• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONFIGURASI EFEKTIFITAS SISTEM KESELAMATAN PADA KAPAL PENUMPANG FERRY RO-RO. Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik universitas Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONFIGURASI EFEKTIFITAS SISTEM KESELAMATAN PADA KAPAL PENUMPANG FERRY RO-RO. Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik universitas Indonesia"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KONFIGURASI EFEKTIFITAS SISTEM KESELAMATAN PADA KAPAL PENUMPANG FERRY RO-RO

܁ܝܖ܉ܚܡܗ

, ܇ܝܔܑ܉ܖܜܗ ܁ܝܔܑܛܜܡܗ ۼܝ܏ܚܗܐܗ

, ۯܓܐܕ܉܌ ۴܉ܐܚܑ ۷ܙ܊܉ܔ

૜ Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik universitas Indonesia

Program Studi Teknik Perkapalan

Telephone: (021)727 0032, 786 4089, Faximile: (021) 727 0033 Kampus UI Depok 16424

E-mail: akhmad.fahri@ui.ac.id

ABSTRAK

Belakangan ini banyak sekali kecelakaan yang terjadi pada kapal penumpang ferry ro-ro. Hal ini didasari oleh kurangnya sistem proteksi keselamatan yang tersedia pada kapal penumpang ferry ro-ro dalam proses pengoperasiannya, diantaranya adalah kurangnya ketersediaan instalasi sprinkler, smoke detector, lashing, serta pengawasan terhadap hal-hal yang mempunyai potensi resiko terjadinya kecelakaan yang cukup membahayakan dan berkonsekuensi besar.

Salah satu bahaya keselamatan pada kapal penumpang ferry ro-ro yang menjadi permasalahan dalam beberapa tahun terakhir ini adalah bahaya kebakaran karena kurangnya perawatan dan ketersediaan alat pemadam kebakaran pada kapal ferry ro-ro. Selain itu, sisi buruk kesalahan manusia di kapal ferry ro-ro mempunyai potensi besar yang mengakibatkan terjadinya kebakaran, seperti penumpang dapat dipastikan bebas untuk merokok di atas kapal ferry dan penumpang yang menghidupkan mesin kendaraan pada saat proses penyeberangan berlangsung.

Melihat hal tersebut, maka didalam penelitian ini dilakukan simulasi dengan menggunakan software

Pyrosim agar didapatkan konfigurasi paling efektif pada sistem keselamatan kebakaran yang terjadi pada

skenario yang diidentifikasi yang mempunyai tingkat resiko yang besar. Skenario yang disimulasikan pada software ini akan merepresentasikan proses pergerakan asap dan pertumbuhan api sesuai dengan kondisi kebakaran yang ditentukan.

Pada kondisi kebakaran, parameter seperti pergerakan asap, konsentrasi asap, visibilitas, dan distribusi termal merupakan hal yang penting dan menjadi suatu acuan utama terhadap amannya desain suatu ruang pada kapal, relevan terhadap besarnya api dan peninjauan keselamatan kebakaran lainnya. Analisa dari parameter tersebut akan di jadikan acuan didalam mengukur efektifitas dari ketersediaan sistem keselamatan kebakaran yang digunakan untuk mendukung proses evakuasi penumpang pada saat kebakaran terjadi

PENDAHULUAN

Peristiwa kecelakaan yang sering terjadi tahun 2011 bisa dikatakan sebagai tahun gelap transportasi di Indonesia. Dalam setahun ,tak kurang dari setengahnya terjadi karena kebakaran. Peningkatan standard dan pengawasan terhadap fire protection dan fire safety equipment perlu dibenahi. Keamanan merupakan prioritas utama dalam dunia pelayaran. Keamanan ini ditunjang oleh peralatan keselamatan yang terdapat di atas kapal ferry.

Kecelakaan ini dapat menimbulkan suatu kerugian baik secara materi maupun waktu. Standart dari keselamatan disesuaikan sesuai dengan ruang lingkup dari pekerjaan itu sendiri. Karena setiap ruang lingkup pekerjaan mempunyai bahaya serta

resiko yang berbeda – beda. Jumlah korban hingga ratusan korban jiwa akibat dari peristiwa ini seperti luka ringan hingga luka berat seperti luka bakar, terganggunya sistem pernafasan, dan hilangnya nyawa akibat hangus terbakar dan tidak mendapatkan udara pernafasan dari asap kebakaran yang telah ditimbulkan oleh sumber api.

Pada kondisi kebakaran, parameter – parameter seperti pergerakan asap, konsentrasi asap, visibilitas, dan distribusi termal merupakan hal yang penting dan menjadi suatu acuan utama terhadap amannya desain suatu ruang, relevan terhadap besarnya api dan peninjauan keselamatan kebakaran lainnya.

(2)

Universitas Indonesia

Visibilitas yang merupakan sebuah interval jarak

yang diperlukan untuk suatu benda agar dapat dilihat atau dibedakan dengan latar belakangnya, merupakan faktor keselamatan yang penting untuk ditinjau pada saat kebakaran terjadi, khususnya pada keadaan dimana penyebaran asap menjadi bahaya yang dominan. Dari visibilitas, parameter seperti konsentrasi asap, obskurasi, dan densitas optik dapat diperoleh sehingga peninjauan terhadap pergerakan asap dapat menghasilkan batasan kepada desain kapal untuk mengantisipasi peristiwa kebakaran.

Efek dari berkurangnya visibilitas dapat dirasakan pada lokasi yang relatif jauh dari lokasi sumber kebakaran. Oleh karena itu, pada lokasi dimana terdapat bahaya panas yang relatif kecil, bahaya terhadap berkurangnya visibilitas sudah relatif besar, tergantung pada faktor konversi bahan bakar yang terbakar. Dampak ini dapat diatasi dengan menghisap asap hasil pembakaran, yang merupakan agen utama terhadap berkurangnya visibilitas, dengan menggunakan suatu sistem ventilasi hisap.

LANDASAN TEORI

Definisi kapal type ro-ro dapat ditemui dalam SOLAS 1974, Chapter II-1 sebagai kapal penumpang dengan fasilitas ro-ro. Dalam chapter ini yang dimaksud dengan kapal penumpang adalah “ Kapal yang mengangkut lebih dari 12 orang penumpang “ dan definisi dari Kapal penumpang Ro-Ro adalah “ Kapal penumpang yang melakukan loading dan unloading kargo atau muatan dengan metode Roll on dan Roll off. Dari difinisi ini, salah fungsi pentingnya adalah pengangkut penumpang dan kendaraan bermotor, terutama untuk jarak pelayaran dekat.

Kapal-kapal motor penyeberangan di Indonesia paling sedikit memiliki 2 pintu rampa I depan dan belakang. Dengan adanya 2 pintu rampa, mobil pribadi, truk, dan bus masuk dari haluan kapal, maka truk dan bus akan keluar dari buritan kapal di pelabuhan tujuan,begitu pula sebaliknya

Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan bergerak yang menghubungkan jaringan jalan atau jaringan jalur kereta api yang terputus karena adanya perairan, untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya. Sesuai Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 1999 pasal 75 ayat 3, angkutan penyeberangan tidak mengangkut barang lepas

(tidak diikat). Kapal motor penyeberangan dikategorikan sebagai angkutan penyeberangan di bawah naungan Direktorat Jenderal perhubungan Darat (Dirjenhubdar).

Terdapat berbagai peraturan menyangkut masalah keselamatan jiwa di laut. Penggunaaan setiap peraturan tergantung pada jenis kapal, lokasi pelayaran, jenis muatan, dan jenis kelas atau bendera kapal yang dipilih oleh pemilik kapal. Pada dasarnya, hampir semua peraturan tentang keselamatan di dunia mengacu pada peraturan SOLAS yang dikeluarkan oleh Organisasi Maritim Internasional (IMO).

Beberapa Peristiwa Kebakaran Pada Kapal Ferry Tahun 2011

KMP LAUT TEDUH II

Pada tanggal 28 Januari 2011, KMP. Laut Teduh-2 merapat di Dermaga-I pelabuhan penyeberangan Merak untuk melakukan bongkar muat. Mualim IV dengan dibantu Awak Kapal mengatur kendaraan yang masuk ke kapal. proses pemuatan penumpang dan kendaraan selesai. Kapal selanjutnya berangkat dari Pelabuhan Merak menuju Pelabuhan Bakauheni. Kapal melaju dengankecepatan rata-rata 6-7 knot. Sebagian pengemudi kendaraan dan penumpang menuju ruang akomodasi, namun sebagian lainnya masih berada di geladak kendaraan. pada saat kapal berada di sekitar Pulau Tempurung atau sekitar 5 Nmil dari Pelabuhan Merak, salah satu Awak bus (di bagian tengah Lower car deck) yang sedang tidur di dalam bus terbangun karena mendengar teriakan kebakaran dan melihat asap putih muncul dari belakang busnya. Pengemudi truk yang tidur dan berada di dekat bus tersebut terbangun saat mendengar penumpang mulai ribut dan segera keluar dari kendaraannya. Penumpang lain yang ada di Lower car deck setelah mengetahui hal tersebut mulai berupaya menyelamatkan diri dan berusaha memberitahukan kejadian kebakaran kepada awak kapal. Pada saat itu Lower car deck sudah mulai gelap tertutup asap. KKM (Kepala Kamar Mesin) yang mengetahui berita kebakaran dari penumpang segera memberitahukan awak mesin yang bertugas jaga di workshop (bengkel) untuk melakukan pencarian titik api dan melakukan pemadaman. Posisi bengkel tersebut tepat di atas area timbulnya kebakaran. Dua orang Juru Minyak yang sedang berada di bengkel, segera berupaya untuk menemukan titik kebakaran yang merupakan lokasi awal sumber

(3)

api. Di Lower car deck, dua orang Juru Minyak tersebut menemukan salah satu kendaraan telah mengeluarkan asap tebal di bagian belakangnya (Penumpang mulai panik saat mendengar ledakan-ledakan, sebagian ada yang berupaya menyelamatkan diri meninggalkan kapal dan ada yang melompat ke laut. Awak kapal berusaha menurunkan lifeboat dan liferaft dari sisi kiri namun terhalang asap, kemudian menuju ke sisi kanan dan menurunkan 1 unit lifeboat beserta sekitar 30 pelayar di atasnya. Selain itu 3 unit ILR juga diturunkan, namun hanya 2 yang berhasil mengembang. Dalam kejadian ini 22 orang penumpang meninggal dunia.

KMP SALVIA

Pada tanggal 8 Februari 2011, KM. Salvia bertolak dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, menuju Pelabuhan Pangkal Balam, Bangka Belitung. KM. Salvia adalah kapal pengangkut penumpang dan kendaraan jenis Ro-Ro Pax, milik PT. Bukit Merapin Nusantara berukuran GT 2.439. Kapal berkapasitas angkut 525 penumpang dan 40 unit kendaraan roda empat.KM. Salvia bertolak dari Pelabuhan I dermaga 107 Tanjung Priok mengangkut 238 penumpang termasuk 50 orang supir truk dan kernet serta 39 unit kendaraan. Ketika posisi kapal ± 2,5 mil laut sebelah Timur Pulau Damar Kepulauan Seribu, Masinis Jaga melihat adanya api disertai asap di mesin induk kiri No. 2. Mualim Jaga bersama Juru Minyak Jaga segera melakukan pemadaman dengan alat pemadam api ringan (APAR) dan melaporkan kejadian tersebut kepada Nahkoda. Sambil menunggu bantuan dari awak kapal lain, Masinis Jaga mematikan mesin induk dengan menutup keran bahan bakar.Berdasarkan laporan dari kamar mesin tersebut, Markonis kemudian meminta pertolongan kepada kapal-kapal terdekat dan pihak pelabuhan. Tindakan selanjutnya, sebagian awak kapal mengarahkan seluruh penumpang untuk bersiap melakukan evakuasi dan sebagian lainnya menuju kamar mesin untuk membantu pemadaman. Setelah sekitar setengah jam api belum dapat dipadamkan, Nahkoda memerintahkan Kepala Kamar Mesin (KKM) untuk menutup pintu kedap kamar mesin, menutup semua ventilasi ruang mesin, dan mengaktifkan pemadam api dengan sistem Halon. Tidak ada korban jiwa dalam kecelakaan kali ini.

Pengertian Bahaya dan Resiko

Bahaya adalah suatu keadaan yang berpotensi menimbulkan kerugian (ISO 31010:2008).

Bahaya adalah kondisi tempat kerja atau tingkah laku pekerja yang dapat menyebabkan

injury¸kematian, sakit atau kerugian lain ( Mark

A. Friend and James P. Kohn). Menurut OHSAS 18001:2007 bahaya adalah sumber, situasi atau tindakan yang berpotensi menimbulkan kerugian terhadap manusia. Sedangkan resiko adalah suatu kemungkinan dimana dapat terjadi kerugian atau kerusakan pada suatu kelompok atau individu yang merupakan dampak dari kecelakaan tersebut, dampaknya dapat berupa negatif dan positif (AS/NZS 4360:2004)

Penilaian resiko kebakaran

Penilaian resiko kebakaran pada dasarnya suatu pendekatan tersusun ke pengambilan keputusan. Didalam struktur umum ini, ada beberapa teknik pendekatan , seperti analisa kuantitatif, analisa semi-kuantitatif, dan analisa kualitatif. Dalam melakukan penilaian resiko kebakaran mempunyai langkah-langkah sebagai berikut : 1.Mengidentifikasi resiko terjadinya Api

Langkah pertama adalah mengetahui sumber api yang berpotensial menyebabkan kebakaran di kapal, diantaranya adalah :

• Sumber api : rokok, listrik statis, mesin mobil atau motor

Sumber bahan bakar yang berpotensial menyebabkan kebakaran dan ledakan di kapal , sebagai berikut :

• Material : Kayu, Kertas, Plastik, Karet, Fiber, Busa

• Liquids : Solar, Bensin, Cat.

• Gas : LPG dari cafetaria atau dapur. 2. Identifikasi Manusia terhadap resiko

Jika ada suatu api/kebakaran, bahaya yang terbesar bagi manusia/orang yang berada di tempat tersebut adalah panas dan asap pembakaran. Langkah – langkah yang harus dilakukan dalam penilaian resiko kebakaran , meliputi :

• Mengetahui penyebaran api dan asap yang ada ditempat tersebut.

• Mengetahui jumlah orang / manusia yang ada di tempat tersebut.

• Adanya peringatan tentang kebakaran atau mengetahui alarm kebakaran

(4)

Universitas Indonesia

• Adanya pelatihan yang diberikan crew

kapal tentang evakuasi penumpang. • Adanya petunjuk mengenai jalur evakuasi

di kapal.

3. Mengevaluasi resiko

Untuk mengevaluasi resiko kebakaran hal yang dilakukan dengan cara pengukuran control yang ada ditempat tersebut dan perlengkapan yang ada dalam mengendalikan kebakaran, dilakukan dengan cara :

• Mengurangi sumber api yang dapat terjadi.

• Memberikan rekomendasi untuk mencegah kebakaran meluas.

• Memberikan rekomendasi tentang alat pecegah kebakaran seperti detektor panas, detektor asap

Pembakaran Bahan Bakar Padat

Pembakaran bahan bakar padat (bukan logam) telah diatur di dalam klasifikasi Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No.Per 04/Men/1980 yang di kategorikan di Kelas A : Bahan bakar padat. Bahan padat selain logam kebanyakan tidak dapat terbakar dengan sendirinya. Kebakaran yang dapat terjadi dikarenakan panas yang datang dari luar sehingga molekul benda padat berurai dan membentuk gas. Sehingga gas inilah yang terbakar. Sifat utama dari pembakaran benda padat adalah bahan bakarnya tidak mengalir dan dapat menyimpan bahan panas. Bahan-bahan mampu bakar tersebut seperti selulosa, karet, kertas, berbagai jenis plastik (Polyurethane Foam dll), dan serat-serat alam. Prinsip pemadaman kebakaran jenis ini adalah dengan cara menurunkan suhu dengan cepat. Jenis media yang cocok adalah dengan menggunakan air.

Ukuran dari api dapat direpresentasikan oleh besarnya laju produksi kalor atau heat release rate (HRR). Dapat diperhatikan pada persamaan bahwa HRR (ܳሶ) tergantung pada besar laju pembakaran massa (݉ሶ) dan entalpi pembakaran (∆ℎ).

ܳሶ = ݉ሶ∆ℎ

Sifat dan produksi asap

terdapat dua tinjauan penting mengenai sifat dan produksi asap. Dua tinjauan ini adalah distribusi ukuran asap dan sifat asap itu sendiri. Sifat asap dipengaruhi oleh distribusi ukurannya

Model kebakaran zona

Api dimodelkan sebagai sumber energi dan massa yang juga berperan, seakan – akan, sebagai pompa, yang dikarenakan gaya apung pada aliran hasil pembakaran, memindahkan massa pada zona dibawahnya ke zona atas melalui proses yang disebut sebagai entrainment. Kebakaran zona adalah memodelkan suatu kebakaran pada kompartemen berdasarkan dua zona. Kedua zona ini direpresentasikan sebagai volume kontrol yang ada karena disebabkan oleh adanya stratifikasi temperatur akibat adanya kebakaran

Fire Dynamic Simulator (FDS)

Secara singkat, FDS merupakan perangkat lunak yang beroperasi berdasarkan model komputasi dinamika fluida untuk menyelesaikan persamaan – persamaan atur yang relevan dengan aliran massa, energi, dan momentum pada daerah komputasi, yang telah didiskritisasi, khusus untuk aliran fluida yang disebabkan adanya api. Secara numerik, FDS menyelesaikan persamaan Navier – Stokes untuk aliran yang terjadi karena adanya gradien termal pada kecepatan yang rendah dengan menitik – beratkan perhatian kepada asap dan perpindahan panas dari api.Tahap-tahap di dalam pemakaian FDS adalah;

• Pengaturan geometri

• Pengaturan material dan permukaan geometri • Pengaturan kondisi pembakaran • Pengaturan parameter simulasi Analisisi Resiko

Analisis semi-kuantitatif dengan melakukan observasi terhadap lingkungan serta sistematika kerja, selain itu juga melakukan penilaian terhadap lingkungan kerja. Penelitian observasi ini dilakukan dengan bertahap pada 3 kapal ferry yang berbeda dan di dalam metode Preliminary

Hazard Analysist. Dengan begitu peneliti dapat

merancang fire scenario yang akan di simulasikan sesuai dengan keadaan lapangan, pada tabel 3.1 digunakan oleh peneliti dengan metode Preliminary Hazard Analysist.

(5)

Penentuan Letak Sumber Kebakaran

Dari hasil simulasi pertama, yaitu kebakaran yang terjadi pada bus yang terletak di baris 1 , didapat hasil visual dari perambatan asap hingga memenuhi semua ruang car deck dibutuhkan waktu 36 second. Dari hasil simulasi pertama, yaitu kebakaran yang terjadi pada bus yang terletak di baris 2 , didapat hasil visual dari perambatan asap hingga memenuhi semua ruang car deck dibutuhkan waktu 32 second. Dari hasil simulasi pertama, yaitu kebakaran yang terjadi pada bus yang terletak di baris ke 3 , didapat hasil visual dari perambatan asap hingga memenuhi semua ruang car deck dibutuhkan waktu 31

second. Kesimpulan dari hasil 3 simulasi di atas

adalah perbedaan waktu dari perambatan asap untuk sampai ke ruang penumpang, dimana pada simulasi pertama letak sumber kebakaran berada di belakang membutuhkan waktu perambatan asap untuk sampai memenuhi seluruh ruang car deck adalah 36 second, simulasi kedua dengan letak kebakaran berada di depan membutuhkan waktu 32 second untuk memenuhi ruang car deck, dan pada simulasi yang ketiga didapat waktu pada sumber kebakaran di baris ke 3 membutuhkan waktu 31 second. Maka dalam penelitian ini, peneliti menetapkan letak sumber kebakaran berdasarkan pengamatan visual dari hasil simulasi FDS , yaitu pada mobil yang terletak di baris ke tiga , sebagai sumber kebakaran yang berbahaya.

Material

Material yang digunakan pada simulasi adalah polyurethane foam, steel, and gypsum. Dimana polyurethane foam dan gypsum

ditetapkan pada bangku tiap bus. Sedangkan steel ditetapkan pada material dari kapal itu sendiri. Dapat dilihat pada tabel dibawah ini nilai – nilai termofisik untuk kedua material tersebut.

Material (kg/m

ρ

3 ) (W/(m.K))

k

ܿ (kJ/(kg.K)) Steel 7850,0 45,8 0.465 Foam Gypsum 28 930 5,0E-02 0.17 1.7 1.09 Model pembakaran

Pada simulasi ini, nilai HRR ditetapkan sebesar 5300 KW dengan HRRPUA sebesar 380 kW/m2 dan luas sumber kebakaran sebesar 0.12 m2. Bahan bakar yang didesain adalah burner

pada polyurehtane foam dengan mengasumsikan ini disebabkan sampah yang terbakar dan waktu pembakaran selama 331 second dengan laju pembakaran per satuan massa maksimum selama proses kebakaran terjadi, maka luas permukaan pembakaran bahan bakar dan volume bahan bakar adalah sebesar 15,2 m2 dan 1,57 m3. Penelitian ini dikhususkan untuk mengamati performa dari alat proteksi kebakaran (smoke exhaust,supply fresh

air, sprinkler dan smoke detection) dan meninjau

pergerakan asap, konsentrasi asap, dan penyebaran temperatur akibat asap, tanpa disertai propaganda api. Pada pengaturan awal simulasi, ditetapkan beberapa alat pengukuran seperti termokopel, dan pengukur visibilitas. Selain juga di tinjau tingkat kefektifitas dari pengaruh alat proteksi kebakaran (smoke exhaust,supply fresh

air, sprinkler dan smoke detector) terhadap

konsentrasi asap, visibilitas, dan distribusi temperatur terhadap kebakaran sehingga memberikan waktu yang cukup untuk evakuasi pada saat kebakaran terjadi. supply fresh air dan pembuangan asap (smoke exhaust). Dengan memperhatikan jumlah kapasitas supply dan exhaust peneliti disini menggunakan kapasitas sebesar 100000 m3/jam. Hal ini merujuk oleh hasil dari produksi asap yang besar dari hasil pembakaran yang terjadi. mengingat pentingnya pengendalian asap agar evakuasi dapat berjalan tanpa terjadinya korban.

Hasil dan pembahasan

Batasan – batasan mengenai temperatur udara, tingkat obskurasi asap, dan sebagaimana yang disebutkan pada NFPA 130 appendix B, adalah sebagai berikut:

• Temperatur udara maksimum 60oC untuk beberapa detik pertama kebakaran terjadi, dan rata – rata 49oC atau kurang untuk 6 menit pertama kebakaran terjadi serta dengan kemudian menurun.

• Tingkat obskurasi asap dapat tetap ditahan pada kondisi dimana tanda bercahaya dengan intensitas 7.5 ft – candela dapat tetap dilihat dari jarak 30 m dengan dinding dan pintu yang dapat tetap terlihat dari jarak 10 m. Pada bagian berikut ini, akan dipaparkan distribusi temperatur dan visibilitas pada simulasi – simulasi yang telah dilakukan, dengan kemudian

(6)

Universitas Indonesia

membandingkannya dengan standar NFPA 130

yang telah disebutkan di atas • Temperatur

Temperatur untuk 80 detik pertama zona car deck skenario pertama

. Temperatur untuk 80 detik pertama zona car deck skenario 2

Temperatur untuk 80 detik pertama zona car deck skenario 3

Temperatur untuk 80 detik pertama zona car deck skenario 4

Keempat grafik diatas hanya dipilih beberapa titik yang mempunyai perubahan temperatur secara signifikan dan melewati batas aman evakuasi (60 o

C) serta perbandingan pada titik yang sama dengan skenario berbeda

terlihat bahwa pada skenario 1, nilai temperatur pada 80 detik pertama pada kondisi kebakaran 5,3 MW, melebihi batas standar temperatur maksimal sebesar 60oC pada detik ke 45, hal ini berarti evakuasi sudah tidak bisa dilakukan pada pada titik tersebut. Sedangkan pada skenario kedua terlihat bahwa temperatur maksimum pada kebakaran kapal masih memenuhi standar aman begitu pula pada skenario ketiga dan keempat. Hal ini disebabkan oleh temperatur pada skenario kedua api telah berhasil di padamkan pada detik ke 55 sedangkan pada skenario ketiga dan keempat api juga berhasil berhasil di padamkan pada detik 88 dan detik 48 sehingga tidak terjadinya penyebaran dari kebakaran dan produksi asap terbentuk. Simulasi keempat api lebih lama di padamkan di karenakan oleh api berhasil di hambat pertumbuhannya di karenakan kadar oksigen yang berkurang di karenkan jumlah produksi asap yang terbentuk, pada simulasi ini sprinkler tidak berfungsi di karenkan api yang terbentuk belum cukup untuk membuat sprinkler mengeluarkan air. Dan asap berhasil mematikan api tersebut. Sedangkan pada simulasi keempat terlihat bahwa supply fresh air berhasil mempertahankan temperatur area kebakaran dengan cara memberikan pasokan udara segar dan juga mendorong dari pergerakan asap menuju area terbuka, selain itu smoke exhaust berfungsi untuk membuang produksi asap yang terproduksi menuju ke pintu evakuasi lantai 2 sehingga mengurangi dari penyebaran distribusi temperatur yang di bawa oleh asap. Pada simulasi keempat terlihat juga bahwa ketika api mulai

(7)

membesar sprinkler pecah dan menyemburkan air pada saat menyentuh suhu 60oC derajat (titik aktivasi sprinkler).

• Visibilitas

Skenario pertama

(a) Visibility pintu evakuasi lantai 2.1

(b) Visibility pintu evakuasi lantai 2.2

(c) Visibility pintu evakuasi lantai 3.1

(d) Visibility pintu evakuasi lantai 3.2

(m) Visibility tangga lantai 2.3

(n) Visibility tangga lantai 2.4

(o) Visibility tangga lantai 3.1

(8)

Universitas Indonesia

Hasil data yang di dapatkan adalah data 17 titik.

Akan tetapi hanya titik diatas yang mempunyai perubahan secara signifikan dan melewati titik batas visibilitas evakuasi (10 meter) grafik (a) dapat dilihat dari perubahan visibilitas hingga mencapai angka di bawah 10 meter terjadi pada waktu 32 detik, hal ini di karenakan oleh pertumbuhan asap yang tinggi di car deck lantai 2 yang diakibatkan oleh material terbakar pada daerah sekitar titik api dan tinggi langit-langit car deck yang hanya setinggi 2,95 meter sehingga asap akan cepat sekali turun memenuhi ruangan, selain itu lokasi di titik (a) cukup dekat dengan letak sumber kebakaran serta mempunyai geometri yang memungkinkan terjadinya penumpukan asap yang tinggi. Sama halnya dengan grafik (b) perubahan visibilitas hingga mencapai angka di bawah 10 meter terjadi pada detik ke 32. Sedangkan grafik pada titik (c) yang berada pada lantai 3 pada kapal menunjukkan bahwa visibilitas turun hingga di bawah 10 meter berada pada detik sekitar 86, sedangkan titik (d) visibilitas turun hingga di bawah 10 meter berada di waktu 170 detik. Kedua titik ini berada pada lantai 3 pada kapal ferry ro-ro yang sedang di simulasikan, akan tetapi dari hasil penglihatan visual dari simulasi terlihat bahwa kedua titik ini berada pada jalur pergerakan asap yang di hasilkan dari kebakaran dari skenario yang diuji, dan geometri dari kedua titik ini juga mempunyai potensi dalam menyimpan jumlah asap yang cukup banyak dikarenakan ruangan pada titik ini tertutup di bagian atap langit-langitnya sehingga asap yang masuk dalam jumlah yang besar dapat berkumpul dan turun hingga memenuhi ruangan pada kedua titik ini sebelum bisa keluar melalui celah ventilasinya. . Titik (m) dan (n) adalah tangga luar yang dekat alur penjalaran asap, di karenakan area ini terbuka maka visibilitas di kedua titik ini terganggu hanya di beberapa detik saja, yaitu grafik pada titik (m) visibilitas di bawah 10 meter terjadi pada tepat detik ke 54,160, dan 162 dan grafik pada titik (n) visibilitas di bawah 10 meter terjadi dari waktu detik ke 187 hingga detik ke 192. Grafik visibilitas di bawah 10 meter pada titik (o) terjadi pada sekitar pada detik ke 73 dan merupakan salah satu tempat yang juga cukup rawan di karenakan jumlah kapasitas asap yang terkumpul di cukup banyak, sama hal dengan titik (p) dimana pada grafik visibilitas berbahaya terjadi sekitar detik 72.

Visibilitas skenario 2 sprinkler (dipilih variasi pertama karena dari hasil simulasi, variasi kedua lebih efektif memadamkan api di bandingkan variasi 2)

(a) Visibility pintu evakuasi lantai 2.1

(b) Visibility pintu evakuasi lantai 2.2

Dari 17 titik pengukuran dilakukan hanya pada ke lima titik ini terjadi perubahan visibilitas secara signifikan hingga evakuasi tidak dapat dilakukan (batas minimum 10 meter). Hasil simulasi dari skenario kedua variasi sprinkler pertama adalah pada grafik (a) menunjukkan bahwa visibilitas di titik tersebut mengalami penurunan di bawah titik aman penglihatan saat terjadi kebakaran (10 meter) pada saat detik ke 31 hal ini di karenakan titik ini berada di dalam ruangan tertutup pada bagian langit-langitnya dan letaknya cukup ekat dengan sumber kebakaran hal sama terjadi pada area di titik (b) , kedua area ini berada di depan pintu tempat jalur evakuasi pada lantai 2, pada titik (b) visibililitas di bawah angka 10 meter terjadi pada sekitar detik 32 dan kondisi ini berlangsung hingga sekitar menit 75.

(9)

Skenario 3 dan 4

(a) Skenario 3

(b) Skenario 4

Pada 2 skenario terakhir ini dapat dilihat bahwa dari segi aspek visibilitas terhadap setiap titik pada batasan kebakaran yang di lakukan bahwa di setiap titik hampir tidak terjadi perubahan visibilitas, hanya pada titik (m) dan (n) pada skenario 4 yang terletak pada tangga luar evakuasi pada lantai 2. Perubahan visibilitasnya hanya mencapai titik 13 dan 11 meter yang berarti masih berada dalam kondisi aman evakuasi dilihat dari segi visibilitas.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan analisa terhadap data – data hasil simulasi yang sudah dijabarkan pada bab 4, diperoleh beberapa informasi inti yang setidaknya dapat memberikan masukan dan tuntunan terhadap penelitian selanjutnya

Kontribusinya terhadap pengurangan luas daerah reduksi visibilitas juga sangat dipengaruhi terhadap desain sumber kebakaran yang ditetapkan. Pada simulasi tersebut, yang digunakan adalah sumber kebakaran dengan laju produksi kalor sebesar 5,3 MW dalam waktu 330 detik. Dari yang sudah dibahas sebelumnya, hampir terlihat jelas bahwa minimum visibilitas

terdapat pada detik – detik dimana pembakaran terhenti. Jika seandainya kebakaran yang terjadi memiliki rentang waktu dan produksi kalor yang di hasilkan lebih besar, sangat memungkinkan untuk terdapatnya minimum visibilitas yang lebih kecil dari yang sudah dibahas

.

Hal yang sama juga berpengaruh terhadap temperatur, sangat memungkinkan terjadinya pertambahan temperatur yang jauh lebih besar dan memungkinkan untuk terdapatnya maksimal temperatur dari kasus yang telah di bahas.

Perubahan dari pemasangan smoke exhaust mengurangi luas daerah reduksi visibilitas. Dan sedikit membantu di dalam menjaga kondisi temperatur di setiap titik evakuasi agar tetap dapat di jalankan sesuai prosedur yang ada dan terjaga keamanannya. Selain itu smoke exhaust juga membantu membuang asap ketika proses pembakaran telah berhasil di padamkan.

Sprinkler bekerja pada titik 68 oC di saat api telah membesar dan pada skenario tiga terlihat bahwa bahwa sprinkler bekerja pada detik ke 36 dan berhasil memadamkan api pada detik ke 48. Selain itu juga pengaruh dari peletakan jumlah sprinkler yang efektif, terlihat pada skenario 2 variasi pertama lebih cepat memadamkan api dan lebih efektif di dalam menahan jumlah pertambahan temperatur pada car deck di bandingkan oleh variasi sprinkler ke dua hal ini membuktikan bahwa peletakan sprinkler memiliki pengaruh di dalam menahan dan memadamkan kebakaran yang terjadi.

Saran

Akan jauh lebih baik bahwa tidak ada keberadaan penumpang pada zona car deck, tidak adanya kendaraan yang hidup pada saat kegiatan operasi kapal berlangsung di karenakan akan menaikkan potensi resiko keselamatan dan kebakaran yang terjadi

.

Melalui simulasi yang telah di lakukan, peneliti menyarankan bahwa akan pentingnya kelengkapan akan sistem keselamatan yang terinstalasi, selain itu perawatannya juga di perlukan dimana saat terjadi bahaya kebakaran, sistem tersebut dapat bekerja dengan baik.

Instalasi sistem sprinkler pada car deck terlihat pada skenario 2 pada 2 jenis variasi sprinkler yang berbeda terlihat bahwa sprinkler variasi

(10)

Universitas Indonesia

pertama lebih cepat di dalam memadamkan api

hal ini terlihat HRR yang di hasilkan (lihat gambar 4.2 dan 4.3) pada kasus kebakaran yang sedang di teliti, dapat disarankan bahwa instalasi

sprinkler berada tepat di atas setiap mobil pada

parkiran.

Menambahkan sistem smoke exhaust pada ruang car deck agar pada saat terjadi kebakaran dapat memberikan waktu lebih di saat terjadinya kebakaran, selain itu disarankan juga agar desain car deck dapat di kedapkan di saat terjadinya kebakaran agar produksi asap yang terbentuk tidak menyebar ke titik lainnya dan asupan oksigen juga semakin menipis supaya api dapat padam, akan tetapi dengan kondisi tidak ada penumpang di dalam car deck.

Verifikasi eksperimen perlu untuk dilakukan sebagai kegiatan penelitian selanjutnya, guna menjadi evaluasi aktual terhadap simulasi yang sudah dilakukan.

Daftar Pustaka

[1] Rapporteur Alfred Haack. Designs Fire Scenario – Technical Report – Part 1. Thematic Network Fire in Tunnel. p. 32. [2] Non Convention Vessel Standard

Indonesian Flagged, Ministry of Transportation, 2009.

[3] Angus Grandison, Zhaozhi Wang, Ed Galea, Mayur Patel, Philipp Lohrmann, Nikos Themelis, Wenkui Cai, George Mermiris. Probabilistic Framework for Onboard Fire Safety. Scenario Generation Model (D1.4), 3 February 2011.

[2] McGrattan Kevin, Randall McDermott, Simo Hostika, Jason Floyd. Fire Dynamics Simulator (Version 5) User’s Guide[M]. NIST Special Publication 1019 – 5, Gaithersburg, Maryland: National Institute of Standards and Technology, October 2010.

[3] Kevin McGrattan, Simo Hostikka, Jason Floyd, Howard Baum, Ronald Rehm, William Mell, Randall McDermott. Fire Dynamics Simulator (Version 5) Technical Reference Guide – Volume 1: Mathematical Model. NIST Special Publication 1018 – 5, Gaithersburg, Maryland: National Institute of Standards and Technology, October 2010.

[4] SFPE. (2002). SFPE Handbook of Fire

Protection Engineering, National Fire

Protection Association (NFPA), Quincy, MA.

[5] Quintiere James G. Compartment Fire

Modeling – SFPE Handbook of Fire Protection Engineering, National Fire

Protection Association (NFPA), Quincy, MA.

[6] Walton William D., Thomas Philip H.,

Estimating Temperature in Compartment Fire – SFPE Handbook of Fire Protection Engineering, National Fire Protection

Association (NFPA), Quincy, MA.

[12] D. T. Gottuk, D. A. White. Liquid Fuel

Fires – SFPE Handbook of Fire Protection Engineering, National Fire Protection

Association (NFPA), Quincy, MA.

[13] Babrauskas Vytenis. Heat Release Rates –

SFPE Handbook of Fire Protection Engineering, National Fire Protection

Association (NFPA), Quincy, MA.

[14] George W. Mulholland. Smoke Production

and Properties - SFPE Handbook of Fire Protection Engineering, National Fire

Protection Association (NFPA), Quincy, MA.

[15] Brian Y. Lattimer. Heat Fluxes from Fires

to Surfaces - SFPE Handbook of Fire Protection Engineering, National Fire

Protection Association (NFPA), Quincy, MA.

[16] Gunnar Heskestad. Fire Plumes, Flame

Height, and Air Entrainment - SFPE Handbook of Fire Protection Engineering,

National Fire Protection Association (NFPA), Quincy, MA.

[17]https://groups.google.com/forum/?fromgrou ps#!forum/fds-smv, Desember 2012.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan dikeluarkan Peraturan Bupati Nomor 03 Tahun 2012 tersebut seluruh Lurah dan Pamong desa Se-kabupaten Bantul diharapkan mampu memberikan perubahan kearah

Secara umum tenaga kerja (manpower) atau penduduk usia kerja (UK) diartikan sebagai penduduk dalam usia kerja (berusia 15 tahun keatas) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu

Konawe Eselon III-A Kepala Dinas Kepemudaan Olah Raga dan Pariwisata

Untuk membandingkan perubahan yang terjadi atas penerapan SAK ETAP dan PA-BPR, laporan yang akan dikomparasikan adalah laporan keuangan periode 2009.

Dalam bab ini menitikberatkan penjelasan mengenai sifat-sifat Subring dan pengertian dari Ideal dalam Ring yang merupakan suatu Subring yang khusus yaitu suatu Subgrup

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Kemampuan Penalaran Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol

Buku Rancangan Pengajaran Sistem Tata Udara dan Refrigerasi Kapal Program Studi Teknik Perkapalan Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia merupakan

Buku Rancangan Pengajaran Sistem Fluida dan Perpipaan Kapal Program Studi Teknik Perkapalan Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia merupakan