• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. antar individu satu dengan individu yang lain. Dalam Kamus Besar Bahasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. antar individu satu dengan individu yang lain. Dalam Kamus Besar Bahasa"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi sosial dalam hubungan antar individu satu dengan individu yang lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), bahasa adalah sistem lambang bunyi berartikulasi yang bersifat sewenang-wenang dan konvensional yang dipakai sebagai alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran. Dalam mempelajari suatu bahasa, seseorang dituntut untuk memahami bagaimana menggunakan bahasa tersebut dengan baik dan benar. Ketika seseorang mempelajari suatu bahasa, ada banyak hal yang harus diperhatikan. Misalnya, bagaimana bahasa itu digunakan dalam percakapan sehari-hari, apakah bahasa tersebut memiliki tingkatan yang berbeda atau tidak, dan sebagainya. Sama halnya dengan yang terjadi ketika seseorang mempelajari bahasa asing, contohnya adalah bahasa Korea. Sering sekali orang yang mempelajari bahasa tersebut dihadapkan dengan kebingungan dalam penggunaan bahasa Korea yang sesuai terhadap lawan bicara. Bila memperhatikan penggunaan bahasa Korea oleh penutur asli bahasa Korea, dapat ditemukan berbagai ragam cara penggunaan bahasa yang dipakai sesuai dengan lawan bicara.Oleh karena itu, bagi orang yang sedang belajar bahasa Korea sering menghadapi kesulitan dan kebingungan ketika berbicara langsung dengan orang-orang Korea. Salah satu faktor yang sering membuat seseorang kesulitan dalam mempelajari bahasa Korea adalah adanya tingkat tutur bahasa dalam bahasa Korea.

(2)

Tingkat tutur adalah salah satu dari sekian banyak aspek dalam suatu bahasa, khususnya seperti tingkat tutur dalam bahasa Jawa. Bahasa Jawa mempunyai suatu sistem tingkat tutur yang amat rumit (Soepono, 1968). Dalam menggunakan bahasa, khususnya bahasa yang memiliki tingkat tutur tersendiri, penutur bahasa tersebut harus memperhatikan situasi, tempat, dan kepada siapa ia berbicara. Dalam kondisi dan situasi yang berbeda, maka tingkat tutur bahasa yang digunakan pun akan berbeda sesuai dengan lawan bicara dan situasi yang dihadapi. Tanner (1974:24) menyatakan bahwa dalam suatu tindak bahasa, seorang penutur secara sadar atau tidak sadar mengambil suatu keputusan mengenai bentuk bahasa yang akan dipergunakan. Keputusan ini ditentukan oleh berbagai faktor antara lain jarak sosial, situasi, dan topik pembicaraan.

Jarak sosial memiliki dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan horizontal. Dimensi vertikal akan menentukan kedudukan seseorang yang lebih tinggi atau lebih rendah. Bahasa yang digunakan oleh pembicara dinilai seberapa ia menunjukkan sikap hormat dan sikap tidak hormat terhadap lawan bicaranya. Dimensi horizontal akan menentukan keakraban pembicara dengan lawan bicara. Misalnya saja ketika bertemu dengan orang tua, kita diwajibkan untuk menggunakan bahasa yang sopan dan halus. Namun ketika bertemu dengan teman sebaya atau teman yang lebih muda daripada kita, kita diperbolehkan menggunakan bahasa informal atau bahasa yang cenderung bersifat santai. Tidak hanya dengan siapa lawan bicara kita, situasi juga menentukkan bagaimana seseorang bersikap. Misalnya saja dalam situasi formal seperti rapat penting, maka bahasa yang digunakan adalah ragam bahasa formal meskipun dengan

(3)

lawan bicara yang lebih muda sekalipun. Begitu juga dalam situasi santai, meskipun lawan bicara kita adalah orang yang lebih tua, ragam bahasa santai pun dapat digunakan.

Tingkat tutur (Speech Level) merupakan suatu sistem untuk menunjukkan derajat formalitas dan derajat hormat yang dirasakan oleh si pembicara terhadap lawan bicaranya. Geertz (1970) mengklasifikasikan faktor penentu perubahan tingkat tutur berdasarkan status dan derajat formalitas. Status dapat menunjukkan bagaimana si pembicara menghormati lawan bicaranya, sedangkan keakraban dapat menunjukkan bagaimana tingkat kedekatan antara pembicara dengan lawan bicaranya. Tingkat tutur juga digunakan untuk menunjukkan derajat formalitas pembicara dengan lawan bicara.

Menurut Lee Ik Sop (The Korean Language, 2000), tingkat tutur lawan bicara yang ada dalam bahasa Korea dibagi menjadi 6, yaitu 해라체 (Herache),

반말체 (Banmalche) atau 해체 (Haeche), 하게체 (Hageche), 하오체 (Haoche), 해요체 (Haeyoche). dan합쇼체 (Habsyoche)

.

Penggunaan keenam jenis tingkat tutur ini dibedakan oleh faktor status, usia, jabatan, posisi di dalam keluarga, serta pekerjaan pembicara dan lawan bicara.

Dalam bahasa Korea, salah satu cara mengungkapkan tingkat tutur adalah melalui penggunaan akhiran pada predikat (서술형 어미) yang posisinya berada di akhir predikat dan sekaligus berada di akhir kalimat. Penggunaan akhiran pada predikat ini dapat menunjukkan sikap penutur dengan lawan bicara sesuai dengan faktor situasi terjadinya pembicaraan tersebut.

(4)

Di dalam budaya Korea, sebelum mengajak berbicara kepada orang yang baru dikenal, orang Korea selalu menanyakan umur. Hal ini dimaksudkan agar mereka tahu bagaimana memposisikan diri dan memilih tuturan yang tepat. Misalnya, ketika seorang anak bertemu dengan orang yang lebih tua daripada mereka, bahasa yang lebih sopan akan digunakan. Sedangkan, orang yang lebih tua dapat menggunakan bahasa yang lebih santai terhadap lawan bicara yang lebih muda. Selain faktor usia, status pembicara juga mempengaruhi tingkat tutur. Misalnya dalam pembicaran antara atasan dan bawahan suatu perusahaan, karyawan bawahan akan menggunakan bahasa yang sopan kepada atasannya. Begitu juga sebaliknya, atasan dapat menggunakkan bahasa santai ketika berbicara dengan bawahannya. Selain itu, situasi juga berperan menentukan sikap dan tutur kata seseorang kepada lawan bicara. Jika seseorang berbicara dalam suatu forum formal, si pembicara harus menggunakan bahasa yang sopan dan formal. Namun jika seseorang berbicara dalam suatu forum yang informal, maka si pembicara dapat menggunakan bahasa yang santai dan tidak terlalu formal.

Namun bagaimana dengan tingkat tutur bahasa yang digunakan oleh remaja Korea dalam kehidupan sehari-hari? Sebagaimana kita ketahui bahwa kaum remaja di manapun cenderung menggunakan bahasa yang lebih santai. Apakah remaja Korea juga demikian dalam penggunaan tingkat tuturnya? Dilihat dari drama-drama Korea yang ada saat itu, kebanyakan tokoh remaja berbicara sesuai dengan tingkat kenyamanan mereka saja. Ketika berbicara dengan orang tua, menurut aturan tingkat tutur, orang yang berusia lebih muda harus menggunakan bahasa yang sopan. Namun, para remaja lebih senang

(5)

menggunakan bahasa yang informal terhadap orang tua mereka sendiri. Tidak hanya itu, bahkan dengan orang yang baru pertama kali dikenal pun, mereka langsung menggunakan kata-kata informal atau yang lebih dikenal dengan banmal (반말). Namun ada kalanya mereka juga dihadapkan dengan situasi di mana mereka harus menggunakan bahasa yang formal / jondaetmal (존댓말). Oleh karena itu, banyak siswa yang belajar bahasa Korea mempertanyakan sebenarnya kapan dan dalam situasi seperti apakah tingkat tutur bahasa Korea itu harus digunakan. Selain itu, sebagai orang asing yang belajar bahasa Korea, penulis ingin mengetahui tingkat tutur bahasa Korea manakah yang sering diucapkan oleh anak-anak remaja di Korea.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dilakukan tinjauan mengenai penggunaan tingkat tutur bahasa Korea. Hal itu dapat dilakukan melalui analisis novel remaja Korea yang berjudul “새콤달콤 베이커리” (Saekhom Dalkhom Beikheori, untuk selanjutnya akan disingkat menjadi SDB) karya Baek Myo (2010). Novel ini dipilih sebagai obyek penelitian karena novel ini merupakan novel remaja yang cukup terkenal di Korea. Novel ini juga sudah dibuat versi dramanya sendiri dengan berjudul KKot Minam Ramyun Gage/ Flower Boys

Ramyun Shop (꽃미남 라면 가게) yang ditayangkan pada tahun 2011. Alasan terpilihnya novel ini sebagai objek adalah karena novel ini merupakan novel remaja yang memiliki banyak tokoh-tokoh remaja di dalamnya. Selain itu, di dalam novel ini terdapat lawan bicara yang beragam jadi dapat juga dilihat bagaimana perubahan tingkat tuturnya.

(6)

Perubahan tingkat tutur yang muncul ada berbagai macam. Misalnya saja, seharusnya anak menggunakan bahasa yang sopan ketika berbicara dengan orang tuanya. Namun perubahan tingkat tutur yang terjadi adalah anak menggunakan bahasa santai ketika berbicara dengan orangtuanya sendiri. Begitu pula dengan orang yang tidak saling kenal, biasanya menggunakan bahasa sopan untuk berbicara. Namun ada kalanya dalam hubungan tidak saling mengenal pun, banyak yang menggunakan tingkat tutur bahasa santai. Perubahan-perubahan tersebut akan diteliti lebih lanjut menggunakan teori sosiolinguistik dan teori pragmatik.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, permasalahan dibagi menjadi 4. Permasalahan pertama adalah seperti apakah tingkat tutur seperti yang lazim digunakan penutur asli Korea. Permasalahan kedua adalah jenis tingkat tutur apa saja yang sering digunakan oleh remaja Korea saat ini. Permasalahan ketiga adalah karena banyaknya penggunaan tingkat tutur yang tidak normatif, faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perubahan tingkat tutur. Permasalahan keempat adalah apa saja bentuk dan penyebab terjadinya perubahan tingkat tutur antara tokoh yang sama.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat tutur lawan bicara bahasa Korea yang lazim digunakan di Korea melalui analisis akhiran pada

(7)

predikat (서술형 어미) dalam kalimat. Tujuan yang kedua adalah untuk mengetahui jenis tingkat tutur bahasa Korea yang sering digunakan oleh remaja Korea. Tujuan yang ketiga adalah untuk mengetahui faktor perubahan tingkat tutur lawan bicara dalam bahasa Korea. Tujuan yang keempat adalah untuk mengetahui bentuk dan faktor terjadinya perubahan tingkat tutur antar penutur yang sama.

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah pembahasan mengenai penggunaan tingkat tutur bahasa yang digunakan oleh remaja Korea. Bahasa yang digunakan oleh remaja Korea akan diteliti melalui analisis dialog yang dilakukan oleh tokoh yang terdapat novel remaja Korea berjudul SDB karya Baek Myo yang diterbitkan pada tahun 2010.

Objek penelitian ini adalah bahasa remaja yang digunakan dalam novel SDB. Penelitian ini hanya berfokus pada tingkat tutur dan faktornya yang berupa faktor usia, hubungan kekerabatan, kedekatan hubungan, dan situasi terjadinya percakapan.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai tingkat tutur bahasa Korea oleh remaja Korea ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis.

(8)

Mengembangkan pemanfaatan teori sosiolinguistik dan pragmatik dalam mengkaji sebuah novel bahasa Korea. Dengan demikian, akan bermanfaat bagi pengembangan ilmu sosiolinguistik dan pragmatik itu sendiri. Selain itu dapat menambah penelitian mengenai tingkat tutur bahasa Korea dan dapat digunakan sebagai landasan penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

Menambah pengetahuan bagi masyarakat yang tertarik pada bahasa Korea. Manfaat yang lain adalah melalui penelitian ini dapat menambah pengetahuan bahasa Korea bagi orang yang tertarik untuk mpelajari bahasa Korea bahwa di dalam bahasa Korea terdapat berbagai macam tingkatan bahasa yang harus diperhatikan. Penelitian ini diharapkan dapat memberi acuan bagi orang-orang yang mempelajari bahasa Korea agar lebih memperhatikan penggunaan bahasa Korea yang tepat dan benar.

1.6 Tinjauan Pustaka

Penelitian yang membahas mengenai akhiran kalimat adalah penelitian

Studi Perbandingan Akhiran Kalimat Bahasa Korea Dialek Propinsi Gyeongsang yang muncul dalam Film Haeundae dan Bahasa Korea Baku oleh Zahrani Balqiz

(2011). Penelitian ini mengambil bahasa Korea sebagai objeknya dengan menggunakan teori pragmatik untuk menganalisisnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa akhiran kalimat yang ditempelkan dalam dialek provinsi Gyeongsang dapat digantkan dengan akhiran kalimat bahasa Korea baku. Akhiran kalimat yang

(9)

ditempelkan dalam dialog akan berbeda-beda dikarenakan beberapa faktor, yaitu status sosial, situasi tutur dan tingkat usia.

Penelitian yang membahas mengenai tingkat tutur adalah penelitian Mirma Respati (2003) yang mengambil mahasiswa Korea sebagai objek penelitiannya. Penelitiannya berjudul Budaya Korea dan Pengaruhnya Terhadap

Pola Interaksi Mahasiswa Korea di Universitas Gadjah Mada serta Adaptasi Mereka di Yogyakarta. Dalam penelitian ini peneliti menyimpulkan bahwa bahasa

Korea adalah salah satu bahasa di dunia yang mengenal stratifikasi. Dalam tata bahasa terdapat bentuk-bentuk akhiran yang menujukkan cara penggunaan berbeda yang disebabkan oleh beberapa faktor. Penggunaan akhiran tersebut ditentukan oleh faktor usia dan status sosial lawan bicara. Jika berbicara dengan orang yang lebih tua, penutur harus menggunakan bahasa hormat (jondaet-mal), sementara lawan bicara memiliki posisi setara atau lebih muda, maka pada umumnya penutur menggunakan bahasa informal (banmal). Stratifikasi dalam bahasa Korea memperlihatkan masyarakat Korea memandang penting arti kedudukan seseorang dalam masyarakat.

Penelitian yang mengambil remaja sebagai objek penelitian adalah

Bahasa Lirik Lagu Remaja. oleh Dina Anggrayni (2005). Dalam penelitian ini

disimpulkan bahwa bahasa yang dipakai dalam lirik lagu remaja adalah bahasa yang tidak formal dan biasa digunakan dalam keseharian mereka. Di dalam pemilihan kata, para remaja sering menggunakan kata-kata yang bermakna konotatif, bahasa slang, serta bahasa asing.

(10)

10

1.7 Metode Penelitian

Metode-metode yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas tiga, yaitu metode pengumpulan data, metode analisis data, dan metode pemaparan hasil analisis data (Sudaryanto, 1988:57).

1.7.1 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan membaca novel yang merupakan objek penelitian. Beberapa dialog antar tokoh digunakan sebagai sampel yang kemudian diaplikasikan dalam proses analisis berdasarkan teori sosiolinguistik. Pemilihan dialog antar tokoh menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling ialah teknik sampling atau teknik yang digunakan oleh peneliti dengan pertimbangan tertentu dalam pengambilan sampelnya (Arikunto, 2003: 128). Ciri-ciri purposive sampling meliputi 1) sampel tidak dapat ditentukan lebih dahulu; 2) sampel dipilih secara berurutan berdasarkan keperluan penelitian; 3) sampel dipilih atas dasar fokus penelitian; dan 4) jumlah sampel ditentukan atas dasar pertimbangan informasi yang diperlukan dengan cara menghentikan penyampelan jika terjadi pengulangan informasi.

1.7.2 Metode Analisis Data

Tahap-tahap yang akan dilakukan untuk meneliti dialog antar tokoh dalam novel SDB dengan menggunakan kajian teori sosiolinguistik sebagai berikut :

(11)

11

1. Data yang sudah dikumpulkan diklasifikasikan sesuai dengan tingkat usia para tokoh;

2. Menganalisis hal-hal yang menunjukan penyimpangan yang tidak sesuai dengan aturan tingkat tutur lawan bicara dalam bahasa Korea;

3. Mengklasifikasikan faktor-faktor terjadinya perubahan tingkat tutur menggunakan teori sosiolinguistik dan teori pragmatik;

4. Menganalisis hal-hal yang menunjukan penyimpangan dan menyebabkan terjadinya perubahan tingkat tutur;

5. Menarik kesimpulan

1.7.3 Metode Pemaparan Hasil Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dan diteliti akan dipaparkan pada bagian kesimpulan.

1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini disajikan dalam empat bab. Bab I berupa pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka,, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II memuat landasan teori berupa kerangka teori yang akan digunakan dalam menganalisis permasalahan.

Bab III berupa analisis data. Pengklasifikasian dialog antar tokoh akan diteliti melalui akhiran predikat dengan menggunakan aturan tingkat tutur lawan

(12)

12

bicara dalam bahasa Korea. Menggunakan metode dan teori pragmatik dan sosiolinguistik dengan mengklasifikasikan data berdasarkan pada faktor usia, hubungan kekerabatan, kedekatan hubungan, dan situasi. Kemudian pengklasifikasian dialog antar tokoh akan diteliti dengan pembacaan tata bahasa Korea.

Kemudian bab terakhir adalah Bab IV yang berupa kesimpulan dan saran. Kesimpulan ini merupakan hasil analisis penelitian yang disimpulkan secara keseluruhan. Selain itu, di dalam bab kesimpulan akan dijawab pokok permasalahan yang telah dikemukakan pada Bab I. Saran merupakan usulan atau rekomendasi yang ditujukan kepada pembaca dan peneliti selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Kertas kerja ini melihat kesan pembangunan lazim di Bintulu terhadap pengetahuan tempatan yang diamalkan oleh pesawah Iban dalam aktiviti penanaman padi di Kuala Tatau yang

Hanya pada indikator tentang kesesuaian harga produk dengan manfaat yang dirasakan, persentase Cheers lebih rendah dari Aqua (79%). Selain itu, dapat dilihat juga bahwa

Bentuk Jaminan Penawaran dari Asuransi/Perusahaan Penjaminan (cukup jelas).. Formulir lsian Kualifikasi

Atas peran serta dan dukungan dari pihak peserta lelang, Kami atas nama Tim Pokja/ ULP mengucapkan banyak terima kasih. Atas peran serta dan dukungan dari pihak peserta lelang,

ISPRS Annals of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume II-5/W1, 2013 XXIV International CIPA Symposium, 2 – 6 September 2013, Strasbourg,

[r]

setelah dari tiga metode peramalan tersebut digunakan akan didapat hasil perhitungan peramalan produk sandal dan sepatu pada perusahaan beserta penjualan yang menyimpang (error)

setelah penerapan model pembelajaran berbasis proyek pada materi usaha.