• Tidak ada hasil yang ditemukan

GEOFISIKA ( 18 Files ) SNFP UM 2016 MISLAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "GEOFISIKA ( 18 Files ) SNFP UM 2016 MISLAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Spasial-Temporal Suhu Udara di Daerah Aliran Sungai

Mahakam

MISLAN

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Mulawarman.

Jl. Barong Tongkok Gn. Kelua, Samarinda, Kalimantan Timur E-mail: airmasadepan@yahoo.co.id

TEL: 081347011790

ABSTRAK: Pemanasan global telah menyebabkan perubahan sistem fisik dan biologis bumi, dan menyebabkan perubahan iklim, salah satunya adalah naiknya suhu udara. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kondisi suhu udara secara spasial-temporal dan perubahannya di DAS Mahakam. Lokasi penelitian memiliki luasan 77.000 km2 dan mencakup 6 kab/kota. Data penelitian bersumber dari 3 stasiun iklim: Kota Bangun, Temindung dan Sepinggan periode 1982-2010. Data suhu udara digambarkan secara deskriptif, dan diolah dengan metode rerata tertimbang, tren dan analisis spasial dengan software ArcGIS 10.1. Hasil penelitian menunjukkan: suhu udara rata-rata bulanan di DAS Mahakam adalah 27,4oC dengan variasi 6,5-10,4oC, relatif lebih tinggi dibandingkan daerah tropis pada umumnya. Suhu maksimum rata-rata bulanan 30,7 32,9oC dan suhu maksimum tertinggi 33,9 39,5oC. Peningkatan suhu udara minimum rata-rata bulanan 0,01 0,05 oC/tahun, suhu udara rata-rata bulanan 0,02 0,1oC/tahun, suhu udara maksimum rata-rata bulanan 0,01 0,03oC/tahun, dan suhu udara maksimum tertinggi 0,01 0,34oC/tahun. Secara spasial, dalam seluruh periode suhu rata-rata bulanan dan suhu maksimum rata-rata bulanan lebih tinggi di Kota Bangun lebih tinggi dibandingkan di Temindung dan Sepinggan. Kondisi suhu udara tersebut secara temporal dipengaruhi oleh jarak terdekat bumi-matahari, perubahan tutupan lahan dan fenomena ENSO, sedangkan secara spasial dipengaruhi oleh jarak lokasi terhadap garis khatulistiwa, sumber air dan topografi wilayah.

Kata Kunci: perubahan iklim, DAS Mahakam, suhu udara, spasial-temporal .

PENDAHULUAN

Pemanasan global telah menyebabkan perubahan sistem fisik dan biologis bumi, dan menyebabkan terjadinya perubahan iklim (Aguardo dan Burt, 2001 dan Ahrens, 2006). Perubahan iklim tersebut setidaknya mencakup tiga unsur: (1) naiknya suhu udara, (2) berubahnya pola curah hujan dan makin meningkatnya intensitas kejadian iklim ekstrim (anomali iklim) seperti ENSO, dan (3) pencairan gunung es di kutub utara dan selatan yang menyebabkan naiknya permukaan air laut (PEACE, 2007; Meiviana, et.al, 2007). Dalam studi perubahan iklim, variabel suhu udara mendapat perhatian sangat penting karena menjadi faktor penentu perubahan unsur iklim lainnya seperti kecepatan dan arah angin, penguapan, kelembaban dan perubahan pola curah hujan). Saat ini secara global diyakini, meningkatnya suhu udara akan berdampak negatif pada banyak hal. Sejumlah penyakit akan mewabah dalam skala luas, cuaca semakin sulit diprediksi, intensitas badai dan puting beliung akan meningkat, terjadi kenaikan permukaan laut, dan sebagainya (PEACE, 2007). Dampak

peningkatan suhu di perkotaan ditandai munculnya urban heat island dan

(2)

Tanaman. Dalam aspek lahan dan kehutanan, kenaikan suhu udara meningkatkan

kerentanan terjadinya kebakaran lahan dan hutan. Suhu udara panas juga

menyebabkan bencana gelombang panas (Meiviana, et.al, 2007 dan Tribunnesw.com, 2011).

Studi perubahan iklim, termasuk perubahan suhu udara melibatkan analisis iklim masa lalu dan saat ini (bottom-up), dan estimasi kemungkinan iklim di masa yang akan datang (top down) (IPCC, 2015; dan WMO, 2015). Studi-studi tersebut sangat bermanfaat, selain untuk menilai kinerja jaringan stasiun klimatologi juga bermanfaat untuk antisipasi, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dari aspek suhu udara. Dengan pendekatan bottom-up, IPCC (2015) menghitung adanya kenaikan (linear trend) suhu udara sebesar 0,85oC untuk periode 1880-2012, sedangkan WMO (2015)

mencatat untuk tahun 2014 rata-rata suhu dunia 0,57±0,09oC lebih tinggi dibanding

periode 1961-1990 yang rata-ratanya 14oC, dan nilai tersebut lebih tinggi 0,08oC

dibandingkan nilai rata-rata untuk periode 2005-2014. Aldrian dkk., 2011) menggunakan pendekatan tren (regresi linier), mencatat untuk periode 1983-2007 kenaikan suhu udara rata-rata bulanan per tahun beberapa kota di Indonesia adalah 0,002-0,138oC. Penelitian perubahan suhu udara juga dilakukan oleh Tursilawati

(2007), Avia (2008), Rataq (2008), Mas at (2009), BMKG (2011), dan Setiawan (2012) yang menunjukkan adanya kecenderungan naiknya suhu udara di lokasi yang diteliti. Dengan pendekatan top down melalui model GCM dan skenario emisi tinggi, proyeksi pemanasan permukaan bumi rata-rata pada akhir abad 21 adalah 4,0°C dan 1,8° untuk skenario emisi rendah B1, relatif terhadap akhir abad 20 (IPCC, 2015; WMO (2015). Pemanasan global diperkirakan menyebabkan terjadinya kenaikan suhu bumi rata-rata sebesar 1°C pada tahun 2025 dibanding suhu saat ini, atau 2°C lebih tinggi dari jaman pra industri, tahun 1750-1800 (Meiviana, dkk., 2007).

Kenaikan suhu udara diyakini memiliki dampak negatif yang lebih besar daripada manfaatnya, oleh karena itu informasi kenaikan suhu udara sebagai dampak pemanasan global dan indikator adanya perubahan iklim sangat penting untuk diketahui. Pertimbangan dilaksanakan penelitian ini adalah: (1) belum adanya kajian suhu udara secara spasial dan temporal di DAS Mahakam dan perubahannya, dan (2) kebutuhan untuk mengetahui suhu udara dan perubahannya dalam perspektif antisipasi, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui informasi kondisi suhu udara dan perubahan secara spasial-temporal di DAS Mahakam berdasarkan data observasi (bottom-up). Hasil temuan yang diperoleh diantaranya suhu udara bulanan rerata, suhu minimum bulanan rerata, suhu maksimum bulanan rerata, suhu maksimum tertinggi secara spasial dan temporal dan tren periode 1982-2010.

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di DAS Mahakam (Gambar 1), yang memiliki luas sekitar 77.000 km2, secara administrasi mencakup 2 provinsi yaitu Provinsi Kalimantan Utara

dan Provinsi Kalimantan Timur, dan meliputi 6 kabupaten/kota yaitu Malinau, Mahakam Ulu, Kutai Barat, Kutai Kartanegara, Kutai Timur dan Samarinda.

Data, Bahan dan Peralatan Penelitian

Dalam penelitian ini data, bahan dan peralatan penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

(3)

2. Peta Rupa Bumi DAS Mahakam (Cakupan DAS Mahakam Lembar Utama 1616 sampai 1917, Skala 1:50.000, Bakosurtanal, 1991: Sumber: BWS Kalimantan III, 2013.

3. Komputer PC dengan dukungan SPSS 20.0 dan ArcGIS 10.1. 4. GPS Garmin 76 CsX.

Gambar 1. Peta Admistrasi di DAS Mahakam (BP DAS Mahakam, 2010). Pengolahan Data

1. Data koordinat dan suhu udara yang telah dikumpulkan dicek kelengkapan dan kesesuaiannya. Selanjutnya data suhu udara, dikelompokkan ke dalam: (1) data suhu udara rerata bulanan, (2) data suhu udara maksimum rerata bulanan, (3) suhu udara maksimum tertinggi data, dan (4) suhu udara minimum rerata bulanan,. Tabel 1. Menyajikan pengelompokan data suhu udara dan parameter yang dianalisis.

2. Untuk melihat adanya perubahan suhu udara antar periode di DAS Mahakam, data penelitian dianalisis berdasarkan periode 1982-2010 (periode panjang), periode 1982-1999 (dekade I), dan periode 2000-2010 (dekade II).

3. Variabel suhu udara di daerah penelitian digambarkan secara deskriptif dengan pendekatan tabel dan grafik, pemilihan nilai rerata, maksimum dan minimum dari serangkaian data yang tersedia, rerata, uji korelasi data antar stasiun, trends atau kecenderungan.

Tabel 1. Lokasi Stasiun dan Data Suhu Udara di DAS Mahakam

Lokasi Koordinat Paremeter suhu yang dianalisis Seri data

Pos Iklim

Kota Bangun S 0

o16,12

E 116o35,20 1. Suhu rata-rata bulanan Tahun

1988 - 2010

E 117o9,20 1. Suhu rata-rata bulanan Tahun

1982 - 2010

E 116o54,00 1. Suhu rata-rata bulanan Tahun

1982 - 2010

2. Suhu maks. rata-rata bulanan

3. Suhu maks. rata-rata bulanan Tertinggi 4. Suhu minimum rata-rata bulanan

Sumber: BWS Kalimantan III (2013), BMG Temindung-Samarinda (2013), Dinas PU Kalimantan Timur (2013) dan BMG Sepinggan-Balikpapan (2013).

(4)

4. Nilai rerata bulanan dan tahunan diperoleh dari membagi jumlah data yang tercatat dengan jumlah/lama tahun. Persamaan yang digunakan adalah:

(1)

= nilai pengukuran dari suatu variat (bulanan/tahunan). = rata-rata Hitung.

N = jumlah data

(Harinaldi, 2005; Storch dan Zwiers, 2003)

5. Kecenderungan/tren suhu udara tahunan dan bulanan.

bt

t

waktu (hari, minggu, bulan, triwulan, tahun).

b

a, parameter/bilangan konstan.

(Harinaldi, 2005; Storch dan Zwiers, 2003).

6. Pertambahan atau penurunan suhu udara per tahun dalam satu periode dinyatakan sebagai:

t = (Tmt Tm1) / jumlah tahun periode (3)

t = pertambahan/penurunan suhu udara per tahun dalam satu periode. Tmt = suhu udara saat ttsesuai dengan persamaan regresi.

Tm1 = suhu udara saat t1sesuai dengan persamaan regresi.

7. Analisis spasial-temporal digunakan untuk menggambarkan: (1) suhu rata-rata bulanan, (2) suhu udara maksimum rata-rata bulanan, (3) suhu udara maksimum rata-rata bulanan tertinggi (ekstrim), dan (4) suhu udara minimum rata-rata bulanan kedalam tinjuan holistik DAS Mahakam. Penggambaran suhu udara menggunakan countour interval 0,5oC.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu udara rata-rata bulanan di DAS Mahakam periode 1982-2010 disajikan pada Gambar 2, digambarkan melalui suhu udara di Pos Iklim Kota Bangun, Stasiun BMG Temindung (Samarinda) dan Stasiun BMG Sepinggan (Balikpapan). Secara berurutan untuk masing-masing stasiun besarnya adalah 22,5-32,9oC (varisasi 10,4oC), 24,2-30,7oC

(variasi 6,5oC) dan 22,7-31,8oC (variasi 6,5oC), dan suhu maksimum tertinggi (ektrim)

adalah 39,5oC, 35,4oC dan (33,9oC). Dalam seluruh periode, suhu rata-rata bulanan dan

suhu maksimum rata-rata bulanan di Pos Iklim Kota Bangun lebih tinggi dibandingkan Stasiun BMG Temindung dan Stasiun Sepinggan dikarenakan Pos Iklim Kota Bangun terletak lebih dekat dengan garis ekuator. Untuk parameter suhu minimum rata-rata bulanan Stasiun BMG Temindung lebih tinggi dibandingkan Pos Iklim Kota Bangun dan Stasiun BMG Sepinggan. Informasi lain yang dapat ditambahkan adalah suhu maksimum rata-rata bulanan di Stasiun BMG Sepinggan lebih tinggi dibandingkan Stasiun BMG Temindung meskipun Stasiun BMG Sepinggan memiliki derajat lintang yang lebih tinggi dibandingkan Stasiun BMG Temindung. Kondisi tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan ruang terbuka hijau, kondisi bentuk lahan, dan sebagainya.

Untuk periode panjang (1982-2010), suhu udara rata-rata bulanan Pos Iklim Kota Bangun mengalami kenaikan terbesar yaitu 0,1oC per tahun dibandingkan Stasiun

BMG Temindung (0,05oC) dan Stasiun BMG-Sepinggan (0,02oC) (Gambar 3). Pada

(5)

mengalami penurunan, sedangkan suhu minimumnya mengalami kenaikan, sedangkan di Sepinggan hanya suhu maksimum rata-rata bulanan yang naik, sedangkan suhu rata-rata bulanan dan suhu minimum rata-rata bulanan tidak mengalami perubahan. Untuk distribusi bulanan kenaikan suhu per tahun selama periode pengamatan disajikan padaGambar 4.

Gambar 2. Kondisi Suhu Udara (oC) di Pos Iklim Kota Bangun, Stasiun BMG Temindung dan Stasiun BMG Balikpapan Periode Tahun 1982-2010

Gambar 3. Nilai Kenaikan Parameter Suhu Udara (oC) di Kota

(6)

Gambar 4. Kenaikan Suhu Udara Rata-Rata Bulanan (oC) di Kota

Bangun, Temindung dan Sepinggan Periode Tahun 1982-2010

Hasil analisis spasial suhu udara minimum rata bulanan, suhu udara rata-rata bulanan, suhu udara maksimum rata-rata-rata-rata bulanan, dan suhu udara maksimum rata-rata bulanan tertinggi (ekstrim) di DAS Mahakam Periode Tahun 1982-2010 disajikan pada Gambar 5, sedangkan perbandingan suhu udara rata-rata antara periode 1982-1999 dan 2000-2010 disajikan pada Gambar 6. Tampak jelas bahwa lokasi-lokasi stasiun merupakan pusat-pusat pulau panas di DAS Mahakam. Terbatasnya jumlah sumber data suhu udara yang berdurasi panjang (>20 tahun) dan luasnya DAS Mahakam yang mencapai 77.000 km2 menyebabkan hasil analisis kurang mampu

(7)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 5.

(a) Suhu udara minimum rata-rata bulanan, (b) Suhu udara rata-rata bulanan, (c) Suhu udara maksimum rata-rata bulanan, dan (d) Suhu udara maksimum rata-rata

bulanan tertinggi (ekstrim) di DAS Mahakam Periode Tahun 1982-2010.

Gambar 6.

Peta Suhu Udara: (a) Periode 1982-1999 dan (b) Periode 2000-2010.

Secara geografis DAS Mahakam terletak di dekat garis ekuator sehingga termasuk daerah beriklim tropis, yang tercakup di 0° 23½o LU/LS dan hampir 40 % dari

permukaan bumi serta memiliki rentangan suhu antara 18oC sampai 30oC, dengan

amplitudo suhu rata-rata tahunannya mencapai 1-5oC, sedangkan amplitudo hariannya

lebih besar. Ciri iklim tersebut juga dikenal dengan iklim hutan hujan tropis, yang dalam sistem Klasifikasi Koppen memiliki suhu bulan terdingin > 18oC, curah hujan

(8)

1992; Aguado dan Burt, 2001). Dibandingkan ciri umum daerah beriklim tropis, maka kondisi suhu rata-rata bulanan di DAS Mahakam (28,4oC di Pos Iklim Kota Bangun,

26,9oC di Stasiun BMG Temindung, dan 27,0oC di Stasiun BMG Sepinggan) tidak

berbeda, yaitu masih dalam cakupan 18oC sampai 30oC tetapi memiliki variasi yang

lebih besar yaitu 10,4oC (Pos Iklim Kota Bangun), 6,5oC (Stasiun BMG Temindung) dan

9,1oC (Stasiun BMG Sepinggan). Untuk suhu maksimum rata-rata bulanan nilainya

lebih besar dari 30oC, yaitu 32,9oC (Pos Iklim Kota Bangun), 30,7oC (Stasiun BMG

Temindung) dan 32,9oC (Stasiun BMG Sepinggan).

Kondisi suhu rata-rata bulanan di DAS Mahakam tersebut dibandingkan dengan penelitian lain di Indonesia memberikan gambaran yang tidak berbeda. Penelitian di DAS Citarum (PEACE, 2007) menunjukkan bahwa suhu udara rata-rata bulanan untuk periode yang sama berkisar 23-27oC, di Bali 25-29oC (Setiawan, 2012) dan 23-29,7oC

(LAPAN, 2012), suhu rata-rata di Makasar 25,4oC, Papua 26,0oC, Manado 25,0oC dan

Banjar Baru 25,6oC (Firman, 2009), Sibolga 31,5oC, Padang 30,6oC, Jakarta 31,4oC,

Bawean 30,9oC, Kupang 31,29oC, Sorong 30,69oC, Jayapura 31,9oC, dan Merauke 30,5oC

(Aldrian, dkk., 2011), sedangkan cakupan untuk Indonesia adalah 26-29oC (BMKG,

2011). Terjadinya perbedaan suhu rata-rata bulanan di berbagai tempat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya tinggi lintang, kondisi fisik lokasi, luas tutupan vegetasi dan perairan (Tjasyono, 1999; Aguado dan Burt, 2001).

Suhu udara rata-rata bulanan di DAS Mahakam periode 1982-2010 yang diwakili Pos Iklim Kota Bangun, Stasiun BMG Temindung dan Stasiun BMG Sepinggan mengalami kenaikan berturut-turut sebesar 0,10oC/tahun, 0,05oC/tahun dan

0,19oC/tahun atau rata-ratanya 0,11oC/tahun. Linear trend suhu udara rata-rata

bulanan di Kota Bangun, Temindung dan Sepinggan disajikan Gambar 7, Gambar 8 dan Gambar 9. Kenaikan suhu udara ini merupakan bagian dari gejala umum naiknya suhu udara rata-rata bulanan di kota-kota Indonesia dan dunia. Suhu udara di Indonesia telah meningkat 0,3oC sejak tahun 1990 atau dengan kata lain mengalami

kenaikan kurang lebih sebesar 0,018oC per tahun (Susandi, 2006; Case et.al, 2011; dan

Melviana, dkk, 2007), atau 0,2-1,0oC untuk periode 1970-2008 (Firman, 2009). Menurut

Avia (2008), berdasarkan data suhu udara Jakarta tahun 1901-2002, suhu rata-rata bulanan periode 1991-2002 merupakan periode paling panas dibandingkan periode sebelumnya (1901-1930, 1931-1960, dan 1961-1990), sedangkan untuk pola tidak berubah (tidak mengalami pergeseran yang berarti waktu puncak dan minimumnya).

(9)

Gambar 8. Tren Linier Suhu Udara Rata-Rata Bulanan di Temindung Periode 1982-2010

Gambar 9. Tren Linier Suhu Udara Rata-Rata Bulanan di Sepinggan Periode 1982-2010 Kenaikan suhu udara dari periode satu ke periode seterusnya terus mengalami kenaikan yaitu dari 0,018oC menjadi 0,025oC dan untuk periode terakhir sebesar

0,124oC atau 0,183oC dalam waktu 100 rata-rata mencapai 0,00183oC per tahun.

BMKG (2011) mencatat untuk periode 1983-2007 kenaikan suhu udara rata-rata bulanan per tahun beberapa kota di Indonesia diantaranya Sibolga 0,004oC, Padang

0,078oC, Jakarta 0,010oC, Cilacap 0,070oC, Bawean 0,115oC, Kupang 0,135oC, Manado

0,094oC, Ambon 0,088oC, Sorong 0,003oC, Biak 0,002oC, Jayapura 0,122oC, Wamena

0,138oC dan Merauke 0,116oC (Aldrian, dkk., 2011). Kajian perubahan suhu udara

dengan cakupan yang lebih luas yaitu wilayah dengan tipe iklim hutan hujan tropis menyimpulkan adanya perubahan suhu udara per dekade sejak tahun 1970 adalah 0,26 ± 0,05oC (Malhi dan Wright , 2004). Untuk cakupan dunia, IPCC (2015) menghitung

adanya kenaikan (linear trend) suhu udara dunia sebesar 0,85oC untuk periode

1880-2012, sedangkan WMO (2015) mencatat untuk tahun 2014 rata-rata suhu dunia 0,57±0,09oC lebih tinggi dibanding periode 1961-1990 yang rata-ratanya 14oC, dan nilai

tersebut lebih tinggi 0,08oC dibandingkan nilai rata-rata untuk periode 2005-2014.

Terjadinya suhu maksimum rata-rata tertinggi (ekstrim) di DAS Mahakam yaitu di Pos Iklim Kota Bangun 39,5oC pada Oktober 2002, Stasiun BMG

(10)

pada Februari 2010 diduga terkait dengan kejadian El Nino di Indonesia dan fenomena

urban heat island di berbagai kota di Dunia. LAPAN (2011) menyatakan suhu udara maksimum harian di berbagai kota di Indonesia periode 1983-2007 adalah sebagai berikut: Sibolga 39,3oC, Padang 39,9oC, Terempa 40,0oC, Jakarta 38,3oC, Cilacap 39,4oC,

Bawean 40,5oC, Waingapu 39,2oC, Kupang 39,8oC, Manado 38,9oC, Ambon 39,9oC,

Sorong 37,8oC, Jayapura 39,6oC, Biak 40,0oC, Wamena 32,8oC dan Merauke 39,2oC

(Aldrian, dkk., 2011). Dibandingkan kota-kota lainnya di Indonesia maka suhu maksimum harian di Pos Iklim Kota Bangun relatif tidak berbeda, sedangkan Stasiun BMG Temindung dan Stasiun BMG Sepinggan lebih rendah kecuali dibandingkan dengan Wamena.

Kenaikan suhu udara di DAS Mahakam harus mendapat perhatian. Hal ini seiring terus berkurangnya tutupan vegetasi di DAS Mahakam yaitu hutan dengan penutupan baik (hutan primer, hutan rawa primer, dan hutan mangrove primer) berubah menjadi hutan dengan penutupan jelek dan permukiman, padang rumput dengan kondisi jelek, tanah yang diolah dan ditanami, dan tempat terbuka, dengan penutupan rumput 50-70%, sedangkan hutan dengan penutupan jelek dan permukiman bertambah (BP DAS Mahakam, 2010). Perubahan ini menyebabkan jumlah energi matahari yang sampai di permukaan bumi terus meningkat dan penyerapan panas oleh vegetasi berkurang sehingga terjadi kenaikan suhu udara. Langkah yang dapat ditempuh untuk mengendalikan kenaikan suhu udara ini diantaranya: mengendalikan perubahan tutupan lahan dari vegetasi ke non vegetasi, menambah ruang terbuka hijau, mengurangi laju emisi gas rumah kaca terutama dari hutan dan penggunaan lahan terutawa rawa gambut.

KESIMPULAN

Suhu udara rata-rata bulanan di DAS Mahakam adalah 27,4oC dengan variasi

6,5-10,4oC, relatif lebih tinggi dibandingkan daerah tropis pada umumnya. Suhu

maksimum rata-rata bulanan 30,7 32,9oC dan suhu maksimum tertinggi 33,9 39,5oC.

Peningkatan suhu udara minimum rata-rata bulanan 0,01 0,05oC/tahun, suhu udara

rata-rata bulanan 0,02 0,1oC/tahun, suhu udara maksimum rata-rata bulanan 0,01

0,03oC/tahun, dan suhu udara maksimum tertinggi 0,01 0,34oC/tahun. Secara spasial,

dalam seluruh periode suhu rata-rata bulanan dan suhu maksimum rata-rata bulanan lebih tinggi di Kota Bangun lebih tinggi dibandingkan di Temindung dan Sepinggan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Saya menyampaikan terima kasih kepada: BWS Kalimantan III, Dinas PU Provinsi Kalimantan Timur, BMG Stasiun Temindung-Samarinda dan BMG Sepinggan-Balikpapan yang telah memfasilitasi data penelitian dan waktu diskusi selama dan sesudah penelitian berlangsung.

DAFTAR RUJUKAN

Aguado, E. And Burt, J.E. 2001. Understanding Weather and Climate. Prentice Hall. New Jersey, USA.

Ahrens, C.D. 2006. Meteorology Today: An Introduction to Weather, Climate, and the Environment.Eighth Edition. Thompson, Brooks/Cole. USA.

Aldrian, E., Karmini, M. dan Budiman. 2011.Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia. BMKG. Jakarta.

Avia, L.Q. 2008. Kondisi Iklim Jakarta pada Masa Lalu da Masa Kini. Prosiding.

Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global: Fakta, Mitigasi dan Adaptasi. LAPAN.

(11)

BAPPENAS. 2010. Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap. Basis Saintifik: Analisis dan Proyeksi Suhu dan Curah Hujan. Bappenas. Jakarta.

BMKG. 2011.Buku Informasi Perubahan Iklim di Indonesia. BMKG. Jakarta.

BMG Temindung. 2013. Data Suhu Udara dan Curah Hujan Stasiun Temindung dan Pos Kerjasama. BMG Stasiun Temindung. Samarinda.

BMG Sepinggan. 2013. Data Suhu Udara dan Curah Hujan Stasiun Sepinggan. BMG Stasiun Sepinggan.Balikpapan.

BP DAS Mahakam-Berau. 2012. Rencana Pengelolaan Terpadu DAS Mahakam. BP DAS Mahakam-Berau. Samarinda.

BWS Kalimantan III. 2013. Data Klimatologi dan Hidrologi di Provinsi Kalimantan Timur. Balai Wilayah Sungai-Kalimantan III. Ditjen Sumber Daya Air. Kementerian PU. Samarinda.

Case, M., Ardiansyah, F. dan Spector, E. 2008. Climate Change in Indonesia Implications for Humans and Nature.WWW.Jakarta.

Firman, U. 2009. Fluktuasi Suhu Udara dan Trend Variasi Curah Hujan Rata-Rata di atas 100 mm di beberapa wilayah Indonesia. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. ISSN 0215-1952. Buletin Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. Vol. 5 No. 3 September 2009.

Harinaldi. 2005.Prinsip-Prinsip Statistik, Untuk Teknik dan Sains. Penerbit Erlangga. Jakarta.

http://www.tribunnews.com/data

IPCC. 2015. Climate Change 2014. Synthesis Report. Summary for Policymakers. © Intergovernmental Panel on Climate Change, 2015. First published 2015. ISBN 978-92-9169-143-2.

KMLH. 2007. Rencana Aksi Nasional Dalam Menghadapi Perubahan Iklim.

Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta.

LAPAN. 2012.Kajian Perubahan Iklim di Bali. LAPAN Bandung.

Malhi, Y. dan Wright, J. 2004. Spatial Pattern and Recent Treds in the Climate of Tropical Rainforest Regions. Phil. Trans. R. Soc. Lond. B 2004. 359, DOI: 10.1098/rtsb. 2003. 1433, publihed 29 March 2004.

Mas at, A. 2009. Efek Pengembangan Perkotaan terhadap Kenaikan Suhu Udara di Wilayah Jakarta.J.Agromet23 (1):52-60, 2009.

Meehl, G.A., F. Zwiers, J. Evans, T. Knutson, L. Mearns, and P. Whetton, 2000: Trends in extreme weather and climate events: Issues related to modeling extremes in projections of future clmate change,Bull. Amer. Met. Soc., 81(3), 413-416.

Meiviana, A., et.al. 2007. Bumi Makin Panas: Ancaman Perubahan Iklim di Indonesia. Kementerian Negara Lingkungan Hidup-JICA-Yayasan Pelangi. Jakarta.

PEACE. 2007. Indonesia dan Perubahan Iklim, Status Terkini dan Kebijakannya. PEACE. Bank Dunia DFID PEACE. Jakarta.

Ratag, M.A. 2007.Perubahan Iklim: Perubahan Variasi Curah Hujan, Cuaca, dan Iklim Ekstrim. BMG. Jakarta.

Setiawan, O. 2012. Analisis Variabilitas Curah Hujan dan Suhu Udara di Bali. Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu. Lombok Barat. Nusa Tenggara Barat.

(12)

Susandi, A., Aditiawarman, Y., Kurniawan, E. Dan Junaeni, I. 2006. Perubahan Iklim Wilayah DKI Jakarta; Studi Masa Lalu untuk Proyeksi Mendatang. Proceeding Conventian HAGI. Semarang.

Tursilawati, L. 2008. Urban Heat Island dan Konstribusinya pada Perubahan Iklim dan Hubungannya dengan Perubahan Penggunaan Lahan. Prosiding. Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global Fakta, Mitigasi dan Adaptasi. LAPAN. ISBN 978-979-17490-0-8.

WMO. 2015.WMO Statement on the Status of the Global Climate in 2014. ISBN 978-92-63-11152-4. WMO-No. 1152 © World Meteorological Organization (WMO), Geneva Switzerland.

Gambar

Gambar 1.  Peta Admistrasi di DAS Mahakam (BP DAS Mahakam, 2010).
Gambar 2. Kondisi Suhu Udara (oC) di Pos Iklim Kota Bangun, Stasiun BMGTemindung dan Stasiun BMG Balikpapan  Periode Tahun 1982-2010
Gambar 4. Kenaikan Suhu Udara Rata-Rata Bulanan (oC) di KotaBangun, Temindung dan Sepinggan Periode Tahun 1982-2010
Gambar 6.Peta Suhu Udara: (a) Periode 1982-1999 dan (b) Periode 2000-2010.
+3

Referensi

Dokumen terkait

tidak signifikan dengan keputusan pembelian (Y) laptop Acer. 3) Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai korelasi variabel. lingkungan sosial dengan keputusan pembelian

[Invoice] [Data Konfirmasi] [Laporan Pendapatan Service Keseluruhan] [Laporan Transaksi Service] [Laporan Penjualan Sparepart] [Data Sparepart] [Biaya Penjualan Sparepart]

Pada periode Januari hingga Juni 2015, Singapura menjadi penyumbang wisman terbesar Great ini dengan kontribusi sebesar 56,65% dan diikuti oleh Malaysia yang memberikan

Data tersebut jika dibandingkan dengan nilai barns radioaktivitas yang diijinkan di lingkungan yaitu untuk konsentrasi 9OSr dalarn air 4 Bq/l, rnaka hasil tersebut

Seorang murid yang terus diperlengkapi dan pada akhirnya bertumbuh dan berkembang menjadi seorang pemimpin yang berintegritas; seorang pemimpin pelayan yang

pengambilan sampel dilakukan hanya satu periode, yaitu pada waktu surut. Lokasi penelitian dibagi atas 3 stasiun pengamatan, stasiun I dengan ciri-ciri mangrove yang tumbuh

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu citra spekel tetesan air dapat dihasilkan menggunakan metode LSI, nilai intensitas

Telah dilakukan penelitian untuk menentukan besarnya koefisien difusi pada larutan HCl dengan menggunakan Interferometer Michelson.. Penelitian ini menggunakan larutan transparan