• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Konsumsi Ransum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Konsumsi Ransum"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler

Karakteristik ayam broiler modern adalah pertumbuhan yang cepat, banyak penimbunan lemak pada bagian dada dan otot-otot daging, serta aktivitasnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan jenis ayam petelur (Pond et al., 1995). Ayam broiler merupakan ayam muda jantan atau betina yang menghasilkan daging dan umumnya dipanen pada umur lima hingga enam minggu dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ekor (Kartasudjana, 2005).

Ayam broiler pada umur satu hingga dua minggu memerlukan suhu lingkungan 32-35°C, sedangkan umur tiga hingga enam minggu ayam broiler akan tumbuh dengan optimal pada suhu lingkungan sekitar 20-27°C (Kuczynski, 2002). Kelembaban yang baik untuk pertumbuhan optimal ayam broiler berkisar antara 50-60% (Appleby et al., 2004).

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum adalah jumlah ransum dan zat makanan lain yang dimakan dalam jumlah dan waktu tertentu dan digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup (Wahju, 2004). Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak dan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok serta produksi ternak tersebut (Tillman et al., 1991). Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi antara lain adalah besar dan bangsa ayam, suhu lingkungan, tahap produksi dan energi dalam ransum.

Rose (1997) menyatakan bahwa konsumsi ransum pada unggas pada dasarnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi metabolis. Ransum juga harus diimbangi dengan protein, vitamin, dan mineral yang cukup agar tidak mengalami kekurangan zat-zat makanan tersebut (Wahju, 2004).

Pertambahan Bobot Badan

Pertumbuhan merupakan manifestasi dari perubahan sel yang mengalami pertambahan jumlah sel (hyperplasia) dan perbesaran dari ukuran sel (hypertrophi). Pertumbuhan yang paling cepat terjadi setelah menetas sampai umur 4-6 minggu kemudian mengalami penurunan dan setelah itu berhenti sampai mencapai dewasa

(2)

tubuh. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah galur ayam, jenis kelamin, dan faktor lingkungan yang mendukung (Bell dan Weaver, 2002).

Pengukuran bobot badan dapat menjadi salah satu kriteria untuk mengukur pertumbuhan pada ayam broiler. Pertambahan bobot badan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengubah zat-zat makanan (nutrien) yang terdapat dalam pakan (Ensminger, 1992). Pertambahan bobot badan merupakan kenaikan bobot badan yang dicapai oleh seekor ternak selama periode tertentu. Pertambahan bobot badan diperoleh dengan pengukuran kenaikan bobot badan dengan melakukan penimbangan berulang dalam waktu tertentu misalnya tiap hari, tiap minggu, tiap bulan, atau tiap tahun (Tillman et al., 1991).

Konversi Ransum

Konversi ransum menurut Bell dan Weaver (2002) adalah suatu ukuran yang digunakan untuk menilai efisiensi penggunaan ransum serta kualitas ransum. Konversi merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan dalam jangka waktu tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi ransum antara lain litter, panjang dan intensitas cahaya, luas lantai per ekor, uap amonia kandang, penyakit, bangsa unggas, kualitas ransum, jenis ransum, penggunaan zat aditif, kualitas air, dan manajemen pemeliharaan (Gillipsie, 1992).

Wahju (2004) menyatakan bahwa nilai konversi ransum dapat digunakan untuk mengukur keefisienan penggunaan ransum. Semakin rendah angka konversi ransum maka semakin baik, hal ini menandakan penggunaan ransum yang semakin efisien. Nilai konversi rendah adalah yang baik dan berbeda dari masa awal ke masa akhir. Pada masa akhir setelah umur empat minggu, pertumbuhan ayam menjadi lambat dan mulai menurun sedangkan penggunaan ransum bertambah terus.

Mortalitas

Mortalitas adalah angka kematian ayam yang terjadi dalam satu kelompok kandang. Angka mortalitas merupakan perbandingan antara jumlah seluruh ayam mati dan jumlah ayam total yang dipelihara (Bell dan Weaver, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat mortalitas antara lain bobot badan, tipe ayam, iklim, kebersihan, suhu lingkungan, sanitasi peralatan, kandang serta penyakit. Beberapa

(3)

pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pengobatan meliputi umur ayam, jenis, dan dosis antibiotik yang digunakan untuk mengobati ayam. Ayam yang dipelihara dalam kandang dengan kadar amonianya (NH3) yang tinggi juga akan mudah terserang penyakit dan mengalami kematian. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa taraf amonia yang ditoleransi sebagai batas aman bagi ayam broiler adalah dibawah 25 ppm, sedangkan taraf amonia diatas 50 ppm dapat menyebabkan kematian pada ayam broiler.

Wathes (1998) mengamati bahwa konsentrasi amonia yang lebih tinggi dari 25 ppm akan menyebabkan pertumbuhan ayam yang jauh lebih lambat. Konsentrasi amonia pada peternakan unggas juga harus dikurangi dari 20 ppm menjadi 10 ppm dalam rangka meningkatkan kesejahteraan unggas.

Pemeliharaan ayam broiler dinyatakan berhasil jika angka kematian secara keseluruhan kurang dari 5%. Angka mortalitas dipengaruhi oleh umur, ayam broiler umur lima hingga delapan minggu memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan umur dua hingga empat minggu (Bell dan Weaver, 2002).

Beberapa penyakit yang biasanya menyerang ayam broiler di suatu peternakan antara lain:

1. Chronic Respiratory Disease (CRD). Amer et al. (2009) menyatakan bahwa pemeliharaan ayam broiler dalam kandang dengan kepadatan yang tinggi dan sirkulasi udara yang kurang baik dapat menyebabkan ayam broiler terinfeksi bakteri Mycoplasma gallisepticum. Mycoplasma gallisepticum menyerang saluran pernafasan di bagian kantong udara. Kantong udara menjadi dipenuhi mukus. Tahap infeksi yang lebih akut menyebabkan mukus berwarna kuning dan kental (Bell dan Weaver, 2002). Gejala yang terlihat pada ayam muda adalah adanya indikasi kesulitan bernafas seperti bersin dan nafas yang bersuara (ngorok). Jika termasuk dalam kasus yang parah maka mortalitas dapat mencapai 30%. Menurut Bell dan Weaver (2002) gejala CRD pada ayam dewasa adalah ayam terlihat depresi dan tidak aktif, konsumsi ransum menurun namun mortalitasnya rendah.

2. Sudden Death Syndrome (SDS). Sudden Death Syndrome merupakan kematian yang dikarenakan metabolic disorder. Sudden Death Syndrome biasanya menyerang ayam broiler jantan, bobot badan tinggi, dengan pertumbuhan yang

(4)

cepat. Konfirmasi hasil nekropsi mengenai SDS sulit didapat karena tidak ada tanda khusus, daging dalam keadaan baik dan gizzard dalam keadaan terisi penuh. Kematian yang mendadak ini sering disebut juga sebagai heart attack atau flipover (Leeson dan Summers, 2005).

3. Koksidiosis. Koksidiosis adalah salah satu penyakit parasitik yang disebabkan oleh berbagai jenis Eimeria. Koksidiosis menyebar dalam bentuk uniselular yang disebut dengan ookista. Ookista tidak bersifat infektif namun harus mengalami tahap sporulasi terlebih dahulu yaitu pada kondisi udara, temperatur, dan kelembaban yang cocok. Ayam yang terserang penyakit ini akan mengalami anemia, pucat, kehilangan nafsu makan, pertumbuhan lebih rendah, konversi ransum tinggi, dan diare. Penyebab koksidiosis adalah protozoa yang menyebabkan luka pada sel-sel yang melapisi usus. Koksidia dapat ditransmisikan dari unggas satu ke unggas lainnya jika material ekskreta yang mengandung Eimeria ikut tertelan. Ayam broiler yang dipelihara dengan sistem litter lebih tinggi resiko terserang koksidiosis daripada yang dipelihara dengan sistem cage (Bell dan Weaver, 2002).

Zeolit Tinjauan Umum

Polat et al. (2004) menyatakan bahwa kata “zeolit” berasal dari kata Yunani zein yang berarti membuih dan lithos yang berarti batu. Nama zeolit menunjukkan sifat zeolit yang akan mendidih jika dipanaskan dalam tabung terbuka pada suhu 200°C. Warna dari zeolit adalah putih keabu-abuan, putih kehijau-hijauan, atau putih kekuning-kuningan.

Jenis Zeolit

Zeolit yang berasal dari lokasi berbeda pada umumnya jenisnya berbeda pula. Sampai saat ini telah ditemukan sekitar 40 jenis zeolit namun yang terkenal adalah zeolit jenis analsim (kadang disebut analsit), klinoptilolit, erionit, kabasit, mordenit, dan filipsit (Doğan, 2003). Zeolit sintesis kini juga banyak dibuat seperti zeolit A, X, Y dan ZMS-5 yang dibuat dengan rekayasa sedemikian rupa sehingga mendapatkan karakter yang sama dengan zeolit alam dan mempunyai kegunaan yang berbeda-beda

(5)

tiap jenisnya. Banyak mineral lain yang mempunyai stuktur dan bentuk yang hampir sama dengan zeolit karena itu zeolit tanpa pengenalan karakteristik kimia yang benar dapat menyebabkan masalah dalam pengaplikasiannya (Kocakuşak et al., 2001). Beberapa jenis zeolit yang telah diketahui karakteristiknya ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Fisik Zeolit Alam

Jenis Porositas (%) Stabilitas Panas Kapasitas Tukar Kation (meq/g) Spesifikasi gravitasi (g/cm3) Bulk Densitas (g/cm3) Analsim 18 Tinggi 4,54 2,24-2,29 1,85 Kabasit 47 Tinggi 3,84 2,05-2,10 1,45 Klinoptilolit 34 Tinggi 2,16 2,15-2,25 1,15 Erionit 35 Tinggi 3,12 2,02-2,08 1,51 Heulandit 39 Rendah 2,91 2,18-2,20 1,69 Mordenit 28 Tinggi 4,29 2,12-2,15 1,70 Filipsit 31 Sedang 3,31 2,15-2,20 1,58

Sumber : Polat et al. (2004)

Zeolit klinoptilolit (Na4K4)(Al8Si40O96).24H2O adalah zeolit alam yang biasa digunakan sebagai pakan dan pangan aditif, serta sebagai penyerap gas dan bau. Kemampuan klinoptilolit ini berasal dari banyaknya pori-pori dan ketahanan yang tinggi terhadap suhu ekstrim. Klinoptilolit juga dapat menyerap amonia dan gas beracun lainnya dari udara dan berperan sebagai filter, baik bagi tujuan kesehatan dan penghilang bau (Polat et al., 2004).

Struktur Kristal Mineral Zeolit

Zeolit merupakan mineral alumina silika hidrat yang tergolong kedalam kelompok tektosilikat. Unit dasar pembentukan kerangka bangun tiga dimensi zeolit terdiri atas unit-unit tetrahedral alumina (AlO4)-5 dan kelompok persenyawaan silika (SiO4)-4dengan perbandingan tertentu (Kaduk dan Faber, 1995).

Tetrahedron dari AlO4 dan SiO4 satu sama lain dihubungkan oleh ion-ion oksigen. Pertautan rangkaian unit bangun sekunder dengan polihedra-polihedra ini

(6)

menghasilkan rongga-rongga ataupun saluran yang kontinu dalam kerangka zeolit yang berhubungan satu sama lain. Struktur bangun diatas menyebabkan zeolit mempunyai struktur terbuka atau porous dengan banyak rongga-rongga serta saluran yang teratur dengan ukuran tertentu dalam tiga dimensi (Meier dan Olson, 1978). Polat et al. (2004) menyatakan karakteristik fisik zeolit yang termasuk golongan klinoptilolit adalah mempunyai porositas 34%, stabilitas panas yang tinggi, kapasitas pertukaran ion 2,16 meq/g, gravitasi spesifik 2.152,25 g/cm3, dan bulk densitas 1,15 g/cm3.

Sifat Kimia Zeolit

1) Dehidrasi. Sifat dehidrasi zeolit berpengaruh terhadap sifat jerapannya. Keunikan zeolit terletak pada struktur porinya yang spesifik. Zeolit alam didalam pori-porinya terdapat kation-kation atau molekul air. Bila kation-kation atau molekul air tersebut dikeluarkan dari dalam pori dengan suatu perlakuan tertentu maka zeolit akan meninggalkan pori yang kosong (Barrer, 1982).

2) Penjerapan. Zeolit mempunyai kemampuan dalam mengikat sejumlah molekul dan ion yang terdapat dalam larutan maupun gas. Ruang hampa dalam kristal zeolit pada keadaan normal akan terisi oleh molekul air yang berada disekitar kation. Air tersebut akan keluar jika zeolit dipanaskan pada suhu 100-400°C. Zeolit yang telah dipanaskan dapat berfungsi sebagai penjerap gas atau cairan yang mempunyai ukuran garis tengah lebih kecil daripada saluran masuknya (Khairinal, 2000).

3) Penukar Ion. Zeolit adalah silikat hidrat dengan struktur sel berpori dan mempunyai sisi aktif yang mengikat kation yang dapat tertukar. Struktur inilah yang membuat zeolit mampu melakukan pertukaran ion (Kosmulski, 2001). Ion-ion yang terdapat pada rongga berguna untuk menjaga kenetralan zeolit. Ion-Ion-ion ini dapat bergerak bebas sehingga pertukaran ion yang terjadi tergantung dari ukuran dan muatan maupun jenis zeolitnya. Sifat sebagai penukar ion dari zeolit antara lain tergantung dari sifat kation, suhu, dan jenis anion (Srihapsari, 2006). 4) Penyaring atau Pemisah. Srihapsari (2006) menyatakan zeolit sebagai penyaring

molekul maupun pemisah didasarkan atas perbedaan bentuk, ukuran, dan polaritas molekul yang disaring. Sifat ini disebabkan zeolit mempunyai ruang hampa yang cukup besar. Molekul yang berukuran lebih kecil daripada ruang

(7)

hampa dapat melintas sedangkan yang berukuran lebih besar daripada ruang hampa akan ditahan.

Penggunaan Zeolit dalam Ransum Ternak

Zeolit merupakan mineral mikro yang dapat digunakan dalam ransum sebagai sumber mineral. Kelompok mineral ini merupakan kelompok mineral yang berasal dari logam-logam alkali dan alkali tanah (sodium, potassium, magnesium, kalsium). Zeolit bersifat sebagai penyaring molekul dan penukar ion yang dalam penggunaannya dapat meningkatkan efisiensi pakan ternak (Polat et al., 2004).

Hasil penelitian Sibarani (1994) menunjukkan bahwa penambahan zeolit pada taraf 0, 2, 6, dan 8% dalam ransum ayam broiler tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi, dan konversi ransum. Yenita (1993) menyatakan bahwa penambahan zeolit dengan taraf 0, 3, dan 6% dalam ransum berpengaruh nyata (P<0,05) memperbaiki pertambahan bobot badan dan konversi ransum, namun tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum.

Peran Aclinop dalam Ransum

Aclinop adalah singkatan dari Aquatic Clinoptilolite yaitu zeolit dari golongan klinoptilolit (Na4K4Al8Si40O9624.H2O) yang diproduksi oleh CV. Minatama Lampung. Aclinop berwarna abu-abu, berbentuk tepung, berukuran 50 mesh dengan derajar kehalusan (MF) 2,916 yang termasuk dalam kategori halus. Menurut Srihapsari (2006) kandungan Si yang tinggi menyebabkan zeolit menyebakan zeolit bersifat sangat higroskopis.

Mekanisme aksi zeolit dalam pencernaan ternak menurut hasil penelitian Cool dan Willard (1982) adalah dengan mengurangi pembentukan NH4+ dalam saluran pencernaan. Reaksi NH4+ + OH- akan menghasilkan NH3 + H2O. Jika pembentukan NH4+ dapat dihambat maka pembentukan NH3 yang merupakan senyawa beracun juga dapat dikurangi.

Cool dan Willard (1982) yang melakukan penelitian pada ternak babi menunjukkan bahwa senyawa NH4+ terikat pada struktur zeolit mulai dari lambung sampai akhir duodenum, secara bertahap kemudian dilepas di saluran pencernaan bagian bawah karena pengaruh pH lumen usus. Kenyataan ini dibuktikan dengan meningkatnya konsentrasi NH4+ sebesar 10 kali pada jejenum dalam saluran

(8)

pencernaan babi. Zeolit menukar kation Na+ ketika berada di duodenum sehingga aliran digesta mulai dari lambung sampai duodenum diperlambat, hal ini mengakibatkan proses deaminasi protein meningkat.

Handayani dan Widiastuti (2010) menyatakan mekanisme penghilangan amonium menggunakan zeolit termasuk reaksi pertukaran ion dimana zeolit mempunyai muatan negatif akibat adanya perbedaan muatan antara Si4+dengan Al3+. Muatan negatif ini muncul karena atom Al yang bervalensi 3 harus mengikat 4 atom oksigen yang lebih elektronegatif dalam kerangka zeolit. Dengan adanya muatan negatif ini maka zeolit mampu mengikat kation dengan ikatan yang lemah seperti kation Na dan Ca. Karena lemahnya ikatan inilah maka zeolit bersifat sebagai penukar kation yaitu kation Na atau Ca akan tergantikan posisinya dengan ion amonium (NH4+).

Penggunaan dan Peran Zeolit pada Litter

Zeolit alam dapat menyerap CO, CO2, SO2, H2S, NH3, HCHO, Ar, O2, N2, H2O, He, H2, Kr, Xe, CH3OH dan gas lainnya. Zeolit dapat digunakan untuk mengumpulkan gas-gas tersebut dan berfungsi sebagai pengontrol bau. Zeolit dapat digunakan dalam kandang pada peternakan intensif karena secara signifikan dapat menurunkan kandungan amonia dan H2S yang menyebabkan bau yang tidak diinginkan (Polat et al., 2004). Sifat zeolit lainnya yang menyebabkan zeolit cocok ditambahkan dalam litter adalah daya serapnya yang tinggi. Zeolit dapat menahan air hingga 60% dari bobotnya, karena mempunyai struktur kristal yang porositasnya tinggi. Molekul air di pori-pori dapat dengan mudah menguap atau diserap kembali tanpa merusak struktur zeolit (Kocakuşak et al., 2001). Azhari (1995) melaporkan bahwa penaburan zeolit 15 dan 30% dari total bobot litter menyebabkan konsentrasi gas amonia yang terbentuk dari manur ayam nyata lebih rendah dibandingkan kontrol.

Palczar dan Chan (1986) menyatakan bahwa produk ekskresi hewan yang terbuang ke tanah akan diuraikan oleh mikroba-mikroba yang menguraikan protein sisa menjadi asam amino. Mikroba pengurai protein dapat hidup dan berkembang dengan pesat dalam keadaan yang lembab. Asam amino selanjutnya akan mengalami deaminasi oleh mikroba dan menghasilkan gas-gas amonia (proses amonification).

(9)

O’Halloran (1993) menambahkan bahwa penguapan gas amonia dari manur hewan

merupakan mekanisme utama dari proses kehilangan nitrogen dalam manur hewan. Palczar dan Chan (1986) juga menambahkan asam amino yang memiliki unsur sulfur (seperti sistin dan metionin) kemudian akan dipecah menjadi komponen yang lebih sederhana oleh mikroba sehingga sulfur terlepas sebagai gas hidrogen sulfida. Mikroba yang dapat menghasilkan gas H2S biasanya berupa mikroba yang berasal dari genus Desulfovibrio dan proses pemecahan bahan organik yang mengandung sulfur ini disebut putrefaction. Gas hidrogen sulfida akan dioksidasi oleh bakteri sulfur seperti Thiobacillus menjadi bentuk sulfat dan dalam keadaan O2 tinggal sedikit maka bakteri pereduksi sulfat seperti spirillum mereduksi senyawa sulfat menjadi hidrogen sulfida kembali. Reaksinya adalah sebagai berikut:

H2SO4+ 4 H2 H2S + 4 H2O

Penambahan zeolit pada litter akan mengurangi kelembaban litter sehingga menghambat perkembangan dan kerja bakteri pengurai sulfur, hasilnya produksi gas hidrogen sulfida dapat dikurangi.

Zeolit Asal Lampung

Komposisi kimia sangat dipengaruhi oleh tempat asal dan umur mineral, sehingga dari berbagai tempat di Indonesia akan memberikan komposisi kimia zeolit yang berbeda, dengan demikian akan mempunyai kemampuan yang berbeda pula (Sumijanto, 1996). Zeolit Lampung mempunyai komposisi kimia sebagai berikut: Al 4,57 cps; Si 67,28 cps; P 1,86 cps; K 12,16 cps; Ca 13, 49 cps; Ti 2,03 cps; dan Fe 21,71 cps. Luas permukaannya sebesar 10,047754 m2, luas permukaan spesifiknya sebesar 47,084132 m2/g. Jari-jari zeolit Lampung berukuran 16,065319 Å dengan daya absorbsi 24,500 ml/g (pada perbandingan tekanan P/Po = mmHg) dan suhu ruang dalam keadaan isothermal. Berdasarkan karakteristiknya zeolit Lampung mempunyai luas permukaan (m2), jari-jari (Å), dan daya serap atau absorbsi (ml/g) jauh lebih besar dibanding zeolit lain di Indonesia seperti zeolit Tasikmalaya dan Bayah (Ginting et al., 2007). Zeolit asal Lampung yang ditaburkan pada litter dalam penelitian ini berbentuk grit berwarna abu-abu dengan ukuran 30 mesh dan derajat kehalusan (MF) sebesar 4,146 yang termasuk dalam kategori kasar.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Fisik Zeolit Alam

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan manajemen pembelajaran akhlak dalam bentuk silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang penjabarannya melalui standar isi menjadi analisis mata pelajaran

Hasil evaluasi kesesuaian lahan menunjukkan bahwa tanah-tanah yang diteliti sesuai marginal (kelas S3) untuk pengembangan tanaman kakao dengan faktor pembatas reaksi

Kesimpulan dari penelitian ini adalah (a) Tindak pidana yang dapat dikategorikan tindak pidana yang bersifat pelanggaran administratif, yaitu perbuatan yang

Untuk menghindari subjektivitas terhadap analisis kesalahan yang dilakukan, penulis melibatkan seorang pakar di bidangnya untuk melakukan pengecekan, dan (4)

Kedua gap penelitian tersebut menjadi dasar model konseptual dalam paper ini, yang bertujuan untuk mengembangkan model bagimana upaya peningkatan komitmen karyawan pada perbangkan

Tujuan: Menganalisis pengaruh penambahan kayu manis terhadap pH, tingkat kecerahan (L*), aktivitas antioksidan, gula total dan organoleptik yang meliputi warna,

1) Sistem pendukung keputusan pengadaan raw material pembuatan mie instan menggunakan metode AHP ini menjadi bagian dari proses penentuan pengambilan keputusan raw material

Pada sistem yang berjalan saat ini terjadi beberapa kendala diantaranya informasi yang tidak tersebar dengan baik dan tidak semua mengetahui informasinya, dikarenakan