Masukan AmCham terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pertanian
Jika ada pertanyaan terkait masukan ini, silakan menghubungi Gusti Kahari di [email protected] atau 0812 8364 1946 atau Peter Sean Lie di [email protected] atau 0852 14928980.
No Chapter Articles & Comments Recommended Revision
1 Bab II Subsektor Perkebunan
Pasal 3
Batasan luas maksimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) meliputi: a. kelapa sawit maksimum 100.000 hektare;
b. kelapa maksimum 35.000 hektare; c. karet maksimum 23.000 hektare; d. kakao maksimum 13.000 hektare; e. kopi maksimum 13.000 hektare; f. tebu maksimum 125.000 hektare; g. teh maksimum 14.000 hektare; dan h. tembakau maksimum 5.000 hektar.
DITAMBAHKAN AYAT Pasal 3
Ayat 1: Batasan luas maksimum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) meliputi:
a. kelapa sawit maksimum 100.000 hektar; b. kelapa maksimum 35.000 hektar; c. karet maksimum 23.000 hektar; d. kakao maksimum 13.000 hektar; e. kopi maksimum 13.000 hektar; f. tebu maksimum 125.000 hektar; g. teh maksimum 14.000 hektar; dan h. tembakau maksimum 5.000 hektar. Ayat 2: Pengelolaan lahan dapat melebihi luasan maksimum sebagaimana ayat 1 dengan melalui persyaratan yang diatur dalam Peraturan Menteri
2 Bab II Subsektor Perkebunan
Pasal 4
(2) Batasan luas minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kelapa sawit minimum 6.000 hektare; b. tebu minimum 8.000 hektare; dan c. teh minimum 600 hektare
LIHAT MASUKAN PASAL 3
3 Bab II Subsektor Perkebunan
Pasal 5
Batasan luas maksimum dan luas minimum selain untuk komoditas strategis tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4 Bab II Subsektor Perkebunan
Pasal 11
(1) Perusahaan Perkebunan yang mendapatkan Perizinan Berusaha untuk budi daya yang seluruh atau sebagian lahannya berasal dari:
a. area penggunaan lain yang berada di luar HGU; dan/atau
b. areal yang berasal dari pelepasan kawasan hutan, wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar seluas 20% (dua puluh persen) dari luas lahan tersebut.
(2) Pelaksanaan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 3 (tiga) tahun sejak lahan diberikan HGU.
Direvisi point b Ayat 1 dan menambahkan Ayat 3 sehingga berbunyi :
Pasal 11
(1) Perusahaan Perkebunan yang mendapatkan Perizinan Berusaha untuk budi daya yang seluruh atau sebagian lahannya berasal dari:
a. area penggunaan lain yang berada di luar HGU; dan/atau
b. areal yang berasal dari pelepasan kawasan hutan, wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat 20% (dua puluh persen) dari luas lahan tersebut.
(2) Pelaksanaan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 3 (tiga) tahun sejak lahan diberikan HGU. (3) Kewajiban memfasilitasi kebun masyarakat 20 % (dua puluh persen) sebagaimana point b Ayat 1 diatas dihitung dari lahan yang dapat diusahakan/lahan yang tertanam.
5 Bab II Subsektor Perkebunan
Pasal 19
(1) Bentuk pendanaan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c dapat berupa hibah.
(2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperhitungkan sebagai: a. biaya Perusahaan Perkebunan; b. biaya pelaksanaan kemitraan; dan c. pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan Perusahaan Perkebunan. (3) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
Menghapus kata Tidak, sehingga merevisi Ayat (2) sehingga berbunyi
(2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperhitungkan sebagai:
a. biaya Perusahaan Perkebunan; b. biaya pelaksanaan kemitraan; dan c. pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan Perusahaan Perkebunan.
6 Bab II Subsektor Perkebunan
Pasal 20
(1) Bentuk kemitraan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf d dilakukan pada kegiatan usaha produktif Perkebunan.
(2) Kegiatan usaha produktif Perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. subsistem hulu;
b. subsistem kegiatan budi daya; c. subsistem hilir;
Pasal 20
(1) Bentuk kemitraan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf d
dilakukan pada kegiatan usaha produktif Perkebunan.
(2) Kegiatan usaha produktif Perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. subsistem hulu;
b. subsistem kegiatan budi daya; c. subsistem hilir;
d. subsistem penunjang; dan e. fasilitasi kegiatan peremajaan Tanaman Perkebunan masyarakat sekitar;
f. bentuk kegiatan lainnya.
(3) Kegiatan usaha produktif Perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan pembiayaan minimal setara dengan nilai optimum produksi kebun di lahan seluas 20% (dua puluh perseratus) dari total areal kebun yang diusahakan oleh Perusahaan Perkebunan. (4) Nilai optimum produksi kebun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan hasil produksi tertinggi kebun dalam 1 (satu) tahun
d. subsistem penunjang; dan
e. fasilitasi kegiatan peremajaan Tanaman Perkebunan masyarakat sekitar;
f. bentuk kegiatan lainnya.
(3) Kegiatan usaha produktif Perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan pembiayaan minimal setara dengan nilai rata-rata produksi kebun di lahan seluas 20% (dua puluh perseratus) dari total areal kebun yang diusahakan oleh Perusahaan Perkebunan. (4) Nilai rata-rata produksi kebun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan hasil produksi rata-rata kebun dalam 1 (satu) tahun
7 Bab II Subsektor Perkebunan
Pasal 23
(1) Perusahaan Perkebunan yang telah melakukan Usaha Perkebunan pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, wajib memenuhi ketentuan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar seluas 20% (dua puluh perseratus) dari total areal kebun yang diusahakannya. (2) Kewajiban memfasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. (3) Dalam hal tidak tersedia lahan untuk pembangunan kebun masyarakat sekitar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Perkebunan memfasilitasi peremajaan kebun masyarakat sekitar: a. pada lahan yang telah ada; dan b. seluas 20% (dua puluh perseratus) dari total areal kebun yang diusahakannya. (4) Dalam hal peremajaan kebun masyarakat sekitar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilaksanakan, Perusahaan Perkebunan memberikan bantuan sarana produksi berupa intensifikasi lahan perkebunan sebesar konversi kewajiban 20% (dua puluh perseratus) dari total areal kebun yang diusahakannya.
(5) Dalam hal bantuan sarana produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilaksanakan, Perusahaan Perkebunan mengusahakan kegiatan usaha produktif perkebunan
Direvisi sehingga berbunyi : Pasal 23
(1) Perusahaan Perkebunan yang telah melakukan Usaha Perkebunan pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, wajib memenuhi ketentuan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat 20% (dua puluh perseratus) dari total areal kebun yang diusahakannya, kecuali bagi
perusahaan perkebunan yang memperoleh IUP sebelum tanggal 28 Februari 2007 dan telah melakukan pola PIR Bun, PIR Trans, PIR KKPA, atau pola kerjasama inti plasma lainnya.
(2) Kewajiban memfasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. (3) Dalam hal tidak tersedia lahan untuk pembangunan kebun masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka perusahaan dapat melakukan kegiatan usaha produktif seperti yang dimaksud pada Pasal 20 ayat (2)
(4) Dalam hal perusahaan melakukan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat dalam bentuk peremajaan kebun
masyarakat sekitar dapat dilakukan : a. pada lahan yang telah ada;
b. seluas 20% (dua puluh perseratus) dari total areal kebun yang diusahakannya; dan c. disepakati bersama dengan masyarakat pemilik kebun.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) untuk masyarakat sekitar.
(5) Bentuk kegiatan lainnya sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (2) huruf (f) dapat dilakukan dengan memberikan bantuan sarana produksi berupa intensifikasi lahan perkebunan, pengangkutan hasil produksi, sebagai kontraktor perawatan kebun dan kegiatan produktif lainnya yang disepakati oleh perusahaan dan masyarakat sebesar nilai rata rata produksi kebun sebagaimana dimaksud Pasal 20 ayat (3).
8 Bab II Subsektor Perkebunan
Pasal 25
(1) Perusahaan Perkebunan yang tidak memenuhi ketentuan mengenai: a. kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar seluas 20% (dua puluh persen) sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 23; dan/atau b. pelaporan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. denda;
b. pemberhentian sementara dari kegiatan Usaha Perkebunan; dan/atau c. pencabutan Perizinan Berusaha subsektor Perkebunan.
Direvisi sehingga berbunyi : Pasal 25
(1) Perusahaan Perkebunan yang tidak memenuhi ketentuan mengenai: a. kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat seluas 20% (dua puluh persen) sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 23; dan/atau
b. pelaporan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dikenai sanksi administratif.
(2) Penerapan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan secara berjenjang sebagai berikut:
a. Teguran Tertulis berisi peringatan 1,2 dan 3 dengan durasi waktu sesuai dengan NSPK yang berlaku selama ini;
b. Paksaan Pemerintah apabila tidak melaksanakan Teguran tertulis berisi peringatan sebagaimana tertulis pada point a diatas;
c. Denda Administrasi apabila tidak melaksanakan Paksaan Pemerintah sebagaimana tertulis pada point b diatas; d. Pembekuan Perizinan Berusaha apabila tidak melaksanakan Denda Adminsitrasi sebagaimana tertulis pada point c diatas dan/atau;
e. Pencabutan Perizinan Berusaha dimungkinkan apabila tidak melaksanakan penyelesaian Pembekuan Perizinan Berusaha sebagaimana tertulis pada point d diatas;
9 Bab II Subsektor Perkebunan
Pasal 26
(1) Denda dikenai terhadap Perusahaan Perkebunan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a atau huruf b
menggunakan rumus : LA x BPK. (2) Rumus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerangkan:
a. LA = luas lahan yang diusahakan setara dengan 20 % (dua puluh perseratus) kapasitas unit pengolahan hasil perkebunan tertentu; dan
b. BPK = biaya pembangunan kebun per-hektar.
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk surat tagihan.
(4) Surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan oleh penerbit Perizinan Berusaha sesuai
kewenangannya.
(5) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke kas negara melalui mekanisme Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Direvisi sehingga berbunyi : Pasal 26
(1) Denda dikenai terhadap Perusahaan Perkebunan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a atau huruf b
menggunakan rumus : LA x BPK. (2) Rumus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerangkan:
a. LA = luas lahan yang diusahakan setara dengan 20 % (dua puluh perseratus) kapasitas unit pengolahan hasil perkebunan tertentu; dan
b. BPK = biaya pembangunan kebun per-hektar, berupa pembukaan lahan dan penanaman
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk surat tagihan.
(4) Surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan oleh penerbit Perizinan Berusaha sesuai
kewenangannya.
(5) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke kas negara melalui mekanisme Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
10 Bab II Subsektor Perkebunan
Pasal 27
Perusahaan Perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dalam jangka waktu:
a. selama 6 (enam) bulan terhitung sejak diberikan surat tagihan wajib memenuhi kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar seluas 20% (dua puluh perseratus); atau
b. selama 1 (satu) bulan terhitung sejak diberikan surat tagihan wajib
menyampaikan laporan fasilitasi
pembangunan kebun masyarakat sekitar.
Direvisi menjadi :
a. selama 6 (enam) bulan terhitung sejak diberikan surat tagihan wajib memenuhi kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat 20%
(dua puluh perseratus); atau
11 Bab II Subsektor Perkebunan
Pasal 28
Apabila Perusahaan Perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 tetap tidak:
a. memenuhi kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar seluas 20% (dua puluh persen); atau
Direvisi menjadi :
a. selama 6 (enam) bulan terhitung sejak diberikan surat tagihan wajib memenuhi kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat 20%
b. menyampaikan laporan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar, dikenai sanksi pemberhentian sementara dari kegiatan Usaha Perkebunan selama 6 (enam) bulan.
12 - BELUM ADA PASAL YANG MENGATUR
PERMASALAHAN PROSES IZIN BAHAN BAKU IMPOR UTK PAKAN TERNAK - Peraturan saat ini SIMREK salah satu persyarata adalah dokumen Bill of Lading (BL). BL hanya akan dikeluarkan setelah Kapal Berangkat dari negara asal. - Proses SIMREK dikeluarkan paling cepat 14 Hari. Bila Perjalanan kapal import antara 10-14 Hari. Kapal akan tiba di Pelabuhan Indonesia namun SIMREK belum dikeluarkan karena biasanya dokumen yang terlambat dimasukkan adalah BL (biasanya baru keluar 5-7 hari setelah kapal berangkat).
- Keterlambatan proses persetujuan SIMREK menyebabkan Perusahaan Pakan Ternak terkena Demurrage di Pelabuhan.
PERLU DITAMBAHKAN PASAL:
- Jangka waktu pengeuaran SIMREK adalah tidak lebih dari 7 hari setelah dokumen lengkap dimasukkan.
13 - BELUM ADA PASAL YANG MENGATUR
PENERAPAN PPN UNTUK BAHAN BAKU PAKAN IMPOR:
- Saat ini ada peraturan daftar positif bahan baku Pakan yang TIDAK dikenakan PPN untuk pembelian Impor. Namun bila tidak ada di dalam daftar maka
DIKENAKAN PPN. Padahal Penjualan produk pakan ternak tidak mengenakan PPN.
- Dengan berjalannya teknologi dan riset, bahan baku pakan akan berkembang. - Seharusnya semua Bahan Baku yang digunakan untuk Pakan Ternak TIDAK dikenakan PPN.
PERLU DITAMBAHKAN PASAL:
- Pasal untuk menghapus DAFTAR POSITIF bahan baku pakan yang tidak dikenakan PPN.