• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI. Ciri neo gotik..., Anyari Indah Lestari, FIB UI, 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI. Ciri neo gotik..., Anyari Indah Lestari, FIB UI, 2013"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME...i

HALAMAN PENGESAHAN...ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH...iii

DAFTAR ISI...iv

ABSTRAK / ABSTRACT...v

1. PENDAHULUAN...1

2. NEO-GOTIK...2

3. GEREJA KATEDRAL JAKARTA..,...5

4. CIRI NEO-GOTIK PADA ARSITEKTUR GEREJA KATEDRAL JAKARTA...6

5. SIMPULAN...12

DAFTAR PUSTAKA...13

(6)

Ciri Neo-Gotik Pada Arsitektur Gereja Katedral Jakarta

Anyari Indah Lestari Zahroh Nuriah

Program Studi Belanda, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia (UI), Depok 16424, Indonesia

Abstrak

Artikel ini memaparkan ciri-ciri gaya Neo-Gotik yang diaplikasikan pada Gereja Katedral Jakarta. Gaya arsitektur Neo-Gotik dibawa ke Indonesia pada masa kolonial Belanda. Informasi mengenai gaya gereja diperoleh melalui komponen-komponen arsitektural dan ornamental yang terdapat pada bangunan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan penerapan teori Neo-Gotik dari Nicola Coldstream. Hasil penelitan berupa paparan ciri khas gaya arsitektur Neo-gotik pada Gereja Katedral Jakarta tergambar dari komponen arsitektural dan komponen ornamental bangunan tersebut seperti penggunaan material beton, kayu dan konstruksi baja.

Kata kunci: Arsitektur Eropa; Arsitektur Kolonial Belanda; Gereja Katedral Jakarta; Neo-Gotik; Neo-Klasik

The Characteristics of Neo-Ghotic in the Architecture of Cathedral Church in Jakarta

Abstract

This article describes the characteristics of Gothic of Cathedral Church in Jakarta. Neo-Gothic style was brought to Indonesia on the Dutch colonial period. The informations about the church’s style will be obtained through the architectural components and ornamental components of the building. The method used in this article is a descriptive method by applicating the theory of Neo-Gothic style by Nicola Coldstream. Research results present the typical Neo-Gothic architectural style of the Cathedral that can be seen from the architectural components and ornamental components of the building such as the use of concrete materials, wood, and steel construction.

Keywords: Cathedral Church Jakarta; Dutch Colonial Architecture; European Architectur; Neo-Gothic; Neo-Classical

(7)

Ciri Neo-Gotik Pada Arsitektur Gereja Katedral Jakarta

1. PENDAHULUAN

Kolonialisasi Belanda di Indonesia membawa banyak pengaruh bagi perkembangan bangsa ini. Dalam bukunya yang berjudul Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia (1993), Yulianto Sumalyo mengungkapkan bahwa selama masa pejajahan Belanda, Indonesia mengalami pengaruh Occidental (barat) dalam berbagai aspek yang ikut terpengaruh adalah arsitektur. Pengaruh tersebut dapat dilihat melalui bentuk kota dan bangunan-bangunan yang ada (Sumalyo, 1993 :1). Bangsa Belanda merasa berkepentingan untuk membuat bangunan-bangunan sebagai fasilitas penunjang kegiatan mereka selama di Indonesia.

Pada masa bangsa Belanda mulai menguasai Indonesia, tentu mereka juga memiliki keinginan untuk melaksanakan ibadah menurut keyakinan mereka, sehingga dibangunlah gereja-gereja sebagai fasilitas tempat ibadah mereka, juga bagi masyarakat pribumi yang mempunyai keyakinan yang sama, salah satunya Gereja Katedral Jakarta.

Kolonialisasi yang dilakukan oleh bangsa Belanda di Indonesia berlangsung dalam rentang waktu yang lama sehingga menghasilkan banyak bangunan bergaya arsitektur Eropa. Tren Gaya Bagunan yang terjadi di Eropa juga terbawa ke daerah jajahan seperti Indonesia, walaupun tidak sama persis seperti yang ada di Eropa. Hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki iklim yang jauh berbeda dengan iklim negara Belanda.

Gereja Katedral Jakarta merupakan satu dari bangunan-bangunan yang dibangun pada masa kolonial. Pengaruh gaya arsitektur Eropa jelas terlihat pada bangunan ini. Dalam artikel ini akan dipaparkan gaya arsitektur Neo-Gotik yang mempengaruhi Gereja Katedral tersebut. Data mengenai gaya gereja diperoleh melalui komponen-komponen arsitektural1 dan

1

Komponen arsitektural adalah komponen bangunan yang cara pengerjaannya dilakukan bersamaan dengan pengerjaan bangunan secara keseluruhan, berupa komponen bangunan yang secara teknis merupakan struktur yang menerima beban konstruksi tertentu atau konstruksi bangunan secara keseluruhan. Dapat juga berupa komponen bangunan yang menjadi faktor terbentuknya bangunan (Alputila, 2009 ; 12)

(8)

ornamental2 yang terdapat pada bangunan zaman kolonial tersebut. Artikel ini memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa bangunan-bangunan di Indonesia banyak ditulari oleh bangsa Belanda. Dengan begitu dapat dipelajari bentuk dan ciri-ciri arsitektur yang diaplikasikan pada bangunan di Indonesia, contohnya ciri gaya Neo-Gotik pada bangunan Gereja Katedral Jakarta ini.

Penelitian terhadap bangunan Gereja Katedral Jakarta dilakukan secara deskriptif dengan tujuan untuk memberikan gambaran secara jelas tentang gaya yang digunakan pada Gereja Katedral Jakarta. Penelitian ini merupakan studi kasus, yaitu penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas untuk memberikan sebuah gambaran secara mendetil tentang latar belakang, sifat-sifat dan karakter yang khas dari kasus (Moh. Nazir, 1988:66).

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Neo-Gotik dari Nicola Coldstream. Pengumpulan data dilakukan dalam beberapa langkah, yaitu dengan observasi bangunan secara langsung, pendokumentasian, serta studi literatur, antara lain, buku dan jurnal, serta artikel yang terdapat di beberapa situs internet. Tahap selanjutnya mengolah dan menganalisis data yang telah diperoleh. Terakhir ditarik kesimpulan dari penelitian ini.

2. NEO-GOTIK

Perkembangan arsitektur bangunan di dunia selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Klasikisme adalah aliran pemikiran yang muncul di Eropa dan memberi pengaruh kuat kepada kebudayaan abad ke-17 dan ke-18 secara keseluruhan. Arsitektur klasik di Eropa muncul dan berkembang dari sekitar 3000 SM (jaman Yunani) sampai abad ke-17 dan ke-18. Pengulangan gaya arsitektur yang dimulai pada abad ke-18 di Eropa menandakan bahwa arsitektur Klasik masih diminati dan dianggap sebagai karya yang bermutu tinggi.

Neo-Gotik mulai muncul dalam Neo-Stijlen atau disebut juga arsitektur Neo-Klasik yang berkembang antara abad ke-18 dan ke-19 hingga sekarang. Arsitektur Neo-Klasik merupakan pengulangan bentuk arsitektur Klasik (Arsitektur Yunani, Romawi, Kristen Awal, Bisantin,

2

Komponen ornamental adalah komponen bangunan yang secara teknik pengerjaannya dapat dilakukan setelah pengerjaan bangunan secara keseluruhan selesai dikerjakan. Komponen ornamental ini terutama berupa hiasan-hiasan (seni dekoratif) pada bangunan (Alputila, 2009 ; 12).

(9)

Carolingian dan Romanes, Gotik, Reinaisans, Barok dan Rokoko) secara sebagian atau utuh. Pengulangan bentuk Klasik yang terjadi pada zaman sesudahnya ini membuktikan bahwa bangunan dengan gaya seperti itu diapresiasi dengan baik oleh masyarakat pada zaman arsitektur ini dibangun (Alputila, 2009 ; 10).

Neo-Gotik atau juga dikenal Gothic Revival atau Victorian Gothic mulai berkembang di Inggris pada tahun 1740. Gaya ini diterapkan hampir di seluruh bangunan peribadatan (gereja), kastil, istana, dan bangunan-bangunan yang dihuni oleh pemerintahan ataupun kaum bangsawan di beberapa negara Eropa. Gaya arsitektur abad pertengahan lebih mementingkan konstruksi bangunan dari pada segi estetika (Nicola Coldstream: 2002 : 27).

Di Belanda, Neo-Gotik pertama kali diperkenalkan ketika raja Willem II memberikan perintah membangun balai kota di Tilburg. Gaya arsitektur yang digunakan mencontoh dekorasi bangunan Inggris bergaya Gotik di Oxford. Ciri khas arsitektur bangunan Neo-Gotik tentunya tidak terlepas dari gaya lamanya, Neo-Gotik. Di Belanda arsitektur Neo-Neo-Gotik banyak diaplikasikan pada bangunan-bangunan yang memiliki fungsi yang berguna untuk masyarakat umum. Bangunan dengan gaya Neo-Gotik yang paling mencolok ialah gereja (Architectenweb: 2001-2011).

Tokoh yang terkenal dengan gaya arsitektur Neo-Gotik di Belanda adalah Pierre Cuypers. Ia adalah seorang yang bertanggung jawab atas banyak gereja Neo-Gotik di Belanda. Meskipun terkadang ia memasukkan unsur kontemporer pada karyanya, tetap saja sebagian besar bangunan tersebut berada pada garis arsitektur Neo-Gotik (Architectenweb: 2001-2011). Neo-Gotik adalah gaya arsitektur berupa gaya Gotik yang berkembang ke arah lebih modern. Pada arsitektur gaya Gotik yang asli, langit-langit bangunan dibuat dari batu alam dan merupakan kesatuan konstruksi sebagai penyangga atap. Gereja Gotik abad pertengahan hampir seluruhnya dibuat dari batu alam, maka ciri khasnya adalah lengkungan yang bertemu melancip ke atas dan memberikan ekspresi ke atas yang sangat sesuai dengan bangunan ibadah (Nicola Coldstream : 2002 : 35,55).

Menurut buku A History of Interior Design oleh John Pile (2003), karakter umum dari gaya Gotik adalah :

1. Hampir semua bangunan gaya Gotik menggunakan material batu alam sebagai bahan pembangunannya.

(10)

2. Bangunan dengan gaya Gotik banyak yang menggunakan patung orang suci dalam jumlah yang besar. Penggunaan flying buttresses (penopang tiang yang melayang) juga merupakan ciri khas dari gaya Gotik.

3. Ornamen dekoratif pada gaya gotik memiliki detil yang sangat rumit.

Dalam bukunya yang berjudul Medieval Architecture, Nicola Coldstream (2002) menjelaskan karakter umum gaya Neo-Gotik :

1. Gaya Neo-Gotik merupakan pengulangan dari gaya Gotik yang mengalami penyederhanaan karena tumbuh pada saat modernisasi.

2. Pada bangunan bergaya Neo-Gotik, ornamen pada dinding yang rumit digantikan dengan permainan molding (ornamen hias) yang lebih sederhana.

3. Dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi bahan dasar batu alam yang digunakan pada bangunan bergaya Gotik digantikan dengan material beton, kayu, dan konstruksi baja yang memungkinkan bentuk bangunan menjadi lebih ramping, dan dengan demikian penggunaan flying buttresses (penopang tiang yang melayang) dihilangkan.

Bangunan bergaya Neo-Gotik menekankan vertikalitas dan ketinggian bangunan dengan jendela kaca yang sangat besar tersebut memiliki fungsi agar cahaya lebih banyak masuk ke dalam bangunan. Jendela-jendela tersebut bersudut lengkung patah (pointed arch) dan sangat dekoratif. Ornamen yang digunakan pada bangunan bergaya Neo-Gotik berupa permainan

molding (ornamen hias) yang lebih sederhana dibandingkan dengan yang bergaya Gotik.

Diantaranya Gargoyle, yaitu ornamen ukir makhluk imajiner dari batu atau kayu yang merepresentasikan sosok manusia atau binatang. Selain itu, pada pangkal pilar ada pula ornamen berbentuk tumbuhan atau dedaunan yang disebut Foliage sculpture. Material yang digunakan dalam gaya Neo-Gotik menggunakan material beton, kayu dan konstruksi baja yang memungkinkan bentuk bangunan menjadi lebih ramping. Penggunaan material ini bukan hanya pada bangunan namun juga ornamen-ornamen bangunan.

(11)

3. GEREJA KATEDRAL JAKARTA

Gereja Katedral Jakarta atau yang bernama resmi Gereja Santa Maria Pelindung Diangkat Ke Surga (De Kerk van Onze Lieve Vrouwe ten Hemelopneming) adalah salah satu tempat peribadatan umat beragama Katholik yang terletak di Jakarta. Bangunan Gereja

Katedral yang megah dan berdiri kokoh ini mulai didirikan pada tahun 1891 untuk menggantikan bangunan gereja lama yang runtuh pada tanggal 9 April 1980. Gereja ini dirancang dan dimulai oleh Pastor Antonius Dijkmans kemudian diresmikan dan diberkati pada 21 April 1901 oleh Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, SJ, Vikaris Apostolik Jakarta (R. Kurris, S.J., 1992 : 130).

Pastor Antonius Dijkmans seorang ahli bangunan yang pernah berguru kepada Violet-le-Duc dari Perancis dan dan juga kepada Cuypers dari Belanda, menjadi Orang yang ditunjuk dan dipercaya untuk menjadi perencana dan arsitek pembangunan gereja ini (Katedral Jakarta Website, 2006).

Gereja katedral yang sudah berdiri lebih dari 100 tahun dan bercorak arsitektur Neo-Gotik ini bentuk dasarnya merupakan salib sepanjang 60 meter, lebar bagian utama 10 meter ditambah 5 meter di setiap sisinya. Gereja ini berukuran cukup besar dengan bangku-bangku cukup kokoh dan ketinggian ruang yang sangat mengagumkan. Ketinggian pada bagian tengah langit-langit gereja ini mencapai 17 meter yang dimahkotai oleh sebuah menara kecil yang puncaknya mencapai 45 meter, sedangkan dua menara besi di sisi kanan dan kiri pintu utama mencapai 60 meter (Gambar 1). Ruang altar menempati bagian atas batang salibnya (R. Kurris, S.J., 1992 : 130).

GAMBAR 1 : Gereja Katedral merupakan jenis gereja salib (Trimble 3D Warehouse : 2013).

(12)

Pintu utama pada Gereja Katedral Jakarta ini mengikuti gaya dasar Gotik karena dijadikan titik pusat perhatian pada sisi depan gereja tersebut dengan adanya hiasan dan ornamen yang bernilai seni tinggi (Gambar 2).

GAMBAR 2 : Pada Pintu utama Gereja Katedral Jakarta. (Dokumen Pribadi)

4. CIRI NEO-GOTIK PADA ARSITEKTUR GEREJA KATEDRAL JAKARTA.

Dalam buku Handinoto (1996) yang berjudul “ Perkembangan Kota dan Arsitektur

Kolonial Belanda di Surabaya (1870-1940)”, Hellen Jessup menjelaskan bahwa pada tahun

1800-an sampai tahun 1902 bangunan yang ada di Indonesia dibangun dengan arsitektur Neo-Klasik. Hal ini bertujuan untuk menonjolkan status orang Belanda sebagai penguasa pada saat itu.

Gereja Katedral Jakarta mulai dibangun pada tahun 1891. Jika dimasukan dalam pembabakan gaya yang diajukan Hellen Jessup, maka gaya arsitektur Gereja Katedral Jakarta mengacu pada periode 1800-1902. Dengan begitu gaya arsitektur yang melatari Gereja Katedral Jakarta sedikit banyak mengikuti gaya arsitektur yang secara keseluruhan sedang berkembang di Indonesia yaitu Neo-Klasik, termasuk Neo-Gotik sebagai salah satu cabangnya.

(13)

Ciri-ciri Neo-Gotik pada komponen bangunan Gereja Katedral di Jakarta pertama dapat dilihat dari bentuk menara. Menara yang dalam arsitektur asli Gotik dibuat dari susunan batu alam secara filigran (rajutan halus), pada Gereja Katedral sudah diganti dengan baja (Gambar 3). Di Eropa digunakan konstruksi baja dengan hiasan seolah-olah berupa pahatan batu. Gaya ini merupakan pengaruh guru besar arsitek Violet le Duc, yang memiliki banyak pengikut, termasuk Dijkmans. Di Belanda, Cuypers juga menerapkan arsitektur Neo-Gotik ini pada bangunan-bangunan di Belanda (Han Awal, 2001).

GAMBAR 3 : Menara Gereja Katedral sudah diganti dengan bahan modern, yaitu baja. (Dokumen Pribadi)

Ciri yang kedua adalah ciri hiasan lengkung menyudut atau pointed architecture yang berbentuk ramping, meninggi, dan berujung lengkung menyudut. Penggunaan pointed

architecture ini terlihat dari bentuk ambang pintu utama, pintu sayap kanan dan kiri, jendela,

hiasan pada langit-langit, pagar, tiang, dan kaca patri (Gambar 4).

GAMBAR 4 : Bentuk pointed architecture pada ambang pintu utama, pintu sayap kanan dan kiri, jendela, hiasan pada langit-langit, pagar, tiang, dan kaca patri. (Dokumen Pribadi)

(14)

Ciri ketiga dapat dilihat dari penggunaan jendela bundar pada dinding di atas pintu masuk utama yang berbentuk bunga mawar dan terbuat dari kaca mosaik yang berwarna-warni. Jendela ini bernama Rozeta (Gambar 5). Selain itu juga dapat dilihat dari penggunaan jendela-jendela besar dengan kaca mosaik warna-warni dari bahan stained glass atau kaca timah yang terdapat pada sekitar altar (Gambar 6).

GAMBAR 5 : Jendela bundar pada dinding di atas pintu masuk utama yang berbentuk bunga mawar dan terbuat dari kaca mosaik yang berwarna-warni. (Dokumen Pribadi)

GAMBAR 6 : Penggunaan jendela-jendela besar dengan kaca mosaik warna-warni dari bahan kaca timah (stained glass) yang terdapat pada sekitar altar. (Dokumen Pribadi)

(15)

Ciri keempat terlihat dari adanya jendela-jendela kecil memanjang yang diletakan berhimpitan dalam satu lengkungan kusen seperti yang terdapat pada sisi kanan dan kiri pintu masuk utama gereja, juga jendela di sisi kanan dan kiri gereja yang diberi hiasan dan ukiran (Gambar 7).

GAMBAR 7 : Jendela-jendela kecil memanjang yang diletakan berhimpitan dalam satu lengkungan kusen yang diberi hiasan dan ukiran. (Dokumen Pribadi)

(16)

Ciri kelima ialah penggunaan hiasan yang berbentuk mata tombak yang terdapat pada sudut teratas sisi kiri dan kanan bangunan gereja (Gambar 8).

GAMBAR 8 : Mata tombak yang terdapat pada sudut teratas pada sisi kiri dan kanan bangunan gereja. (Dokumen Pribadi)

Ciri-ciri Neo-Gotik juga tergambar dari material bangunan Gereja Katedral Jakarta, baik material ornamental seperti yang telah dijelaskan di atas, juga material bangunan pada umumnya. Ornamen-ornamen tersebut antara lain adanya ornamen gargoyle (Ornamen ukir makhluk imajiner dari batu atau kayu yang merepresentasikan sosok manusia atau binatang)

seperti pada bangunan bergaya Gotik, akan tetapi ornamen tersebut terbuat dari kayu dan bukan batu sebagai cerminan gaya Neo-Gotik (Gambar 9).

GAMBAR 9 : Ornamen gargoyle yang terbuat dari kayu. (Dokumen Pribadi) 10

(17)

Ornamen pada pilar di dalam gereja ini menggunakan ornamen dedaunan (Foliage

Sculpture) yang berbentuk seperti rumput laut. Ornamen ini biasanya digunakan dalam

pilar-pilar bangunan bergaya Neo-Gotik, namun bentuknya bisa berbeda-beda sesuai dengan gaya arsiteknya (Gambar 10).

GAMBAR 10 : Ornamen sederhana yg berbentuk menyerupai daun. (Dokumen Pribadi)

Di bagian dalam gereja dapat terlihat penggunaan langit-langit kayu jati dengan bentuk seolah-olah “Gotik”(Gambar 11). Konstruksi langit-langit berselang-seling dan berbentuk lengkung patah (rib vault). Dalam gaya Gotik langit-langit yang digunakan juga berbentuk sama akan tetapi bahan yang digunakan adalah batu, sedangkan pada Gereja Katedral Jakarta ini digunakan kayu jati, sehingga dengan jelas terlihat manggunakan unsur Neo-Gotik.

GAMBAR 11 : Penggunaan langit-langit kayu jati. (Dokumen Pribadi)

(18)

5. SIMPULAN

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa ciri khas gaya arsitektur Neo-Gotik pada Gereja Katedral Jakarta dapat dilihat dari komponen arsitektural dan ornamental bangunan. Bangunan Gereja Katedral Jakarta berbentuk dasar salib yang menekankan vertikalitas dan ketinggian bangunan itu sendiri dengan jendela kaca berdudut lengkung patah (pointed

architecture) yang sangat besar, dan sangat dekoratif. Jendela-jendela besar dengan kaca

mosaik warna-warni terbuat dari bahan stained glass atau kaca timah. Penggunaan pointed

architecture juga membentuk ambang pintu utama, pintu sayap kanan dan kiri, hiasan pada

langit-langit, pagar, tiang, dan kaca patri. Ornamen yang terdapat pada bangunan gereja adalah molding (ornamen hias) yang sederhana. Ornamen di dalam gereja yang menjadi ciri dalam gaya Neo-Gotik adalah ornamen Gargoyle pada bagian bawah mimbar gereja yang terbuat dari kayu. Selain itu ada pula ornamen pada pangkal pilar yang berbentuk tumbuhan atau dedaunan yang disebut Foliage sculpture. Material yang digunakan pada bangunan gereja adalah beton, kayu, dan konstruksi baja yang memungkinkan bentuk bangunan menjadi lebih ramping seperti yang digunakan pada menara, pilar, langit-langit, dinding, dan ornamen gereja. Konstruksi langit-langit berselang-seling dan berbentuk lengkung patah (rib vault) seperti gaya Gotik namun material yang digunakan berbeda. Gereja Katedral memiliki bentuk bangunan, material dan ornamen bangunan bergaya Neo-Gotik seperti yang dijelaskan oleh Nicola Coldstream. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Gereja Katedral Jakarta bergaya arsitektur Neo-Gotik yang diaplikasikan oleh bangsa Belanda pada masa kolonial.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Alputila, Cheviano Eduardo. 2009. Skripsi: Gaya Bangunan Gereja Santa Perawan Maria,

Bogor. Depok: Universitas Indonesia.

Architectenweb. 2001-2011. “Neogotiek-Archipedia”.

http://www.architectenweb.nl/aweb/archipedia/archipedia.asp?ID=132 , diunduh pada tanggal 6 Maret 2013.

Awal, Han. “Arsitektur Neogotik Gereja Katedral Jakarta”. Kompas 21 April 2001. http://www.arsitekturindis.com/?p=122, diunduh pada tanggal 25 Februari 2013. Coldstream, Nicola. 2002. Medieval Architecture. London: Oxford University Press. Handinoto. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya

(1870-1940). Yogyakarta: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas

Kristen PETRA dan penerbit Andi.

Katedral Jakarta Website. 2006. “Tentang Gereja, Sebuah Catatan Sejarah 1891 – 1901”. http://www.katedraljakarta.or.id/gereja/tentanggereja_sejarah3.html, diunduh pada tanggal 26 Februari 2013.

Kurris, S.J.R. 1992. Sejarah Seputar Katedral Jakarta. Jakarta: Penerbit Obor. Nazir, Mohammad. 1998. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Pile, John F. 2003. A History of Interior Design. Edisi ketiga. London: Pearson/prentice hall. Sumalyo, Yulianto. 1993. Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press.

Trimble 3D Warehouse. 2013. “Gereja Katedral Jakarta”.

http://sketchup.google.com/3dwarehouse/details?mid=e957ecde8a497f72306c7280d616a c56 , diunduh pada tanggal 26 Februari 2013.

Gambar

GAMBAR 1 : Gereja Katedral merupakan jenis gereja salib (Trimble 3D Warehouse : 2013)
GAMBAR 2 : Pada Pintu utama Gereja Katedral Jakarta. (Dokumen Pribadi)
GAMBAR  3  :  Menara  Gereja  Katedral  sudah  diganti  dengan  bahan  modern,  yaitu  baja
GAMBAR 5 : Jendela bundar pada dinding di atas pintu masuk utama yang berbentuk bunga  mawar dan terbuat dari kaca mosaik yang berwarna-warni
+4

Referensi

Dokumen terkait

It is more appropriate for the SMEs operating in stable technological change to adopt SO, which lays emphasis on greater intention for business opportunities, while firms in

Gambar 9 Tampilan Hasil Keputusan AHP Form Hasil Keputusan AHP memiliki 5 buah tombol, dimana setiap tombol berbeda- beda fungsi seperti tombol Proses berfungsi

Dari hasil penelitian ini diharapkan kepada guru atau pengajar, untuk menyampaikan materi pembelajaran khususnya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan menerapkan

Dari kajian yang dilakukan, diperoleh bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara AC-WC kasar dan halus, nilai Stabilitas AC-WC kasar 1571,34 kg sedangkan AC- WC

mengikut beliau berdiri ketika mendengar kisah nabi dilahirkan adalah pekerjaan yang baik demi menghormati nabi.. Beliau adalah guru kepada

Judul Penelitian : Perilaku Reproduksi Sehat Ditinjau Dari Kecerdasan Emosi dan Pola Asuh Orang Tua Pada Siswa SMP Ibu Kartini Semarang.. Nama Lengkap & Gelar :

pengolahan rumput laut kering jenis Eucheuma sp yang dilakukan dengan menggunakan bahan yang diizinkan untuk makanan yang berfungsi sebagai pemutih juga bersifat aseptis

Sampel bakso diambil sebanyak 1 gram, dihaluskan dan dilarutkan dalam 9 ml akuades steril sebagai larutan pengencer yang akan dihomogenkan menggunakan vortex