• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanaman pegagan (C.asiatica) merupakan tanaman liar yang banyak tumbuh di berbagai tempat seperti di ladang, perkebunan maupun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tanaman pegagan (C.asiatica) merupakan tanaman liar yang banyak tumbuh di berbagai tempat seperti di ladang, perkebunan maupun"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

Herba pegagan (C.asiatica) memiliki efek antioksidan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak etanol herba pegagan memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai Inhibitory concentration (IC 50) sebesar 43,198 ± 2,048 mg QE/g ekstrak (Salamah dan Farahana, 2014). Ekstrak herba pegagan juga memiliki efek antiaging yang dibuktikan dengan pemberian ekstrak pegagan 50 mg secara oral lebih banyak meningkatkan jumlah kolagen dan menurunkan ekspresi MMP-1 daripada vitamin C 9 mg pada tikus wistar (Rattusnorvegicus) yang dipapar sinar UV-B (Herawati, 2014).

Dari kedua penelitian tersebut ekstrak pegagan terbukti memiliki efek antioksidan dan juga memiliki efek antiaging. Ketika dalam pemberian oral untuk memberikan efek antiaging masih memerlukan dosis yang tinggi. Untuk pengembangan formula serta untuk memperbaiki kelarutan ekstrak herba pegagan sebagai antiaging, peneliti akan memformulasikan ekstrak herba pegagan kedalam formula nanoemulsi (SNEDDS).

B. Landasan Teori

1. Pegagan

Klasifikasi pegagan dalam sistematika tumbuhan:

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Rosidae Bangsa : Apiales Suku : Apiaceae Marga : Centella

Jenis : Centella asiatica (L.) Urban (BPOM, 2010)

Tanaman pegagan (C.asiatica) merupakan tanaman liar yang banyak tumbuh di berbagai tempat seperti di ladang, perkebunan maupun

(2)

di pekarangan. Pegagan berasal dari Asia tropik, tumbuh di tanah yang agak lembab, cukup sinar atau agak terlindung serta dapat ditemukan di dataran rendah sampai dengan ketinggian 2500 m dpl (Musyarofah dkk, 2007). Tumbuhan ini memiliki daun berbentuk bulat seperti ginjal manusia, batangnya lunak dan beruas, serta menjalar hingga mencapai satu meter. Pada tiap ruas tumbuh akar dan daun dengan tangkai daun panjang sekitar 5–15 cm dan akar berwarna putih, dengan rimpang pendek dan stolon yang merayap dengan panjang 10–80 cm. Tinggi tanaman berkisar antara 5,39–13,3 cm, dengan jumlah daun berkisar antara 5–8,7 untuk tanaman induk dan 2–5 daun pada anakannya (Rohmawati, 2015).

Tanaman ini mempunyai khasiat sebagai obat penyembuh luka, radang, reumatik, asma, wasir, tuberkolosis, lepra, disentri, demam dan penambah darah. Fungsi lain dari pegagan antara lain sebagai obat penenang, obat penghilang sakit, antidepresi, antimikroba, antiviral. Di Australia, pegagan telah dibuat obat yang bermanfaat sebagai anti pikun dan juga anti stress (Musyarofah et al, 2007).

Kandungan kimia pegagan antara lain asiaticoside, Asiatic acids, thankuniside, isothankuniside, madecassoside, brahmoside, brahminoside, brahmic acid, madasiatic acid, meso-inositol, centelloside, carote-noids, hydrocotylin, vellarine, tanin serta garam mineral seperti K, Na, Mg, Fe, minyak atsiri (1%), pektin (17.25%) dan vitamin B (Musyarofah et al, 2007) serta mengandung senyawa flavonoid: kaempferol, kuersetin. Saponin: sentelasapogenol A, sentelasaponin A, B dan D. Poliasetilen: kadiyenol, sentelin, asiatisin dan sentelisin (BPOM, 2010)

2. Self-Nano Emulsifying Drug Delivery System (SNEDDS)

Self-Nano Emulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) adalah campuran isotropik minyak alami atau sintesis, surfaktan dan kosurfaktan yang memiliki kemampuan yang baik dalam membentuk nanoemulsi minyak dalam air ketika dicampur kedalam media air dengan pengadukan sedang (Bhanse dan Shah, 2016). SNEDDS memiliki ukuran tetesan atau droplet kurang dari 100 nm dalam dispersi air. Tahun terakhir Self-Nano Emulsifying Drug Delivery System (SNEDDS), Self-Micro Emulsifying

(3)

Drug Delivery System (SMEDDS) dan Self-Emulsifying Drug Delivery System (SEDDS) digunakan untuk meningkatkan kelarutan obat yang memiliki kelarutan rendah dalam air. formulasi SNEDDS menggunakan media minyak rantai trigliserida dan surfaktan non-ionik, penting untuk konsumsi oral (Bhanse dan Shah, 2016)

SNEDDS merupakan campuran isotropik dari minyak, surfaktan, dan kosurfaktan yang setelah pengenceran dengan fase air spontan membentuk fase O / W nanoemulsion dengan ukuran tetesan kurang dari 50 nm ( S.V.R. Rao et al, 2008).

SNEDDS adalah campuran minyak, kosurfaktan, surfaktan, dan air bebas co-solven. Ini adalah bentuk transparan yang akan diemulsikan dalam fase air dengan pengadukan oleh gerak peristaltik di gastrointestinal. Studi sebelumnya menunjukkan bukti bahwa SNEDDS lebih unggul daripada larutan lipid tradisional karena komponen surfaktan di SNEDDS dapat meningkatkan bioavailabilitas obat (Winarti et al, 2016). Keunggulan dari SNEDDS adalah konsistensi penyerapan obat, perlindungan obat dari lingkungan gastrointestinal, peningkatan bioavailabilitas, dan memiliki efisiensi lebih tinggi dari ikatan obat (Winarti et al, 2016).

Kompon SNEDDS terdiri dari minyak, surfaktan, dan kosurfaktan a. Minyak

Minyak merupakan komponen SNEDDS yang berfungsi untuk melarutkan obat yang bersifat lipofilik, serta penting untuk meningkatkan transportasi obat kedalam kompartemen intraseluler dan meningkatkan kelarutan obat dalam air, sehingga pemilihan fase minyak secara spesifik merupakan parameter yang sangat penting dalam preparasi sediaan SNEDDS, hal ini terutama terkait dengan nanoemulsi O / W (Savale, 2015).

Trigliserida merupakan minyak yang sangat lipofilik. Trigliserida diklasifikasikan sebagai rantai pendek Trigliserida (<5 karbon), rantai menengah trigliserida (6-12 atom karbon), atau rantai panjang trigliserida (> 12 karbon) yang penting untuk menurunkan tingkat

(4)

unsaturasi dan penting untuk mencegah degradasi oksidatif. molekul trigliserida rantai menengah (MCT) memiliki kapasitas pelarut yang lebih tinggi dan kemampuan untuk melawan oksidasi dibandingkan dengan molekul trigliserida rantai panjang, namun sekarang MCT telah dimodifikasi menjadi MCT semi sintesis yang penting untuk mempengaruhi kelarutan obat dalam air (Savale, 2015).

b. Surfaktan

Surfaktan adalah zat yang dalam struktur molekulnya memiliki bagian lipofil dan hidrofil. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka dengan minyak/lemak (lipofilik). Surfaktan dalam SNEDDS berperan dalam pembentukan tetesan berukuran nanometer. Surfaktan nonionik lebih sering digunakan dibandingkan dengan surfaktan ionik karena tidak terlalu dipengaruhi oleh pH media, aman, dan biokompatibel untuk penggunaan secara oral. Penambahan surfaktan dapat mengurangi tegangan antarmuka sehingga dapat menghasilkan tetesan nanoemulsi yang stabil. Surfaktan dalam SNEDDS dapat berupa sebagai surfaktan tunggal atau kombinasi beberapa surfaktan. Secara umum, surfaktan untuk SNEDDS memiliki nilai HLB berkisar antara 15-21 (Nazila, 2016)

c. Kosurfaktan

Penggunaan kosurfaktan pada SNEDDS bertujuan untuk meningkatkan drug loading, mempercepat self-emulsification, dan mengatur ukuran droplet nanoemulsi. Senyawa ampifilik kosurfaktan memiliki afinitas terhadap air dan minyak. Secara umum, kosurfaktan yang dipilih berupa alkohol rantai pendek karena mampu mengurangi tegangan antarmuka, meningkatkan fluiditas antarmuka, dan mampu meningkatkan pencampuran air dan minyak karena partisinya diantara dua fase tersebut (Nazila, 2016)

(5)

3. Monografi Bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam proses pembuatan SNEDDS antara lain :

a. PEG 400 (Polyaethylenglycolum - 400)

Polietilen glikol 400 adalah polimer etilen oksida dan air, dinyatakan dengan rumus: H(O-CH2-CH2)nOH, dengan harga rata-rata n antara 8,2 dan 9,1. PEG 400 memiliki pemerian sebagai berikut: cairan kental jernih, tidak berwarna atau praktis tidak berwarna, bau khas lemah, dan agak higroskopik. PEG 400 larut dalam air, etanol, aseton, glikol lain, dan hidrokarbon aromatik, praktis tidak larut dalam eter, dan hidrokarbon alifatik (Anonim,1979).

b. Propilen Glikol

Propilen gilkol mengandung tidak kurang dari 99,5 % C3H8O2. Pemerian dari propilen gikol adalah cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau,menyerap air pada udara lembab. Kelarutannya yaitu dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan kloroform. Larut dalam eter dan dalam beberapa minyak esensial, tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak (Anonim, 1995).

c. Transcutol (Diethylene glycol ethyl ether)

Memiliki rumus kimia C6H14O3. Diethylene glycol ethyl ether

(DEGEE) dapat dibuat dari etilen oksida dan 2-Ethoxyethanol di hadapan SO2. Hal ini digunakan dalam industri kimia dan cat sebagai

pelarut untuk selulosa nitro, resin, dan pewarna. DEGEE tidak digunakan dalam produk makanan atau deterjen. Kemurnian DEGEE (> 99%) digunakan dalam kosmetik dan preparat dermatologis dan sebagai pelarut di beberapa produk obat-obatan. sifat fisik membuat DEGEE berguna untuk melarutkan senyawa lipofilik dan senyawa hidrofilik. Selain itu DEGEE meningkatkan penyerapan perkutan melalui hambatan kulit dan mukosa. Hal ini digunakan dalam beberapa obat untuk meningkatkan penyerapan. Pemeriannya

(6)

berbentuk cair dengan bau yang ringan, hidroskopi. Kelarutannya larut dalam air (Anonim, 2010).

d. Labrasol (Caprylocaproyl macrogolglycerides)

Caprylocaproyl macrogolglycerides adalah campuran dari monoesters, diesters dan triester dari gliserol dan monoesters dan diester dari macrogols dengan rata-rata relatif molekul massa antara 200 dan 400. Mereka diperoleh secara parsial alkoholisis trigliserida rantai menengah menggunakan makrogol atau dengan esterifikasi gliserol dan makrogol dengan kaprilat asam dan asam kaprat atau campuran ester gliserol dan kondensat etilen oksida dengan asam kaprilat (oktanoat asam) dan asam kaprat (asam dekanoat). Mereka mungkin bebas macrogols. Pemeriannya berupa cairan berminyak berwarna kuning pucat, larut dalam air panas, bebas larut dalam metilen klorida. Kepadatan relatif pada 20°C adalah sekitar 1,0 (Anonim, 2005).

e. Tween 20 (Polysorbatum - 20)

Polisorbat – 20 adalah hasil kondensasi larutan dari sorbitol dan anhidridanya dengan etilenoksida. Tiap molekul sorbitol dan anhidridanya berkondensasi dengan lebih kurang 20 molekul etilenoksida. Pemerian tween 20 atau polisorbat 20 adalah cairan agak kental seperti minyak, jernih, kuning, bau khas. Kelarutannya adaalah dapat bercampur dengan air, dengan etanol, dengan etil asetat,dan dengan methanol, sukar larut dalam minyak biji kapas, dalam toluene,dan dalam paraffin cair (Anonim, 1979).

f. Kolliphor

Kolliphor atau makrogol 15 hydroxystearate merupakan campuran terutama monoester dan diester dari asam 12-hydroxystearat dan macrogols diperoleh ethoxylation dari asam 12 hidroksistearat. Jumlah mol etilen oksida bereaksi per mol asam 12-hidroksistearat adalah 15 (nominal nilai). Ini berisi sekitar 30% macrogols bebas.

Pemerian kolliphor adalah massa lilin berwarna putih kekuningan pada suhu kamar, yang menjadi cair pada sekitar 30˚C. Kelarutannya,

(7)

larut dalam air, ethanol, 2- propranolol, tidak larut dalam paraffin cair (Rowe et al, 2006).

g. Asam oleat

Pemeriannya kekuningan sampai coklat pucat, cairan berminyak, bau dan rasa seperti karakteristik lemak babi. Asam oleat terdiri terutama dari asam (Z)–9-octadecenoic dan dengan jumlah kejenuhan yang bervariasi dan asam tak jenuh lainnya. Kelarutannya adalah larut dalam benzena, kloroform, etanol, eter, heksan, praktis tidak larut dalam air (Rowe et al, 2006).

4. Design D-Optimal

Kriteria D-optimal merupakan kriteria dengan tujuan meminimalkan variansi dari penduga parameter dalam model. Bila variansi dari penduga parameter kecil diharapkan model akan signifikan (hipotesis yang menyatakan nilai parameter sama dengan nol ditolak). Pada awalnya kriteria D-optimal digunakan untuk model regresi linear. Selanjutnya dikembangkan untuk model nonlinear dengan menggunakan ekspansi deret Taylor. Model nonlinear banyak diaplikasikan pada berbagai bidang terutama untuk memodelkan kurva pertumbuhan. Model regresi nonlinear yang banyak digunakan diantaranya model sigmoid. Model Michaelis Menten dan Emax banyak diaplikasikan pada bidang kimia, farmakokinetik dan farmakodinamik. Jericevic and Kuster menggunakan model Michaelis Menten untuk menggambarkan hubungan antara konsentrasi dari substrate dan kecepatan reaksi. Holford menggunakan model EMAX untuk menggambarkan hubungan antara konsentrasi dari reseptor dan pengaruh dari sejenis obat. Kurva dari model Michaelis Menten dan Emax berbentuk huruf S (Widiharih et al, 2015).

Software desain-expert digunakan untuk menyusun sebuah desain dan rancangan posisi seperti titik faktorial (tingkat tinggi dan rendah dari kendala pada setiap Faktor), pusat tepi (titik tengah antara titik faktorial yang berdekatan), membatasi bidang centroid, titik aksial, dan titik pusat secara keseluruhan. Sebuah statistik hasil yang signifikan diukur dengan p-value <0,05. Itu persamaan polinomial (model kubik khusus) yang

(8)

dihasilkan oleh desain eksperimen ini (menggunakan software Desain expert versi 7.1.5) adalah sebagai berikut:Verifikasi Formula Optimum Yi = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b12X1X2 + b13X1X3 +b23X2X3 +

b123X1X2X3 dimana, Yi adalah variabel dependen, b0 adalah intercept,

b1 b123 adalah koefisien regresi dan X1,X2 Dan X3 adalah variabel bebas

(9)

C. Kerangka Konsep

Gambar 2.1. Kerangka konsep penelitian Herba pegagan (C.asiatica)

Diekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut etanol 70 %

Ekstrak herba pegagan (C.asiatica)

Penentuan kadar flavonoid

Self-Nano Emulsifying Drug Delivery System (SNEDDS)

Studi pendahuluan

1. Studi kelarutan ekstrak herba pegagan (C.asiatica) dalam setiap komponen SNEDDS

2. Uji kompabilitas minyak, surfaktan, dan kosurfaktan

3. Pembuatan diagram pseudoterner

Optimasi formula SNEDDS menggunakan metode D-optimal

Analisis respon 1. % transmitan

2. Waktu self-emulsifikasi 3. DE15

Formula optimum SNEDDS ekstrak herba pegagan (C.asiatica)

(10)

D. Hipotesis

1. Metode design D – Optimal diduga dapat menghasilkan nilai respon perkiraan

2. Metode design D-Optimal diduga dapat menghasilkan formula SNEDDS yang optimum

3. Respon perkiraan software metode design D-Optimal diduga dapat memberikan nilai tidak berbeda bermakna dengan respon hasil percobaan yang dibuat pada kondisi optimum.

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka konsep penelitian Herba pegagan (C.asiatica)

Referensi

Dokumen terkait