• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PETROLOGI DAN PETROGRAFI PADA ALTERASI BUKIT BERJO, GODEAN, SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENELITIAN AWAL MENGENAI ALTERASI DI BUKIT BERJO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PETROLOGI DAN PETROGRAFI PADA ALTERASI BUKIT BERJO, GODEAN, SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENELITIAN AWAL MENGENAI ALTERASI DI BUKIT BERJO"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

583

STUDI PETROLOGI DAN PETROGRAFI PADA ALTERASI BUKIT BERJO,

GODEAN, SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PENELITIAN AWAL MENGENAI ALTERASI DI BUKIT BERJO

Adnan Hendrawan1* Gabriela N.R. Bunga Naen1

Eka Dhamayanti1 Anastasia Dewi Titisari1

1Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta *Email : adnan.hendrawan@mail.ugm.ac.id

SARI

Bukit Berjo merupakan suatu bukit intrusi yang terletak di Kecamatan Godean, Daerah Istimewa Yogyakarta. Bukit Berjo merupakan suatu tubuh intrusi andesit porfiri dimana sebagian dari intrusi tersebut telah terubah menjadi mineral lempung, sehingga Bukit Berjo terkenal sebagai daerah penghasil lempung dimana industri berbahan dasar tanah lempung berkembang pesat di daerah ini, beberapa diantaranya adalah industri genteng dan keramik. Secara megaskopis, batuan penyusun Bukit Berjo dapat diklasifikasikan sebagai andesit porfiri yang mengindikasikan suatu tubuh intrusi dangkal. Belum ada penelitian mendetail yang membahas mengenai genesa mineral lempung yang ada disini. Penelitian terdahulu yang dilakukan di Bukit Berjo membuktikan bahwa Bukit Berjo merupakan suatu tubuh intrusi andesit porfiri dimana sebagian dari tubuh intrusi tersebut telah terubah menjadi mineral lempung. Karakteristik petrologi dan petrografi mineral yang terubah di Bukit Berjo sangat membantu dalam menjelaskan genesa mineral lempung tersebut. Data di lapangan menunjukkan keberadaan lempung yang sangat tebal (>12 m) yang mengindikasikan terjadinya alterasi hidrotermal. Oleh sebab itu, peneliti ingin mendalami mengenai kemungkinan terjadinya alterasi hidrotermal yang berpengaruh pada daerah penelitian. Studi ini digunakan sebagai penelitian awal terhadap alterasi hidrotermal di daerah penelitian sehingga dapat diketahui pengaruh alterasi hidrotermal tersebut terhadap pembentukan asosiasi mineral baru pada tubuh intrusi. Andesit porfiri Bukit Berjo tersusun oleh fenokris berupa plagioklas, piroksen, muskovit, sedangkan massa dasarnya berupa mineral mafik. Tingginya kandungan plagioklas pada batuan ini menyebabkan terbentuknya morfologi berupa pelapukan membola. Sebagian besar feldspar telah terubah menjadi mineral lempung. Berdasarkan pengamatan petrografi ditemukan adanya mineral berupa epidot, klorit,zoisite, dan serisit yang mengindikasikan produk dari alterasi hidrotermal.

Kata Kunci : Alterasi, Propilitik, Epidot, Berjo, Intrusi, Andesit Porfiri

I.

PENDAHULUAN

Alterasi hidrotermal adalah proses perubahan mineralogi dan komposisi batuan akibat pengaruh dari fluida hidrotermal sehingga menghasilkan mineral ubahan yang stabil pada kondisi hidrotermal. Alterasi hidrotermal menjadi bahan diskusi yang menarik berkaitan dengan zonasi yang dihasilkan oleh proses tersebut, dimana setiap zonasi dicirikan oleh kumpulan mineral yang spesifik. Dengan mengidentifikasi mineral hasil alterasi hidrotermal maka dapat diinterpretasikan kondisi pH larutan dan kondisi temperatur pembentukan mineral.

Potensi lainnya adalah kemungkinan ditemukannya mineral ekonomis yang diendapkan oleh larutan hidrotermal sejalan dengan semakin dekatnya tipe alterasi hidrotermal dengan tubuh intrusi utama. Penelitian dilakukan di Bukit Berjo yang merupakan sebuah bukit intrusi yang berlokasi di kecamatan Godean, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Bukit ini yang menyediakan mineral lempung sebagai mineral hasil ubahannya menjadi sumber material utama dari industri keramik yang berkembang di daerah tersebut. Karakteristik lempung dari bukit Berjo yang plastis sangat

(2)

584 cocok sebagai bahan dasar industri keramik

dan genteng karena tidak retak ketika dibakar pada suhu yang tinggi. Batuan segar yang dijumpai di Bukit Berjo terdiri dari batuan beku andesit porfiri dimana sebagian besar tubuh intrusinya telah mengalami pelapukan membola dan mengalami perubahan menjadi mineral lempung.

Andesit porfiri bukit Berjo tersusun oleh fenokris berupa plagioklas, piroksen, muskovit, sedangkan massa dasarnya berupa mineral mafik. Keberadaan lempung yang tebal yang terbentuk di bukit Berjo menjadi indikasi awal bahwa proses pembentukan mineral lempung di bukit Berjo tidak hanya dikontrol oleh proses pelapukan semata, namun terdapat agen lain yaitu larutan hidrotermal yang mengakselerasi pembentukan mineral lempung di bukit Berjo. Belum ada penelitian yang mendalami mengenai genesa lempung di Bukit Berjo, kemungkinan terjadinya alterasi hidrotermal di bukit Berjo dan tipe alterasi yang dihasilkan oleh interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan dinding.

Penelitian ini berfokus pada pengamatan petrologi dan petrografi dari batuan di bukit Berjo. Pengamatan ini menjadi studi awal mengenai alterasi hidrotermal dan pengaruhnya terhadap pembentukan asosiasi mineral baru pada tubuh intrusi. Studi ini juga menjadi pembuka dari kemungkinan potensi mineral ekonomis lain yang diendapkan oleh larutan hidrotermal, salah satunya adalah kehadiran mineral bersuhu tinggi seperti epidot yang termasuk dalam tipe alterasi propilitik.

II. KONDISI GEOLOGI REGIONAL

Daerah penelitian berada di daerah Bukit Berjo, Godean, Sleman, Yogyakarta. Secara regional, daerah Godean dan sekitarnya telah dilaporkan oleh Rahardjo dkk. (1995) dalam Peta Geologi Lembar Yogyakarta (Gambar 1). Batuan tertua dimasukkan ke dalam Formasi Nanggulan (Teon) yang berumur Eosen. Formasi ini terdiri atas batupasir dengan sisipan lignit, napal pasiran, batulempung dengan konkresi limonit, sisipan napal dan batugamping, batupasir, dan tuf. Diatas Formasi Nanggulan diendapkan Formasi Kebobutak (Tmok), yang tersusun oleh breksi andesit, tuf, tuf

lapili, aglomerat, dan sisipan aliran lava andesit yang berumur Oligo-Miosen. Kedua formasi batuan tersebut kemudian diterobos oleh diorit (dr) dan andesit (a), yang berumur Miosen Bawah. Volkanisme Kuarter di daerah Yogyakarta membentuk Gunung api Merapi, yang materialnya terbagi menjadi Endapan Gunung api Merapi Tua (Qmo) dan Gunung api Merapi Muda (Qmi) (Bronto dkk., 2014).

III.

SAMPEL

DAN

METODE

PENELITIAN

Lokasi penelitian berada di Bukit Berjo, Berjo Wetan, Sidoluhur, Godean, Sleman. Penelitian dilakukan melalui dua tahapan, yaitu tahap pengambilan data di lapangan dan tahap analisis data di laboratorium. Pengambilan data langsung di lapangan bertujuan untuk mengetahui indikasi adanya alterasi hidrotermal pada batuan secara megaskopis. Pengambilan data dilakukan pada sembilan lokasi pengamatan (Gambar 2). Data dari sembilan lokasi pengamatan tersebut kemudian dipilih tujuh sampel batuan yang mengindikasikan adanya alterasi hidrotermal untuk dilakukan analisis petrografi. Analisis petrografi bertujuan untuk mengetahui adanya perubahan perubahan tekstur dan komposisi mineral penyusun batuan secara mikroskopis.

IV.

DATA DAN ANALISIS

Data diperoleh dari deskripsi petrologi secara megaskopis dan deskripsi petrografi secara mikroskopis. Pada kenampakan di lapangan terdapat batuan dengan kondisi segar (Gambar 3) dan telah terubah (Gambar 4). Batuan yang ada pada lokasi pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 relatif segar, sehingga tekstur dan komposisi mineral penyusun batuan dapat dengan mudah diamati.

Secara megaskopis, batuan penyusun Bukit Berjo dapat diklasifikasikan sebagian Andesit Porfiri. Batuan berwarna abu-abu, dengan ukuran kristal <1 – 6 mm (fenokris: 1 – 6 mm, massa dasar: < 1 mm), tekstur holokristalin, porfiroafanitik, hipidiomorfik granular. Fenokris dari batuan ini terdiri dari plagioklas, piroksen, muskovit, sedangkan massa dasarnya berupa mineral mafik.

(3)

585 Sampel batuan pada lokasi pengamatan 1, 2,

3, 4, 5, 6, dan 7 juga dilakukan analisis petrografi. Secara mikroskopis, batuan penyusun Bukit Berjo memiliki tekstur holokristalin, hipidiomorfik granular, porfiritik, dengan ukuran fenokris berkisar antara 0,2 – 5 mm dengan massa dasar berukuran < 0,2 mm. Mineral primer penyusun batuan terdiri dari plagioklas dan piroksen dengan kelimpahan yang berbeda-beda pada masing-masing sampel.

Berdasarkan analisis petrografi, ketujuh sampel batuan dari masing-masing lokasi pengamatan menunjukkan adanya mineral sekunder penciri alterasi hidrotermal, seperti klorit, epidot, zoisite, serisit, dan kuarsa sekunder. Kelimpahan mineral-mineral tersebut pada tiap sampel dapat dilihat pada Tabel 1.

Batuan yang ada pada lokasi 8 dan 9 pengamatan relatif mengalami ubahan sehingga menghasilkan tanah lempung yang sangat tebal (Gambar 4). Sampel pada lokasi 8 dan 9 tidak dilakukan analisis lebih lanjut.

V.

DISKUSI

Intrusi andesit porfiri menjadi awal pembentukan morfologi di Bukit Berjo. Intrusi andesit porfiri diperkirakan terjadi lebih dari sekali, hal ini diinterpretasikan dari variasi ukuran fenokris plagioklas yang ditemukan di Bukit Berjo.

Indikasi adanya alterasi hidrotermal di Bukit Berjo dapat terlihat dari pengamatan secara megaskopis di lapangan. Dijumpainya tanah yang tersusun oleh mineral lempung yang cukup tebal (> 12 m) menjadi salah satu indikasi. Tanah yang tebal dan tidak dijumpainya horizon tanah tidak dapat dihasilkan dari proses pelapukan, melainkan dihasilkan dari proses endogenik yang disebut sebagai proses alterasi hidrotermal. Indikasi lain dari adanya alterasi hidrotermal adalah dijumpainya pelapukan membola (Gambar 5). Salah satu faktor pengontrol pembentukan pelapukan membola adalah adanya rekahan atau kekar pada batuan. Adanya rekahan dapat menjadi jalan untuk fluida hidrotermal dapat masuk ke dalam batuan dan berinteraksi dengan mineral-mineral penyusun batuan.

Indikasi lainnya adalah kehadiran mineral penciri alterasi dapat digunakan untuk mengetahui kondisi alterasi batuan. Secara umum mineral sekunder yang paling banyak hadir adalah klorit (Gambar 8) dan epidot (Gambar 7). Keduanya merupakan mineral penciri alterasi propilitik, ditambah dengan kehadiran mineral zoisite (Gambar 8) yang juga merupakan mineral penciri alterasi propilitik. Alterasi propilitik dalam pengamatan megaskopis umumnya terjadi pada batuan beku intermediet hingga basa yang umumnya ditandai oleh warna hijau. Klorit dijumpai pada semua sampel yang diamati dengan kelimpahan berkisar antara 15.0% – 30.5% (Tabel 1). Klorit menunjukkan warna coklat hingga hijau pada pengamatan ppl. Klorit merupakan mineral yang terbentuk sebagai hasil ubahan dari feldspar, hornblende dan biotit (Gambar 11). Epidot dijumpai pada semua sampel yang diamati dengan kelimpahan berkisar antara 1.0% – 8.0% (Tabel 1). Epidot menunjukkan warna colorless hingga kuning pada pengamatan ppl, memiliki relief yang sangat tinggi. Pada pengamatan xpl, epidote menunjukkan warna interferensi yang tinggi. Epidot merupakan mineral hasil ubahan dari hornblende.

Zoisite dijumpai pada sampel nomor 3 dengan kelimpahan 4% (Tabel 1). Zoisite merupakan anggota dari kelompok mineral epidot. Zoisite dicirikan dengan relief yang tinggi dalam pengamatan ppl, serta memiliki warna interferensi yang tinggi. Zoisite dapat terbentuk dari ubahan mineral plagioklas (Gambar 8).

Hasil analisis menunjukkan kelimpahan yang cukup signifikan dari klorit, epidot, dan zoisite. Pengaruh alterasi yang terjadi pada sampel batuan yang diamati bekerja pada individu mineral secara selektif, yakni terjadi apabila batuan berinteraksi dengan fluida hidrotermal bersifat tidak reaktif sehingga hanya mineral-mineral tertentu yang dapat bereaksi terhadap fluida hidrotermal. Alterasi ini juga terjadi apabila rasio fluida terhadap batuan cukup rendah.

Feldspar yang umumnya berupa plagioklas mengalami alterasi menjadi klorit dan zoisite. Sementara, hornblende mengalami alterasi

(4)

586 menjadi epidot. Alterasi dengan tipe

propolitik umumnya berkembang pada bagian luar dari endapan porfiri dengan kedalaman menengah hingga dalam. Epidot merupakan mineral yang dapat digunakan sebagai indikator suhu dari fluida hidrotermal. Epidot terbentuk pada suhu 180⁰C - 220⁰C dengan bentuk butiran yang buruk, dan pada suhu 220⁰C - 250⁰C akan membentuk butiran yang lebih baik (Fonkwe dkk., 2012). Berdasarkan pengataman petrografi, epidot yang teridentifikasi memiliki bentuk butiran yang baik. Oleh karena itu, dapat diinterpretasikan bahwa fluida yang melewati batuan memiliki suhu antara 220⁰C - 250⁰C. Alterasi ini terjadi pada fluida dengan pH yang netral.

Selain mineral penciri alterasi propilitik, pada sampel batuan juga dijumpai mineral serisit. Mineral serisit dijumpai pada semua sampel batuan yang diamati dengan kelimpahan berkisar antara 6.0% – 13.0% (Tabel 1). Serisit dicirikan dengan warna coklat hingga kuning keemasan pada kenampakan xpl dengan ukuran kristal relatif halus. Mineral serisit merupakan mineral hasil ubahan dari mineral plagioklas (Gambar 12).

Dalam beberapa sampel batuan yang diamati juga dijumpai adanya urat kuarsa (Gambar 6). Urat kuarsa ditandai oleh bentuk memanjang pada sayatan tipis yang terisi oleh mineral

kuarsa sekunder. Urat kuarsa dapat menjadi salah satu indikasi adanya alterasi hidrotermal. Adanya urat kuarsa menunjukkan bahwa terdapat rekahan-rekahan yang dapat menjadi jalan bagi fluida hidrotermal dan menjadi tempat untuk mengendapkan mineral-mineral pengisi urat.

VI.

KESIMPULAN

Mineral lempung yang terbentuk di bukit Berjo bukan hanya sebagai hasil dari pelapukan semata, namun juga merupakan manifestasi dari proses alterasi hidrotermal akibat interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan beku andesit porfiri. Alterasi hidrotermal terbukti dari hasil pengamatan petrologi berupa ketebalan mineral lempung yang besar dan didukung dengan hasil analisis petrografi yang menunjukkan kemunculan mineral-mineral penciri alterasi seperti epidot, serisit, klorit, zoisite, dan kuarsa sekunder.

VII.

ACKNOWLEDGEMENT

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan paper ini. Ucapan terima kasih secara khusus kami sampaikan kepada Bapak Dr. I Wayan Warmada yang telah memberikan ide-ide yang membangun pemikiran kami selama ini penyusunan paper ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bateman, A.M., Jensen, M.L., 1981. Economic Mineral Deposits. John Wiley and Sons, Australia. Bronto,S., Ratdomopurbo A., Asmoro P., Adityarani M., 2014. Longsoran Raksasa Gunung Api Merap

I Yogyakart A-Jawa Tengah, J.G.S.M .Vol.15 No. 4 hal .165-183

Buol, S. W., Hole, F. D., McCracken, R. J., 1980. Soil Genesis and Classification, 2nd ed. The Iowa State University Press.

Deer, W.A., Howie, R.A., and Zussman, J., 1992. An Introdution to the Rock-Forming Minerals, 2nd ed. Longman, England.

Delvigne, J.E., 1998. Atlas of Micromorphology of Mineral Alteration and Wheathering. Mineralogical Association of Canada, Canada.

Dixon, J. B., Weed, D. D., Kttrick, J. A., Milford, M. H., White, J. L., 1977. Minerals in Soil Environments, Soil Science of American, Madison, Wisconsin, USA.

(5)

587

Fonkwe, M., Kyser, K., Clark, A.H., Urqueta, E., Oates, C.J., Ihlenfeld, C., 2012. Recognizing Propylitic Alteration Associated with Porphyry Cu-Mo Deposits in Lower Greenschist Facies Metamorphic Terrain of the Collahuasi District, Northern Chile—Implications of Petrographic and Carbon Isotope Relationships, Society of Economic Geologists, Inc.Economic Geology,v. 107, pp. 1457–1478

Kerr, P.F., 1959. Optical Mineralogy. McGraw Hill Book Company, Inc., New Yotk, Toronto, London. Morrison, Kingston, 1996. Magmatic-Related Hydrothermal System. Short Course Manual, Australia. Nesse, W.D., 1991. Introduction to Optical Mineralogy, 2nd ed. Oxford University Press, New York. Rahardjo, W., Sukandarrumidi, Rosidi, H.M.D., 1995. Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Jawa skala

1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Shelley, D., 1975. Manual of Optical Mineralogy. Elsevier, Amsterdam, Netherlands.

TABEL

Tabel 1. Kelimpahan mineral-mineral penciri alterasi pada masing-masing sampel dihitung dari keseluruhan mineral yang ada pada tiap sayatan.

Sampe l Kelimpahan (%) Total (%) Intensitas alterasi (Morrison, 1996) Chl Ep Zo Ser Qtz 1 15.0 2.0 - 7.0 3.0 27.0 Sedang 2 30.0 8.0 - 8.0 7.0 53.0 Sedang 3 25.0 3.0 4.0 8.0 10.0 50.0 Sedang 4 17.0 1.0 - 11.0 5.0 34.0 Sedang 5 30.5 8.0 - 6.0 6.0 50.5 Sedang 6 23.0 4.0 - 13.0 4.0 44.0 Sedang 7 20.0 5.0 - 8.0 9.3 42.3 Sedang

(6)

588

GAMBAR

Gambar 1. Peta geologi lembar Yogyakarta serta plot daerah penelitian (kotak biru). Sumber peta: Rahardjo, dkk (1995).

(7)

589

Gambar 3. Kenampakan andesit porfiri dalam keadaan segar pada lokasi pengamatan 1.

Gambar 4. Kenampakan andesit porfiri yang telah mengalami perubahan menjadi mineral lempung pada lokasi pengamatan 8.

(8)

590

Gambar 5. Pelapukan membola yang terjadi pada andesit porfiri.

Gambar 6. Kenampakan petrografis sampel 1 pada pengamatan XPL (a) dan PPL (b). Sayatan ini menunjukkan adanya urat kuarsa.

Gambar 7. Kenampakan petrografis sampel 2 pada pengamatan XPL (a) dan PPL (b). Sayatan ini menunjukkan adanya mineral epidot dengan ukuran yang relatif besar.

(9)

591

Gambar 8. Kenampakan petrografis sampel 3 pada pengamatan XPL (a, c) dan PPL (b, d). (a,b) Klorit sebagai ubahan dari mineral plagioklas. (c,d) Zoisite sebagai mineral ubahan plagioklas.

Gambar 9. Kenampakan petrografis sampel 4 pada pengamatan XPL (a) dan PPL (b). Sayatan ini menunjukkan adanya mineral klorit sebagai ubahan dari mineral plagioklas.

(10)

592

Gambar 10. Kenampakan petrografis sampel 5 pada pengamatan XPL (a) dan PPL (b). Sayatan ini menunjukkan adanya mineral epidot yang berukuran cukup besar serta mineral serisit sebagai ubahan dari mineral plagioklas.

Gambar 11. Kenampakan petrografis sampel 6 pada pengamatan XPL (a) dan PPL (b). Sayatan ini menunjukkan adanya mineral klorit yang cukup besar sebagai hasil dari ubahan mineral plagioklas.

(11)

593

Gambar 12. Kenampakan petrografis sampel 7 pada pengamatan XPL (a, c) dan PPL (b, d). (a, b) Urat kuarsa. (c, d) Mineral serisit sebagai ubahan dari mineral plagioklas.

Gambar

Gambar  1.  Peta  geologi  lembar  Yogyakarta  serta  plot  daerah  penelitian  (kotak  biru)
Gambar  4.  Kenampakan  andesit  porfiri  yang  telah  mengalami  perubahan  menjadi  mineral  lempung  pada lokasi pengamatan 8
Gambar  6.  Kenampakan  petrografis  sampel  1  pada  pengamatan  XPL  (a)  dan  PPL  (b)
Gambar 8. Kenampakan petrografis sampel 3 pada pengamatan XPL (a, c) dan PPL (b, d). (a,b) Klorit  sebagai ubahan dari mineral plagioklas
+3

Referensi

Dokumen terkait