1
KEPADATAN POPULASI ULAT API (Setothosea asigna van Eecke) DAN KEPIK PREDATOR (Sycanus annulicornis Dohrn) PADA TANAMAN
KELAPA SAWIT DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA VI (PERSERO) UNIT USAHA OPHIR PASAMAN BARAT
Fitria Laili1, Armein Lusi Zeswita2, Ria Kasmeri3
Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat
Email : fitrialaili204@gmail.com ABSTRACT
PT Perkebunan Nusantara VI (Persero) West Pasaman Ophir Business Unit is one of the central palm oil producer in West Pasaman. Production of palm oil at PT Perkebunan Nusantara VI (Persero) Business Unit Ophir West Pasaman still unstable because of an attack of caterpillars fire. One type of caterpillar that attacks the plant fire palm at PT Perkebunan Nusantara VI (Persero) Business Unit West Pasaman Ophir is Setothosea asigna. Symptoms that appear on the palm is palm leaf rib causing damage to plant oil palm and the impact on the production of palm oil. This research has done that aims to determine the population density of Silkworm Fire (Setothosea asigna van Eecke) and Ladybug Predator (Sycanus annulicornis Dohrn) on oil palm Plant in PT Perkebunan Nusantara VI (Persero) Business Unit West Pasaman Ophir. This study was conducted in May 2016 using the descriptive survey method with the sampling technique is purposive random sampling. Sampling is done on oil palm trees aged 6 years and 5 years old. The total area used as a research station I palm the age of 6 years is 1 hectare, and the station II oil palm age of 5 years is 1 hectare. Enviromental physical factor is measured ie air temperature and humidity. The population density S. asigna on oil palm trees aged 6 years on average 9.61 individuals / midrib, and the population density of S. annulicornis an average of 0.15 people / midrib. While the population density of S. asigna on oil palm trees aged 5 year average of 8.00 individual / midrib, and the population density of S. annulicornis an average of 0.07 people / midrib.
Key word: Setothosea asigna, Sycanus annulicornis, population, oil palm plantation.
PENDAHULUAN
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit (Fauzi, Widyastuti, Satyawibawa, Paeru, 2014).
Di Indonesia, produksi tanaman kelapa sawit masih terkendala oleh beberapa permasalahan salah satunya adalah hama. Hama merupakan semua binatang yang mengganggu dan merugikan tanaman yang diusahakan manusia (Pracaya, 2005). Hama yang menyerang kelapa sawit seperti ulat api, ulat kantung, kumbang pemakan daun, belalang, ngengat pemakan buah, tikus dan babi hutan (Risza, 2010). Ulat api merupakan salah satu hama yang dominan
menyerang kelapa sawit. Jenis ulat api yang paling sering merusak di Indonesia adalah
Setothosea asigna, Setora nitens, dan Darna Trima (Satriawan, 2011).
Setothosea asigna dikenal sebagai
ulat yang paling rakus dan menimbulkan kerugian pada pertanaman kelapa sawit baik pada tanaman muda, maupun tanaman tua (Kembaren, Darma dan Lahmudddin, 2014).
S. asigna ini menyerang daun kelapa sawit
terutama daun nomor 9-25 (Setyamidjaja, 2006).
PT. Perkebunan Nusantara VI (Persero) Unit Usaha Ophir Pasaman Barat merupakan salah satu sentral penghasil kelapa sawit di Pasaman Barat. Produksi kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara VI (Persero) Unit Usaha Ophir Pasaman Barat pada tahun 2014 dengan luas areal
2 3.549 ha adalah sekitar 180.338,40 ton
dengan rata-rata produksi/ha 50,81 ton/ha (Dinas Perkebunan Pasaman Barat, 2014). Sedangkan pada tahun 2015 dengan luas areal 3.246 ha adalah sekitar 54.422,82 ton dengan rata-rata produksi/ha 16,76 ton/ha (Dinas Perkebunan Pasaman Barat, 2015).
Dari hasil wawancara dengan salah seorang karyawan PT. Perkebunan Nusantara VI (Persero) Unit Usaha Ophir Pasaman Barat yang bernama Markas Fifi Ferilong Syatri bahwa menurunnya produksi kelapa sawit karena adanya serangan ulat api. Salah satu jenis ulat api yang menyerang kelapa sawit adalah Setothosea asigna. Ciri-ciri penyerangan S. asigna adalah daun kelapa sawit akan melidi sehingga menyebabkan kerusakan pada tanaman hingga berdampak pada penurunan tingkat produksi kelapa sawit.
Menurut Hartoyo (2011a, dalam Cendramadi, 2011) bahwa serangan ulat api dapat dikendalikan dengan teknik pengendalian hayati, salah satunya dengan memanfaatkan peran predator atau pemangsa. Predator adalah binatang atau serangga yang memangsa binatang atau
serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Jumar, 2000). Menurut Sipayung dan De Chenon (1989, cit. Daeli, 2010) bahwa Sycanus adalah predator yang polifagus dan pernah dijumpai menyerang ulat api.
Menurut Simanjuntak (2002) predator sangat berguna karena memakan hama tanaman. Predator Sycanus annulicornis sangat berguna bagi pengendalian ulat perusak daun. S. annulicornis dikenal sebagai kepik pembunuh atau penghisap darah, karena ia mematikan mangsanya dengan menghisap cairan mangsanya. Kemampuannya dalam memangsa ulat api membuat predator ini sangat potensial diaplikasikan ke lapangan dalam pengendalian ulat api.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kepadatan populasi Ulat Api (Setothosea asigna) dan Kepik Predator (Sycanus annulicornis) pada tanaman kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara VI (Persero) Unit Usaha Ophir Pasaman Barat.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei 2016 di PT. Perkebunan Nusantara VI (Persero) Unit Usaha Ophir Pasaman Barat. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kotak/botol koleksi, pinset, sarung tangan, masker, kamera digital, kertas label, thermohigrometer, alat tulis, tali rafia, kelambu/wareng dan egrek sawit. Bahan yang digunakan adalah tanaman kelapa sawit, ulat api jenis
Setothosea asigna, kepik predator jenis Sycanus annulicornis, pestisida decis, formalin 4%, dan alkohol 70%.
Penelitian ini menggunakan metode survey deskriptif yaitu dengan cara koleksi langsung di lapangan. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan menggunakan teknik pengambilan sampel purposive random sampling dengan pertimbangan
berdasarkan kondisi area perkebunan kelapa sawit.
Pengambilan sampel Setothosea asigna dan Sycanus annulicornis dilakukan
dengan menggunakan metode Chemical
Knock Down, yaitu satu sungkup pada satu
pelepah. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada tanaman kelapa sawit di PT Perkebunan Nusantara VI (Persero) Unit Usaha Ophir Pasaman Barat bahwa ulat api (Setothosea asigna) memiliki ciri-ciri seperti larva berwarna hijau kekuningan dengan duri-duri yang kokoh di bagian punggung, memiliki garis lebar memanjang dan bercak
bersambung sepanjang punggung, berwarna coklat sampai ungu keabu-abuan dan putih.
Menurut Simanjuntak, Perdana, Sipayung, Desmier, Prasetyo dan Agus, (2011) bahwa larva S. asigna berwarna hijau kekuningan dengan duri-duri yang kokoh di bagian punggung dan bercak bersambung sepanjang punggung, berwarna coklat sampai ungu keabu-abuan dan putih. Warna
3 larva dapat berubah-ubah sesuai dengan
instarnya, semakin tua umurnya akan menjadi semakin gelap. Larva instar terakhir (instar ke-9) berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm, sedangkan apabila sampai instar ke-8 ukurannya sedikit lebih kecil.
Sycanus annulicornis yang
ditemukan pada saat penelitian memiliki ciri-ciri seperti tubuh oval, kuat, femur kaki depan tebal, alat mulut pengisap, nimfa berwarna orange kemerahan dan hitam, ukuran tubuh betina lebar, abdomen lebar sedangkan ukuran tubuh jantan lebih kecil/agak ramping.
Menurut Suharni (1991) bahwa
Sycanus annulicornis merupakan ordo Hemiptera dan termasuk kedalam famili Reduviidae. Ukuran tubuh kecil sampai besar, hampir semuanya bersayap; sayap depan pangkalnya menebal, ujung membraneus, sayap belakang membraneus, antenna pendek-panjang, alat mulut
pengisap, warna tubuh bervariasi, metamorfosa sederhana.
S. annulicornis termasuk kedalam
famili Reduviidae. Menurut Suharni (1991) bahwa ciri-ciri famili Reduviidae adalah tubuh oval, kuat, berwarna hitam atau cokelat, kepala memanjang dengan bagian belakang mata seperti leher, beberapa jenis abdomen melebar ke arah samping, Ocelli tidak ada. Sedangkan menurut Fitriyani (2009) bahwa ciri-ciri S. annulicornis memiliki pita berwarna orange-kemerahan tepat pada hemelitron.
Kepadatan populasi S. asigna dan S.
annulicornis pada perkebunan kelapa sawit
di PT. Perkebunan Nusantara VI (Persero) Unit Usaha Ophir Pasaman Barat pada dua stasiun yaitu stasiun I perkebunan kelapa sawit umur 6 tahun dan stasiun II perkebunan kelapa sawit umur 5 tahun didapatkan kepadatan populasi yang tidak jauh berbeda.
Tabel 1: Kepadatan Populasi Ulat Api (Setothosea asigna) dan kepik predator (Sycanus
annulicornis) pada Tanaman Kelapa Sawit di PT Perkebunan Nusantara VI (Persero) Unit Usaha
Ophir Pasaman Barat
Stasiun Ulat Api Kepik Predator
Pengambilan Total Rata-rata individu/ pelepah Pengambilan Total Rata-rata individu/ pelepah I 125 125 9,61 2 2 0,15 II 104 104 8 1 1 0,07
Keterangan: Stasiun I Perkebunan Kelapa Sawit umur 6 tahun. Stasiun II Perkebunan Kelapa Sawit umur 5 tahun. Pada Tabel I dapat dilihat bahwa
pada stasiun I didapatkan kepadatan S.
asigna sebanyak 9,61 individu/pelepah dan
S. annulicornis sebanyak 0,15
individu/pelepah, sedangkan pada stasiun II didapatkan kepadatan S. asigna sebanyak 8,00 individu/pelepah dan S. annulicornis sebanyak 0,07 individu/pelepah.
Kepadatan populasi larva Setothosea
asigna terhadap perkebunan kelapa sawit
pada stasiun I dan stasiun II sudah dikategorikan sebagai hama karena
Setothosea asigna ini mengakibatkan kerusakan pada tanaman kelapa sawit sehingga mengakibatkan penurunan tingkat produksi kelapa sawit. Simanjuntak, dkk (2011) menyatakan bahwa batas ambang
populasi kritis pada Setothosea asigna yaitu 5-10/pelepah kelapa sawit.
Menurut Solomon (1976) bahwa predator akan mengurangi jumlah mangsanya sehingga pada akhirnya predator akan berkurang, selanjutnya predator berkurang populasi prey meningkat yang juga pada akhirnya predator kembali meningkat.
Sedikitnya keberadaan kepik predator pada stasiun I dan stasiun II mengakibatkan hama ulat api berkembang dengan cepat, sehingga hama tersebut dapat merusak tanaman sawit dan mengakibatkan penurunan produksi tanaman kelapa sawit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Angin (2009) bahwa jika musuh alami rendah dapat
4 mengakibatkan tingginya luas dan intensitas
serangan hama.
Untuk mengendalikan hama tersebut maka diperlukan pengendalian hayati. Salah satu pengendalian hayati adalah dengan memanfaatkan peran predator. Menurut Hartoyo ( 2011a, dalam Cendramadi, 2011) bahwa serangan ulat api dapat dikendalikan dengan teknik pengendalian hayati, salah satunya dengan memanfaatkan peran predator atau pemangsa. Predator adalah binatang atau serangga yang memangsa binatang atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Jumar, 2000). Menurut Sipayung dan De Chenon (1989, cit. Daeli, 2010) bahwa Sycanus adalah predator yang polifagus dan pernah dijumpai menyerang ulat api.
Menurut Simanjuntak (2002) predator sangat berguna karena memakan hama tanaman. Predator Sycanus annulicornis sangat berguna bagi pengendalian ulat perusak daun. S. annulicornis dikenal sebagai kepik pembunuh atau penghisap darah, karena ia mematikan mangsanya dengan menghisap cairan mangsanya. Kemampuannya dalam memangsa ulat api membuat predator ini sangat potensial diaplikasikan ke lapangan dalam pengendalian ulat api.
Selain itu, pengendalian hayati ulat api adalah dengan memanfaatkan peran parasitoid. Menurut Satriawan (2011) bahwa parasitoid ulat api adalah
Trichoggrammatoida thoseae, Brchimeria lasus, Spinaria spinator, Apanteles aluella,
Chlorocryptus purpuratus, Fornicia
ceylonica, Systropus roepkei,
Dolichogenidae metesae, dan Chaetexorista javana. Parasitoid dapat diperbanyak dan
dikonservasi di perkebunan kelapa sawit dengan menyediakan makanan bagi imago parasitoid tersebut seperti Turnera subulata,
Turnera ulmifolia, Euphorbia heterophylla, Cassia tora, oreria lata dan Elephantopus tomentosus. Oleh karena itu ,
tanaman-tanaman tersebut hendaknya tetap ditanam dan jangan dimusnahkan.
Faktor fisika lingkungan yang mempengaruhi kepadatan populasi
Setothosea asigna dan Sycanus annulicornis
adalah faktor suhu udara dan kelembaban udara. Menurut Cendramadi (2011) bahwa populasi Setothosea asigna dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu udara dan kelembaban udara. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada stasiun I suhu udara 32ºC, dan pada stasiun II 30ºC. Kondisi suhu udara ini merupakan suhu udara yang optimum bagi kehidupan
Setothosea asigna (Sari, 2015). Secara
umum kisaran suhu udara yang efektif dengan suhu minimum 15ºC, suhu optimum 25ºC dan suhu maksimum 45ºC (Sihombing, 2015).
Kelembaban udara juga
mempengaruhi pembiakan, pertumbuhan, perkembangan dan keaktifan serangga baik langsung maupun tidak langsung. Kemampuan serangga bertahan terhadap kelembaban udara sekitarnya berbeda-beda (Susniahti, Sumeno, dan Sudarjat, 2005). Tabel 2. Pengukuran suhu dan kelembaban lingkungan
No Parameter Hasil Pengukuran
I II
1 Suhu Udara (ºC) 32ºC 30ºC
2 Kelembaban Udara (%) 81% 82%
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada stasiun I kelembaban udara 81%, dan pada stasiun II 82%. Kondisi kelembaban ini merupakan kelembaban udara yang optimum bagi kehidupan serangga pada umumnya.
Menurut Susniahti, Sumeno, dan Sudarjat (2005) bahwa serangga pada umumnya memiliki kelembaban udara yang
optimum antara 73%-100% Berdasarkan penelitian Angraini (2009, dalam Sari, 2015) bahwa kelembaban udara yang cocok bagi
Setothosea asigna untuk berkembangbiak
yaitu 90%. Menurut Jumar (2000) kelembaban udara merupakan faktor yang mempengaruhi distribusi, kegiatan dan perkembangan serangga.
5
KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara VI (Persero) Unit Usaha Ophir Pasaman Barat dapat disimpulkan bahwa kepadatan populasi
Setothosea asigna pada stasiun I adalah 9,61
individu/pelepah dan Sycanus annulicornis
0,15 individu/pelepah. Sedangkan kepadatan populasi Setothosea asigna pada stasiun II adalah 8,00 individu/pelepah dan Sycanus
annulicornis 0,07 individu/pelepah.
DAFTAR PUSTAKA
Cendramadi, Anang Wahyudyana. 2011. Pengamatan Kelimpahan Ulat Api (Limacodidae) dan Ulat Kantung (Psychidae) serta Predator pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq) Cikidang
Plantation Estate di Bawah Naungan Karet. Skripsi.
Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Daeli, Nena Christa. 2010. Daya Predasi
Sycanus croceovittatus (Hemiptera:
Reduviidae) Terhadap Ulat Api
Setothosea asigna pada Tanaman
Kelapa Sawit di Insektarium.
Skripsi. Departemen Hama dan
Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian. USU: Medan.
Dinas Perkebunan Pasaman Barat, 2015. Kabupaten Pasaman Barat.
Dinas Perkebunan Pasaman Barat, 2014. Kabupaten Pasaman Barat.
Fauzi, Widyastuti, Satyawibawa, Paeru. 2014. Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya.
Fitriyani, Siti. 2009. Tingkat Keefektifan
Sycanus annulicornis Dohrn (Hemiptera: Reduviidae) untuk Mengendalikan Crocidolomia pavonana Zeller (Lepidoptera: Pyralidae) pada Tanaman Kubis (Brassicea oleracea Linn). Skripsi. Departemen Proteksi Tanaman. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Jumar, 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta: Rineka Cipta.
Kembaren, Darma dan Lahmuddin. 2014. Daya Predasi Rhynocoris fuscipes F.(Hemiptera: Reduviidae) Terhadap Ulat Api Setothosea
asigna E. (Lepidoptera:
Limacodidae ) di Laboratorium.
Jurnal Online Agroekoteknologi.
Vol (2) No (2). Hlm 577-585. Pracaya. 2005. Hama dan Penyakit
Tanaman. Jakarta: Penebar
Swadaya..
Risza, Suyatno. 2010. Masa Depan
Perkebunan Kelapa Sawit
Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.
Sari, Wahyu Permata. 2015. Kepadatan Populasi Larva (Setothosea asigna) pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di KUD Lubuk Karya Nagari Koto Tinggi Sitiung 4 Kecamatan koto Besar Kabupaten Dharmasraya. Skripsi. STKIP PGRI Sumatera Barat: Padang.
Satriawan, Redi. 2011. Kelimpahan Populasi Ulat Api (Lepidoptera: Limacodidae) Dan Ulat Kantung (Lepidoptera: Psychidae) Serta Predator pada Perkebunan Kelapa Sawit. Skripsi. Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Setyamidjaja. 2006. Kelapa Sawit.
Yogyakarta: Kanisius.
Simanjuntak. 2002. Musuh Alami Hama dan
Penyakit Tanaman Lada. Jakarta:
6 Simanjuntak, Perdana, Sipayung, Desmier,
Prasetyo dan Agus. 2011. Organisme Pengganggu Tanaman.
Jurnal Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Vol (0001) Hlm 1-4.
Suharni, Sri Siwi.1991. Kunci Determinasi
Serangga. Program Nasional Pelatihan dan Pengembangan Pengendalian Hama Terpadu. Yogyakarta: Kanisius.
Susniahti, Sumeno dan Sudarjat. 2005.
Bahan Ajar Ilmu Hama Tumbuhan.
Fakultas Pertanian Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Bandung: Universitas Padjajaran.