• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan. Pembahasan. A. Teater Tradisional Gambuh (1) Pengertian Gambuh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pendahuluan. Pembahasan. A. Teater Tradisional Gambuh (1) Pengertian Gambuh"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Seni teater tradisional memiliki peran penting pada suatu masyarakat. Teater tradisional disamping menjadi bagian masyarakat, terutama dalam kegiatan hiburan. Juga memiliki peran sebagai sarana penyampaian informasi, komunikasi, penyebar pesan sosial atau hal-hal yang berhubungan dengan adat istiadat. Di Indonesia, banyak sekali daerah-daerah yang memiliki kesenian dalam bentuk teater dengan ciri khas daerahnya masing-masing. Salah satu teater tradisional yang masih terjaga sampai saat ini ialah teater tradisonal yang berada di Bali.

Bali sendiri memiliki berbagai macam kesenian teater tradisional, diantaranya : (1) Wayang; (2) wayang gambuh; (3) calon arang; (4) arya; (5) topeng; (6) gambuh. Kesemuanya merupakan warisan budaya yang memiliki peran dan karakteristik tersendiri dalam kehidupan masyarakat Bali. Sebagai sebuah karya seni klasik Bali, teater tradisional termasuk karya seni yang cukup bermutu dan hidup terus, memenuhi hampir seluruh kurun sejarah kehidupan seni budaya di Bali. Ia banyak menjadi bahan pembicaraanpara

Pembahasan

A. Teater Tradisional Gambuh (1) Pengertian Gambuh

Gambuh adalah tarian dramatari Bali yang dianggap paling tinggi mutunya dan merupakan dramatari klasik Bali yang paling kaya akan gerak-gerak tari sehingga dianggap sebagai sumber segala jenis tari klasik Bali.

Keunikan pada gamelan Gambuh terletak pada suling panjang yang memerlukan circular blown breathing terus menerus. Iringan Gambuh dapat diganti dengan gamelan Semar Pagulingan karena memiliki persamaan laras. Di Bali ceritra Panji memiliki pengaruh yang sangat luas dan menunjukkan perkembangan yang sangat kompleks karena ceritra itu berkembang dalam berbagai jalur dan kreativitas seni. Kendatipun

(2)

Gambuh kini jarang dipentaskan hanya sebatas upacara tertentu yang memerlukannya, namun bentuknya sudah diwarisi oleh seni pertunjukan lainnya yang lebih populer.

(2) Sejarah Perkembangan Gambuh

Diperkirakan Gambuh ini muncul sekitar abad ke-15 yang lakonnya bersumber pada cerita Panji. Gambuh berbentuk total theater karena di dalamnya terdapat jalinan unsur seni suara, seni drama & tari, seni rupa, seni sastra, dan lainnya.

Diiringi dengan gamelan Penggambuhan yang berlaras pelog Saih Pitu. Tokoh-tokoh yang biasa ditampilkan adalah Condong, Kakan-kakan, Putri, Arya / Kadean-kadean, Panji (Patih Manis), Prabangsa (Patih Keras), Demang, Temenggung, Turas, Panasar dan Prabu. Dalam memainkan tokoh-tokoh tersebut semua penari berdialog, umumnya bahasa Kawi, kecuali tokoh Turas, Panasar dan Condong yang berbahasa Bali, baik halus, madya dan kasar.

Pementasannya dalam upacara-upacara Dewa Yadnya seperti odalan, upacara Manusa Yadnya seperti perkawinan keluarga bangsawan, upacara Pitra Yadnya (ngaben) dan lain sebagainya

(3) Fase-fase Teater Tradisional Gambuh

Dengan aturan pepeson dalam pertunjukan dramatari Gambuh diatur sesuai dengan kedudukan/kepangkatan tokoh-tokoh yang ada. Adapun salah satu aturan pepeson yang ada adalah :

a. adegan Putri, b. adegan Panji, c. adegan Prabu Alus, d. Adegan Prabu Keras, dan e. Adegan Prabangsa.

(3)

Aturan ini mungkin saja mengalami perubahan kecil sesuai dengan lakon yang dibawakan tetapi tidak akan jauh berbeda dari aturan pepeson yang pokok ini

(4) Unsur-unsur Teater Tradisional Gambuh

Gambuh yang terbentuk di Bali tidak hanya memperkenalkan cerita sebagai lakon yang memunculkan adanya struktur dramatik yang lengkap, akan tetapi memperkenalkan pula koreografi yang rumit dan penampilan yang artistik, untuk hiburan raja dan para bangsawan kerajaan. Bentuk pertunjukan Gambuh memiliki standar kualitas tertentu yang mencirikan Gambuh, yaitu memiliki struktur pertunjukan dan koreografi serta iringan musik yang pasti, perbendaharaan gerak yang lengkap dengan aturan-aturan yang ketat, yang tidak dimiliki oleh Bali sebelumnya. Begitu pula kostum yang digunakan sangat megah, berbeda dengan kostum yang digunakan oleh tarian-tarian sebelumnya yang sangat sederhana. Itulah yang menyebabkan Gambuh dikatakan sebagai sumber drama tari yang muncul kemudian di Bali.

(5) Fungsi Teater Tradisional Gambuh

a. sebagai Tari Bebali (seremonial), yaitu sebagai pengiring upacara di pura-pura. Dramatari Gambuh sebagai tari lakon klasik tertua dalam khazanah tari Bali adalah merupakan bentuk total teater yang memiliki unsur seni, drama, music, dialog dan tembang.

b. Sebagai sarana dan pelaksanaan upacara-upacara besar terutama tingkatan upacara "mapeselang". Tarioan Gambuh ditarikan pada waktu Ida Bhatara turun ke paselang

c. Sebagai sebuah hikayat yang menceritakan kehidupan, peperangan, roman dari raja-raja Jenggala, Kediri, Gegelang, dan sebagainya.

(4)

B. Teater Tradisional Calon Arang (1) Pengertian

Calonarang merupakan sebuah dramatari yang identik dengan drama ilmu sihir, ilmu hitam, maupun ilmu putih yang dikenal dengan Pangiwa / Pangleyakan dan Panengen yang dibentuk dari perpaduan unsur Pagambuhan, Pearjaan dan Bebarongan. Pada umumnya lakon yang ditampilkan berakar dari cerita Calonarang, sebuah cerita semi sejarah dari zaman pemerintahan raja Airlangga di Kahuripan (Jawa Timur) pada abad ke IX.

(2) Sejarah Perkembangan

Teater Calonarang diduga muncul pada tahun 1825 pada zaman kerajaan Klungkung. Teater ini memiliki perpaduan dari 3 unsur penting yakni, Bebarongan, Rangda, Celuluk, Condong, Putri, Patih Manis, Patih Keras, Palegongan yang di wakili oleh sisiya-sisiya (murid-murid).

Bentuk-bentuk seni pertunjukan yang ada ketika itu biasa dilakukan dekat kuburan (Pura Dalem) dan arena pementasannya selalu dilengkapi dengan sebuah balai tinggi (trajangan atau tingga) dan pohon pepaya. Kemudian beberapa penari perlu mendapat perlindungan khusus dari leyakdan penari Pandung juga perlu mejalani upacara penyucian sebelum pertunjukan. Pada puncak pertempuran, Pandung berusaha membunuh Rangda, tetapi gagal karena kekuatan magis topeng Rangda dan penari yang memakainya.

Pada tahun 1931, Antonin Artaud, seorang dramawan terkemuka Prancis sempat sangat terpesona dengan drama tari Calonarang. Karena ketika itu, Artaud dan para pekerja seni pertunjukkan di Eropa sempat digemparkan pementasan Calonarang oleh para seniman Bali yang dipimpin oleh Cokorda Gede Raka Sukawati di arena Paris Colonial

(5)

Exhibition. Sampai-sampai karya Artaud seperti No More Master Sieces dan The Theatre and Palgue dikenal kental bernuansa drama tari Calonarang. Meskipun zaman telah berubah, akan tetapi pertunjukkan drama tari Calonarang masih tetap menjadi pertunjukkan hiburang yang sangat disukai wisatawan.

(3) Unsur-unsur teater tradisional Calonarang

a. Babarongan yang diwakili Barong Ket, Rangda dan Celuluk;

b. Unsur Pagambuhan diwakili oleh Condong, Putri, Patih Manis (Panji) dan Patih Keras (Pandu); dan

c. Unsur Palegongan yang diwakili oleh Sisiya-sisiya (Murid). Pertunjukan ini biasanya ditampilkkan oleh seorang Balian (Dukun) yang memiliki kesaktian tinggi.

Inti dari pertunjukkan ini adalah memanggil leak disekitar tempat pertunjukan untuk diadu kekuatannya. Jika Balian kalah, maka Balian tersebut akan mati, namun jika Balian tersebut menang maka kemampuannya akan diakui oleh orang lain. Pertunjukan ini dimulai pada tengah malam dan penonton yang menyaksikan dilarang meninggalkan tempat pertunjukan hingga pertunjukan selesai, karena jika nekat meninggalkan tempat pertunjukan maka orang tersebut akan diganggu oleh leak.

(4) Unsur-unsur Teater Tradisional Calonarang

Sudah lazim dalam konsep kreativitas seniman Bali yang menjadikan sastra sumber sebagai bingkai intrinsik saja. Implementasi dan transformasi tata pentasnya dicangkokkan dengan pola-pola, idiom-idiom, atau kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam seni pertunjukan tradisional Bali. Lewat penonjolan sub-tema sihir, teater Calonarang memakai ramuan unsur-unsur seni palegongan, patopengan, pagambuhan dan Arja.

Sub tema sihir, leak, memang selalu ditonjolkan dalam teater Calonarang. Di tengah arena panggung ditancapkan gedang renteng di depan sebuah tingga. Gedang renteng adalah sejenis pepaya yang buahnya bertangkai panjang --asosiasi buah dada menggelayut nenek sihir

(6)

Calonarang. Di bawah pohon itulah Calonarang dalam wujud Rangda mengangkang dan menjerit-jerit memamerkan kesaktiannya. Sedangkan tingga adalah sejenis rumah panggung yang dibuat agak tinggi di sisi arena yang merupakan simbol sarang si janda Dirah. Di rumah panggung inilah Pandung, patih andalan Raja Airlangga, bergumul menancapkan kerisnya bertubi-tubi ke tubuh Calonarang yang membuat penonton tampak tegang. (5) Fungsi Teater Tradisional Calonarang

1. Sebagai pedoman upacara penyucian (ruwetan) atau acara pengusir mala petaka.

2. Sebagai hiburan, bagi masyarakat dikarenakan di dalamnya terdapat berbagaimacam pesan sosial akan kehidupan.

C. Teater Tradisional Arja (1) Pengertian

Arja merupakan seni teater yang bersifat kearakyatan dan sangat kompleks karena merupakan perpaduan dari berbagai jenis kesenian yang hidup di Bali, seperti seni tari, seni drama, seni vokal, seni instrumentalia, puisi, seni peran, seni pantomim, seni busana, seni rupa dan sebagainya. Semua jenis seni yang bersatu dalam Arja dapat saling menyatu dan padu, sehingga satu sama lain tidak saling merugikan.

Perpaduan ini amat menyatu dan padu, seperti halnya seni suara yang bertangga nada slendro/pelog menjadi tembang yang sangat merdu

(7)

dan menarik, sedangkan sebagai pendukung dan penagasan ceritera dilakukan melalui monolog dan dialog. Sesungguhnya Arja adalah perpaduan antara dua pendukung teater, yaitu gagasan yang datang dari para pendukung (pemain) dan penonton.

Seperti bentuk teater tradisi Bali lainnya, arja merupakan bentuk teater yang penekanannya pada tari dan nyanyi. Semacam gending yang terdapat di daerah Jawa Barat (Sunda), dengan porsi yang lebih banyak diberikan pada bentuk nyanyian (tembang). Apabila ditelusuri, arja bersumber dari gambuh yang disederhanakan unsur-unsur tarinya, karena ditekankan pada tembangnya. Tembang (nyanyian) yang digunakan memakai bahasa Jawa Tengahan dan bahasa Bali halus yang disusun dalam tembang macapa.

Nama Arja ini di duga berasal dari bahasa Sansekerta Reja yang mempunyai arti keindahan, Arja adalah jenis opera khas Bali yang merupakan sebuah drama tari yang dialognya ditembangkan secara macapat.

(2) Sejarah Perkembangan Teater Arja

Arja diduga berkembang sejak sekitar tahun 1814, yaitu pada pemerintahan I Dewa Gde Sakti di Puri Klungkung, saat diadakannya upacara Pelebon yang dilakukan oleh I Gusti Ayu Karangasem. Upacara Pelebon besar-besaran ini dihadiri oleh berbagai kalangan, termasuk raja-raja seluruh Bali. Pada saat itu atas prakarsa I Dewa Agung Mangis asal Gianyar dan Dewa Agung Jambe digelarkan untuk pertama kalinya Arja.

Ketika itu Arja dikenal dengan nama Dadap dan lakon yang dipertunjukkan adalah Limbur. Dadap adalah nama sejenis pohon dan juga berarti perisai. Pohon Dadap adalah kayu sakti, sebagai lambang pembersihan atau alat penyucian yang harus ada dalam setiap upacara di Bali.

Waktu itu Arja digelar dengan tata cara wayang lemah untuk upacara pelebon, dengan memakai dahan dadap sebagai tiang kelir. Sejalan dengan

(8)

wayang lemah maka tokoh-tokoh Arja pun dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan yang baik dan yang buruk. Tembang Arja adalah tembang Lelawasan, sejenis kidung atau tembang Gambuh. Arja tidak menggunakan gamelan dan semua tokoh diperankan oleh pria, sehingga di Singaraja dan Gianyar disebut Arya Doyong. Menurut mereka yang mengetahui, sejak itu Arja menyebar ke seluruh Bali.

Menjelang berakhirnya abad XX munculah Arja dimana keseluruhan pemainnya adalah laki - laki yang sering di sebut dengan Arja Muani ( arja laki - laki ) yang di sambut dengan antusias oleh masyarakat.

(3) Fase-Fase Perkembangan Teater Arja

Tiga fase penting dalam perkembangan Arja adalah:

1. Arja Doyong (Arja tanpa iringan gamelan, dimainkan oleh satu orang).

2. Arja Gaguntangan (memakai gamelan Gaguntangan dengan jumlah pelaku lebih dari satu orang)

3. Arja Gede (dibawakan oleh antara 10 sampai 15 pelaku dengan struktur pertunjukan yang sudah baku seperti yang ada sekarang. Gamelan yang biasa dipakai mengiringi Arja disebut Gaguntangan yang bersuara lirih dan merdu sehingga dapat menambah keindahan tembang yang dilantunkan oleh para penari). Biasanya arja selalu diiringi dengan menggunakan gamelan geguntangan yang bersuara lirih dan merdu sehingga dapat menambah keindahan tembang yang dilantunkan oleh para penari.

(4) Unsur-Unsur Teater Arja

Sumber lakon Arja yang utama adalah cerita Panji (Malat), kemudian lahirlah sejumlah cerita seperti Bandasura, Pakang Raras, Linggar Petak, I Godogan, Cipta Kelangen, Made Umbara, Cilinaya dan Dempu Awang yang dikenal secara luas oleh masyarakat.

(9)

Arja juga menampilkan lakon-lakon dari cerita rakyat seperti Jayaprana, Sampik Ingtai, Basur dan Cupak Grantang serta beberapa lakon yang diangkat dari cerita Mahabharata dan Ramayana. Lakon apapun yang dibawakan Arja selalu menampilkan tokoh-tokoh utama yang meliputi Inya, Galuh, Desak (Desak Rai), Limbur, Liku, Panasar, Mantri Manis, Mantri Buduh dan dua pasang punakawan atau Panasar kakak beradik yang masing - masing terdiri dari Punta dan Kartala. Hampir semua daerah di Bali masih memiliki grup-grup Arja yang masih aktif.

Menjelang berakhirnya abad XX lahir Arja Muani, pemainnya semua pria, sebagian memerankan wanita. Arja ini disambut dengan sangat antusias oleh masyarakat karena, menghadirkan komedi segar

(5) Fungsi Teater Arja

Menurut fungsinya Arja digolongkan ke dalam kelompok Tari Balih-balihan. Sebagai suatu bentuk teater Arja dipengaruhi oleh Gabuh dan mempunyai uger-uger atau pola yang mencerminkan zaman Puri.

Arja menyajikan ceritera kerajaan dan perwatakannya sangat dipengaruhi oleh adanya kasta. Arja berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat yang berperan serta dalam berbagai upacara keagamaan, kemudian juga berkembang untuk kepentingan amal, hiburan di pasar malam dan kepentingan lainnya.

Sebagai suatu pertunjukan Arja mempunyai makna juga untuk pendidikan. Biasanya masyarakat sesudah menonton Arja berhari-hari akan menirukan nyanyian dan lelucon yang ditampilkan oleh kelompok yang baru saja mereka lihat. Gerakan-gerakan lucu atau ungkapan tentang kejadian-kejadian yang menggelitik akan mereka ulangi dalam pergaulan sehari-hari. Dengan demikian Arja merupakan suatu medua komunikasi yang sangat ampuh untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan.

Ceritera-ceritera Arja sangat beragam, dari Ceritera Panji, Ceritera Rakyat, Ceritera Mahabarata, Ramayana dan sebagainya berkembang sampai ceritera-ceritera keseharian, semuanya dapat dijala dan dijalin menjadi suatu pertunjukan yang sekaligus seni, yang dapat membuat orang

(10)

sejenak melupakan segala permasalahan keluarga, pekerjaan dan lainnya yang dialami pada siang hari sebelumnya.

D. Teater Tradisional Topeng (1) Pengertian

Topeng merupakan tarian yang melakonkan Babad Bali ini, dapat dilihat pada topeng keras diinspirasi style Prabangsa Pegambuhan dan topeng Arsa Wijaya mengambil style Panji.

(2) Sejarah Perkembangan Teater Tradisional Topeng

Kemampuannya beradaptasi dengan berbagai perubahan yang terjadi dalam lingkungan masyarakat pendukungnya telah membuat drama tari topeng ini hingga kini mendapat tempat yang cukup istimewa di hati masyarakat, khususnya Hindu yang ada di Bali maupun orang Bali yang ada di luar Bali. Sebelumnya perlu kiranya diketahui, seni pertunjukan mempergunakan topeng di Bali sudah berkembang sejak zaman pemerintahan raja Jaya Pangus sekitar abad X. Dalam kumpulan prasasti Jaya Pangus ini sudah ditemui beberapa istilah-istilah seperti: atapukan yang artinya pertunjukan yang mempergunakan alat-alat penutup muka (topeng).

Selain itu, di Bali ditemukan beberapa buah prasasti yang memuat tentang kesenian topeng, salah satunya adalah prasasti Bebetin (tahun 896 Masehi), yang menyebutkan pertunjukan topeng sebagai atapukan. Di

(11)

samping itu keberadaan topeng juga disebutkan dalam prasasti Blantih sekiktar tahun 1059 masehi.

Selain itu, ada juga prasasti tentang petopengan yaitu prasasti Ularan Plasraya. Dalam prasasti itu diceritakan tentang Pemerintahan Dalem Waturenggong di Gelgel antara tahun 1460-1550. pada masa itu Dalem Waturenggong berniat menaklukan Kerajaan Blambangan. Dikirimlah pasukan tentara di bawah pimpinan Ki Patih Ularan dan ditemani I Gusti Jelantik Pesimpangan. Dalam pertempuran tersebut Sri Dalem Juru, Raja Blambangan, kepalanya dapat dipenggal dan Blambangan dapat ditaklukan. Sebagai bukti telah menaklukan Blambangan dirampaslah beberapa barang, di antaranya dua buah gong, satu keropang Wayang Gambuh dan satu peti topeng.

Pada masa pemerintahan Wirya Sirikan, sekitar tahun 1879 oleh I Gusti Jelantik, topeng yang jumlahnya 21 buah itu dipindahkan ke Blahbatuh, kini topeng-topeng itu disimpan di Pura Penataran Topeng yang berada di Blahbatuh, Gianyar. Dari 21 buah topeng tersebut, enam di antaranya yang memakai canggem sebagai alat memegang, topeng itulah yang diperkirakan berasal dari Jawa, karena sebagin besar topeng Jawa menggunakan canggem.

(3) Fase-fase teater tradisional Topeng Bali

a. Topeng Pajegan (Kata pajegan mengacu kepada kegiatan pedesaan masyarakat Bali agraris, yang kini bisa diterjemahkan dengan ”memborong”. Penari Topeng Pajegan memborong semua peran yang ada di dalam cerita. Yang ada hanya seorang pemain, dan cerita berkembang dengan seutuhnya lewat satu pemain. Pada intinya, Topeng Pajegan adalah ritual yang mengiringi upacara keagamaan Hindu dalam budaya Bali yang diakhiri dengan Topeng Sidakarya sebagai puncak dari ritual itu)

b. Topeng Panca (Drama tari topeng yang ditarikan oleh 5 ( lima ) orang penari. Topeng ini timbul di Denpasar sekitar tahun 1915.

(12)

Topeng Panca dipentaskan oleh lima orang penari. Topeng ini merupakan perkembangan dari Topeng Pajegan. Topeng Panca ini berkembang menjadi Topeng Sapta, dengan tambahan penari Putri dan Condong)

c. Topeng Prembon (Dramatari topeng yang sudah dikombinasikan dengan unsur drama tari Bali lainnya (biasanya dari arja) namun strukturnya patopengannya masih tetap dominan. Topeng Prembon yang menampilkan tokoh-tokoh campuran yang diambil dari Dramatari Topeng Panca dan beberapa dari dramatari Arja dan Topeng Bondres, seni pertunjukan topeng yang masih relatif muda yang lebih mengutamakan penampilan tokoh-tokoh lucu untuk menyajikan humor-humor yang segar)

(4) Unsur-Unsur Teater Tradisional Topeng

Kesenian topeng ini lahir sebagai produk budaya dari suatu masa, yang dapat dipandang sebagai sebuah indikasi pergeseran sistem nilai dalam kehidupan garapan seni budaya. Pertunjukan dramatari topeng dibentuk oleh perpaduan dari bermacam-macam kesenian dan semuanya terpadu secara utuh, indah dan harmonis. Bentuk pertunjukannya yang kompleks ini menjadikannya sebagai pertunjukan total teater.

Hal ini dikarenakan mengandung berbagai jenis unsur seni seperti; seni tari, seni suara (tembang dan monolog), seni drama (laku dan dialog), seni pantomim, seni rupa, seni sastra, dan seni musik. Ungkapan dramatiknya dilakukan lewat aksi dan dialog, sehingga penontonnya mudah menangkap maksud yang diungkapkan pemainnya.

Tokoh-tokoh utama yang terdapat dalam dramatari Topeng terdiri dari Pangelembar (topeng Keras dan topeng tua), Panasar (Kelihan – yang lebih tua, dan Cenikan yang lebih kecil), Ratu (Dalem dan Patih) dan Bondres (rakyat). Drama tari topeng yang ada di Bali,

(13)

yang terus berjalan dan berkembang, berubah sejalan dengan perubahan nilai nilai artistik, sosial, dan kultural dari masyarakat Bali (5) Fungsi Teater Tradisional Topeng

1. Sebagai tari upacara, dikarenakan pelaksanaannya dipertunjukan pada saat bersamaan dengan berlangsungnya proses upacara. 2. Sebagai pelengkap upacara, sebab pelaksana pertunjukannya

dilaksanakan setelah waktu pelaksanaan upacara inti.

E. Teater Tradisional Wayang Gambuh (1) Pengertian Wayang Gambuh

(14)

Wayang Gambuh merupakan suatu bentuk karyaseni yang sangat digemari serta diyakini memiliki arti dan makna yang sangat penting di dalam kehidupan masyarakat pendukungnya. Wayang gambuh khusunya merupakan salah satu jenis wayang bali yang langka. Pada dasarnya adalah pertunjukannya wayang kulit yang melakonkan cerita Malat, seperti wayang Panji yang ada di Jawa. Karena pada pola acuan pertunjukan adalah Dramatari Gambuh, maka dalam banyak hal wayang Gambuh merupakan pementasan Gambuh melalui wayang kulit.

(2) Sejarah Perkembangan Wayang Gambuh

Dikatakan bahwa Wayang Kulit Gambuh lahir dan berkembang di Blahbutuh dengan Arya Tega sebagai dalang yang pertama. Kini wayang Gambuh yang bersejarah masih sangat dikeramatkan di puri Blahbutuh. Selanjutnya wayang gambuh ini menyebar ke Sukawati dan ke daerah Badung. Cokorde Gede Agung Sukawati dari Puri kaleran Sukawati meniru bentuk wayang Gambuh Blahbutuh itu yang kemudian wayang ini disimpan di Pura Penataran Agung Sukawati. Seorang dalang I Ambul dari Sukawati mendapat pelajaran langsung dari I Gusti Tega (Arya Tega) yang asalnya dari Blambangan itu.

Setelah dalang pertama Arya Tega meninggal, ia digantikan oleh putranya I Gusti kabor tahun 1905. Sebagai pengganti ayahnya, ia cukup terkenal mendalang wayang gambuh pada masa itu. Pada tahun 1908, kedudukan I kabor digantikan oleh putranya bernama I Gusti Nyoman Pering Tega menggantikan kedudukannya sebagai dalang wayang gambuh, karena I Gusti Putu Samprug meninggal dalam umur yang tidak begitu lanjut. Demikianlah sejak kira-kira tahun 1915 tidak ada lagi dalang wayang gambuh di Blahbutuh. Sekitar tahun 1943, pada masa kedudukan bala tentara Jepang, I Ketut Rinda, berusaha menghidupkan kembali Wayang Kulit Gambuh, namun tidak banyak membawa hasil.

(15)

Tampaknya kaderisasi dalang Wayang Kulit Gambuh perlu ditumbuhkan lagi, maka I Ketut Rinda membina seniman dalang I Made Sidja dan I Wayan Narta untuk mengikuti jejaknya menjadi dalang wayang Gambuh, Sejauh ini hanya dalang I Wayan Narta yang sesekali mementaskannya, dan itupun sangat jarang sekali.

(3) Unsur-unsur Teater Tradisional Wayang Gambuh

Wayang ini mengambil lakon dari cerita Malat (siklus Panji). Bentuk wayangnya merupakan transisi antara bentuk wayang Bali dengan bentuk wayang kulit Jawa (wayang Madya). Iringan seperti dramatari Gambuh yaitu : suling besar 3 atau 4 buah, 2 buah kendang kecil, masing-masing 1 buah kajar, klenang, klenong, kemanak, kangsi, gentorag, dan 1 buah kempul.

(4) Fungsi Wayang Gambuh

a. Sebagai pelengkap upacara dewa Yajnya dan manusia Yajnya. b. Sebagai sarana suatu acara keagamaan bagi masyarkat

pendukungnya,dan

c. Sebagai suatu hiburan tersendiri dan media komunikasi dalam masyarakat.

(16)

Referensi

Dokumen terkait