• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur kimia chitosan Sumber: Teng (2012)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur kimia chitosan Sumber: Teng (2012)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

!

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chitosan

Chitosan merupakan biopolimer yang didapatkan dari proses deasetilasi dari chitin. Islam et al. (2011) menjelaskan bahwa chitin yang merupakan polimer karbohidrat alami yang dapat ditemukan dalam kerangka crustasea, seperti kepiting, udang dan lobster, serta dalam exoskeleton zooplankton laut, termasuk terumbu karang dan jellyfish. Chitosan merupakan biopolimer alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa (Sandford 2003). Chitosan secara natural merupakan komponen makromolekul berupa polisakarida yang dibentuk dari n-asetil-2-amino-2-deoksi-d-glukosa melalui ikatan !-(1,4) glikosida (Teng 2012). Struktur kimia dari chitosan disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Struktur kimia chitosan

Sumber: Teng (2012)

Hossain et al. (2005) melaporkan persiapan chitin dari kulit udang dan prosedur umum untuk mengisolasi chitin dari kulit udang melibatkan demineralisasi, deproteinisasi dan penghilangan warna. Chitosan dalam bidang industri biasanya disiapkan oleh alkali asetilasi de-N-chitin (Hirano 1996). Produksi khas chitosan dari cangkang crustasea umumnya terdiri dari empat langkah dasar, yaitu demineralisasi, deproteinisasi, penghilangan warna dan deasetilasi (No & Lee 1995). Menurut No et al. (2003) proses deproteinisasi dilakukan dengan ekstraksi menggunakan larutan natrium hidroksida encer (1-10%) pada suhu tinggi (65-100 °C) selama 1-6 jam. Proses demineralisasi dilakukan dengan penambahan larutan asam hidroklorida 4% pada suhu tinggi (65-100 oC) untuk menghilangkan mineral yang terdapat pada cangkang crustasea. Konversi chitin menjadi chitosan dicapai dengan proses deasetilasi menggunakan larutan natrium hidroksida pekat (40-50%) pada 100 °C atau lebih tinggi, untuk menghilangkan beberapa atau semua gugus asetil dari polimer.

(2)

Sifat fungsional kitosan dilaporkan bergantung pada berat molekul atau viskositasnya (No & Lee 1995). Menurut Khan et al. (2002), derajat deasetilasi chitosan yang dihasilkan mempengaruhi kualitas dan aplikasi chitosan di berbagai bidang. Johns & Nakason (2011) menyatakan bahwa chitosan merupakan polimer yang memiliki dwi kutub (dipol) disebabkan adanya muatan positif dari gugus amina dan muatan negatif dari gugus karboksil. Keberadaan gugus ini menyebabkan polaritas pada film chitosan dan menggolongkan chitosan sebagai material dielektrik (Begum et al. 2011).

2.2 Polivinil Alkohol

Polivinil alkohol merupakan suatu material yang dibuat melalui proses alkoholisis dari polivinil asetat (PVAc). Polivinil alkohol memiliki sifat tidak berwarna, padatan termoplastik yang tidak larut pada sebagian besar pelarut organik dan minyak, tetapi larut dalam air bila jumlah dari gugus hidroksil dari polimer tersebut cukup tinggi (Harper & Petrie 2003). Polivinil alkohol memiliki permeabilitas uap air terendah dari semua polimer komersial tetapi sensitivitas airnya telah membatasi penggunaannya (Beswick & Dunn 2002). Wujud dari polivinil alkohol berupa serbuk (powder) berwarna putih dan memiliki densitas 1,2000-1,3020 g/cm3 serta dapat larut dalam air pada suhu 80 oC (Sheftel 2000). Struktur kimia dari polivinil alkohol disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Struktur kimia polivinil alkohol

Sumber: Liang et al. (2009)

Secara komersial, polivinil alkohol adalah plastik yang paling penting dalam pembuatan film yang dapat larut dalam air. Hal ini ditandai dengan kemampuannya dalam pembentukan film, pengemulsi, dan sifat adesifnya. Polivinil alkohol memiliki kekuatan tarik yang tinggi, fleksibilitas yang baik, dan sifat penghalang oksigen yang baik (Ogur 2005). Aplikasi dari polivinil alkohol sudah meliputi banyak bidang. Hodgkins & Taylor (2000) melaporkan polivinil

(3)

! !

alkohol banyak diaplikasikan dalam bidang kesehatan (biomedical), bahan pembuat deterjen, lem dan film. Lin & Ku (2008) melaporkan polivinil alkohol banyak digunakan dalam pengolahan tekstil pada pembuatan nilon dan dalam pembuatan serat sebagai bahan baku untuk produksi serat polivinil alkohol.

Polivinil alkohol juga diaplikasikan sebagai bahan sekali pakai. Salah satu pemanfaatannya sebagai bahan sekali pakai adalah aplikasi polivinil alkohol pada kantong kotoran hewan yang akan terurai setelah dibuang. Selain itu, polivinil alkohol juga dapat diaplikasikan pada bola golf, sehingga pegolf tidak perlu mencari bolanya setelah dipukul karena bola tersebut akan terurai di alam. Polivinil alkohol dalam industri pangan digunakan sebagai bahan pelapis karena sifatnya kedap terhadap uap air. Polivinil alkohol mampu menjaga komponen aktif dan bahan lainnya yang terkandung di dalam bahan dari kontak dengan oksigen (Ogur 2005). Karakter fisik dari polivinil alkohol disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik fisik polivinil alkohol

Karakteristik Nilai Densitas (g/cm3) 1,19-1,31 Titik leleh (oC) 180-240 Titik didih (oC) 228 Suhu penguraian (oC) 180 Sumber: Ogur (2005) 2.3 Gelombang Radar

Radar berasal dari singkatan radio detection and ranging. Radar merupakan metode penginderaan jauh gelombang mikro aktif yang meliputi pencitraan pulsa energi gelombang mikro dari sensor ke target dan kemudian mengukur pulsa balik atau sinyal pantulan (backscatter). Pemanfaatan radar dikalangan militer antara lain untuk menentukan dan pendeteksian objek pada kondisi malam hari, tersamarkan atau tertutupi kamuflase dan dalam cuaca yang berawan serta untuk navigasi pesawat udara dan kapal laut (Marker 2010).

Gelombang radar digolongkan pada gelombang mikro, yang merupakan

gelombang elektromagnetik yang pendek dengan panjang gelombang antara 1 mm – 30 cm. Gelombang radar dalam spektrum gelombang terletak antara

radiasi inframerah (panjang gelombang lebih kecil dari 1 mm) dan gelombang Ultra High Frequency (panjang gelombang lebih dari 30 cm), dengan frekuensi diantara 1 GHz hingga 300 GHz (Lali et al. 2012). Secara umum, beberapa sifat

(4)

dari suatu gelombang elektromagnetik (Lidstrom et al. 2001) adalah :

• Gelombang elektromagnetik dapat merambat dalam ruang tanpa medium, • Arah medan listrik dan medan magnetik saling tegak lurus dan keduanya tegak

lurus terhadap arah rambat gelombang (transversal),

• Gelombang elektromagnetik mengalami pemantulan, pembiasan, dan difraksi.

2.4 Material Penyerap Gelombang Radar

Radar merupakan sistem elektronik dan elektromagnetik yang menggunakan gelombang radio untuk mendeteksi dan mencari objek. Radar beroperasi dengan mengirimkan gelombang radio dengan frekuensi tertentu dan mendeteksi sifat dasar dari echo yang dipantulkan (Varshney 2002). Teknologi siluman merupakan teknologi untuk mencegah deteksi dari gelombang radar. Teknologi ini berprinsip pada pemantulan maupun penyerapan gelombang radar oleh badan pesawat yang dilapisi oleh material penyerap radar (radar absorbing material). Nicolaescu (2006) menjelaskan mekanisme suatu material menjadi

tidak terdeteksi oleh penerima sinyal dengan cara memperkecil RCS (Radar Cross Section). Radar Cross Section adalah ukuran kemampuan dari

target untuk memantulkan sinyal radar ke arah penerima radar, yaitu perhitungan dari perbandingan daya hamburan balik (backscatter) per steradian (satuan sudut solid) dari target dengan kerapatan energi yang diinterupsi oleh target.

Menurut Caffarena et al. (2007), material penyerap gelombang radar memainkan peran penting dalam teknologi siluman (stealth), yaitu sebagai material yang mampu mencegah deteksi (radar, akustik, inframerah, dll) dengan cara menyerap gelombang radar dan menekan jumlah gelombang yang

dipantulkan dari struktur logam yang terdapat pada badan kapal. Hebeish et al. (2008) menuturkan beberapa persyaratan material dapat berperan

sebagai radar absorbing material, yaitu material tersebut harus tipis, ringan, tahan lama, murah, mudah diterapkan dan memiliki rentang frekuensi penyerapan yang luas. Menurut Won-Jun et al. (2005), suatu material dapat menyerap gelombang elektromagnetik melalui dua cara, yaitu dengan menyerap (medan magnetik) oleh material magnetik dan mengubah gelombang yang masuk menjadi energi panas oleh bahan dielektrik. Selain itu, material juga harus dapat berinteraksi baik

(5)

! !

dengan medan listrik dari radiasi dan komponen listrik radiasi elektromagnetik (Saville et al. 2005). Penelitian terbaru tentang material penyerap gelombang diantaranya menggunakan serat berbasis kolagen dengan daya serap hingga -4,730 dB (Liu et al. 2011), serat karbon dengan daya serap hingga -25,000 dB (Saville et al. 2005), dan serat karbonil dengan daya serap hingga -23,060 dB (Duan et al. 2006). Spesifikasi dari material penyerap gelombang radar komersil disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Spesifikasi material penyerap gelombang radar komersil

Spesifikasi Magnetic RAM (Carbonyl Iron) 1 Loaded Rubber 2

Ketebalan 2,380 ± 0,127 mm 18-20 mm

Dimensi 60,96 x 60,96 cm 300 x 300 mm

Daya Serap > -17 dB pada 4 GHz > -20 dB pada 10 GHz > -17 dB pada 5 GHz

Ketahanan Suhu -51 – 135 oC -50 – 80 oC

Gambar

Tabel 2 Spesifikasi material penyerap gelombang radar komersil

Referensi

Dokumen terkait

peusijuek dalam budaya Aceh, maka akan dapat ditelusuri, apakah peusijuek itu ada dalam Islam atau tidak. Dan adakah pusijuek itu agama atau budaya. Untuk membezakan

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG DAUN KAYAMBANG (Salvinia molesta) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS KARKAS DAN NILAI NUTRISI DAGING AYAM BROILER, penelitian yang berkaitan

Dalam proses penelitian pada siklus 1 pertemuan ke III, peneliti mendapatkan hasil kemampuan berkomunikasi di mana terdapat 4 anak atau 50% yang berkategori

Varietas bawang merah Pancasona menghasilkan jumlah tanaman yang berbunga dan jumlah umbel bunga per petak tidak berbeda nyata dengan varietas Mentes, namun jumlah umbel bunga

Secara keseluruhan, paket intervensi yang tertuang dalam modul peningkatan resiliensi melalui penguatan faktor protektif dan pengembangan strategi koping pada individu yang

(2) Objek Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan

Pola ungkapan informal adalah pengaturan atau susunan unsur-unsur Bahasa yang sistematis menurut keteraturan dalam bahasa yang dipakai partisipan A kepada partisipan B