• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH DIMENSI CACAT GORES PADA COATING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH DIMENSI CACAT GORES PADA COATING"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak---Penelitian ini mempelajari pengaruh

dimensi cacat gores pada coating dan temperatur terhadap arus proteksi sistem ICCP pada baja API 5L grade B di lingkungan air laut. Baja dilapisi dengan coating dan diberi goresan dengan luasan 189 mm²; 568 mm²; 946,7 mm²;1890 mm²; 5680 mm²; 9467 mm²; dan 13250 mm² . Selain itu ada spesimen yang tidak diberi coating dan tanpa cacat gores. Semua baja dengan variasi cacat tersebut di imersi pada 3 kondisi temperatur yang berbeda, yaitu pada air laut dengan temperatur 15

°

C, 25

°

C, dan 35

°

C selama 8 hari. Setelah itu sistem proteksi katodik arus paksa diaktifkan dan dilakukan pengukuran nilai arus yang dibutuhkan untuk mencapai potensial proteksi -850 mV vs SCE dengan menggunakan avometer selama 15 hari. Hasilnya spesimen pada temperatur 15ᵒC berturut-turut dari tanpa cacat gores hingga tanpa

coating adalah 0,015 mA; 0,196 mA; 0,29 mA; 0,334 mA;

0,393; 0,578 mA; 0,604 mA 0,62 mA dan 0,779 mA. Untuk spesimen pada temperatur 25ᵒC dengan kondisi dari tanpa cacat hingga tanpa coating berturut-turut membutuhkan arus proteksi sebesar 0,047 mA; 0,329 mA; 0,352 mA; 0,386; 0,814 mA; 1,045 mA; 1,667 mA; 1,953 mA dan 2,185. Sedangkan untuk spesimen pada temperatur 35ᵒC membutuhkan arus proteksi sebesar 0,073 mA (tanpa cacat); 0,357 mA (luas goresan 189 mm²); 0,435 mA (luas goresan 568 mm²); 0,653 mA ( luas goresan 946,7 mm²); 1,197 mA (luas goresan 1890 mm²); 1,346 mA (luas goresan 5680 mm²); 2,757 mA (luas goresan 9467 mm²); 4,174 mA (luas goresan 13250 mm²) dan 4,701 mA (tanpa coating). Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa pada temperatur yang sama, semakin banyak luas area goresan yang terbentuk, kebutuhan arus ICCP yang dibutuhkan semakin banyak. Selain itu, pada luas goresan yang sama, kebutuhan arus proteksi akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur lingkungan. Dari hasil percobaan didapatkan persamaan Y (kebutuharn arus) = -70,317 + 3,463X₁ (temperatur) + 0,007X₂ (luas goresan), dengan nilai R= 85,08% yang bisa diaplikasikan untuk menentukan kebutuhan arus proteksi ICCP pada kombinasi

luas goresan dan temperatur tertentu dengan batasan rentang temperatur antara 15ᵒC -35ᵒC dan rentang luas goresan antara 0 mm² - 18934,2 mm² dan jenis coating sempurna. Kata Kunci : ICCP, API 5L grade B, Goresan, Temperatur, Elektroda referensi SCE.

I. PENDAHULUAN

IPELINE merupakan salah satu peralatan yang terbuat

dari baja yang berfungsi untuk menyalurkan minyak atau gas bumi dari reservoir yang biasanya berada di lepas pantai (offshore) menuju ke processing unit untuk diolah lebih lanjut. Karena pipeline berada di daerah air laut, maka pipa harus dirancang sedemikian rupa agar bisa bertahan dalam kurun waktu tertentu. Hal ini harus diperhatikan karena pentingnya peranan dari pipa dalam industri minyak dan gas bumi. Salah satu permasalahan yang dihadapi adalah korosi pada pipeline. [8]

Temperatur adalah ukuran panas-dinginnya dari suatu benda. Temperatur dapat mempengaruhi korosi dalam beberapa cara. Bila laju korosi diatur sepenuhnya oleh proses oksidasi logam dasar, laju korosi akan meningkat secara eksponensial dengan peningkatan temperatur. Bila menggunakan persamaan Arrhenius, peningkatan temperatur sebanyak 10

°

C dapat meningkatkan laju korosi sebanyak 2 kali.[5] Di lautan dunia, Lautan kutub (lintang tinggi) dapat memiliki temperatur hingga -2

°

C sementara lautan di daerah Teluk Persia (lintang rendah) dapat mencapai temperatur 36

°

C.[3]

Banyak cara yang dilakukan untuk membuat pipa bertahan pada kondisi air laut, seperti proteksi korosi dengan kombinasi coating dan ICCP (impressed current

cathodic protection). ICCP adalah salah satu proteksi

katodik dengan menggunakan arus paksa dari luar untuk

PENGARUH DIMENSI CACAT GORES PADA

COATING

DAN TEMPERATUR TERHADAP

KEBUTUHAN ARUS PROTEKSI IMPRESSED

CURRENT CATHODIC PROTECTION

(ICCP)

PADA BAJA API 5L GRADE B DI

LINGKUNGAN AIR LAUT

Luthfi Ardiansyah1, Tubagus Noor R. 2 Dan Sulistijono3

1Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi,2Pengajar Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, 3Pengajar Jurusan Teknik Material dan Metalurgi

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi

Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: sulistijono@mat-eng.its.ac.id

(2)

ini sering digunakan karena dapat melindungi struktur yang relatif besar dan jumlah arus yang dibutuhkan dapat diatur dengan menggunakan rectifier.[2]

Namun dalam kenyataannya, tak jarang saat proses pemasangan coating pada pipa, sering kali terdapat ketidaksempurnaan sehingga timbul goresan atau sobekan yang memungkinkan bisa meningkatkan laju korosi yang menyerang pipa dalam air laut tersebut. Bila ini dikombinasikan dengan sistem proteksi ICCP, tentu akan berpengaruh pada kebutuhan arus dari sistem ICCP itu sendiri. [17]

II. METODEPENELITIAN

2.1 Standar yang Digunakan

Pada Penelitian ini mengikuti standar : 1. API 5L Specification for Line Pipe 2. NACE Standards :

NACE TM 0169-95 “Laboratory Corrosion

Testing of Metals”

2.2 Pemotongan Spesimen

Pada penelitian ini akan digunakan 27 buah pipeline. Beriku ini dimensi pipeline awal sebelum dilakukan pemotongan :

 Material : Baja karbon rendah  Spesifikasi : Spiral Pipe Seamless

API 5L Grade B

 Panjang : 1000 mm  Diameter luar (OD) : 60 mm

 Tebal pipa : 0.154 „‟ = 3 mm [1]  Diameter dalam : 0.052 m = 52 mm

[1]

 Tahanan jenis baja : 2.2 x 10-7 ohm-cm [1]

Dari dimensi ini, dilakukan pemotongan pipeline sehingga didapatkan pipeline dengan dimensi panjang 100 mm sebanyak 27 buah. Pemotongan dilakukan dengan menggunakan alat pemotong hidrolik.

2.3 Pemasangan Kabel

1. Melubangi ujung Pipeline dengan menggunakan mesin bor dengan diameter mata bor 7 mm.

2. Memasang mur dan baut pada lubang bor hasil pengeboran.

3. Melilitkan kabel tembaga pada mur hingga terhubung dengan pipeline.

Menutup daerah mur dan lilitan kabel tembaga dengan lem tembak agar tidak terjadi korosi galvanik.

2.4 Pemberian Coating dan Cacat pada Pipeline 1. Membersihkan permukaan pipeline dari karat dengan

menggunakan mesin gerinda tangan.

2. Membagi pipeline menjadi 3 kategori, yaitu pipeline tanpa coating sebanyak 3 buah, pipeline dengan

coating tanpa cacat sebanyak 3 buah dan pipeline

dengan cacat gores pada coating sebanyak 21 buah

mm²; 9440 mm²; 13250 mm²) masing-masing sebanyak 3 buah)

3. Melakukan proses masking (menutup sebagian permukaan pipeline) dengan menggunakan isolasi sesuai besarnya presentase cacat untuk pipeline kategori dengan coating dan dengan cacat.

4. Melapisi pipeline dengan coating zinc cromat yang telah dicampur dengan thinner B sebelumnya menggunakan kuas untuk spesimen dengan coating hingga rata

5. Mendiamkan pipeline selama 2 hari hingga mengering 6. Mengulangi langkah 4-5 hingga 2 kali lapisan

7. Melapisi pipeline dengan coating epoxy yang telah dicampur dengan katalist ebelumnya sebanyak menggunakan kuas untuk spesimen dengan coating hingga rata.

8. Mendiamkan pipeline selama 2 hari hingga mengering.

9. Mengulangi langkah 7-8 hingga 2 kali lapisan. 10. Membuka Isolasi pada permukaan hingga ada

permukaan logam yang tidak tercoating terbuka.

2.5 Penempelan Karet pada Ujung Pipeline

Untuk menghindari kontak antara larutan dengan bagian dalam pipeline, pipeline ditutup dengan karet.\

1. Memotong Karet sesuai ukuran diameter luar dari pipeline

2. Merekatkan karet pada masing-masing ujung pipeline menggunakan lem tembak.

2.6 Larutan NaCl 3.5%

1. Melarutkan 2.459,05 Kg NaCl ke dalam aquades 67,5 Liter ke dalam 1 wadah besar.

2. Mengaduk larutan hingga homogen.

3. Membagi larutan yang ada ke dalam 3 box kontainer dimana masing-masing wadah sudah disekat menjadi 5 bagian. Sehingga 1 bagian sebanyak 4,5 liter. [11]

2.7 Spesifikasi Anoda

Anoda yang digunakan adalah anoda jenis grafit dengan spesifikasi sebagai berikut :

Material : Carbon grafit

Kategori : Impregnated Epoxy Resin (H) Model : M120H

Bentuk : Tubular

Dimensi : p=138 mm ; d = 36 mm Massa pakai : 20 tahun

Komposisi Kimia : 99.8% Carbon; 0.2% Ash Laju konsumsi : 0.1-1kg/A.Year

Setelah itu melakukan preparasi anoda : 1. Memotong Anoda dengan ukuran 10 mm.

2. Melubangi bagian tengah anoda sebagai tempat meletakkan kabel tembaga dengan mesin bor dengan ukuran mata bor 2mm.

(3)

2.8 Pengukuran Arus dan Potensial Spesimen 1. Menyalakan Multitester digital

2. Mengatur pemutar pada multitester digital untuk pengukuran potensial DC

3. Mencelupkan elektroda reference Kalomel ke dalam larutan 3,5% NaCl.

4. Menghubungkan kabel multitester digital negatif ke elektroda reference SCE

5. Menghubungkan kabel multitester digital positif ke kabel pipeline

6. Mengamati pada layar multitester digital, nilai potensial yang ditunjukkan

7. Mengaliri arus DC dari rectifier ke spesimen dengan cara memutar potensiostat yang ada pada rectifier hingga potensial yang terbaca pada multitester digital berada di potensial proteksi (-850 mV vs SCE) 8. Mengatur pemutar pada avometer yang terpasang

pada rectifier hingga menunjukkan angka 20 mV 9. Mengamati pada layar avometer, nilai arus yang

ditunjukkan dan mencatat nilai arus tersebut (yang merupakan nilai arus proteksi)

Gambar 1. Pengukuran Arus dan Potensial Spesimen III. HASILDANPEMBAHASAN 3.1 Pengkondisian Awal Spesimen

Sebelum instalasi pipa dengan sistem ICCP, dilakukan pengkondisian awal dengan cara imersi pipa dalam lingkungan elektrolit 3.5% pada temperatur 15°C, 25°C dan 35°C selama 8 hari tanpa dialiri ICCP. Pengkondisian ini bertujuan untuk memberikan waktu proses inisasi korosi sebelum diproteksi sebelum dialiri arus proteksi agar tetap dalam level potensial terproteksi (-850 mV vs SCE).[11]

Gambar 2. Grafik Kondisi Awal Imersi Pipa dalam Elektrolit 3.5% NaCl pada temperatur 15°C, 25°C dan 35°C

3.2 Hasil Pengukuran Arus Proteksi

Pada penelitian dibagi menjadi 3 lingkungan yaitu kondisi air laut dengan temperatur 15

°

C yang menggunakan pendingin, lingkungan dengan temperatur 25

°

C dan lingkungan air laut dengan temperatur 35

°

C yang menggunakan heater/ pemanas. Pengukuran potensial proteksi dan arus proteksi dilakukan dengan menggunakan elektroda acuan SCE yang dihubungkan didalam air laut. Selanjutnya digunakan multimeter yang berfungsi mengukur potensial proteksi hingga -850 mV terhadap elektrode acuan SCE. Pengukuran dilakukan setiap hari selama 15 hari. Hasil rata-rata kebutuhan arus proteksi pada setiap spesimen ditampilkan pada tabel 1.

Tabel 1. Tabel Perbandingan Hasil pengukuran Arus Proteksi

T (°C) Ukuran Goresan terhadap luas spesimen (%) Luas Gores (mm²) Arus Proteksi (mA) Arus Proteksi per luas permukaan (mA/m²) 15 0% 0 0,015 0,79 1% 189 0,196 10,35 3% 568 0,29 15,32 5% 946,7 0,334 17,64 10% 1890 0,393 20,76 30% 5680 0,578 30,53 50% 9467 0,594 31,37 70% 13250 0,62 32,74 100% 18934,2 0,799 42,20 25 0% 0 0,045 2,38 1% 189 0,329 17,38 3% 568 0,35 18,49 5% 946,7 0,386 20,39 10% 1890 0,814 42,99 30% 5680 1,045 55,19 50% 9467 1,667 88,04 70% 13250 1,953 103,15

(4)

35 0% 0 0,071 3,75 1% 189 0,357 18,85 3% 568 0,433 22,87 5% 946,7 0,648 34,22 10% 1890 1,197 63,22 30% 5680 1,346 71,09 50% 9467 2,694 142,28 70% 13250 4,174 220,45 100% 18934,2 4,701 248,28 Dari hasil yang didapatkan pada tabel 1, didapatkan kecenderungan bahwa dalam satu kondisi temperatur yang sama, kebutuhan arus proteksi ICCP semakin meningkat seiring dengan bertambahnya presentase cacat coating yang terbentuk. Ketika terdapat cacat coating pada suatu daerah tertentu di permukaan suatu baja, maka akan ada permukaan baja yang terekspose dengan elektrolit. Dan saat syarat terjadinya korosi telah dipenuhi yaitu adanya anoda, katoda, kontak antar metalik dan elektrolit, maka korosi akan terjadi. Saat terjadi korosi tersebut, sistem ICCP harus meningkatkan arus keluarannya untuk mempertahankan potensial baja tersebut berada pada range potensial proteksi optimumnya. Dengan begitu, total arus keluaran dari sistem ICCP akan meningkat seiring dengan meningkatnya area baja yang terekspose (cacat

coating). [17]

Selain itu, berdasarkan data yang didapatkan dari percobaan juga terbukti bahwa parameter temperatur lingkungan mempengaruhi kebutuhan arus ICCP pada spesimen. Seperti misalnya pada spesimen dengan luas gores 946,7 mm², pada temperatur 35 °C, temperatur 25°C dan temperatur 15°C berturut-turut memiliki kebutuhan arus sebesar 0, 653 mA, 0,386 mA dan 0,336 mA. Selain itu karena ada perbedaan temperatur, spesimen dengan luas goresan 189 mm² pada temperatur 35°C lebih besar 0,005 mA daripada spesimen dengan luas goresan 568 mm² pada temperatur 25°C dan lebih besar 0,021 mA bila dibandingkan dengan spesimen dengan luas gores 946,7 mm² pada temperatur 15°C. Pada luas goresan yang sama, semakin tinggi temperatur, kebutuhan arus proteksi juga semakin meningkat.

Temperatur memberikan pengaruh yang signikan terhadap laju korosi suatu baja. Setidaknya ada empat parameter kunci yang mempengaruhi korosi yang dapat bervaiasi dengan adanya temperatur antara lain kelarutan oksigen, properties/sifat dari larutan (contohnya viskositas), laju oksidasi ferrous iron dan aktivitas biologi. [10]

Parameter yang pertama adalah kelarutan oksigen di dalam air laut akan menurun seiring dengan kenaikan temperatur. Dengan begitu, oksigen yang memiliki peranan penting dalam menangkap elektron akan berkurang, sehingga laju korosi akan menurun. Viskositas dari air akan menurun pada temperatur yang lebih tinggi (1,5 x 10-2 N.Sec/m2 pada 5°C menjadi 9 x 10-3 N.sec/m2 pada

reaktan (oksigen terlarut atau unsur penerima elektron lainnya) dan produk korosi (Fe2+) dari dan menuju permukaan karena meningkatnya difusi, sehingga laju korosi akan meningkat. Laju oksidasi ferrous iron (Fe2+) juga dipengaruhi oleh temperatur. Pada kondisi pH tertentu, laju oksidasi besi ferro (Fe2+) meningkat dengan urutan besarnya setiap kenaikan 15ºC temperatur. Perubahan spesiasi besi dapat mendukung pembentukan senyawa yang berbeda pada temperatur yang berbeda. Efek pada korosi akan bergantung pada sifat dari skala baru yang terbentuk tersebut. Parameter terakhir yang dipengaruhi oleh temperatur adalah aktifitas mikrobiologi didalam elektrolit. Aktifitas mikrobiologi sering dapat dijelaskan oleh persamaan arrhenius, dimana meningkatnya pertumbuhan mikrobiologi sebagai fungsi dari kenaikan temperatur. Adanya mikroba dapat mengubah tingkat deplesi oksigen dan kondisi redoks. Selain itu, oksidasi biologi pada ferrous iron meningkat pada temperatur yang lebih tinggi.[10]

Hal inilah yang menyebabkan kebutuhan arus proteksi ICCP spesimen dengan kondisi cacat coating yang sama pada penelitian meningkat seiring dengan naiknya temperatur elektrolit.

Gambar 3. Perbandingan Kebutuhan Arus Spesimen pada Temperatur

15°C

Gambar 4. Perbandingan Kebutuhan Arus Spesimen pada Temperatur

(5)

Gambar 5. Perbandingan Kebutuhan Arus Spesimen pada Temperatur

35°C

Gambar 3, gambar 4 dan gambar 5 menunjukkan kebutuhan arus setiap spesimen selama 15 hari pada temperatur 15ᵒC, temperatur 25ᵒC dan 35ᵒC. Dari hasil pengukuran arus proteksi juga terlihat adanya ketidakstabilan arus pada awal imersi dan semakin stabil seiring bertambahnya waktu. Arus akan fluktuatif akibat lapisan pasif masih dalam proses pembentukan. Hal ini juga berhubungan dengan teori Ion Competitive antara oksigen terlarut dan ion klorida untuk teradsorbsi ke permukaan logam. Fenomena seperti ini juga bisa diakibatkan karena

overprotect yang terjadi saat awal pemberian arus proteksi.

Semakin bertambahnya waktu, arus semakin stabil disebabkan terjadinya passivasi pada permukaan spesimen.[7]

The Transitory Complex Theory juga menjelaskan

bahwa ion klorida tergabung dalam lapisan pasif menggantikan beberapa ion hidroksida sehingga mengakibatkan naiknya konduktivitas dan kelarutan ion tersebut. Sehingga lapisan ini kehilangan kemampuan untuk memproteksi dan kebutuhan arus proteksi ICCP akan meningkat. [14] Saat ion Cl- ditambahkan maka akan terjadi kompetisi antara oksigen dengan ion klorida untuk teradsorbsi pada permukaan material. Jika oksigen yang teradsorbsi maka akan terbentuk lapisan pasif dan berakibat pada turunnya kebutuhan arus proteksi karena lapisan pasif yang terbentuk memiliki nilai resistan yang tinggi. Jika yang teradsorbsi adalah ion klorida, maka lapisan pasif tidak terjadi. [7]

3.2 Analisa Statistika

Gambar 6. Grafik Hubungan Luas Goresan vs Arus Proteksi

Gambar 7. Grafik Hubungan Temperatur vs Kebutuhan Arus Proteksi Pada Gambar 5 menunjukkan grafik perbandingan arus dan cacat gores pada 3 temperatur yang berbeda. Setelah itu, ketiga grafik tersebut diregresi linear. Didapatkan persamaan dan nilai R2 untuk masing-masing grafik pada temperatur yang berbeda nilai R2 pada temperatur 15°C adalah sebesar 99,6 %, 93,2% pada temperatur 25 °C dan 79,4 % pada temperatur 35°C. Nilai koefisien determinan (R2) menggambarkan kemampuan variabel cacat gores dalam menjelaskan variabel kebutuhan arus proteksi.

Variabel selanjutnya yang dibandingkan dan di regresi linear adalah grafik hubungan antara temperatur dengan kebutuhan arus proteksi. Gambar 4.15 menunjukkan grafik hubungan antara temperatur dengan kebutuhan arus proteksi pada setiap luas goresan yang divariasikan pada penelitian ini. Dari gambar didapatkan persamaan regresi dari masing-masing kondisi cacat dan diperoleh nilai determinan (R2). Untuk spesimen dengan kondisi tanpa cacat gores, nilai R2 yang dihasilkan adalah 99,7%. Sedangkan untuk spesimen dengan luas goresan 189 mm²; 568 mm²; 946,7 mm²; 1890 mm²; 5680 mm²; 9467 mm²; 13250 mm² dan tanpa coating berturut-turut sebesar 99,8%; 99,1%; 87,5%; 87%; 99,9%; 98,4%; 99,9% 97,9% dan 97,2%.

Selain itu dilakukan Analisa regresi linear berganda untuk mengukur pengaruh antara lebih dari satu variabel bebas terhadap variabel terikat. Pada penelitian ini yang bertindak sebagai variabel bebas adalah temperatur dan presentase cacat gores, sedangkan yang bertindak sebagai variabel terikat adalah kebutuhan arus proteksi.

Dengan menggunakan data yang terdapat pada dan dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linear berganda didapatkan persamaan regresi linear berganda,

Y=-70,317+3,463X₁+ 0,007X₂ (1) dengan nilai R= 0,8508 dan nilai signifikan 31,478 (lebih besar dari nilai F tabel)

Dimana persamaan ini bisa diaplikasikan untuk penentuan kebutuhan arus proteksi ICCP pada kombinasi luas goresan dan temperatur tertentu dengan batasan range temperatur antara 15

°

C - 35

°

C dan range luas goresan antara 0 mm² - 18934,2 mm².

(6)

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Pada temperatur yang sama, kebutuhan arus proteksi paling tinggi terjadi pada spesimen tanpa coating yaitu 42,4 mA/m² pada temperatur 15ᵒC; 115,4 mA/m² pada temperatur 25ᵒC dan 248,28 mA/m² pada temperatur 35ᵒC. Sedangkan kebutuhan arus paling rendah terjadi pada spesimen tanpa cacat yaitu 0,79 mA/m² pada temperatur 15ᵒC; 2,38 mA/m² pada temperatur 25ᵒC dan 3,75 mA/m² pada temperatur 35ᵒC.

2. Pada presentase cacat gores yang sama, kebutuhan arus proteksi paling tinggi dialami oleh spesimen pada temperatur 35°C yaitu 18,85 mA/m² untuk luas goresan 189 mm²; 22,87 mA/m² untuk luas goresan 568 mm²; 34,22 mA/m² untuk luas goresan 946,7 mm²; 63,22 mA/m² untuk luas goresan 1890 mm²; 71,09 mA/m² untuk luas goresan 5680 mm²; 142,28 mA/m² untuk luas goresan 9467 mm² dan 220,45 mA/m² untuk luas goresan 13250 mm².

3. Didapatkan persamaan regresi linear berganda, Y = -70,317 + 3,463X₁ + 0,007X₂, dimana persamaan ini bisa diaplikasikan untuk penentuan kebutuhan arus proteksi ICCP pada kombinasi luas goresan dan temperatur tertentu dengan batasan rentan temperatur antara 15

°

C -35

°

C dan rentan luas goresan antara 0 mm² - 18934,2 mm².

DAFTARPUSTAKA

[1] API Specification 5L. Forty Second Edition. 2000.

STD API/PETRO Spec 5L-ENGL 2000-0732290 0618044970.

[2] A,W,Peabody. 2001. Control of Pipeline

Corrosion. Edited by Ronald L Bianchetti. Texas: NACE International the Corrosion Society.

[3] Bergman, Jennifer. 2011. Temperature of Ocean

Water. Atmospheric Space Science Engineering University of Michigan.

[4] Bhusman, James B. 2010. Impressed Current

Cathodic Protection System Design. Bushman & Associates, Inc. Ohio: USA.

[5] Charng, T., Lansing, F., 1982. Review of

corrosion causses and corrosion control in a technical facility. DSN Engineering Section. New York.

[6] Chen, X dkk. 2009. Effect Of Cathodic

Protection On Corrosion Of Pipeline Steel Under Disbonded Coating. University of Science and Technology Beijing. China

[7] Febrianto.2009. “Analisis Fluktuasi Arus Korosi

Saat Hancurnya Lapisan Pasif dan Repasifasi oleh Ion Klorida”. Proceeding Seminar Nasional ke-15 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir. Surakarta 17 Oktober 2009.

2005. Offshore Pipeline. USA: Elsevier Science.

[9] Ika Marcelina. Studi Perbandingan Laju Korosi

dengan Variasi Cacat Coating pada Pipa API 5L Grade X65 dengan Media Korosi NaCl.

[10] McNeill , Laurie S., Edwards, Marc.2000. The

Importance of Temperature In Assessing Iron Pipe Corrosion Water Distribution Systems. National Sciencce Foundation. USA.

[11] NACE Standard – RP 0169-2002 (Houston, TX:

NACE, 1967).

[12] NAVFAC MO-110, 1995. Military Handbook:

Handbook For Paints And Protective Coatings For Facilities. Departmen of Defense, USA.

[13] Ramachandran V.S. dan J.J. Beaudoin. 2000.

Handbook of Analytical Techniques in Concrete Science and Technology. USA: Elseiver Science

[14] Rizky Ayu, Hasan Ikhwani, Heri Supomo. Analisa

Desain Sistem Impressed Current Cathodic Protection (ICCP) pada Offshore Pipeline Milik JOB Pertamina-Petrochina East Java.

[15] Roberge, Pierre, R,. 2000. Handbook of

Corrosion Engineering. USA: The Mc.Graw-Hill Companies Inc.

[16] Total E&P Indonesie: France. 2011. Cathodic

Protection. France: Total E&P Indonesie.Inc.

[17] Wu, J., Xing, S., Yun, F.. 2009. The Influence Of

Coating Damage On The ICCP Cathodic Protection Effect. Luoyang Ship Material Research Institute, P.R. China

[18] http://www.amteccorrosion.co.uk/soadhbc.html,

Referensi

Dokumen terkait

Dominannya hasil tangkapan Ikan Kurisi Pasir baik pada perlakuan bubu dengan umpan maupun tanpa umpan menunjukkan bahwa ikan jenis tersebut tertangkap bukan

Dengan memilih industri pengolahan pangan, akan membantu pihak produsen tepung ubi jalar (KTH) dalam mengedukasi masyarakat selaku konsumen akhir tepung ubi jalar. Industri

Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Sampelan tahun 2015 tentang hubungan dukungan keluarga dengan kemandirian lansia dalam pemenuhan aktivitas sehari dengan

It seems that AuthZ data must be mapped during the first phase of EAP-SIM AuthN, when IMSI still is available, and in some way that map must be forwarded to the proxying RADIUS

 Konsep rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembudidayaan,

di tempat bahan kimia berbahaya digunakan; menyimpan makanan, minuman, cangkir, dan peralatan makan dan minum lainnya di tempat bahan kimia ditangani atau

Pada Penelitian ini, 8 orang memiliki perilaku cukup tapi yang tidak pernah mengalami malaria 24 orang, ini merupakan hal yang sangat disadari secara umum tapi

Berdasarkan kontribusi dan laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan yang cenderung meningkat di Kabupaten Magelang dan sejalan dengan Rencana Strategis