. Pada

sidang yang kesembilan ini timbul suatu perdamaian antara penggugat dan

tergugat sehingga kuasa hukum penggugat mencabut gugatannya. Kuasa

hukum penggugat mencabut gugatannya dengan alasan bahwa antara

penggugat dan tergugat terjadi perdamaian.

Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam setiap setiap proses

persidangan, baik pada proses persidangan yang pertama sampai dengan

proses persidangan yang terakhir, hakim pengadilan agama selalu

memberikan saran kepada penggugat maupun tergugat untuk menyelesaikan

permasalahan mereka secara damai. Hal tersebut dilakukan agar dapat

mendorong penggugat maupun tergugat untuk menyelesaikan perkara harta

waris mereka secara damai.

Salah satu hal yang sangat mendasari para penggugat dan tergugat

melakukan gugatan di Pengadilan Agama adalah obyek sengketa yang berupa

tanah yang dahulu dikuasai oleh tergugat merupakan salah satu tanah yang

(50)

ke Tanggulangin. Sehingga tanah tersebut mendapat ganti rugi yang cukup

besar dari Pemerintah. Ganti rugi yang diperoleh dari tanah waris atas

pembangunan jalan tersebut adalah sebesar Rp.143.000.000.00 (seratus empat

puluh juta rupiah).

Gambar 1

(51)

Tanggal 25 Agustus 2010 para penggugat dan kuasa hukum dari

tergugat mendatangi kediaman tergugat. Kedatangan penggugat dan kuasa

hukum dari tergugat adalah untuk melakukan perdamaian perkara waris yang

sedang mereka alami. Para penggugat dan tergugat akhirnya mencapai

perdamaian di luar persidangan, meskipun pembagian harta waris sebenarnya

tidak sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Syarat yang harus dilakukan oleh

tergugat adalah apabila ganti rugi dari Pemerintah atas tanah waris yang

dijadikan jalan tersebut dimana nilai ganti rugi dari harta waris tersebut

sebesar Rp.143.000.000.00 (seratus empat puluh juta rupiah), tergugat

mendapat bagian sebesar 123.000.000.00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan

para penggugat hanya menerima bagian sebesar Rp.20.000.000.00 (dua puluh

juta rupiah)

2.3 Analisis

Pembagian harta waris seharusnya dilakukan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. pembagian harta waris bagi orang yang

beragama Islam telah diatur di dalam kompilasi Hukum Islam. Hal tersebut

dilakukan untuk menghindari timbulnya perselisihan antara ahli waris dalam

pembagian harta waris.

Untuk mememudahkan memahami tentang pembagian waris, lebih

(52)

PAIKUN BIN SARM AN

Penjelasan dari bagan di atas adalah;

1. Sarman dan Salikah telah menikah dan telah meninggal.

2. Sarman dan Salikah setelah meninggal, mereka meninggalkan tiga orang anak

yang bernama Miski binti Sarman, Pikun bin Sarman, Sadi bin Sarman.

3. Selain meninggalkan ketiga anak, mereka juga meninggalkan harta waris

berupa sebidang tanah pekarangan yang berdiri sebuah gedung yang belum

terbagikan.

4. Miski binti Sarman telah meninggal dan meninggalkan tiga ahli waris yang

bernama Sunari bin Saidin, Juma’in bin Saidin, Suwono bin Saidi.

5. Paikun bin Sarman telah meninggal dan meninggalkan hanya satu ahli waris

(53)

6. Sadi bin Sarman telah meninggal namun tidak meninggalkan ahli waris sama sekali.

Timbulnya perkara nomor 1067/Pdt.G/2010/PA.Sda adalah

dikarenakan adanya ketidakadilan dalam pembagian harta waris. Dalam

pembagian harta waris tersebut hanya ada satu ahli waris yang menguasai seluruh

harta waris, sedangkan ahli waris lainnya tidak mendapatkan harta waris yang

seharusnya mereka dapat. Hal mengenai apabila adanya pembagian harta waris

yang tidak adil, telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 188 yang

berbunyi para ahli waris baik bersama-sama atau perorangan dapat mengajukan

permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta

warisan. Bila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka

yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk

dilakukan pembagian harta waris.

Pengadilan harus mengadili suatu perkara yang diajukan oleh

pemohon yang ingin mendapatkan keadilan dalam pembagian harta waris dengan

mengajukan gugatannya kepengadilan dan hakim tidak diperbolehkan untuk

menolak gugatannya tersebut dengan alasan atau dalih bahwa hukum tidak jelas

atau kurang jelas. Hal tersebut sesuai dengan pasal 14 ayat 1 Undang-Undang

nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan

(54)

dan mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau

kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.

Adanya perdamaian di luar persidangan tidak terlepas dari bentuk

persidangan yang yang telah dilalui oleh para pihak. Hal tersebut terlihat dari

adanya mediasi yang telah dilakukan oleh Pengadilan Agama Sidoarjo. Proses

mediasi tersebut wajib dilakukan oleh Hakim dan para pihak, baik penggugat

maupun tergugat untuk mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui

mediasi. Hal mengenai demikian telah diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan

Mahkamah Agung No.01 Tahun 2008 tentang Proses Mediasi di Pengadilan

yang berbunyi “setiap hakim mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur

penyelesaian sengketamelalui mediasi yang diatur dalam peraturan ini. Meskipun

mediasi yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Sidoarjo tidak berhasil, namun

hal tersebut setidaknya telah membuat penggugat dan tergugat mendapatkan

pengarahan perdamaian. Sehingga penggugat dan tergugat lebih mengerti dan

memahami apa saja keuntungan yang diperoleh antara penggugat dan tergugat

apabila kelak terjadi perdamaian.

Perdamaian di luar persidangan itu adalah suatu hal yang dianggap

sah, selama menguntungkan kedua belah pihak. Unsur saling menguntungkan

inilah yang tentu menjadi dasar pertimbangan baik oleh penggugat dan tergugat.

biaya yang murah dapat terpenuhi apabila proses penyelesaian sengketa terjadi

(55)

karena dengan adanya penyelesaian sengketa harta waris sebelum dijatuhkannya

putusan akhir. Hal tersebut dikarenakan dapat mempercepat penyelesaian

sengketa di Pengadilan Agama dan mengurangi perkara-perkara di Pengadilan

(56)

BAB III

IMPLEMENTASI PUTUSAN PERDAMAIAN YANG DIBERIKAN OLEH PENGADILAN AGAMA

3.1. Pelaksanaan Per damaian

Sebelumnya, tanggal 25 Agustus 2010 para penggugat dan kuasa

hukum dari tergugat mendatangi kediaman tergugat. Kedatangan penggugat

dan kuasa hukum dari tergugat adalah untuk melakukan perdamaian perkara

waris yang sedang mereka alami. Para penggugat dan tergugat akhirnya

mencapai perdamaian di luar persidangan, meskipun pembagian harta waris

sebenarnya tidak sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Syarat yang harus

dilakukan oleh tergugat adalah apabila ganti rugi dari Pemerintah atas tanah

waris yang dijadikan jalan tersebut, penggugat menerima bagian harta waris,

yaitu sebesar Rp.143.000.000.00 (seratus empat puluh juta rupiah), maka

tergugat mendapat bagian sebesar 123.000.000.00 (seratus dua puluh juta

rupiah) dan para penggugat hanya menerima bagian sebesar Rp.20.000.000.00

(dua puluh juta rupiah).

Minggu tanggal 26 September 2010, penggugat dan kuasa hukum

mendatangi kediaman tergugat untuk membicarakan tentang kesepakatan

mengenai hak dan kewajiban yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

Dimana pihak Penggugat berkewajiban mencabut gugatannya dan tergugat

(57)

(dua puluh juta rupiah. Pada tanggal tanggal 26 September 2010 penggugat

menepati janjinya dan memberikan uang senilai Rp.20.000.000,00 (dua puluh

juta rupiah) yang dibayar secara tunai oleh penggugat kepada tergugat.

Penyerahan harta waris tersebut disaksikan oleh kuasa hukum penggugat.

Harta waris senilai Rp.20.000.000.00 (dua puluh juta rupiah) sesuai

perdamaian, yang telah diterima oleh para penggugat, selanjutnya harta waris

tersebut dibagi sesuai dengan kesepakatan yang telah diterima oleh para

penggugat. Pembagian tersebut sebagai berikut:

a) Sunari Bin Saidin, mendapatkan harta waris senilai Rp.17.000.000,00

(tujuh belas juta rupiah). Kemudian Sunari Binti Saidin menggunakan

harta waris tersebut senilai Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang

digunakan untuk membayar jasa kuasa hukum.

b) Juma’in Bin Saidin, tidak mendapatkan harta waris sama sekali. Hal

tersebut dikarenakan Juma’in Bin Saidin merasa tidak memerlukan harta

waris tersebut dan saudara-saudaranya lebih berhak dari pada dirinya.

c) Sumainah Binti Paikun, memperoleh harta waris senilai Rp.3.000.000,00

(58)

3.2. ANALISIS

Perdamaian menurut KUH Perdata Pasal 1851 menyebutkan, bahwa

perdamaian adalah merupakan suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak,

dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu

perkara yang sedang bergantung atau pun mencegah timbulnya suatu perkara.

Syarat sah untuk melakukan suatu perjanjian itu sendiri menurut pasal 1320

Kitab Undang-Undang hukum Perdata adalah:

a) Sepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.

Para penggugat dan tergugat membuat suatu kesepakatan mengenai suatu hal

yang telah dijanjikan sebelumnya. Sehingga untuk syarat yang pertama ini

telah terpenuhi.

b) Cakap untuk membuat suatu perikatan.

Penggugat dan tergugat merupakan orang yang cakap untuk membuat suatu

perjanjian. Kecakapan disini yang dimaksudkan adalah sudah dewasa, tidak

dibawah pengampuan atau sehat pikirannya.

c) Mengenai suatu hal tertentu.

Penggugat dan tergugat membuat suatu perjanjian mengenai suatu hal yang

jelas, ketentuan-ketentuan mengenai hal yang diperjanjikan dan juga hak dan

(59)

d) Suatu sebab yang halal.

Pembuatan perjanjian yang dilakukan oleh penggugat dan tergugat tidak

melanggar undang-undang atau hukum yang berlaku di Indonesia.

Dari keempat syarat sah suatu perjanjian yang telah disebutkan diatas,

maka perjanjian yang telah dibuat antara penggugat dan tergugat merupakan

suatu perjanjian yang sah. Perjanjian dapat berlaku sebagai undang-undang dan

mengikat bagi para pihak yang telah terikat di dalamnya berdasarkan Pasal 1338

KUH Perdata yang berbunyi “ semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan

undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Persetujuan ini tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua

belah pihak atau alasan yang ditentukan oleh undang-undang..

Pencabutan gugatan yang dilakukan oleh tergugat merupakan hak

yang melekat pada diri penggugat. Satu sisi hukum memberi hak kepadanya

mengajukan gugatan, apabila hak dan kepentingannya dirugikan atau diperkosa

pihak lain. Pada sisi lain wajar dan layak pula memberi hak kepadanya untuk

mencabut gugatannya apabila dianggapnya hak dan kepentingannya tidak

dirugikan18. Hal tersebut dikarenakan setiap orang mempunyai hak dan

Gambar

Gambar 1
Gambar 2

Referensi

Dokumen terkait

masyarakat/penghasil sampah yaitu masing-masing sebesar 50%. Untuk 10 tahun kedua lebih dibebankan kepada masyarakat/penghasil sampah sesuai dengan prinsip cost

Infeksi Streptococcosis yang disebabkan oleh bakteri patogen Streptococcus agalactiae dengan karakteristik strain berbeda menjadi permasalahan utama pada budidaya ikan

(5) Penyimpangan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak berlaku bagi pengemudi kendaraan umum yang. mengemudikan kendaraaan umum angkutan

Perusahaan ini cenderung memiliki gaya kepemimpinan yang bersifat kurang tegas artinya keputusan kebijakan pemimpin (waroeng) masih dipengaruhi oleh karyawan yang

Atau dengan kata lain, ada tempat manusia yang mana dipenuhi dengan semangat manusia- wi, tempat para malaikat, dan kediaman Allah (eternity). Richard mengatakan bahwa kita

Analisis cluster dengan tingkat kemiripan 80 % yang melibatkan ke empat komponen utama dari peubah kuantitatif (tinggi tanaman, jumlah gabah isi per malai, jumlah total gabah per

Tugas Akhir ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai derajad ahli madya keuangan perbankan yang diajukan pada Program Studi D-III

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel Return On Equity dan Debt to Equity Ratio terhadap Harga Saham baik secara parsial