22
PENGARUH ELEMEN ARSITEKTUR SECONDARY SKIN FAÇADE TERHADAP
RESPON SEISMIK STRUKTUR PEMIKUL MOMEN BETON BERTULANG
Stephen Valentino Lie
Program Studi Teknik Sipil, Institut Sains dan Teknologi Pradita, Scientia Business Park Tower I, Gading Serpong, Tangerang, Indonesia, 08111700795
Abstrak
Elemen arsitektur berupasecondary skin façade semakin banyak ditemui pada berbagai
bangunan, mulai dari bangunan bertingkat rendah, bangunan bertingkat menengah
sampai dengan bangunan bertingkat tinggi. Salah satu jenis secondary skin façade yang
sering digunakan adalah perforated steel plate. Secondary skin façade umumnya
ditempatkan di lapisan terluar bangunan dan ditopang oleh rangka baja. Pengaruh
penggunaan perforated steel plate sebagai secondary skin façade terhadap respon
seismik dari suatu bangunan beton bertulang akan dianalisis dengan menggunakan
metode analisis pushoverdengan beberapa kondisi permodelan. Hasil - hasil analisis
pushover yang telah dilakukan akan dibandingkan untuk melihat pengaruh penggunaan
secondary skin façade terhadap perilaku seismik dari struktur. Hasil-hasil analisis
menunjukkan bahwa penggunaan perforated steel plate sebagai secondary skin facade
dapat meningkatkan kekakuan struktur bangunan dan menurunkan daktilitas dari
struktur bangunan sekaligus berpotensi menimbulkan bahaya keruntuhan secondary skin
façade dan terjadinya mekanisme tingkat lunak pada bangunan.
Kata Kunci :Analisis pushover,Secondary skin façade, Perforated steel plate, Tingkat lunak, Daktilitas
Abstract
Architectural elements, namely secondary skin façades are increasingly found in
various buildings, ranging from low-rise buildings, medium-rise buildings to high-rise
buildings. One type of secondary skin façade that is often used is perforated steel plate.
Secondary skin façades are generally placed in the outer layers of the building and are
supported by structural steel frames. The effect of using perforated steel plate as
secondary skin façade on the seismic response of a reinforced concrete building will be
analyzed using pushover analysis method with several modeling conditions. The results
of the pushover analysis that have been carried out will be compared to see the effect of
using secondary skin façades on the seismic behavior of the structure. The results of the
analysis show that the use of perforated steel plate as a secondary skin facade can
increase the stiffness of building structures and reduce the ductility of building
structures while potentially causing the danger of secondary skin façade collapse and
the occurrence of soft-story mechanisms in buildings.
36
1. Pendahuluan
Elemen arsitektur secondary skin façade atau double-skin façade adalah suatu sistem
façade bangunan yang terdiri dari dua lapisan kulit terluar (façade) yang ditempatkan
sedemikian rupa sehingga udara dapat mengalir di antara kedua lapisan kulit (façade). Beberapa studi menunjukkan performa energi dari bangunan dengan secondary skin façade dapat ditingkatkan baik pada iklim hangat maupun iklim dingin dengan melakukan optimasi pada strategi sistem ventilasi dari façade. Selain keuntungan dari peningkatan performa energi, penggunaan secondary skin façade pada bangunan juga dapat meningkatkan nilai estetika dari segi estetika arsitektur. Meskipun memiliki berbagai keuntungan di atas, beberapa kritik terhadap penggunaan secondary skin façade seperti berkurangnya luasan bangunan yang dapat digunakan, potensi terjadi masalah kondensasi serta peningkatan penggunaan material dan biaya konstruksi yang signifikan.
Dari sudut pandang struktur, pengaruh penggunaan secondary skin façade terhadap respon seismik dari struktur pemikul momen beton bertulang akan dianalisis dengan melakukan penelitian pada sebuah bangunan 5 lapis. Bangunan tersebut akan dianalisis dengan metode
pushover untuk melihat perilaku struktur bangunan melalui kurva hubungan gaya geser dasar
terhadap lendutan pada atap bangunan dan proses pola pembentukan sendi-sendi plastis.
2. Tinjauan Pustaka
Analisis pushover merupakan sebuah metode analisis statik nonlinear dimana sebuah struktur menerima pembebanan gravitasi dan suatu pola beban monotonik lateral dalam bentuk lendutan terkontrol yang meningkat secara bertahap mulai dari kondisi elastik, kondisi inelastik sampai kondisi ultimatetercapai.
Parameter utama yang diperlukan dalam melakukan analisis pushover khususnya pada rangka pemikul momen adalah sendi plastis. Rangka pemikul momen adalah suatu sistem struktur yang memikul beban lateral melalui mekanisme momen lentur pada rangka kaku. Momen lentur maksimum pada elemen-elemen struktur akan terjadi di sekitar pertemuan balok-kolom dimana momen terbesar terjadi. Perencanaan struktur terhadap beban gempa dapat memanfaatkan sifat daktail dari material baja tulangan ataupun profil baja dan mengizinkan material tersebut mencapai dan melebihi kapasitas lelehnya. Pada rangka pemikul momen, area-area dimana momen lentur pada elemen-elemen struktur akibat beban gempa mencapai atau melebihi kapasitas lelehnya dikenal sebagai area sendi plastis.
Permodelan sendi plastis yang digunakan pada elemen - elemen lentur adalah menggunakan fitur default hinge properties dari perangkat lunak ETABS, dimana parameter nonlinear inelastik dari sendi - sendi plastis yang digunakan adalah berdasarkan kriteria ketentuan FEMA 356. Hubungan gaya - deformasi (momen lentur - rotasi) dari sendi plastis secara umum yang sesuai dengan ketentuan FEMA 356 dan fitur default hinge properties dari perangkat lunak ETABS dapat digambarkan sebagai berikut:
37
Gambar 1. Hubungan Gaya - Deformasi dari Sendi PlastisSumber: FEMA356
Nilai titik A mewakili posisi awal, titik B mewakili kelelehan awal elemen struktur, titik C mewakili kondisi kapasitas terbesar dari elemen struktur, titik D mewakili kekuatan residu dan titik E menggambarkan kegagalan total dari elemen struktur. Sementara titik IO mewakili kondisi Immediate Occupancy, titik LS mewakili kondisi Life Safety, dan titik CP mewakili kondisi Collapse Prevention yang merupakan kriteria dari perencanaan struktur berbasis performa. Nilai - nilai tersebut dapat diperoleh dari tabel 6-7 dan tabel 6-8 untuk elemen beton dan persamaan 5-1, persamaan 5-2, persamaan 5-4, tabel 5-6 dan tabel 5-7 dari FEMA 356.
Analisis pushover dan parameter sendi plastis pada penelitian ini adalah berdasarkan peraturan FEMA 356, dengan bantuan perangkat lunak ETABS dimana penjelasan lebih lanjut mengenai parameter-parameter yang digunakan dapat ditemukan lebih rinci pada CSIAnalysis
Reference Manual.
3. Metode Penelitian
Sebuah bangunan 5 lapis beton bertulang dengan sistem rangka pemikul momen akan dimodelkan menggunakan perangkat lunak ETABS dan dilakukan analisis pushover. Mutu beton yang digunakan pada permodelan adalah f’c = 30 MPa untuk elemen balok dan pelat dan f’c = 35 MPa untuk elemen kolom. Sementara struktur baja yang digunakan adalah fy = 400 MPa untuk tulangan beton dan fy = 240 MPa untuk profil baja. Peruntukan dari bangunan ini adalah sebagai perkantoran dengan beban hidup (LL) sebesar 250 kg/m2 dan beban mati tambahan (SDL) yang terdiri dari penutup lantai, plafon dan partisi yang dijadikan sebagai beban merata sebesar 250 kg/m2. Dimensi elemen - elemen struktur dari bangunan tersebut adalah seperti tabel di bawah ini:
Tabel 1. Dimensi dan Properti Struktur Beton
Elemen Dimensi Tulangan
Longitudinal Keterangan Balok Utama 40 cm x 80 cm 6 D22 (atas) 3 D22 (bawah) B1 Lantai 1 - 5 40 cm x 60 cm 6 D22 (atas) 3 D22 (bawah) B2 Lantai 1 - 5 30 cm x 60 cm 5 D19 (atas) 3 D19 (bawah) B3 Lantai 1 - 5 80 cm x 60 cm 10 D22 (atas) B4 Lantai 1 - 5
38
5 D22 (bawah) Kolom 55 cm x 55 cm 16 D19 K1 Lantai 1 - 4 45 cm x 45 cm 12 D19 K1 Lantai 4 - 5 60 cm x 60 cm 16 D22 K2 Lantai 1 - 4 50 cm x 50 cm 12 D22 K2 Lantai 4 - 5 40 cm x 40 cm 12 D16 K3 Lantai 1 - 4 30 cm x 30 cm 12 D13 K3 Lantai 4 - 5 35 cm x 35 cm 12 D16 K4 Lantai 1 - 4 30 cm x 30 cm 8 D16 K4 Lantai 4 - 5 Sumber : Bangunan yang DitelitiTabel 2 merupakan tabel yang memaparkan dimensidan properti struktur baja yang digunakan pada simulasi penelitian :
Tabel 2. Dimensi dan Properti Struktur Baja
Elemen Dimensi Keterangan
Balok Utama Penopang Façade 1 Wide Flange 400 x 200 Lantai 2 Balok Utama Penopang Façade 2 Wide Flange 200 x 100 Lantai 3 - 5
Balok Penghubung Façade Double Angle L70 x 7 x 7 Lantai 2 - 5 Rangka Pengaku Façade 1 Hollow 100 x 50 x 3.2 Arah Vertikal Rangka Pengaku Façade 2 Hollow 50 x 50 x 3.2 Arah Horizontal
Secondary façade 1333 mm x 2667 mm x 6 mm Perforated steel plate
Sumber : Bangunan yang Diteliti
Gambar2 merupakan gambar denah dari bangunan yang akan dianalisis, gambar rangka penopang secondary skin façade dan gambar permodelan 3 dimensi dari struktur bangunan yang dianalisis.
39
Gambar 2. Denah Tipikal Bangunan40
Gambar 3.Gambar Baja Rangka Penopang FaçadeSumber : Bangunan yang diteliti
Gambar 4. Permodelan 3D Bangunan Sumber : modelisasi peneliti (2019)
Perforated steel plate sebagai secondary skin façade akan ditempatkan sepanjang sisi
kiri dan sisi kanan bangunan dimulai dari lantai ke dua sampai lantai paling atas. Perforated
steel plate akan ditopang oleh rangka façade dari struktur baja dengan jarak 2 meter dari bagian
terluar bangunan sebagaimana yang dapat dilihat pada gambar 4.
Pada tahap pertama, analisis pushover akan dilakukan pada bangunan rangka pemikul beton tanpa memodelkan secondary skin façade dan selanjutnya disebut sebagai model A. Pada analisis kedua, hanya rangka penopang secondary skin façade yang ditambahkan ke dalam
41
permodelan dan selanjutnya disebut sebagai model B. Pada analisis ketiga, perforated steelplate akan dimodelkan sebagai batang tarik diagonal inelastik yang menumpu pada rangka
penopang secondary skin façade dengan tiga variasi parametrik kekakuan dan kekuatan dari
perforated steel plate dan selanjutnya disebut sebagai model C1, C2 dan C3. Pada analisis
keempat, perforated steel platedengan kekakuan dan kekuatan terlemah (model C3) akan dimodelkan segaris dengan grid kolom-balok beton tanpa menggunakan rangka baja penopang dan selanjutnya disebut sebagai model D.
Terdapat dua jenis permodelan inelastik yang digunakan dalam melakukan analisis
pushoverpadapenelitian ini. Permodelan inelastik pertama adalah permodelan sendi plastis,
yang digunakan pada elemen-elemen struktur yang berpotensi mengalami sendi plastis akibat pembebanan lentur dan kombinasi lentur-aksial. Elemen-elemen yang dimodelkan sebagai elemen dengan sendi plastis adalah elemen balok induk beton, kolom beton serta rangka baja penopang secondary skin façade. Permodelan inelastik kedua adalah menggunakan permodelan elemen link dan digunakan untuk memodelkan pelat perforated steel platesebagai bracing diagonal.
Sendi Plastis
Pada elemen-elemen beton yaitu balok induk dan kolom, dimensi penampang dan luasan tulangan terpasang perlu dimasukkan sebagai data masukan agar karakteristik dan nilai plastisitas dari sendi-sendi plastis dapat ditentukan oleh perangkat lunak. Sementara untuk rangka baja, hanya informasi dimensi dari profil penampang baja yang diperlukan untuk menentukan karakteristik dan nilai plastisitas dari sendi-sendi plastis berdasarkan kriteria sesuai FEMA 356. Agar komputasi numerik dari analisis pushoverefektif dan efisien, sendi plastis hanya diberikan pada elemen-elemen struktur yang berpotensi mengalami sendi plastis yaitu pada balok beton utama, kolom beton, dan rangka penopang secondary façade. Untuk penyederhanaan permodelan, posisi sendi-sendi plastis tersebut ditentukan pada lokasi 5 - 10% dan 90 - 95% dari panjang bersih elemen struktur.
ElemenLink
Elemen secondary skin façade berupa perforated steel plate merupakan elemen 2 dimensi sehingga permodelan nonlinear inelastik menjadi sulit dilakukan. Oleh karena itu, elemen perforated steel plate diasumsikan sebagai elemen diagonal bracing dengan kekakuan aksial tarik inplane. Kekakuan aksial tekan inplane dari elemen perforated steel plate akan diabaikan dalam permodelan mengingat tebal lapisan pelat sangat kecil dibandingkan dengan ukuran pelat sehingga elemen perforated steel plate menjadi sangat langsing dan kekakuan aksial tekan inplane dapat diabaikan akibat pengaruh tekuk yang sangat mudah terjadi.
Perforated steel plate memiliki dimensi 1333 mm x 2667 mm x 6 mm. Elemen area 2
dimensi dari perforated steel plate kemudian diasumsikan sebagai bracingdiagonal dengan panjang efektif dari bracingdiagonal diperoleh dari panjang diagonal perforated steel plate yaitu sebesar 2981 mm. Sementara lebar efektif perforated steel plate diasumsikan sebesar 500 mm, seperti pada gambar di bawah ini.
42
Gambar 5. Asumsi Lebar Efektif Bracing Diagonal pada Peforated Steel PlateSumber : olahan peneliti (2019)
Nilai kekakuan aksial tarik inplane dari perforated steel plate akan bergantung dari luasan penampang perforated steel plate. Luasan penampang perforated steel plate akan bergantung dari ketebalan pelat dan besar atau kecilnya lubang-lubang perforated. Ketebalan
perforated steel plate diasumikan sebesar 6 mm sementara besar atau kecilnya lubang-lubang perforated akan divariasikan dengan cara mengalikan luasan penampang efektif dengan tiga
buah koefisien yaitu sebesar 1 ; 0.5 dan 0.1. Nilai koefisien sebesar 1 mewakili pelat baja yang tidak berlubang, koefisien 0.5 mewakili pelat baja dengan lubang seluas 50% dari luas efektif dan koefisien 0.1 mewakili pelat baja dengan lubang seluas 90% dari luas efektif pelat baja.
Parameter nonlinear inelastik dari elemen linkadalah kekakuan awal, kekuatan leleh, rasio kekakuan pasca-leleh dan nilai eksponen kelelehan. Nilai rasio kekakuan pasca-leleh merupakan rasio kekakuan setelah terjadi kelelehan dibandingkan kekakuan awal, dan nilainya ditetapkan sebesar 10%. Nilai eksponen kelelehan menggambarkan kecepatan transisi kurva kekakuan dari kekakuan awal menuju kekakuan pasca-leleh dan nilainya ditetapkan sebesar 2. Nilai kekakuan awal diperoleh dari formula kekakuan aksial sederhana yaitu modulus elastisitas pelat baja sebesar 200,000 MPa dikalikan dengan luasan penampang efektif dan dibagi dengan panjang efektif dari diagonal bracing sebesar 2981 mm. Sementara nilai kekuatan leleh adalah luas penampang efektif dikalikan dengan tegangan leleh material sebesar 240 MPa. Variasi parameter nonlinear inelastik dari elemen link berdasarkan koefisien luasan efektif perforated steel plate adalah sebagai berikut:
43
Tabel 3.Parameter Elemen LinkVariasi
Link
Model Koefisien Luasan Efektif
Luasan Efektif (A) Kekakuan Awal (K) Kekuatan leleh (P) Link A C1 1 500 mm x 6 mm x 1 = 3000 mm2 201,274.74 N/mm2 720.000 N Link B C2 0.5 500 mm x 6 mm x 0.5 = 1500 mm2 100,637.37 N/mm2 360.000 N Link C C3 0.1 500 mm x 6 mm x 0.1 = 300 mm2 20,127.47 N/mm2 72.000 N Sumber : olahan peneliti (2019)
Analisis Pushover
Analisis pushover pada seluruh model penelitian dimulai dengan melakukan analisis nonlinear dengan pembebanan gravitasi efektif. Beban gravitasi efektif yang dimaksud adalah seluruh massa efektif dari suatu bangunan yang diperkirakan akan ada dan menjadi sumber gaya inersia pada saat terjadinya pembebanan lateral gempa. Pada penelitian ini, massa efektif yang dipertimbangkan sebagai sumber gaya inersia adalah 100% berat sendiri, 100 % beban mati tambahan, dan 25% beban hidup dengan pertimbangan bahwa pola pembebanan hidup rencana umumnya tidak terjadi penuh pada saat terjadinya gempa.
Setelah analisis nonlinear dengan pembebanan gravitasi efektif selesai, maka dilanjutkan dengan aplikasi pola beban monotonik lateral. Aplikasi pola beban monotonik lateral diasumsikan mewakili distribusi gaya - gaya inersia statik ekivalen maksimum yang bekerja pada bangunan pada saat terjadinya gempa. Berbagai pola distribusi beban monotonik dapat digunakan sebagai pembebanan pola pembebanan lateral pada analisis pushover. Pola pembebanan monotonik lateral yang akan diaplikasikan pada bangunan adalah dalam bentuk pola lendutan yang nilainya sesuai dengan rasio fungsi bentuk pola ragam getar fundamental pertama. Target pola lendutan tersebut akan ditingkatkan secara bertahap oleh perangkat lunak dan analisis akan berhenti secara otomatis jika ada salah satu sendi plastis yang mengalami kegagalan.
Hasil dari analisis pushover adalah kurva hubungan antara gaya geser dasar dengan lendutan struktur. Lendutan struktur yang ditinjau umumnya berada pada lantai atap agar diperoleh gambaran performa dan kapasitas bangunan secara global terhadap beban lateral. Selain itu, proses pembentukan sendi plastis dari bangunan model A dan bangunan model D akan dibandingkan untuk melihat distribusi sendi plastis yang terjadi pada proses analisis
pushover.
4. Hasil dan Pembahasan
Waktu getar alami fundamental dari bangunan yang merupakan karakteristik dinamik dasar dari seluruh permodelan dapat dilihat pada tabel 4. Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa penambahan secondary skin façade berupa rangka baja tanpaadanya
perforated steel plate, tidak signifikan menambah kekakuan struktur terlihat dari pengurangan
waktu getar dari model A ke model B yang hanya sebesar 0.03%.
Jika perforated steel plate ditambahkan ke dalam permodelan sebagai bracing diagonaldengan variasi kekakuan dan kekuatan nonlinear yang berbeda, diperoleh penurunan waktu getar pada model C1, C2 dan C3 sebesar 6.62% - 8.03% terhadap model A. Hal ini mengindikasikan peningkatan kekakuan cukup signifikan jika memodelkan perforated steel
plate sebagai bracing diagonal. Namun, tidak ada perbedaan waktu getar yang signifikan di
antara model C1, C2 dan C3 meskipun terdapat variasi parameterik kekakuan dan kekuatan dari
bracing diagonal dengan rentang nilai yang cukup besar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
variasi nilai dari parameter kekakuan dan kekuatan diagonal bracing kurang berpengaruh terhadap perubahan nilai waktu getar fundalmental bangunan. Pada model D dimana
44
perforatedsteel plate dimodelkan sebagai bracing diagonal yang berada pada satu grid dengan
balok-kolom beton, terjadi penurunan waktu getar yang cukup signifikan yaitu sebesar 22.43%. Tabel 4. Waktu Getar Alami Fundamental Struktur
Model Waktu Getar (s)
A 1.3166 B 1.3162 C1 1.2109 C2 1.2134 C3 1.2295 D 1.0212
Sumber : olahan peneliti (2019)
Berdasarkan analisis – analisis di atas, dapat dilihat dengan jelas bahwa perforated
steel plate dapat memperkaku struktur bangunan jika ditempatkan sebagai secondary façade
meskipun transfer kekakuan aksial inplane dari perforated steelplatesudahberkurang akibat adanyareduksiakibat rangka baja penopang façade. Variasi nilai parameter kekakuan dan kekuatan dari perforated steel plate kurang berpengaruh terhadap waktu getar struktur karena kekakuan – kekakuan relatif aksial dari perforatedsteel plate sudah jauh lebih besar dan dominan daripada kekakuan lentur dari rangka pemikul momen beton.
Tabel 5.Lendutan Pushover Maksimum Model Lendutan Max
umax (mm) Selisih Lendutan A 279.10 acuan B 272.44 -2.39% C1 255.10 -8.60 % C2 256.40 -8.13 % C3 256.30 -8.17 % D 174.44 -37.50%
Sumber : olahan peneliti (2019)
Nilai lendutan maksimum yang terjadi pada setiap model dapat dilihat pada tabel 5 dan gambar 6, gambar 7 dan gambar 8. Model A yang menggambarkan bangunan rangka pemikul momen beton tanpa secondary skin façade dan merupakan bangunan dengan lendutan maksimum terbesar di antara model-model lainnya sehingga model A akan dijadikan sebagai model acuan dalam membandingkan lendutan pada model-model lainnya. Penurunan nilai lendutan maksimum menggambarkan kondisi penurunan kapasitas daktilitas yang umumnya dihindari dalam perencanaan bangunan tahan gempa.
Model B mengalami penurunan lendutan maksimum yang sangat kecil yaitu sebesar 2.39%. Hal ini menandakan bahwa penggunaan rangka baja sebagai secondary façade tidak mengurangi kapasitas daktilitas dari bangunan dan tidak mengganggu performa seismik dari struktur bangunan. Penurunan lendutan maksimum yang sangat kecil juga mungkin terjadi karena permasalahan dalam komputasi numerik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa rangka baja sebagai struktur tambahan eksternal dapat digunakan sebagai rangka untuk penopang secondary skin façade tanpa mempengaruhi perilaku seismik dari bangunan.
45
Gambar 6. Kurva Pushover Model A dan B
Sumber : hasil penelitian (2019)
Perforated steel plate dimodelkan sebagai bracing diagonal pada model C dengan tiga
jenis variasi parametrik kekakuan dan kekuatan sehingga terdapat model C1, model C2 dan model C3. Variasi parametrik tersebut menggambarkan variasi besar kecilnya ukuran lubang – lubang pada perforated steel façade yang secara tidak langsung berhubungan dengan kekakuan dan kekuatan struktur. Berdasarkan gambar 7 dan tabel 5 dapat terlihat bahwa penurunan lendutan maksimum pada ketiga jenis model yaitu model C1, model C2 dan model C3 adalah sebesar kurang lebih 8%. Hal ini menandakan bahwa penggunaan perforated steel plate sebagai
secondary steel façade tidak terlalu signifikan dalam menurunkan daktilitas struktur bangunan
secara keseluruhan.
Gambar 7. Kurva Pushover Model A dan C Sumber : hasil penelitian (2019)
Hal menarik yang dapat dianalisis dari gambar 7 adalah pada seluruh model C1, C2 dan C3, terdapat penurunan gaya geser dasar secara tiba-tiba pada saat lendutan struktur sebesar 121 mm untuk model C1, 123 mm untuk model C2 dan 134 mm untuk model C3, atau pada lendutan dengan kisaran 50% dari lendutan maksimum. Setelah terjadi penurunan gaya geser secara tiba-tiba, dapat terlihat juga bahwa kurva pushover dari model C1, model C2 dan model C3 kembali berhimpit dengan kurva pushover model A dan B tetapi tidak dapat mencapai daktilitas lendutan maksimum sejauh model A dan model B. Penurunan gaya geser secara tiba menandakan adanya elemen-elemen struktur yang cukup kaku yang secara tiba-tiba kehilangan kapasitas ultimate inelastisnya. Kondisi ini tercermin dari gambar 1 dimana titik C turun secara tiba – tiba menuju titik D. Berdasarkan model dari perangkat lunak, terbukti bahwa terjadi pembentukan sendi plastis kondisi C-D pada rangka-rangka baja penopang
46
perforated steel façade ketika model C1, C2 dan C3 mengalami penurunan gaya geser secara
mendadak.
Gambar 8. Kurva Pushover Model A dan D Sumber : hasil penelitian (2019)
Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan perforatedsteel
plate sebagai secondaryskinfaçade terbuktidapat meningkatkan kekakuan struktur bangunan
tetapi hanya pada tahap-tahap awal proses pushover. Ketika sendi plastis dari elemen-elemen
secondary skin façade sudah mencapai kapasitas ultimate, kekakuannya akan menurun secara
mendadak dan kekakuan struktur bangunan akan kembali ke kondisi seperti model A dan model B. Ketika sendi plastis dari suatu elemen struktur sudah mencapai dan atau melewati kapasitas ultimatenya, maka elemen struktur tersebut berpotensi besar untuk mengalami kegagalan atau keruntuhan. Dalam hal ini, rangka-rangka secondary skin façade penopang
perforated steel plate berpotensi mengalami kegagalan atau keruntuhan pada kondisi lendutan
struktur kurang lebih 50% lendutan maksimum. Hal ini mengindikasikan kegagalan pada elemen secondary skin façade akan terjadi lebih dahulu, sehingga ada potensi bahaya kegagalan pada elemen secondary skin façade.Sebagai contoh, kegagalan atau runtuhnya elemen secondary skin façade baik perforated steel plate ataupun rangka penopangnya dapat menimpa benda-benda ataupun orang-orang di luar bangunan yang sedang berada pada area sekitar di bawah secondary skin façadepada saat proses evakuasi gempa.
Pada model D, perforated steel plate diletakkan pada grid balok dan kolom terluar serta menggunakan parameter inelastik dari model C3. Berdasarkan gambar 8, terlihat bahwa terjadi peningkatan kekakuan yang sangat signifikan tetapi terjadi penurunan daktilitas global dari bangunan yang sangat besar. Lendutan maksimum pada model D turun 37.5% jika dibandingkan dengan model A. Berdasarkan analisis yang dilakukan pada perangkat lunak, pembentukan sendi – sendi plastis di dominasi pada lantai bawah, sehingga terjadi mekanisme kegagalan tingkat lunak atau soft story pada model D. Hal ini terjadi karena kekakuan lantai di atas meningkat secara signifikan karena kekakuan aksial tarik inplane dari perforated steel
plate yang dimodelkan sebagai bracing diagonal sangat besar, sehingga gaya lateral yang
masuk ke dalam struktur bangunan terserap lebih besar oleh perforated steel plate dan mengakibatkan tidak terbentuknya sendi-sendi plastis dari elemen-elemen struktur rangka pemikul momen beton yang sebelumnya diharapkan dapat mendisipasi energi gempa secara daktail.
47
Gambar 9.Proses Pembentukan Sendi PlastisSumber : hasil penelitian (2019)
Proses pembentukan sendi plastis pada model A dan D dapat dilihat pada gambar 9, dimana garis putus-putus mewakili model A dan garis penuhmewakili model D. Garis A-B, B-IO, IO-LS, dan LS-CP menggambarkan kondisi sendi plastis sesuai gambar 1. Berdasarkan gambar 9, terlihat bahwa pembentukan sendi plastis B-IO pada model A dimulai dari kondisi lendutan awal dan jumlahnya terus meningkat secara linear hingga mencapai kurang lebih 240 titik sendi plastis seiring dengan bertambahnya lendutan hingga lendutan mencapai kurang lebih 95 mm. Kemudian pembentukan sendi plastis B-IO terus meningkat hingga kurang lebih 250 titik sendi plastis tetapi dengan laju yang menurun dan sebagian sendi plastis B-IO mulai masuk pada kondisi IO-LS dengan jumlah sendi plastis kurang lebih 125 titik sampai lendutan mencapai kurang lebih 150 mm. Setelah itu jumlah sendi plastis B-IO semakin menurun hingga mencapai 45 titik sendi plastis karena sebagian sendi plastis tersebut telah masuk ke fase lain, terlihat dari peningkatan sendi-sendi plastis yang memasuki fase IO-LS dengan jumlah kurang lebih 130 titik dan berlanjut dengan peningkatan jumlah sendi-sendi plastis pada kondisi LS-CP dengan jumlah 260 titik sampai struktur bangunan mencapai lendutan dan kondisi ultimate.
Sementara itu pada model D yang diwakili oleh garis penuh, pembentukan sendi-sendi plastis B-IO lebih cepat terbentuk dibandingkan pada model A pada saat lendutan kecil di awal, tetapi jumlahnya hanya mencapai kurang lebih 125 titik sendi plastis pada saat lendutan kurang lebih 45 mm. Kemudian terjadi peningkatan jumlah sendi plastis IO-LS dan LS-CP pada lendutan kurang lebih 45 mm – 80 mm. Namun jumlah sendi plastis LS-CP yang terbentuk jauh lebih banyak daripada jumlah sendi plastis IO dan LS.Hal ini merupakan suatu anomali karena umumnya sendi-sendi plastis akan melalui fase B-IO, IO-LS, LS-CP secara bertahap, dimana tahapan tersebut menggambarkan kemampuan distribusi disipasi energi yang baik dari struktur bangunan. Selain itu, jumlah sendi – sendi plastis yang terbentuk hingga mencapai lendutan dan kondisi ultimatepada model D jauh lebih sedikit dibandingkan pada model A. Oleh karena itu, berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa penempatan perforated
steel platepada grid yang sama dengan grid balok-kolom menghasilkan distribusi disipasi
energi gempa yang tidak merata pada sendi-sendi plastis dan berpotensi besar terjadi mekanisme kegagalan lantai lunak atau soft story.
48
5. Diskusi
Pengaruh secondary skin façade dalam bentuk perforated steel plate terhadap respon seismik dari suatu bangunan cukup signifikan pada saat lendutan dan beban awal analisis
pushover karena kekakuan aksial inplane dari perforated steel plate sangat dominan.
Pengaruhnya akan berkurang pada saat secondary skin façade mengalami reduksi kekakuan pada kondisi plastisitas yang besar. Sementara penempatan seconday skin façade
pada grid
yang sama dengan balok-kolom struktur bangunan akan semakin menurunkan performa
dan daktilitas struktur serta berpotensi besar menyebabkan mekanisme lantai lunak.
Kondisi seperti ini ekivalen dengan banyak penelitian lain mengenai pengaruh pasangan
bata yang dimodelkan sebagai diagonal strut tekan yang umumnya menyebabkan
mekanisme lantai lunak.
6. Kesimpulan dan Dampak Penelitian
Pengaruh elemen arsitektur secondary skin façade terhadap respon seismik bangunan telah dianalisis menggunakan 5 permodelan yang berbeda. Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut:
a) Rangka baja penopang secondary skin façade tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku dan respon seismik struktur.
b) Perforated steel plate yang dimodelkan sebagai bracing diagonal yang ditopang oleh rangka baja cukup mempengaruhi kekakuan struktur dan perilaku awal struktur tetapi setelah terjadi kerusakan atau kegagalan pada elemen secondary skin façade, perilaku dan respon seismik struktur akan kembali berperilaku seperti struktur awal tanpa secondary façade.
c) Pengaruh variasi kekakuan dan kekuatan dari perforated steel plate atau besar kecilnya lubang – lubang pada perforated steel plate tidak signifikan mempengaruhi perilaku struktur bangunan secara global.
d) Potensi kegagalan dari elemen secondary skin façade cukup besar karena elemen tersebut gagal pada kondisi kurang lebih 50% kapasitas dari lendutan ultimate bangunan tercapai. Secondary skin façade berupa perforated steel plate sangat tidak disarankan untuk diletakkan pada satu grid yang sama dengan balok dan kolom terlebih jika diletahan di atas lantai 1. Besarnya kekakuan aksial inplane dari perforated steel façade akan memperkaku struktur di atas lantai 1 dan berpotensi besar mengakibatkan terjadinya mekanisme lantai lunak atau soft story.
e) Untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan perforated steel plate terhadap perilaku seismik struktur bangunan, maka perlu dilakukan perencanaan yang baik pada elemen secondary skin façade. Elemen tersebut bukan hanya harus mampu menahan beban gravitasi tetapi juga dapat menahan beban gempa yang bekerja pada bangunan, sehingga dampak kegagalan secondary façade terhadap beban gempa dapat dihindari.
7. Keterbatasan Penelitian dan Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini hanya terbatas pada permodalan dari suatu bangunan 5 lapis rangka pemikul momen dengan secondary skin façade berupa perforated steel plate dengan 3 variasi kekakuan dan kekuatan yang mewakili ukuran dari lubang-lubang serta dengan posisi secondary
skin façade berjarak 2 m dari struktur utama terluar.
Pada penelitian selanjutnya dapat ditingkatkan dengan melakukan variasi parametrik seperti variasi jarak secondary skin facade terhadap bangunan utama, variasi distribusi luasan
49
DAFTAR PUSTAKAAmerican Society of Civil Engineers. (2000). FEMA 356: Prestandard and Commentary for the Seismic Rehabilitation of Buildings. FEMA.
Badan Standardisasi Nasional. (2012). SNI 1726:2012: Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempauntuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung. Badan Standardisasi Nasional. Computers and Structures, Inc. (2005). CSI Analysis ReferenceManual for SAP2000, ETABS,
and SAFE. Computers and Structures, Inc.
Mingotti, N., Chenvidyakarn T.,& Woods A.W. (2010). The fluid mechanics of the natural ventilation of a narrow-cavity double-skin facade. Building and Environment, 46 (4), 807– 823.