• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANGERANG : KOTA MARITIM, KOTA SANTRI, KOTA PERJUANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TANGERANG : KOTA MARITIM, KOTA SANTRI, KOTA PERJUANGAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

TANGERANG : KOTA MARITIM, KOTA SANTRI, KOTA PERJUANGAN *) disampaikan dalam Seminar Menggali Sejarah Raden “ria Wangsakara Lengkong sebagai Pendiri Tangerang , Rabu, Oktober , di Kampus Sekolah tinggi Ilmu Agama Budha Negeri Sriwijaya (STIABN) Komplek EDU TOWN BSD, Pagedangan, Tangerang, Banten.

Oleh Prof DR H Budi Sulistiono, MHum

Tangerang, telah mencatat sejarahnya sangat gemilang. Lebih-lebih seiring dengan kian berperannya Banten sebagai pusat kekuatan politik - Kesultanan Banten. Bangsa Portugis telah mendokumentasikan keberadaan Banten dan sekitarnya pada awal abad ke 16, kurang lebih 15 tahun sebelum Kerajaan Islam Banten terbentuk.Tangerang memiliki sejumlah ciri pokok seperti kota-kota lainnya di Jawa, walaupun masih terdapat cukup persamaan untuk menganggap bahwa kota ini didirikan menurut satu rencana abstrak dari suatu pemukiman yang sebenarnya.

Oleh sebab itu, untuk generasi Tangerang sekarang taklah berhati kecil untuk selalu bertanya-tanya hingga menukik pada pertanyaan dengan cara apa Tangerang secara estafet berhasil ditampilkan bahkan diperankan di pentas sejarah Nusantara ? Pertanyaan tersebut sekaligus mengisyaratkan bahwa Tangerang mungkin tak berarti apa-apa jika tak ada yang berani mengusiknya. Ini berarti ada individu atau sekelompok orang yang secara aktif, arif terus-menerus membinanya sehingga Tangerang berhasil menjadikan dirinya sebagai lokasi tidak saja layak huni bahkan berhasil meraih posisi strategis sebagai kota pantura, kota maritime, kota santri, kota perjuangan dari masa ke masa.

Kota Maritim

(2)

2

seperti pula di Malaka dan Sumatra .... 1. Tangerang mencatat sejarahnya tentang kedatangan orang Tionghoa. Kitab "Tina Layang Parahyangan" menceritakan peristiwa mendaratnya rombongan Tjen Tjie Lung di muara Sungai Cisadane pada tahun ±1407. Rombongan tersebut terdampar sebelum tiba di Jayakarta, dengan membawa tujuh kepala keluarga2. Andai informasi ini benar adanya, ini sebagai konsekuensi letak geografisnya. Bahkan Tangerang sangat mungkin berada di jalur pelayaran internasional, diperkirakan sejak abad pertama Masehi sudah banyak dikunjungi oleh berbagai bangsa, misalnya India, Cina, dan Eropa. Abad ke-7 Masehi, Tangerang menjadi tempat transit - ramai dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai negeri seiring dengan meningkatnya volume perdagangan antara barat dan timur. Para pedagang, penyebar Islam dari negeri Arab, Cina, India, Peureulak, singgah di Tangerang dan mengajarkan agama Islam.

Walau pun belum dilakukan penelitian secara menyeluruh, besar kemungkinan penyebaran Islam di Tangerang sudah dimulai jauh sebelum abad ke-15 Masehi. Seiring berkembangnya Tionghoa-muslim dari Demak,3 di antara mereka kemudian banyak yang beranak-pinak dan melahirkan warga keturunan. Jumlah mereka juga kian bertambah sekitar tahun 1740.4

1 Barros, Da Asia decada IV, liv. 1, Cap XII, hlm. 77)

2Mereka menghadap pada Sanghyang Anggalarang, wakil Kerajaan

Parahyangan (Pajajaran(?) selaku penguasa daerah waktu itu, untuk minta pertolongan dan berhasil mendapat sebidang tanah di pantai utara Jawa sebelah timur Sungai Cisadane. Terjadilah pula kawin mawin antara pendatang dari negeri Cina dengan ponggawa Sanghyang Anggalarang. Tanah itu berkembang menjadi pemukiman yang disebut Kampung Teluk Naga, hingga kini.

3 Saat Cina dikuasai Dinasti Ming (1368-1644 M) sebuah rezim yang memberikan

banyak kontribusi terhadap komunitas Muslim Cina. Orang-orang Tinghoa yang datang dari Yunnan mulai menyebarkan agama Islam bermazhaf Hanafi, terutama di Jawa. Abad (15/16 M) arus perhubungan dan diplomasi antara Jawa-Cina cukup intensif, dan di Jawa sendiri peran masyarakat Cina dalam bidang perniagaan dan Maritim semakin lama semakin meningkat. Kesaksian yang diberikan para musyafir seperti Marco Polo, Ibnu Batthuta, Tome Pires, de Borros, dan Oderic de Pordenone atau cerita dalam babad-babad lokal menunjukkan eskalasi niaga dan dinamika politik terus mencapai puncaknya.

4 Orang Tionghoa kala itu diisukan akan melakukan pemberontakan terhadap

(3)

3

Kerajaan Demak menempatkan pengaruhnya di pesisir utara Jawa Barat, hal ini tidak dapat dipisahkan dari tujuannya yang bersifat politis dan ekonomis. Dari sudut politis adalah untuk memutuskan hubungan kerajaan Pajajaran yang masih berkuasa di daerah pedalaman dengan Portugis5. Adapun dari sudut ekonomi pelabuhan-pelabuhan Sunda seperti Cirebon, Kalapa, Tangerang, dan Banten mempunyai potensi besar dalam mengekspor hasil bumi, terutama lada. Potensi hasil bumi – lada, setidaknya pernah dikembangkan oleh Kerajaan Pajajaran yang secara geografis berada di daerah pedalaman. Menurut sumber-sumber Portugis – sebagaimana dikutip oleh Abdurrachman Surjomihardjo, wilayah Kerajaan Pajajaran terbentang antara ujung Jawa Barat di pantai Barat sampai dengan sungai Cimanuk di sebelah Timur, di dalam daerah itu terdapat suatu jaringan jalan darat yang merupakan urat nadi perdagangan kerajaan tersebut. Jaringan jalan itu berpusat di Pajajaran, jika menuju kearah timur jalan itu melalui Cileungsi dan Cibarusa membelok ke utara dan berakhir di Karawang di tepi sungai Citarum, dari Karawang menuju ke arah selatan dan melalui Purwakarta terus menuju ke Karang Sambung di sungai Cimanuk, menuju ke arah barat jalan itu melalui Ciampea dan Jasinga menuju ke Rangkasbitung, Serang sampai ke Banten Girang.

Disamping jalan darat, terdapat juga jalan sungai yang terutama menghubungkan pelabuhan terpenting, yaitu Sunda Kalapa melalui Ciliwung, sungai-sungai lainnya seperti Cimanuk, Citarum, sungai Bekasi dan Cisadane merupakan jalan-jalan yang penting pula. Menurut catatan Tome Pires Sunda Kalapa menghasilkan 1000 bahar lada, selain itu dapat juga memuat beras sepuluh jung setiap tahunnya. Pires juga mencatat bahwa dari pelabuhan itu dihasilkan banyak tamarinde atau asem, emas, sayuran, sapi, babi, kambing, lembu, pelbagai buah-buahan serta semacam anggur diekspor dari Sunda Kalapa menuju Malaka. Sedangkan mengenai jumlah penduduknya seorang Portugis lainnya, yaitu Barros menyebutkan bahwa diseluruh kerajaan terdapat

daerah lain di Tangerang. Di kemudian hari, di antara mereka banyak yang menjadi tuan-tuan tanah yang menguasai tanah-tanah partikelir.

5 Marwati Djoened Poesponegoro, ( editor Dr. Uka Tjandrasasmita ), Sejarah

(4)

4

kurang lebih 100.000 orang penduduk. Di Pajajaran sendiri terdapat 50.000 penduduk dan setiap pelabuhan terdapat 10.000 penduduk.6

Etnis Jawa di Tangerang juga makin bertambah sekitar tahun 1526 tatkala pasukan Mataram menyerbu VOC. Peristiwa pengiriman ekspedisi Mataram menyerbu VOC, Hoessein Djajadiningrat mencatat … Susuhunan Mataram mendengar, bahwa Pangeran Jaketra telah meninggalkan kotanya. Ia mengirimkan pasukan – pasukan ke Tanggeran di bawah pimpinan Tumenggung Wira Utama dan Rangga Wirapatra untuk menjaga perbatasan …. 7. Tatkala pasukan Mataram gagal menghancurkan VOC di Batavia, sebagian dari mereka menetap di wilayah Tangeran.

Migrasi orang Lampung ke Tangerang, diduga terkait perlawanan penguasa Lampung terhadap pemerintahan kolonial pada tahun 1826. Perlawanan ini di pimpin Raden Imba dari Keratuan Darah Putih. Tahun 1826 sampai dengan 1856 merupakan masa perang Lampung (Perang Raden Intan). Namun sayang, pada tanggal 5 Oktober 1856 Raden Intan II gugur dalam peperangan menghadapi tentara jajahan di bawah pimpinan Kolonel Waleson. Perang Lampung pun akhirnya berakhir.8 Di Tangerang, mereka menempati daerah Tangeran Utara dan membentuk pemukiman yang kini disebut daerah Kampung Melayu.

Kondisi nyata itu, sangat mungkin di Tangerang pernah dikembangkan kawasan perumahan, industri, jasa, dan perdagangan – tentunya menurut ukuran dan kualitas zamannya. Semoga saja di Tangerang ditemukan situs perkampungan orang Cina, India, Persia, Arab, Turki. Perkampungan para pedagang asal Nusantara, semoga juga dapat dijumpai : Jawa, Melayu, Ternate, Banda, Banjar,

Bugis, Makassar.

Kota Santri

Perkembangan kota Tangerang sebagai jalur perdagangan selanjutnya menarik para penguasa politik di sekitarnya. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa

6 Abdurrachman Surjomihardjo, Sejarah Perkembangan Kota Jakarta, Jakarta, Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta, 1999/2000,h. 12

7 Djajadiningrat, Hoessein, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten. Jambatan, Jakarta, 1983, hlm. 50, 74, 77, 97, 188, 211, 212.

(5)

5

masyarakat Tangerang (saat itu) berkat kekayaan dan kekuatan-kekuatannya, bisa memainkan peran-peran politik dalam entitas politik.

Peran-peran aktif tersebut hingga periode-periode berikut diimbangi juga oleh peran ulama dalam pentas, antara lain pendidikan melalui jalur pesantren. Pesantren sebagaimana lembaga-lembaga Islam yang vital seperti "dayah" dan "meunasah" di Aceh, "surau" di Minangkabau dan Semenanjung Malaya - meskipun kebanyakan masih tetap merupakan kubu-kubu terkuat tasawuf, abad ke-18, mulai mapan. Dan lembaga-lembaga Islam semacam ini telah tumbuh menjadi institusi supra desa, yang mengatasi kepemimpinan, kesukuan, sistem adat tertentu, kedaerahan dan lainnya9. Mereka tumbuh menjadi lembaga Islam yang universal, yang menerima guru dan murid tanpa memandang latar belakang suku, daerah, dan semacamnya, sehingga mereka mampu membentuk jaringan kepemimpinan intelektual dan praktek keagamaan dalam berbagai tingkatan. Seperti juga para penuntut ilmu di Timur Tengah pada masa-masa awal, guru, terutama murid-murid lembaga-lembaga pendidikan Islam di Asia Tenggara ini, adalah para penuntut ilmu yang mengembara dari satu surau ke surau lain atau dari pesantren satu ke pesantren lain guna meningkatkan pengetahuan keislaman mereka10.

Mengingat umurnya yang tua dan luasnya penyebaran pesantren, dapat difahami bahwa pengaruh lembaga ini pada masyarakat sekitarnya, terutama di Tangerang, sangat besar. Banyak peristiwa sejarah abad ke-19 yang menunjukkan betapa besar pengaruh pesantren dalam mobilisasi masyarakat pedesaan untuk aksi-aksi protes terhadap masuknya kekuasaan birokrasi kolonial Eropa di pedesaan.

Pesantren selain memiliki "lingkungan, ia juga "milik" lingkungannya. Bahkan hingga sekarang Pesantren tak putus-putusnya mempunyai hubungan fungsional dengan desa-desa di sekitarnya, dalam pendidikan agama, kegiatan sosial, dan kegiatan ekonomi. Dalam pada itu, kini bukan saatnya untuk berandai-andai untuk lebih mencermati peran-perannya dalam aksi melawan kolonial Eropa, misalnya. Namun yang mendesak justru upaya-upaya kita lebih mau mengerti tentang "bagaimana strategi kyai/ulama tempo dulu melalui jalur

9 Pesantren yang merupakan pusat pendidikan Islam akan lebih terkenal

perananannya apabila murid-muridnya berasal dari darah-daerah yang radiusnya dari pesantren tersebut, makin besar dan makin jauh (Uka Tjandrasasmita, Kota-Kota Muslim Di Indonesia Dari Abad XIII sampai XVIII Masehi, Menara Kudus, Kudus, 2000)

(6)

6

pesantren dengan potensi yang dimiliki berhasil menularkan kreativitasnya kepada masyarakat pedesaan dan lingkungan lainnya "?. Pemahaman lebih jauh sudah saatnya dilakukan lebih awal bahkan diperlukan untuk melacak akar genealogi intelektual mereka di dalam mensistematisasi11 pengetahuan menjadi ilmu melalui usaha klasifikasi dan penciptaan metodologi empirik, kuantitaf dan eksperimental. Wujud kreativitas keulamaan mereka itu dapat dicermati dalam berbagai kegiatan, misalnya dakwah, wirausaha, organisasi, dan sebagainya sehingga kita memperoleh gambaran yang lebih utuh.

Agaknya, informasi varian aktivitas keulamaan masyarakat Tangerang tersebut akan bisa pula dijadikan indikasi perkembangan Islam dalam varian kelompok dari masa ke masa yang sangat berpengaruh dalam berbagai wilayah di luar wilayah Tangerang. Dengan kata lain, pemahaman konprehensif tersebut bermaksud menegaskan kembali peranan Islam dengan daya dukung masyarakat Tangerang di dalam perkembangan sejarah ilmu secara nasional maupun internasional, bahkan kini pun bukanlah sesuatu yang mubadzir. Misalnya, "keteladanan wong Tangerang " – siapa saja mereka itu ? pengetahuan dan keterampilan, model-model pembinaan dan pengkaderan apa saja yang mereka tampilkan ?

Dengan mengambil tamstil tokoh ini pengingatan kita ke arah pesantren - untuk saat ini tidaklah juga mubadzir, justru malah strategis. Alasannya, antara lain, Pesantren sebagai lembaga sosial yang berada di akar bawah tetap mempunyai peranan strategis dalam melaksanakan cita-cita pembangunan yang memerlukan peranserta masyarakat dan perencanaan dari bawah.

Kota Perjuangan

Tangerang, sepanjang sejarahnya tidak pernah lepas dari peran aktif Banten. Bangsa Portugis telah mendokumentasikan keberadaan Banten dan sekitarnya pada awal abad ke 16, kurang lebih 15 tahun sebelum Kerajaan Islam Banten terbentuk. Setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, bangsa Portugis12

11 kata "sistematisasi" berarti disusun secara teratur mengenai sesuatu bidang

tertentuyang jelas batas-batasnya mengenai sasaran, cara kerja, dan tujuannya.

12 Portugis mengembangkan kekuasaannya itu selain mencari daerah

(7)

7

memulai perdagangan dengan bangsa Sunda. Ketertarikan utama mereka adalah pada lada yang banyak terdapat di kedua sisi Selat Sunda.

Prabu Siliwangi V, sebagai penguasa Kerajaan Pajajaran sepakat melakukan negosiasi , dimulai tahun 1521 M. Tahun 1522 M, Portugis di Malaka, yang sadar akan pentingnya urusan ini, mengirim utusan ke Banten, yang dipimpin oleh Henrique Leme. Perjanjian13 dibuat antara kedua belah pihak, sebagai ganti dari perlindungan yang diberikan, Portugis akan diberikan akses tak terbatas untuk persediaan lada, dan diperkenankan untuk membangun benteng di pesisir dekat Tangerang. Kemurah hatian yang sangat tinggi ini menggaris bawahi tingginya tingkat kesulitan yang dihadapi Banten.

Pemilihan pembuatan benteng di daerah Tangerang tidak diragukan lagi untuk dua alasan : yang pertama, agar Portugis dapat menahan kapal yang berlayar dari Demak, dan yang kedua. untuk menahan agar armada Portugis yang sangat kuat pada saat itu, tidak terlalu dekat dengan kota Banten. Aplikasi dari perjanjian ini adalah adanya kesepakatan kekuasaan yang tak terbatas bagi Portugis. Lima tahun yang panjang telah berlalu, sebelum akhirnya armada Portugis tiba di pesisir Banten, di bawah pimpinan Francisco de Sá, yang bertanggungjawab akan pembangunan benteng.

Seiring dengan Malaka jatuh di bawah kekuasaan Portugis, pedagang-pedagang yang enggan berhubungan dengan Portugis mengalihkan jalur perdagangannya ke Selat Sunda. Sejak saat itulah semakin ramai kapal-kapal dagang mengunjungi Banten dan sekitarnya. Peluang ini dikembangkan oleh raja-raja Islam, baik di kota Banten maupun di kepulauan Riau. Nampaknya, pemindahan ini dimaksudkan untuk memudahkan hubungan antara pesisir utara Jawa dengan pesisir Sumatra melalui Selat Sunda dan Samudra Indonesia. Apalagi, kondisi politik di Asia Tenggara mulai memanas, dimana Malaka sudah jatuh di bawah kekuasaan Portugis. Para saudagar membeli rempah-rempah dari wilayah Indonesia bagian timur untuk dibawa ke negara-negara di Asia Barat dan Eropa. Dalam melakukan aktivitas perniagaannya, para saudagar ini menggunakan jalur perairan Nusa Tenggara, pantai utara Pulau Jawa, Selat Sunda, pantai Barat Sumatera, dan terus ke India. Jalur niaga ini semakin banyak

monopoli. Lihat Sidi Ibrahim Boechori. Sejarah Indonesia Madya. Gunung Tiga. Jakarta : 1987. h. 3.

(8)

8

dipergunakan oleh para saudagar, terutama saudagar Islam, seiring dengan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511. Oleh karena Portugis menganggap musuh terhadap para saudagar Islam, mereka tidak mau berlabuh di Malaka. Bahkan lebih dari itu, saudagar saudagar Islam yang telah menetap di Malaka pun banyak yang pindah ke kota-kota pelabuhan lain, di antaranya ke Banten, Tangerang, Kalapa, dan Cirebon.

Nah, awal abad ke-16 M bekas wilayah Kerajaan Pajajaran ini, muncul pelabuhan yang dikenal sebagai Sunda Kalapa yang merupakan salah satu pelabuhan diantara Banten, Pontang, Tangerang dan Cimanuk.14 Hasil konkritnya, Banten, Tangerang dan sekitarnya pun berkembang pesat pembangunannya. Pada saat itu, di Banten terdapat dua pasar besar, masing-masing Pelabuhan dan Pasar Karangantu dan Pasar Paseban. Dan kedua pasar ini ramai dikunjungi para pedagang dari Arab, Parsia, Gujarat, Birma, Tiongkok, Prancis, Inggris, dan Belanda. Ini merupakan upaya dari Maulana Hasanuddin yang menitikberatkan pembangunan Banten pada sektor perdagangan, di samping pertanian dan perkebunan.

Sejak kedatangan VOC (resmi berdiri 1602) dan kemudian menguasai laut Indonesia, kerajaan-kerajaan di Indonesia pada waktu itu diharuskan melaksanakan kulturstelsel dengan kewajiban menanam tanaman ekonomis yang laku dijual di Eropa, seperti karet, kopi, cokelat, dan rempah-rempah. Konflik antara Banten dengan Belanda semakin tajam ketika VOC memperoleh tempat kedudukan di Batavia. Akibatnya, orientasi masyarakat Indonesia beralih dari lautan ke daratan. Nah, bagaimana nasib Tangerang yang sepanjang sejarahnya tidak pernah lepas dari peran aktif Banten ?.

Tangerang yang berlokasi sepanjang Sungai Cisadane - identik Benteng Pertahanan. Telah ratusan tahun menjadi saksi kukuhnya rakyat mempertahankan kemerdekaan yang bermartabat. Sejak jaman Sultan Abdulfattah pada tahun 1652, di daerah Angke-Tangerang disiagakan pasukan untuk menghadapi serangan kompeni. Tahun 1656, kompeni mencatat bahwa pasukan Banten terus bergerilya di daerah ini untuk mencegat patroli, membakar pabrik, hingga menyerang kapal Kompeni di perairan. Wilayah Angke-Tangerang merupakan front terdepan medan perang, bahkan pada hari Senin tahun 1658 telah diberangkatkan sebanyak 5000 prajurit Banten ke Tangerang.

(9)

9

Pada perkembangan berikutnya, Tangerang selalu populer ketika wilayah itu menjadi medan pertempuran rakyat melawan Kompeni Belanda dari Batavia. Tercatat Tumenggung yang gugur dalam melawan kompeni sehingga Kemaulanaan Tangerang berakhir, diantaranya: Aria Santika, Aria Yudanegara, dan Aria Wangsakara.

Indonesia masa Revolusi, 1945- 9 9, hari jum’at petang tanggal januari 9 , telah terjadi peristiwa berdarah di Lengkong atau Serpong, pasukan akademi militer Tangerang yang dipimpin oleh Mayor Daan Mogot, yang tengah merundingkan penyerahan senjata dari pasukan Jepang di Lengkong kepada pasukan T.R.I. Keinginan merebut senjata Jepang itu dipicu peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan adanya indikasi bila Belanda akan menjajah lagi. Di saat perundingan digelar, secara tiba-tiba sekali telah dihujani tembakan dan diserbu oleh pasukan Jepang, sehingga mengakibatkan gugurnya 34 taruna akademi militer tangerang dan 3 perwira T.R.I, yakni Mayor Daan Mogot Sendiri, Letnan I Soebianto Djojohadikoesoemo dan Letnan Soetopo selaku Polisi Tentara Resimen IV.15 Peristiwa ini telah menjadikan Tangerang sebagai bagian pentas sejarah penting bangsa Indonesia.

Sekarang, Tangerang yang kini lengkap dengan Bandara Internasional Soekarno-Hatta, kian menjadi kota Satelit Jakarta, menjadi daerah perindustrian yang cocok untuk pembangunan pabrik-pabrik. Di kota ini pula berdiri Puspitek (Pusat Penelitian Ilmu dan Teknologi).

15 Mereka kemudian dimakamkan di lokasi sama di Tangerang yang kini disebut

Referensi

Dokumen terkait

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id.. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Gambar senyawa golongan flavonoid yang berhasil diisolasi dari daun genus Calophyllum yang berasal dari Malaysia, Sri Lanka dan Papua New Guinea ditunjukkan pada

bahwa perubahan Ketiga Lampiran Keputusan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Tengah Nomor : 8OO /8798 I 2015 tentang Penunjukan Pejabat Pelaksana

Namun menurut Misdiyono (2007), tarif selular di Indonesia sangat mahal. Biaya pembangunan satu buah jaringan wireless saat ini sudah kurang dari 100 Dolar AS, sedangkan biaya

Puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Hubungan antara Tingkat Kehadiran Ibu di Kelas Ibu Hamil dengan

Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: Uneversitas Pendidikan Indonesia, 2003. Sukardi, Metodologi

Kesetaraan gender merupakan kesamaan hak, baik sebagai laki-laki dan perempuan maupun sebagai manusia untuk dan berperan dan berpartisipasi di semua aspek

Sistem boarding school ada banyak ditemukan di berbagai belahan dunia yang lain, dan tidak hanya di Indonesia saja. Ada berbagai macam jenis boarding school di seluruh dunia