• Tidak ada hasil yang ditemukan

oleh Rianta Pratiwi l) dan Sukardi 2) ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "oleh Rianta Pratiwi l) dan Sukardi 2) ABSTRACT"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Oseana, Volume XX, Nomor 4, 1995 : 25 – 33 ISSN 0216 – 1877

DAUR HIDUP DAN REPRODUKSI Ketam Kelapa,

Birgus latro (CRUSTACEA, DECAPODA, COENOBITIDAE)

oleh

Rianta Pratiwi l) dan Sukardi 2)

ABSTRACT

LIFE CYCLE AND REPRODUCTION OF THE COCONUT CRAB KETAM KELAPA, BIRGUS LATRO (CRUSTACEA, DECAPODA, COENOBITIDAE). The coconut or robber crab Birgus latro is the largest of the land crabs. Although closely related to the hermit crabs, the adult coconut crab no longer requires the protection of the discarded mollusc shell and has little need for access to the sea except to liberate its marine planktonik larvae. Birgus latro, like all other coenobitids, has aquatic larvae, and adults must return to the sea to hatch immediately upon contact with seawater, liberating first stage zoeal larvae approximately 2.5 mm long. Apart from the coconut crab's larval development is available concerning its reproductive biology will present and forming a section for discussion within this chapter.

PENDAHULUAN

Birgus latro atau Ketam Kelapa, adalah biota laut yang banyak menghabiskan waktunya di daratan. Selain itu juga merupakan ketam yang paling besar di-bandingkan dengan jenis-jenis krustasea lainnya, oleh sebab itu dikenal sebagai Arthropoda daratan terbesar di dunia.

Dalam tulisan terdahulu mengenai ketam kelapa jenis Birgus latro PRATIWI (1989), telah membahas aspek daur hidup dan perkembangbiakan secara sepintas, sedangkan dalam tulisan ini aspek tersebut akan ditelaah lebih dalam.

Hewan ini mempunyai nilai ekonomi karena sering dikonsumsi penduduk di sekitar habitatnya. Di samping itu seringkali juga dianggap sebagai ketam hama karena memakan buah, merusak pohon kenari dan pohon kelapa (ANON 1973).

Anggapan penduduk yang demikian berpengaruh negatif terhadap populasi ketam jenis ini, sehingga di beberapa negara seperti Filipina, Papua Nugini dan Indonesia, keberadaan ketam jenis ini sangat diperhatikan dengan kategori langka (Undangerous spe-cies) dan dilindungi oleh undang-undang.

Ketam Kelapa merupakan salah satu jenis dari suku Coenobitidae (Terrestrial

(2)

Her-mit Crab) yang banyak terdapat di daerah tropik dan sub tropik. Hewan ini dijumpai menghuni wilayah tepi pantai berbatu atau yang dipenuhi timbunan daun-daunan terutama di daerah yang banyak ditumbuhi pohon kelapa. Sebaran geografis hewan ini di perairan Indo Pasifik cukup luas, yaitu tersebar di pulau-pulau Pasifik Barat sampai ke Indo-nesia Bagian Timur. Di IndoIndo-nesia ketam ini hanya tersebar di timur, yakni Sulawesi Utara, Kepulauan Togian sampai ke kepulauan Talaud, Maluku, Irian Jaya dan di bagian timur Nusa Tenggara Timur (NONTJI 1987; DIREKTORAT JENDRAL KEHUTANAN 1987/1988; PRATIWI 1989).

Walaupun ketam ini sebagian besar menghabiskan waktunya di daratan, tetapi ikatannya dengan laut tidak terputus. Oleh karena telur-telur, dan larvanya hidup sebagai plankton bahari dan pertumbuhan selanjutnya berlangsung di daratan hingga mencapai dewasa (SALM & USHER 1984)

Kemampuan hewan ini untuk hidup di daratan ternyata didukung oleh kepandaiannya mengatur pernapasan dengan menggunakan insang. Hewan ini mengambil O2 dari air laut

dengan membenamkan kepalanya dalam selang waktu cukup lama. Hal ini dapat berlangsung karena insang marga Birgus telah teradaptasi, dalam hal ini ruangan insang terbagi-bagi oleh membran, sehingga mem-bantu proses pertukaran gas. Dengan fungsi insang yang demikian, maka ketam ini akan tahan berada di daratan dalam selang waktu yang cukup lama (CAMERON & MECKLENBURG 1973).

Mengingat sebaran marga Birgus di Indonesia hanya terbatas di beberapa wilayah saja dan populasi hewan ini semakin berkurang, karena banyak faktor yang

hidup dan reproduksi jenis Birgus latro dapat dimanfaatkan kearah usaha pelestarian ketam jenis ini, mengingat hewan ini sudah tergolong katagori "Undangerous species".

DAUR HIDUP Birgus latro

Ketam marga Birgus selama hidupnya mempunyai dua habitat yaitu laut dan daratan Sewaktu berupa telur hidup di pantai, setelah menetas menjadi burayak hidup sebagai planktonik di perairan bebas dan kemudian setelah dewasa hidup di daratan.

Ketam betina matang telur akan membawa telur-telurnya dalam satu ikatan massa yang besar pada abdomennya. Sehubungan dengan hal tersebut REESE & KINZIE (1968) menerangkan sebagai berikut: mula-mula telur tersebut berwarna merah jeruk terang, tetapi perlahan-lahan berubah menjadi kuning ke abu-abuan dan suram. Telur-telur akan berkembang terus sampai siap menetas.

Telur-telur tersebut tidak dimasukkan ke dalam kantung atau cangkang seperti kelomang untuk melindungi telur dari kekeringan dan tempat terbuka. Ketika telur telah siap untuk menetas, ketam betina berjalan menuju ke laut, untuk menetas zoea berukuran panjang 2,5 mm. Ketam betina yang akan melepaskan zoea berjalan di atas batu-batuan pada perbatasan daerah pasang surut, sehingga ombak yang datang memecah akan membasahi bagian atas tubuhnya secara teratur. Pada saat telur-telur tersebut kontak dengan air laut, maka segara setelah itu menetas dan zoea dilepaskan ke dalam laut (SCHILLER et al. 1991).

Telur-telur tersebut menetas pada tahap zoea pertama lamanya 4 – 9 hari, biasanya 5 – 6 hari, pergantian ke tahap zoea kedua

(3)

larva dan mencapai puncaknya pada hari ke lima dan hari ke enam.

Tahap zoea ke dua berlangsung 3–1 5 hari, tetapi biasanya 3 – 5 hari. Bergantian ke tahap zoea ke tiga dimulai dari hari ke 9 – 11 pada kehidupan larva dan sebagian selesai dalam waktu 10 hari.

Lamanya tahap zoea ke tiga 3 – 18 hari, tetapi biasanya 8 – 9 hari. Pergantian ke tahap zoea ke empat dimulai tepat pada hari ke 15 dari kehidupan larva dan dilanjutkan sampai kira-kira hari ke 24. Burayak yang mengalami pergantian kulit pada hari ke 18– 20, biasanya pada hari ke 18 lah pergantian kulit berlangsung sangat aktif. Sedangkan lamanya tahap zoea ke empat dan penyempurnaan atau tahap metazoea adalah 6 – 12 hari dan akhirnya ketika usia larva 20 – 30 hari ketam berada dalam tahap terakhir pergantian zoea untuk berubah ke tahap post larva "glaucothoe".

Kadang-kadang tahap zoea ke lima ini terjadi, tetapi sedikit sekali pengetahuan tentang lamanya tahap zoea ke lima ini. Biasanya tahap zoea ke lima sama seperti tahap zoea ke empat yaitu kurang dari 6 hari. Tahap ini penting karena memperlihatkan campuran antara karakteristik zoea dan "glaucothoe", terutama kalau dilihat pada umbai dada yang berhubungan dengan lipatan tertutup sefalotorak dan banyaknya setae di pleiopod dan abdomen. Ciri lainnya adalah dalam bentuk telson dan perlindungan terhadap segmen abdominalnya.

Tahap post larva "glaucothoe" merupakan tahapan yang terpenting dalam pertumbuhan Birgus latro. Pada tahap ini terjadi perubahan menjadi seperti hewan amphibi. Kemudian mengalami perkem-bangan sehingga dapat berenang dengan

pleipodnya atau bergerak perlahan-lahan di daratan. Pada tingkatan ini ketam tersebut, mulai menggunakan cangkang. Biasanya "glaucothoe" memilih cangkang gastropoda yang kecil dan bermigrasi dari laut ke daratan. Seperti halnya tingkah laku yang khas sebagai anggota seksi Anomura (kelomang). Setelah itu bergerak perlahan-lahan menuju ke daratan, "glaucothoe" berjalan dengan kulitnya yang sangat kecil dan bila sudah dewasa ("glaucothoe" dewasa ) akan mengubur dirinya dalam rangka mempersiapkan diri untuk berganti kulit. Setelah tahap ini ketam tersebut menggali lubang dan terjadi pergantian kulit pada hari ke 28. Ketam ini muncul sebagai ketam muda pada hari ke 36. Setelah perubahan bentuk mereka memakan kerangka luarnya yang telah tua (REESE & KINZIE 1968; SCHILLER et al. 1991)

Ketam Kelapa masih terus meng-gunakan cangkang kurang lebih 12 sampai dengan 24 bulan. Dan tentu saja dengan ukuran yang telah disesuaikan dengan pertumbuhan atau dengan tubuhnya (REESE 1987).

Untuk lebih mengetahui atau mengenal tahapan-tahapan tersebut, dapat diperjelaskan dengan gambar yang dimulai dari zoea 1 sampai dengan 5 (zoea stages) secara pandangan dorsal dan lateral (Gambar 1 & 2).

Menurut GIBSON-HILL (1947), ketam-ketam ini kemudian menghabiskan waktunya di daratan dan menjadi dewasa pada usia 4 tahun, yakni setelah 8 kali pergantian kulit. Ketam-ketam tersebut sudah tidak lagi membawa cangkang karena struktur tubuhnya sudah berubah menjadi hewan daratan. Sedangkan siklus hidup ketam marga Birgus akan diperjelas pada gambar 3.

(4)
(5)
(6)
(7)

REPRODUKSI Birgus latro Ketam marga Birgus dewasa melakukan aktivitais hidupnya di daratan, antara lain mencari makan, menggali lubang dan kawin. Proses perkawinan dan pembuahan dilakukan di dalam lubang beberapa saat setelah betina mengalami pergantian kulit.

Untuk mengetahui aktivitas reproduksi dari Ketam Kelapa ini, ada baiknya kalau kita mengetahui beberapa kategori yang menurut SCHILLER et al. (1991) sebagai berikut ;

a. Waktu reproduksi b. Reproduksi migrasi

c. Kopulasi dan pengeluaran telur a. Waktu Reproduksi.

Aktivitas reproduksi dari ketam-ketam kelapa, diperlihatkan dengan adanya telur-telur matang yang terdapat pada ketam betina dalam suatu populasi. Biasanya secara geografis tergantung kepada musim yang ada di daerah tersebut. Di negara-negara belahan bumi utara dan selatan menurut SCHILLER et al. (1991) pada saat musim panas biasanya ketam betina hanya satu kali dalam setahun meletakkan sejumlah telur, misalnya di Palau dan Filipina hanya pada bulan Mei menurut HELFMAN (1973) dan BORRADAILE (1900). Sedangkan menurut REESE (1965 & 1967) di kepulauan Eniwetok terjadi pada bulan April sampai dengan Agustus.

Ketam-ketam betina di belahan bumi selatan menurut penelitian yang dilakukan oleh BORRADAILE (1900) di kepulauan Loyalty, meletakkan telur-telurnya hanya pada bulan Januari dan di kepulauan Christmas (Indian Ocean) pada pertengahan bulan No-vember sampai dengan Februari (GIBSON-HIIL, 1949), sedangkan di kepulauan Nicobar menurut DANIEL & PREMKUMAR (1967) adalah di bulan Maret.

Di daerah sub tropik di belahan bumi selatan paling sedikit ketam betina aktif bereproduksi lebih kurang 9 bulan, setiap tahun yaitu dari akhir September atau awal Oktober sampai dengan awal Juni pada tahun berikutnya. Sebaliknya di daerah tropik belahan bumi utara dan selatan aktivitas reproduksi dari ketam marga Birgus tidak tergantung oleh musim (tidak terjadi secara musiman), tetapi terjadi sepanjang tahun hal ini didapatkan berdasarkan data yang di dapat dari kepulauan Christmas dan Vanuatu (SCHILLER et al. 1991).

b. Reproduksi migrasi

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa apabila ketam betina akan menetaskan telur-telurnya (breeding season), maka hanya ketam betina saja yang akan bermigrasi dari daratan ke tepi laut, untuk melepaskan telur-telurnya. Hal ini berbeda dengan ketam darat lainnya, seperti Gecarcoidea natalis yang bila bermigrasi selalu diikuti oleh ketam jantan (GRAY 1981).

Berdasarkan pengamatan SCHILLER et al. (1991) di Vanuatu ketam akan berada di pantai selama 1 bulan (5–6 minggu) dan biasanya akan kembali ke darat setelah 4 – 1 0 hari setelah melepaskan telur-telurnya. Mereka biasanya berkumpul dalam kelompok disepanjang pantai dan kembali ke darat juga dalam kelompoknya yang kemudian akan berpisah (menyebar) setelah sampai di darat. Migrasi ketam menuju ke laut dan kembali ke darat terjadi berdasarkan ritmik dari gelombang dengan periodisitas yang sama dari proses penetasan dan pelepasan telur. c. Kopulasi dan pengeluaran telur.

MATHEWS (1956) berdasarkan penelitian secara morphologi dari sperma ketam marga Birgus menyimpulkan bahwa kopulasi dan fertilasi terjadi di dalam laut.

(8)

Tidak seperti caenobitids lainnya, kopulasi ketam marga Birgus terjadi hanya dalam waktu 3 menit dengan melalui tingkah laku berpacaran atau bercumbuan lebih dahulu. Ketam jantan akan memegang ketam betina dengan menggunakan sapitnya dan bergerak ke depan, hingga ketam betina berada di belakangnya. Kaki-kakinya akan saling berpegangan dan abdomen ketam jantan akan berada tepat disamping ketam betina yang secara distal berada di atas ketam jantan.

Ketam jantan dengan menggunakan koksa dari pasangan kaki kelima pereiopod (kaki jalan) akan mentransferkan spermanya ke oviduk ketam betina yang terdapat di pasangan kaki ketiga dari pereiopod.

Ketam marga Birgus betina tidajc memiliki tempat menampung sperma oleh sebab itu segera setelah kopulasi akan menjadi telur (BARNES 1980). Fertilisasi telur terjadi ketika melalui spermathopore selama proses pengeluaran dari oviduk. Ketam betina akan meletakkan telur-telurnya di setae endopodit dan exopodit dari pasangan kaki ketiga pleo-pod di sisi sebelah kiri. Telur-telur akan melekat menyerupai untaian buah anggur dan melekat erat hingga memenuhi abdomennya. Ketam betina mampu mengeluarkan telur dalam jumlah besar dari 51.000 hinga 138.000 mikrolecithal dengan ukuran korelasi yang sesuai antara jumlah telur dengan ukuran tubuhnya (HELFMAN 1973).

Ukuran matang seksual yang terkecil menurut SCHILLER et al. (1991) yang ditemukan di NIUE tahun 1988 adalah 19.7 mm, sedangkan menurut HELFMAN (1973) dan FLETCHER (1988) ukuran matang seksual maksimal yang mereka temukan adalah 25 mm.

DAFTAR PUSTAKA

ANON 1973. Villager begin to breed coco-nut crabs. Aust. Fisheries 32 : 15 p. BARNES, R. 1980. Invertebrate zoology.

Saunders College, Holt, Rinehait and Winston, Philadelphia. 1089 pp. BORRADAILE, L.A. 1900. On the young of

the robber crab. In : A Willey. Zoo-logical results based on material from New Britain, New Guinea, Loyalty Islands and elsewhere, Part V. 585 – 586.

CAMERON, J.N. and T.A. MECKLENBERG 1973. Aerialgas exchanges in the co-conut crab Birgus latro (L), with some notes on Gecarcoidea lalandii. Respi-ration Physiology 19 : 245 – 246. DANIEL, A. and V.K. PREM-KUMAR 1967.

The coconut crab Birgus latro (L) (Crustacea : Paguridae) in the Great Nicobar Island. J. Bombay. Nat. Hist. Soc. 64 (3) : 574 – 580.

FLETCHER, W.J. 1988. Growth and recruit-ment of the coconut crab Birgus latro (L) in Vanuatu. A report. Australian Centre for International Agricultural Research, Canberra, Australia : 35 – 60.

HELFMAN, G.S. 1973. Ecology and behav-iour of the coconut crab, Birgus latro (L). Msc. thesis, University of Hawaii (Zoology) : 159 pp.

GIBSON – HILL, C.A. 1949. The robber crab. Zoo. Life. 4 : 58 – 60.

GRAY, H.S. 1981. Christmas Island – Natu-rally. Howard Gray Publ. Geraldton, W.A. : 133 pp.

(9)

MATHEWS, D.C. 1956. The probable method of fertilization in terrestrial hermit crabs based on a comparative study of spermatophores. Pac. Sci. 10 : 303– 309

NONTJI, A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan : 368 hal.

PRATIWI, R. 1989. Ketam Kelapa, Birgus latro (LINNAEUS 1767) (Crustacea, Decapoda, Coenobitidae) dan beberapa aspek biologinya. Oseana 14 (2) : 47– 53.

PROYEK PENGEMBANGAN SUMBER DAYA ALAM HAYATI PUSAT, 1987/1988. Diskripsi biota laut langka. Departemen Kehutanan Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam, Bogor : 170 hal. REESE, E.S. 1965. The ecology of the

Coconut crab Birgus latro (L). Ab-stract in the Bull. Ecol. Soc. Amer., 46 (4) : 191 – 192.

REESE, E.S. 1967. Shell use; and adaptation for emigration from the sea by the Coconut crab. Science 161 : 385 – 386. REESE, E.S. and R.A. KINZIE 1968. The

larval development of the coconut crab Birgus latro (L) in the laboratory (Anomura, Paguridae). Crustaceana. Suppl. 2 : 117 – 144.

SALM, R.V. and G. USHER 1984. No home big enough no place safe enough for this curius crab. Voice of nature 22 : 7 pp.

SCHILLER, C, FIELDER, D.R., BROWN, I.W. and A. OBED 1991. Reproduc-tion, Early Life History and Recruit-ment. In : The Coconut Crab : Aspects of Birgus latro biology and ecology in Vanuatu. BROWN, I.W. and FIELDER, D.R. (eds.), ACIAR Mono-graph 8 : 128 pp.

Referensi

Dokumen terkait