• Tidak ada hasil yang ditemukan

lib.archiplan.ugm.ac.id

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "lib.archiplan.ugm.ac.id"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

150 BAB VI

KESIMPULAN

6.1. Kondisi Ventilasi Ruang Eksisting Kawasan

Berdasarkan hasil-hasil yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya (Bab V) dapat disimpulkan bahwa secara umum kondisi ventilasi ruang permukiman padat tepi Sungai Winongo, yang mencakup Kampung Suryowijayan (sisi timur sungai) dan Kampung Sindurejan (sisi barat sungai) belum optimal di saat musim panas. Hal tersebut telihat dari kecepatan angin yang terjadi di setiap ruang rendah, sehingga sensasi termal yang tercipta berada pada sensasi termal hangat (tidak nyaman termal).

Tabel 6.1. Kondisi ventilasi ruang eksisting berdasarkan kategori tipe dan bentuk ruang terbuka

Sumber: Pribadi

(2)

151 6.2. Elemen Yang Berpengaruh Terhadap Ventilasi Ruang Kawasan

Elemen yang sangat berpengaruh dan penting dalam menunjang ventilasi ruang luar di kawasan Kampung Suryowijayan dan Patangpuluhan yaitu elemen KDB dan elemen ketinggian bangunan. Elemen KDB membuat pergerakan angin yang terjadi merata di ruang-ruang kawasan (banyaknya jalur-jalur angin). Elemen ketinggian bangunan membuat tingginya kecepatan angin di kawasan (terjadinya penangkapan angin). Berikut ini disajikan ke dalam tabel bagaimana elemen tata massa bangunan mempengaruhi ventilasi ruang luar berdasarkan kategori ruang luar. Dalam tabel disajikan dan diurutkan dimulai dari elemen yang paling berpengaruh hingga yang kurang signifikan pengaruhnya (KDB, ketinggian bangunan, posisi bangunan, dan sempadan bangunan).

Tabel 6.2. Kondisi Kecepatan angin dan sensasi termal ruang eksisting Sumber: Pribadi

(3)

152 T a b e l 6 .3 . P e n g a ru h e le m e n t e rh a d a p v e n ti la s i ru a n g ( e le m e n K D B d a n k e ti n g g ia n b a n g u n a n ) S u m b e r: P ri b a d i

lib.archiplan.ugm.ac.id

(4)

153 T a b e l 6 .4 . P e n g a ru h e le m e n t e rh a d a p v e n ti la s i ru a n g ( e le m e n p o s is i b a n g u n a n d a n s e m p a d a n b a n g u n a n ) S u m b e r: P ri b a d i

lib.archiplan.ugm.ac.id

(5)

154 6.3. Rekomendasi

6.3.1. Optimalisasi ventilasi ruang kawasan

Optimalisasi ventilasi ruang kawasan permukiman padat tepi sungai dapat diwujudkan dengan melakukan penataan gabungan dari keempat elemen yang meliputi:

1. Penataan Sempadan Bangunan 2. Penataan Koefisien Dasar Bangunan 3. Penataan Posisi Bangunan

4. Penataan Ketinggian Bangunan

Peningkatan kecepatan angin tertinggi dengan tingkat kenyamanan termal paling optimal pada seluruh spot ruang dapat diwujudkan dari gabungan penataan keempat elemen tersebut (berdasarkan hasil modifikasi).

Tabel 6.5. Optimalisasi penataan melalui modifikasi gabungan elemen Sumber: Pribadi

(6)

155 6.3.2. Penataan Kawasan Permukiman Tepi Sungai Winongo, Kampung

Suryowijayan dan Sindurejan

Rekomendasi penataan kawasan permukiman tepi Sungai Winongo yang meliputi wilayah kampung Suryowijayan dan Kampung Sindurejan ini didasarkan pada penataan kawasan dengan hasil simulasi ventilasi ruang yang dinilai paling optimal di kawasan. Dalam rekomendasi ini ditampilkan keadaan sebelum (kondisi awal eksisting) dan keadaan sesudah penataan.

1. Tata Guna Lahan

Tata guna lahan direkomendasikan dari kondisi sebelumnya yang didominasi oleh fungsi lahan permukiman, menjadi tata guna lahan campuran (mix use) dengan memasukkan beberapa fungsi lainnya seperti komersial dan rekreasi. Hal ini agar kawasan kawasan tumbuh dan berkembang baik secara sosial dan ekonomi serta menjadi generator bagi kawasan yang ada disekitarnya.

Tabel 6.6. Rekomendasi tata guna lahan (eksisting dan penataan) Sumber: Pribadi

(7)

156 2. Tata Massa Bangunan

a. KDB Blok Lingkungan/Peruntukan

KDB sub blok lingkungan kawasan sebelumnya dominan masuk dalam kategori KDB tinggi direduksi menjadi kategori sedang di setiap blok lingkungannya yaitu maksimal 50%. (berdasar pada “Peraturan Menteri Negara Pekerjaan Umum No: 17/ PRT/ M/ 2009, KDB blok tingkat sedang yaitu 20 - 50%). Hal ini menjadi persyaratan untuk mengendalikan kepadatan yang terjadi di setiap blok-blok lingkungan agar setiap blok lingkungan memiliki ruang-ruang terbuka yang bersifat publik di setiap bloknya.

b. KDB Kavling

KDB masing-masing bangunan yang berdiri di tiap kavling direkomendasikan 70% sehingga terdapat 30% ruang terbuka privat pada

Tabel 6.7. Rekomendasi KDB blok lingkungan/peruntukan (eksisting dan penataan) Sumber: Pribadi

(8)

157 masing-masing kavling. Hal ini ditetapkan pada sub blok lingkungan zona hunian (lihat garis biru pada gambar 6.6). Jarak antar bangunan-bangunan yang berdekatan pada sub blok zona hunian ini minimal yaitu 2 m. Pada sub blok lingkungan zona campuran, ditetapkan KDB masing-masing kavling yaitu 60% (lihat garis hijau pada gambar 6.6). Sub blok lingkungan zona campuran ini merupakan area pengembangan baru dengan menerapkan prinsip land readjustment dalam penataan kavling-kavling beserta bangunan yang ada di dalamnya. Jarak antar bangunaan pada sub blok zona campuran ini minimal yaitu 8 m. Jarak-jarak antar bangunan ini dihadirkan agar pengaliran udara lancar bergerak diantara bangunan untuk memasuki setiap ruang-ruang terbuka kawasan serta memberikan ventilasi potensial bagi bangunan-bangunan secara individu.

Tabel 6.8. Rekomendasi KDB kavling (eksisting dan penataan) Sumber: Pribadi

(9)

158 c. KLB dan Ketinggian Bangunan

Ketinggian bangunan direkomendasikan dinaikkan ketinggiannya secara berjenjang pada dua sub blok yang berada di kawasan sisi timur sungai, Kampung Suryowijayan (kondisi sebelumnya ketinggian bangunan dominan satu lantai). Penataan ketinggian bangunan dengan menghadirkan bentukan massa baru menerapkan prinsip land readjustment dalam penataan kavling-kavling beserta bangunan yang ada di dalamnya. Dengan pengaturan ketinggian bangunan tersebut, KLB dari bangunan juga mengalami perubahan pada dua sub blok tersebut. Peningkatan level ketinggian berjenjang ini melintang dari arah sungai ke timur kawasan Suryowijayan dan membentuk skyline kawasan. Pengaturan ketinggian ini bertujuan agar angin yang bergerak di atas kawasan dapat ditangkap oleh bangunan melalui berbagai level ketinggian. Namun pengaturan ketinggian bangunan yang dilakukan tetap memperhatikan jarak antar bangunan yang ditata. Pengaturan ketinggian bangunan yang berjenjang ini memperbaiki kualitas ventilasi ruang luar lingkungan di sekitar pengaturan

Tabel 6.9. Rekomendasi jarak antar bangunan penduduk pada zona hunian Sumber: Pribadi

(10)

159 baik pada wilayah fokus penelitian (wilayah Suryowijayan yang berada di level bawah tebing) dan juga memperbaiki kualitas ventilasi ruang luar pada wilayah di luar fokus penelitian (wilayah Suryowijayan yang berada di level atas tebing kawasan).

Tabel 6.10. Rekomendasi KLB, ketinggian bangunan, dan jarak antar bangunan tinggi dan rendah pada blok pengaturan ketinggian bangunan (eksisting dan penataan)

Sumber: Pribadi

(11)

160 d. Sempadan Bangunan

Sempadan untuk bangunan yang menghadap langsung ke Sungai Winongo direkomendasikan 4 meter dari kaki tanggul terluar (Maryono dalam

Tabel 6.11. Rekomendasi sempadan bangunan (eksisting dan penataan) Sumber: Pribadi

(12)

161 Kajian Lebar Sempadan Sungai Di Yogyakarta, 2009). Sempadan bangunan di area tengah permukiman yang dilalui oleh jalan lingkungan direkomendasikan 3 meter terhitung dari as jalan (Peraturan Walikota Yogyakarta No. 88 Tahun 2009 tentang ‘Penjabaran Status Kawasan, Pemanfaatan Lahan Dan Intensitas Pemanfaatan Ruang). Pelebaran sempadan ini bertujuan untuk memperlancar pergerakan angin menuju ruang-ruang jalan di tengah permukiman.

e. Penataan posisi bangunan

Posisi bangunan di kawasan direkomendasikan ditata dengan membentuk koridor berorientasi 45⁰ terhadap bentukan alur sungai (Yamamoto, 2006) dan koridor tersebut diarahkan ke beberapa ruang terbuka.

Tabel 6.12. Rekomendasi posisi bangunan (alternatif 1) Sumber: Pribadi

(13)

162 Pada bagian ini juga direkomendasikan alternatif penataan bangunan dengan konsep wind tunnel di kawasan. Posisi bangunan tetap ditata membentuk koridor berorientasi 45⁰ terhadap bentukan alur sungai (Yamamoto, 2006), namun massa bangunan yang digunakan adalah massa bangunan besar dengan pola pengaturan ketinggian bangunan menurun terhadap prevailing wind (ketinggian bangunan yang berjenjang membentuk skyline kawasan). Penataan massa bangunan semacam ini juga dapat diterapkan sebagai model penataan kawasan tepi sungai di wilayah wedi kengser.

Tabel 6.13. Rekomendasi konsep wind tunnel di kawasan melalui kombinasi posisi bangunan dan ketinggian bangunan (alternatif 2)

Sumber: Pribadi

(14)

163 - Rekomendasi penataan elemen tata massa bangunan di kawasan permukiman tepi Sungai Winongo, Kampung Suryowijayan dan Sindurejan, yang telah dipaparkan sebelumnya dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk acuan RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan) di kedua wilayah tersebut dengan memasukkan pertimbangan aspek ventilasi ruang luar kawasan.

- Dua elemen yang dapat digeneralisasi untuk diterapkan sebagai basis penataan di lokasi tepi sungai lainnya yaitu elemen sempadan bangunan dan elemen koefisien dasar bangunan. Penataan berbasis sempadan bangunan dan koefisien dasar bangunan ini tidak membutuhkan pertimbangan khusus dan bersifat spesifik dari aspek ventilasi. Kedua elemen ini memiliki karakter yang sama dari dalam penataan yaitu sama-sama mengurangi tertutupnya lahan oleh bangunan (permeabilitas bangunan terhadap lahan).

- Dua elemen yang tidak dapat digeneralisasi yaitu elemen posisi bangunan dan elemen ketinggian bangunan. Dalam penerapannya elemen posisi bangunan 45⁰ perlu mempertimbangkan jarak sungai terhadap ruang terbuka yang akan dituju dalam upaya penyaluran angin (chanelling) oleh posisi massa bangunan yang membentuk koridor angin. Panjang koridor merupakan hal yang penting untuk dipertimbangkan. Bentukan alur sungai juga mempengaruhi penyaluran angin menuju ruang terbuka. Setiap aliran Sungai Winongo yang melalui Kota Yogyakarta khususnya, memiliki bentuk dan karakter kelokan alur sungai yang berbeda-beda. Untuk elemen

lib.archiplan.ugm.ac.id

(15)

164 ketinggian bangunan, penataan massa bangunan dengan ketinggian bangunan berjenjang dalam penerapannya harus mempertimbangkan prevailing wind serta jarak antar bangunan tinggi dengan bangunan rendah lainnya. Massa bangunan tinggi yang dihadirkan dalam upaya penangkapan angin (menciptakan downwash effect) juga berpotensi membuat pergerakan angin tidak dapat menembus area lainnya yang berada di belakang bangunan tinggi tersebut (terutama dalam peletakan massa bangunan tinggi yang berderet dengan pola linier). Bangunan tinggi berpola linier terhadap pergerakan angin akan menimbulkan tipe angin hisap.

- Kawasan penelitian yang meliputi Kampung Suryowijayan dan Kampung Sindurejan ini merupakan kawasan dengan kondisi spesifik yaitu memiliki bentukan fisik yang dibatasi oleh tebing kawasan pada batas sisi timur dan sisi barat kawasan (upaya penataan kawasan yang dilakukan juga tergolong spesifik).

(16)

165 6.3.3. Rekomendasi Linkage Of Open Space

Pada sub-bab ini direkomendasikan jaringan keterhubungan ruang terbuka di kawasan (linkage of open space) dalam upaya mengatasi kondisi death end (ruang buntu) dan tidak terbentuknya sistem ruang terbuka (square) yang saling terintegrasi di kawasan. Terdapat ruang-ruang terbuka baru yang diciptakan dengan fungsi sebagai ruang transisi pergerakan angin di kawasan.

Gambar 6.1. Rekomendasi linkage of open space Sumber: Pribadi

(17)

166 6.4. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian pergerakan angin mengambil waktu pada saat malam hari di permukiman tepi Sungai Winongo Kampung Suryowijayan dan Sindurejan. Penelitian pergerakan angin dengan pada malam hari perlu dilakukan mengingat kedua kawasan ini berada di tepi sungai, yang pada malam hari lingkungannya memiliki tingkat kelembaban udara tinggi. Selain itu, kedua wilayah ini juga berada di Kota Yogyakarta yang beriklim tropis lembab. Dengan penelitian lanjutan tersebut, diharapkan kelembaban tinggi yang terjadi pada malam hari dapat diminimalisir melalui pergerakan udara/angin yang lancar.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap elemen urban lainnya seperti tata vegetasi dan material perkerasan/ground covering di permukiman tepi Sungai Winongo, Kampung Suryowijayan dan Kampung Sindurejan dalam upaya mewujudkan kondisi kawasan permukiman yang benar-benar mencapai kenyamanan termal netral. Diharapkan melalui kajian vegetasi dan material perkerasan, suhu udara yang tinggi di saat musim panas dapat diredam/diminimalkan. Penataan massa bangunan dalam kaitannya dengan aspek ventilasi saja belum cukup untuk mewujudkan kondisi termal ruang yang betul-betul nyaman termal (thermal neutral).

Gambar

Tabel 6.1. Kondisi ventilasi ruang eksisting berdasarkan kategori tipe dan bentuk  ruang terbuka
Tabel 6.2. Kondisi Kecepatan angin dan sensasi termal ruang eksisting  Sumber: Pribadi
Tabel 6.3. Pengaruh elemen terhadap ventilasi ruang (elemen KDB dan ketinggian bangunan)  Sumber: Pribadi
Tabel 6.4. Pengaruh elemen terhadap ventilasi ruang (elemen posisi bangunan dan sempadan bangunan)  Sumber: Pribadi
+7

Referensi

Dokumen terkait