• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Formally Safety Assesment Model (Fsam-Imo) Untuk Penilaian Resiko dan Pencegahan Kecelakaan Kapal (Studi Kasus Alur Pelayaran Barat Surabaya)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aplikasi Formally Safety Assesment Model (Fsam-Imo) Untuk Penilaian Resiko dan Pencegahan Kecelakaan Kapal (Studi Kasus Alur Pelayaran Barat Surabaya)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Technology Science and Engineering Journal, Vol 1 No 1 February 2017 E-ISSN: 2549-1601X

50

Aplikasi Formally Safety Assesment Model (Fsam-Imo) Untuk Penilaian

Resiko dan Pencegahan Kecelakaan Kapal

(Studi Kasus Alur Pelayaran Barat Surabaya)

Okol Sri Suharyo

Direktorat Pascasarjana Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut Email : okolsrisuharyo@sttal.ac.id

Abstrak

Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) yang berada Pelabuhan Tanjung Perak merupakan satu-satunya alur masuk ke pelabuhan Surabaya dan dermaga Koarmatim. Dengan kondisi alur pelayaran yang panjang dan sempit ditambah banyaknya arus kapal yang keluar masuk pelabuhan mengakibatkan sangat rentan terhadap kecelakaan di laut baik itu kapal niaga maupun kapal TNI AL / KRI.Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi jenis kecelakaan apa saja yang bisa terjadi pada kapal-kapal yang melalui alur tersebut baik kapal niaga maupun kapal TNI AL / KRI dan menganalisa kecelakaan apa yang mempunyai risiko tinggi di alur tersebut. Tujuan lain adalah untuk mengetahui penyebab utama kecelakaan kapal yang lebih spesifik dan memperoleh langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan kapal di Alur Pelayaran Barat Surabaya. Formal Safety Assessment Model (FSAM) sebagai salah satu metode penilaian resiko kecelakaan kapal yang direkomendasikan oleh International Maritime Organization(IMO) diharapkan memberikan solusi agar kecelakaan dapat dicegah dan diminimalisir sekecil mungkin dengan metodologi yang rasional, terstruktur dan sistematis untuk menilai risiko aktivitas pelayaran dengan mengevaluasi biaya (cost) dan manfaat (benefit) dari beberapa pilihan kendali risiko / Risk Control Options (RCOs), dengan menggunakan risk analysis dan cost benefit analysis. Untuk menurunkan risiko dari jenis kecelakaan yang terjadi dilakukan penilaian indeks Implied Cost of Averting a Risk (ICAR) yaitu suatu metode untuk mengukur indeks penurunan resiko terhadap biaya yang dikeluarkan. Hasil riset dengan metode FSAM ini diharapkan dapat mencegah terjadinya kecelakaan kapal hingga zero accident, selain itu hasil riset dapat dipakai sebagai bahan rekomendasi kepada stakeholder terkait dalam pengelolaan APBS yang aman dan terkendali.

Kata Kunci : Formal Safety Assessment Model (FSAM), Risk Control Options (RCOs), Cost Benefit Analysis (CBA),

Implied Cost of Averting a Risk (ICAR).

1. PENDAHULUAN

Dari tahun ketahun angka kecelakaan pelayaran di APBS tak pernah berkurang.Bahkan, sebab kecelakaan laut seperti mengulang-ulang kesalahan di masa lalu, yaitu kecelakaan tidak pernah jauh dari cuaca buruk,kelebihan beban,atau kapal yang tidak memenuhi standar kelayakan (Dirjen Hubla, 2015). Data dari jumlah kecelakaan kapal APBS cukup memprihatinkan bisa dikatakan bahwa transportasi laut menjadi sarana tranportasi yang mengerikan bila digunakan.

Kebijakan pembangunan pemerintah saat ini lebih mengedepankan base oriented. Sehingga kebijakan strategi dan regulasi yang terkait dengan kegiatan penyelenggaraan transportasi laut tidak mendapatkan prioritas. Akibat dari itu kebijakan dan implementasi di bidang transportasi laut amburadul. Konsekuensinya sering terjadi insiden-insiden kecelakaan transportasi laut saat ini. Ini menunjukkan belum adanya penjaminan pada keselamatan pelayaran di APBS.

Kondisi penyelenggaraan transportasi laut saat ini dapat dijabarkan berdasarkan kondisi 5 (lima) elemen yaitu angkutan di perairan (kapal), kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran, perlindungan lingkungan maritim, dan sumber daya manusia yang saling berinteraksi dalam mewujudkan penyelenggaraan transportasi laut yang efektif dan efisien.

Kondisi yang dihadapi saat ini dalam upaya evaluasi pencapaian penyelenggaraan transportasi laut khususnya bidang Keselamatan dan Keamanan Pelayaran diantaranya masih tingginya tingkat kecelakaan dan musibah kapal di laut., rendahnya kualitas kapal karena sebagian besar usia kapal-kapal berbendera

(2)

Technology Science and Engineering Journal, Vol 1 No 1 February 2017 E-ISSN: 2549-1601X

51

Indonesia telah tua dan Rendahnya kesadaran pengusaha kapal berinventasi untuk peralatan keselamatan di kapal.

KNKT (2007), usaha penyelamatan jiwa dilaut merupakan suatu kegiatanyang dipergunakan untuk mengendalikan terjadinya kecelakaan dilaut yang dapat mengurangis ekecil mungkin akibat yang timbul terhadap manusia,kapal dan muatannya.Untuk memperkecil terjadinya kecelakaan di laut diperlukan suatu usaha untuk penyelamatan jiwa tersebut dengan cara melakukan inivestigasi semua kecelakaan kapal dan memberikan rekomendasi-rekomendasi tindakan pencegahan serta memenuhi semua peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh IMO (International Maritime Organization), ILO (International Labour Organization) maupun oleh Pemerintah.Dan lebih lanjut untuk dapat menjamin keselamatan dilaut tersebut diperlukan suatu standard (aturan) yang berlaku secara nasional dan internasional.

Formal Safety Assessment Approach (FSA)yang berisikan lebih banyak aspek ilmiah dari konvensi sebelumnya sebagai sebuah regulasi yang konsisten yang mengarah pada seluruh aspek keselamatan secara terintegrasi [1]. Dalam rangka untuk meningkatkan keselamatan pelayaran, termasuk perlindungan terhadap manusia, pengguna jasa pelabuhan, lingkungan laut dan property dengan menggunakan FSA [2].

Pada penelitian ini dilakukan identifikasi dan analisa penyebab risiko kecelakaan di Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) yang berfokus pada metode Formal Safety Assessment Model (FSAM). Selanjutnya mencari nilai pembobotan tingkat kepentingan dari variabel-variabel komponen bahaya yang kriterianya meliputi Manusia, Property, Lingkungan dan Pengguna Jasa Pelabuhan, yang nantinya kriteria tersebut dikembangkan menjadi sub-sub kriteria dengan Metode Analytical Network Process (ANP). Dimana hasilnya digunakan sebagai dasar pertimbangan menentukan strategi pengendalian risiko dan mengurangi kecelakaan kapal di sekitar Alur Pelayaran Barat Surabaya.

2. STUDI LITERATUR

Tentu saja dalam dasar teori ini dibahas tentang Formal Safery Assesment Model (FSAM) sebagai metode utama dalam penelitian ini, disamping teori tambahan lainnya seperti metode Analytical Network Process (ANP) danteori konsep risiko,yang mana memberi pengertian tentang apa itu risiko, bahaya (hazard), ataupun kejadian yang merugikan (peril). Disamping itu konsep mengenai menejemen penanganan risiko juga penting dibahas, karena memberikan gambaran bagaimana risiko dikenali dan sebisa mungkin dilakukan sentuhan untuk mengurangi bahkan menghilangkannya.

2.1 Manajemen Risiko

Manajemen risiko merupakan upaya terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan-kegiatan organisasi terkait dengan risiko (ISO 31000:2009). Manajemen risiko merupakan aplikasi sistematis tentang manajemen, kebijakan, prosedur dan cara kerja terhadap kegiatan analisa, evaluasi, pengendalian dan komunikasi yang berkaitan dengan risiko. Hal ini juga diperkuat oleh Supriyadi (2005) dimana manajemen risiko merupakan keseluruhan prosedur yang dihubungkan dengan identifikasi bahaya, penilaian risiko, meletakkan pengukuran kontrol pada tempatnya serta meninjau ulang hasilnya.

2.2 Penilaian Risiko

Penyajian dari penilaian frekuensi dan konsekuensi (akibat dari suatu kejadian) yang telah diurutkan ini berupa suatu matriks risiko (risk matrix), dimana frekuensi dan kategori konsekuensi yang digunakan harus terdefinisi dengan jelas. Kombinasi dari suatu frekuensi dan suatu kategori konsekuensi mewakili suatu tingkat risiko.

Dalam penelitian ini untuk menentukan beberapa kriteria konsekuensi dan kriteria frekuensi, berdasarkan New Zealand Standard AS/NZS 4360:2004, 2005 dalam Port & Harbour Risk Assessment & Safety Management System dengan klasifikasi sebagai berikut [3]:

a. Analisis Konsekuensi

Data kerusakan umumnya bersifat kualitatif, supaya dapat digunakan kedalam metode Formal Safety Assessment (FSA), data tersebut harus diubah/diterjemahkan kedalam bentuk kuantitatif. Hasil dari wawancara ini merupakan kriteria konsekuensi akibat dari kecelakaan mulai dari yang teringan sampai yang terberat yang telah didefenisikan pada Kriteria Konsekuensi Port & Harbour Risk Assessment &

(3)

Technology Science and Engineering Journal, Vol 1 No 1 February 2017 E-ISSN: 2549-1601X

52

Safety Management System. Wawancara dilakukan karena nilai nominal konsekuensi sebuah kecelakaan di setiap pelabuhan berbeda-beda karena setiap pelabuhan memiliki karasteristik tersendiri.

Tabel 2.1.Kriteria Konsekuensi dan Besaran Nilainya

b. Analisis Frekuensi

Kriteria frekuensi atau jumlah kejadian yang dimulai dari frekuensi F1 (sering) sampai pada frekuensi F5 (jarang) diberikan pada tabel

(4)

Technology Science and Engineering Journal, Vol 1 No 1 February 2017 E-ISSN: 2549-1601X

53

c. Plot Hasil Konsekuensi dan Frekuensidalam Matriks Resiko

Penilaian sebarapa besar risiko yang terjadi. Penilaian risiko ini berdasarkan pada frekuensi kecelakaan dan biaya akibat kecelakaan yang terjadi. Kemudian data tersebut dimasukkan ke matriks risiko yang sebelumnya telah dibuat.

Tabel 2.3. Matriks Resiko

Keterangan :

0 & 1 Risiko yang dapat diabaikan 2 & 3 Risiko rendah

4 & 5 Daerah dari As low as Reasonably Practicable Area (ALARP) 6 Risiko semakin tinggi

7 & 8 Risiko yang signifikan 9 & 10 Risiko tinggi

2.3 Kecelakaan Alur Pelayaran Barat Surabaya

Kecelakaan kapal selalu diklafisikasikan menurut jenis energi yang dilepaskan. Tabel 2.4 memberikan jenis-jenis kecelakaan yang sering terjadi di pelabuhan dan bentuk terjadinya kecelakaan tersebut. Klafisikasi bentuk kecelakaan akan sangat membantu pada saat melakukan analisa sebap-akibat terjadinya sebuah kecelakaan untuk dituangkan dalam analisis Fault Tree

Tabel 2.4. Jenis-jenis Kecelakaan kapal

2.4.1. Kecelakaan Akibat Kesalahan Manusia

Kesalahan manusia merupakan salah satu faktor penting dalam sebuah kecelakaan, karena faktor manusia yang termasuk faktor yang tidak stabil. Dia dipengaruhi oleh banyak faktor.

(5)

Technology Science and Engineering Journal, Vol 1 No 1 February 2017 E-ISSN: 2549-1601X

54

Tabel 2.5. Kesalahan-kesalahan manusia yang khas

2.5 Analytical Network Process (ANP)

Pada bagian ini akan ditentukan tujuan penelitian yaitu memprioritaskan tingkat kepentingan variabel komponen bahaya dengan menggunakan metode ANP. Metode ANP mampu menentukan pembobotan kriteria dan subkriteria dari hubungan yang ada serta mencari hubungan pengaruh antar kriteria dan subkriteria. Kriteria dalam hal ini merupakan variabel komponen bahaya pada keselamatan pelayaran. sedang untuk sub-kriteria merupakan kepentingan keselamatan dalam model ANP.

Gambar 2.1.Jenis-jenis Kecelakaan kapal Tabel 2.6.Pemberian Bobot Hasil Pengolahan dengan ANP

2.6. Formal Safety Assessment Model

Formal Safety AssessmentModel(FSAM) merupakan suatu metodologi atau proses yang rasional, terstruktur dan sistematis untuk menilai risiko yang berhubungan dengan aktivitas di bidang maritim (pelayaran) dan untuk mengevaluasi biaya (cost) dan manfaat (benefit) dari beberapa pilihan kendali risiko (risk control options), dengan menggunakan risk analysis dan cost benefit assessment [4]. FSA bertujuan untuk mengurangi risiko yang ada, sekaligus meningkatkan keselamatan pelayaran (marine safety), yang mencakup perlindungan terhadap jiwa (life), kesehatan (health), lingkungan perairan (marine environment), dan hak milik (property).

(6)

Technology Science and Engineering Journal, Vol 1 No 1 February 2017 E-ISSN: 2549-1601X

55 a.Pendifinisian Masalah:

Tujuan dari pendefinisian masalah adalah untuk menggambarkan masalah secara benar berdasarkan analisis yang berhubungan dengan peraturan yang sedang ditinjau-ulang atau yang sedang dikembangkan. Pendefinisian masalah harus sesuai dengan pengalaman operasional dan persyaratan yang berlaku dengan mempertimbangkan semua aspek yang relevan.

b. Langkah 1 Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya (hazard identification), berupa suatu daftar dari semua skenario kecelakaan yang relevan dengan penyebab-penyebab potensial danakibat-akibatnya, sebagai jawaban dari pertanyaan “kesalahan apa yang mungkin dapat terjadi [5].

Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi daftar bahaya dan kumpulan skenario yang prioritasnya ditentukan oleh tingkat risiko dari masalah yang sedang dibahas. Tujuan ini dapat dicapai dengan menggunakan teknik-teknik standard untuk mengidentifikasi bahaya yang berperan dalam kecelakaan, dengan menyaring bahaya-bahaya ini melalui suatu kombinasi dari data dan pendapat yang ada, dan dengan meninjau-ulang model umum yang telah dibuat saat pendefinisian masalah.

Pendekatan yang digunakan untuk identifikasi bahaya, umumnya merupakan kombinasi dari kreatifitas dan teknik analitik, yang tujuannya untuk mengidentifikasi semua bahaya yang relevan. Analisis kasar dari penyebab dan akibat dari tiap kategori kecelakaan dengan menggunakan teknik tertentu, seperti fault tree analysis, event tree analysis, failure mode and effect analysis (FMEA), hazard and operability studies (HAZOP), what if analysis technique, dan risk contribution tree (RCT).

c. Langkah 2 Penilaian Risiko

Tujuan tersebut dapat dicapai dengan menggunakan teknik yang sesuai dengan model risiko yang dibuat dan perhatian difokuskan pada risiko yang dinilai tinggi. Nilai yang dimaksud adalah tingkat (level) risiko, yang dapat dibedakan menjadi :

1) Risiko yang tidak dapat dibenarkan atau diterima, kecuali dalam keadaan yang luar biasa (intolerable).

2) Risiko yang telah dibuat sangat kecil sehingga tidak perlu tindakan pencegahan lebih lanjut (negligible).

3) Risiko yang levelnya berada di antara intolerable dan negligible level (as low as reasonably practicable = ALARP).

Gambar 2.2.Konsep Segitiga ALARP

d. Langkah 3 Pemilihan Pengendalian Risiko

Tujuan dari langkah ke-3 adalah untuk mengusulkan RCOs yang efektif dan praktis, melalui empat langkah prinsip berikut :

1) Memfokuskan pada risiko yang memerlukan kendali, untuk menyaring keluaran dari langkah ke-2, sehingga fokus hanya pada bidang yang paling memerlukan kontrol risiko.

2) Mengidentifikasi tindakan untuk mengendalikan risiko yang potensial (risk control measures = RCMs).

3) Mengevaluasi efektivitas dari RCMs di dalam mengurangi risiko dengan mengevaluasi-ulang langkah ke-2.

(7)

Technology Science and Engineering Journal, Vol 1 No 1 February 2017 E-ISSN: 2549-1601X

56 e. Langkah 4 Penilaian Biaya dan Manfaat

Tujuan dari langkah ke-4 adalah untuk mengidentifikasi serta membandingkan manfaat dan biaya dari pelaksanaan tiap RCOs yang diidentifikasi dalam langkah ke-3. Biaya (costs) harus dinyatakan dalam biaya siklus hidup (life cycle costs), yang meliputi masa awal (initial), beroperasi (operating), pelatihan (training), pemeriksaan (inspection), sertifikasi(certification), penonaktifan (decommission), dll. Sedangkan manfaat (benefit) dapat meliputi pengurangan dalam hal kematian (fatalities), cedera/kerugian (injuries), kecelakaan (casualities), kerusakan lingkungan dan pembersihan (environmental damage & clean-up), ganti-rugi (indembity) oleh pihak ketiga yang bertanggungjawab, dan suatu peningkatan umur rata-rata (average life) dari kapal.

Hasil keluaran dari langkah ke-4 terdiri dari:

1) Biaya dan manfaat untuk tiap RCO yang diidentifikasi dalam langkah ke-3.

2) Biaya dan manfaat untuk RCO yang menjadi perhatian (yang paling dipengaruhi oleh masalah). 3) Kegunaan secara ekonomi yang dinyatakan dalam indeks yang sesuai.

Persamaan yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah dengan Indeks Cost of Averting a Risk (ICAR) seperti yang diberikan pada Persamaan 2.1 berikut :

(∆C - ∆B)

ICAR= (Pers 2.1) Penurunan risiko

Dimana:

ICAR = Implied cost of averting a risk (Indeks Biaya penurunan risiko) ∆C = Biaya pengendalian risiko

∆B = manfaat ekonomis penerapan kendali risiko

Penurunan risiko = Penurunan risiko setelah diadakan pengendalian f. Langkah 5 Rekomendasi Untuk Pengambilan Keputusan

Tujuan dari langkah ke-5 adalah untuk mendefinisikan rekomendasi yang harus diberikan kepada si-pengambil-keputusan, dengan suatu cara yang dapat diaudit dan dapat dilacak.

Rekomendasi didasarkan pada :

1) Perbandingan dan pengurutan tingkat dari semua bahaya dan penyebabnya.

2) Perbandingan dan pengurutan tingkat dari pilihan kendali risiko sebagai fungsi dari gabungan biaya dan manfaat.

3) Identifikasi dari pilihan kendali risiko yang menjaga risiko serendah mungkin sehingga masuk-akal untuk dilaksanakan.

Rekomendasi harus diberikan dalam suatu format yang dapat dipahami oleh seluruh pihak, terlepas dari pengalamannya. Penyampaian rekomendasi sebagai hasil dari suatu proses FSAM harus diberikan tepat waktu dan memiliki akses ke dokumen pendukung yang relevan dengan suatu mekanisme yang menyertakan komentar.

(8)

Technology Science and Engineering Journal, Vol 1 No 1 February 2017 E-ISSN: 2549-1601X

57 3. METODE PENELITIAN

Gambar 3.1. Diagram Alir Model Penilaian Risiko Kecelakaan Kapal 3.1 Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah.

Masalah yang diangkat adalah Keselamatan Pelayaran di Pelabuhan Surabaya. Dimana dalam keselamatan ada beberapa macam kecelakaan yang dapat terjadi seperti, Tabrakan, Kandas, Kecelakaan Manusia pada saat kapal tambat, dan sebagainya. Kecelakaan ini menimbulkan dampak/akibat dari suatu kecelakaan (konsekuensi) terutama bagi Manusia, Lingkungan, Infrastruktur(Property), dan Pengguna jasa Pelabuhan.

(9)

Technology Science and Engineering Journal, Vol 1 No 1 February 2017 E-ISSN: 2549-1601X

58 3.2 Model ANP

Penyusunan model ANP dilakukan dengan bantuan software superdecisions, dimana prosesnya diawali dengan pembuatan model klaster yang menunjukkan hubungan hirarki antara goal, kriteria dan subkriteria. Melalui model ini akan terlihat hubungan antar kriteria dan antar subkriteria.

3.3 Hasil Pembobotan

Hasil pembobotan tersebut adalah nilai pembobotan komponen bahaya yang nantinya akan digunakan dalam menentukan tingkat risiko.

3.4 Hasil dan Rekomendasi

Hasil dan Rekomendasi yang ada dalam Tesis ini direpresentasikan dalam kesimpulan dan saran pada Bab akhir tesis ini.

4. PROSES PENILAIAN RISIKO DENGAN FSAM

Untuk mengurutkan risiko mana yang paling tinggi selain dipakai kriteria frekuensi dan konsekuensi juga perlu memberikan bobot agar masing-masing jenis kecelakaan dapat diurutkan secara proposional, sehingga diperlukan pembobotan antara kecelakaan yang terjadi.

Pemberian bobot ini sudah bersifat obyektif, karena untuk perhitungan nilai bobot tersebut didapat dari wawancara dengan expert pihak pelabuhan dan pengolahan dengan metode ANP.

Setelah dilakukan pembobotan nilai risiko dengan mengalikan nilai risiko sebelumnya dengan nilai pembobotan, kemudian hasil penjumlahannya didapatkan pengurutan risiko baru untuk tiap kecelakaan seperti ditunjukkan pada Tabel 4.2

Tabel 4.2. Hasil yang diperoleh setelah Pemberian Bobot

Dari hasil ini menunjukkan bahwa tubrukan (kapal dengan kapal) merupakan kejadian yang mempunyai risiko paling tinggi kemudian kedua adalah kandas dan begitu seterusnya.

4.1. Pengembangan Fault Tree Analysis (FTA)

Untuk dapat menganalisa risiko yang terjadi maka diperlukan pengembangan diagram risiko, dimana pengembangan diagram ini dilakukan berdasarkan analisa pada step sebelumnya.

Dari hasil di atas diperoleh bahwa yang mempunyai risiko paling tinggi adalah Tubrukan Kapal dengan Kapal, Kandas dan Kecelakaan Manusia. Jika dilihat dari risiko awal, untuk keempat jenis kecelakaan ini masuk pada zona tidak diperbolehkan dan harus dilakukan langkah-langkah pengurangan risiko. Untuk itu maka kita perlu melihat sebab terjadinya kesalahan ini dengan melihat bagan Fault Tree Analysis (FTA) atau pohon keputusan untuk keempat jenis kecelakaan di atas.

(10)

Technology Science and Engineering Journal, Vol 1 No 1 February 2017 E-ISSN: 2549-1601X

59 1) Tubrukan kapal dengan kapal

2) Kandas

3) Kecelakaan manusia

4) Tenggelam

4.2. Risk Control Options (RCOs)

Ada beberapa pilihan cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko yang ada. Dari bagan FTA diatas, kemudian diambil langkah untuk mengurangi risiko terjadinya kecelakaan yang dapat dilakukan meliputi :

1) Pelatihan dan Sertifikasi Pelaut (TSP) 2) Pelatihan Penyelamatan Manusia(PPM) 3) Patroli Rutin dan Pemasangan SBNP di APBS (PRS)

4) Meningkatkan Pengawasan Mutu dan Inspeksi Berkala (PPK)

(11)

Technology Science and Engineering Journal, Vol 1 No 1 February 2017 E-ISSN: 2549-1601X

60 5) Perketat Area Pelabuhan (PAP)

6) Perketat Pengawasan Ijin Berlayar(PIB)

4.3. Estimasi Biaya Dan Manfaat

Pada prinsipnya perhitungan biaya yang dilakukan mengikuti persamaan yang telah diberikan oleh FSA melalui IMO dengan Persamaan 2.1 dengan memasukkan nilai penurunan risiko sesuai Tabel 4.3 sebagai berikut.

Tabel 4.3. Biaya Menurunkan Risiko

Setelah menghitung besarnya biaya yang diperlukan untuk mengurangi risiko yang terjadi dan menghitung manfaat ekonomi jika kegiatan itu diterapkan, kemudian kita menghitung Indeks penurunan risiko terhadap biaya dengan persamaan Implied Cost of Averting a Risk (ICAR) yang akan menunjukkan nilai indeks dari biaya dan manfaat ekonomi berbanding terbalik dengan penurunan risiko yang diperoleh

Tabel 4.4. Perhitungan ICAR

Keterangan :

A= Tubrukan Kapal dengan Kapal B= Kebakaran

C= Kecelakaan Manusia D= Tenggelam

(12)

Technology Science and Engineering Journal, Vol 1 No 1 February 2017 E-ISSN: 2549-1601X

61

Untuk memilih mana yang terbaik dari beberapa jenis penanggulangan risiko yang ada seperti pada Tabel 4.4 di atas, kita dapat memilih dengan melihat jenis penanggulangan mana yang mempunyai indeks ICAR paling rendah. Hal ini didasarkan bahwa semakin kecil nilai ICAR yang ada semakin baik pula efektifitas dari penanggulangan risiko yang dilakukan terhadap penurunan risiko dari kecelakaan tertentu.

a. Untuk tubrukan antar kapal dengan patrol rutin dan pemasangan rambu alur pelabuhan mempunyai ICAR terendah sebesar 200 juta.

b. Kebakaran mempunyai nilai ICAR terkecil sebesar 64 juta. Kecelakaan Manusia memperketat pelabuhan dengan ICAR 75 juta.

c. Kebakaran dengan pelatihan pengendalian kru kapal.

d. Kapal tenggelam dilakukan dengan memperketat ijin berlayar mempunyai ICAR 450 juta.

Dengan demikian keempat penanggulangan risiko itulah yang digunakan untuk melakukan penurunan risiko di APBS.

4.4. Rekomendasi.

Tindakan untuk menurunkan risiko pada ketiga kecelakaan tertinggi sebagai berikut:

1) Tubrukan kapal dengan kapal dilakukan dengan pelatihan dan sertifikasi pelaut dengan ICAR sebesar 295,5 juta, patroli rutin, pemasangan SBNP di APBS dengan ICAR 425 juta dan meningkatkan pengawasan Mutu dan Inspeksi Berkala (PMB) dengan ICAR sebesar 360 juta.

2) Kandas dengan cara pelatihan dan sertifikasi pelaut dengan indeks ICAR sebesar 195,5 juta, Perketat Pengawasan Ijin Berlayar dengan indeks ICAR terendah 300 juta, patroli rutin dan pemasangan SBNP di APBS dengan ICAR 610 juta dan meningkatkan pengawasan Mutu dan Inspeksi Berkala (PMB) dengan ICAR sebesar 40 juta.

3) Kecelakaan Manusiadengan melaksanakan Pelatihan Penyelamatan Manusia yang mempunyai ICAR terendah 135 juta dan Perketat Area Pelabuhan dengan ICAR sebesar 30 juta dan meningkatkan pengawasan Mutu dan Inspeksi Berkala (PMB) dengan ICAR sebesar 30 juta.

4) Tenggelam dengan melaksanakan pelatihan dan sertifikasi pelaut dengan ICAR terendah sebesar 191 juta, Perketat Pengawasan Ijin Berlayar dengan indeks ICAR 1 milyar, patroli rutin dan pemasangan SBNP di APBS dengan ICAR 350 juta dan meningkatkan pengawasan Mutu dan Inspeksi Berkala dengan indeks ICAR 240 juta.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil analisis yang dilakukan maka didapatkan kesimpulan. Setelah dilaksanakan perhitungan, dari tujuh jenis kecelakaan yang terjadi di dapat empat jenis kecelakaan yang mempunyai risiko tertinggi yaitu:

1) Tubrukan antara Kapal dengan Kapal. 2) Kandas.

3) Kecelakaan Manusia. 4) Tenggelam.

Untuk ke-empat jenis kecelakaan ini masuk pada zona tidak diperbolehkan dan harus dilakukan langkah-langkah pengurangan risiko dengan cara mengetahui terlebih dahulu penyebab utama ke-empat jenis kecelakaan tersebut.

(13)

Technology Science and Engineering Journal, Vol 1 No 1 February 2017 E-ISSN: 2549-1601X

62

Penyebab utama ke-empat jenis kecelakaan kapal dengan risiko tertinggi tersebut yaitu:

1) Tubrukan antara kapal dengan kapal, penyebabnya adalah terbatasnya perambuan dan tanda lalu lintas di APBS, kondisi alur yang kurang memadai serta pilot melakukan kesalahan perkiraan saat sandar di dermaga.

2) Kandas, penyebabnya adalah juru mudi melakukan kesalahan dalam proses bernavigasi dan kondisi lingkungan (ombak, arus dan angin). Sistem ballast tidak berfungsi dan kesalahan dalam pengaturan pemuatan.

3) Kecelakaan manusia, penyebabnya adalah kurangnya pengawasan dan pengamanan area dermaga terhadap orang yang tidak berkepentingan, pilot melakukan kesalahan dalam proses sandar dan kondisi lingkungan (ombak, arus dan angin)

4) Kapal tenggelam penyebabnya adalah anak buah kapal kurang menguasai penanganan masalah permesinan, kulit lambung bocor akibat bangunan kapal sudah tua, serta penanganan stabilitas kapal yang kurang.

Adapun langkah yang bisa dilakukan untuk mengurangi ke- empat kecelakaan risiko tertinggi adalah sebagai berikut :

1) Tubrukan kapal dengan kapal dilakukan dengan pelatihan dan sertifikasi pelaut (TSP), patroli rutin dan pemasangan SBNP di APBS (PRS) serta meningkatkan pengawasan Mutu dan Inspeksi Berkala (PMB).

2) Kandas dengan cara pelatihan dan sertifikasi pelaut, Perketat Pengawasan Ijin Berlayar (PIB), patroli rutin dan pemasangan SBNP di APBS (PRS) dan meningkatkan pengawasan Mutu dan Inspeksi Berkala (PMB).

3) Kecelakaan Manusiadengan melaksanakan Pelatihan Penyelamatan Manusia (PPM) dan Perketat Area Pelabuhan (PAP) dan meningkatkan pengawasan Mutu dan Inspeksi Berkala (PMB).

4) Tenggelam dengan melaksanakan pelatihan dan sertifikasi pelaut (TSP), Perketat Pengawasan Ijin Berlayar (PIB), patroli rutin dan pemasangan SBNP di APBS (PRS) dan meningkatkan pengawasan Mutu dan Inspeksi Berkala (PMB).

Adapun tindakan untuk menurunkan risiko pada keempat kecelakaan tertinggi adalah :

a)Tubrukan antar kapal dan kapal dilakukan dengan patrol rutin dan pemasangan rambu alur pelabuhan mempunyai ICAR terendah sebesar 200 juta agar alur lebih tertib dan aman sehingga kapal terhindar dari risiko tabrakan.

b)Kebakaran Kapal dapat dicegah dengan pelatihan pengendalian kebakaran kapal yang mempunyai nilai ICAR sebesar 64 juta, ini dilakukan agar awak kapal terbiasa dan cakap dalam melaksanakan penanggulangan jika terjadi kebakaran dikapal.

c)Kecelakaan manusia dengan memperketat area pelabuhan dengan ICAR 75 juta agar pihak yang tidak berkepentingan tidak masuk di area pelabuhan.

d)Kapal Tenggelam dengan memperketat ijin berlayar yang mempunyai ICAR 450 juta, agar tidak terjadi lagi kelebihan muatan dan setiap kapal benar-benar mematuhi peraturan tentang keselamatan.

b. Saran

a. Dalam pilihan dan pengendalian risiko (RCO) digunakan Analisa Cost Benefit Analysis, bisa dilakukan dengan cara pembobotan mana yang lebih penting dalam penilaian sesuai langkah ke-4 dalam metode tersebut. Agar lebih tajam menggunakan metode ANP atau AHP .

b. Model FSAM dapat diterapkan dalam penentuan penilaian risiko kecelakaan pelayaran pada Alur Pelayaran lain di wilayah Indonesia selain studi kasus pada penelitian ini.

c. Pilihan dan pengendalian risiko terjadinya kecelakaan perlu digali lebih banyak lagi sehingga nantinya dengan adanya satu tindakan yang diperoleh dapat meminimalisir lebih dari satu penyebab risiko.

(14)

Technology Science and Engineering Journal, Vol 1 No 1 February 2017 E-ISSN: 2549-1601X

63

d. Penerapan Metode ISM (Interpretative Structural Modelling) dan Metode Delphy dalam menggali kriteria terkait dengan risiko kecelakaan kapal pada kondisi nyata.

6. DAFTAR PUSTAKA

[1] Marine Safety Agency (1993). Formal safety Assesment MSC66/14. London.

[2] Tony Rosqvist, Risto Tuominen (2004).Qualification of Formal Safety Assessment : an Exploratory Study. InternationalJournal of Safety Research, Vol.33, hal. 81-115.

[3] Porth & Harbour Risk Assessment & Safety Management System (2009). Maritim Safety New Zealand.

[4] International Maritime Organization (2004). A Guide to Risk Assessment in Ship Operations, IACS, London.

[5] International Maritime Organization (2002). Guidelines for Formal Safety Assessment (FSA) for use in the IMO Rule, Making Process, MSC/ Circ.1023 & MEPC/ Circ.392, London : Maritime Safety Commite.

Gambar

Tabel 2.2. Kriteria Frekuensi
Tabel 2.3. Matriks Resiko
Gambar  2.1.Jenis-jenis Kecelakaan kapal  Tabel 2.6.Pemberian Bobot Hasil Pengolahan dengan ANP
Gambar 3.1. Diagram Alir Model Penilaian Risiko Kecelakaan Kapal
+3

Referensi

Dokumen terkait

Nilai efisiensi sistem pembangkit terendah terjadi pada kondisi ketiga HPH mengalami off service , yaitu kondisi ketika sistem by pass HPH langsung masuk ke

KickCity akan memungkinkan pengembangan infrastruktur sosial berbasis blockchain yang akan memberikan orang kemampuan untuk membangun sebuah komunitas global yang

Karakteristik reproduksi seperti lama bunting, umur dewasa kelamin, jumlah anak lahir, selang beranak dan produksi seperti bobot sapih, bobot anak, remaja dan dewasa merupakan

(3) Terdapat pengaruh yang kuat positif dan signifikan secara simultan antara variabel harga BBM Pertamina (X 1 ) dan strategi pengadaan stok (X 2 )

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa siswa di SMA Negeri Kecamatan Tangerang Kota Tangerang memiliki kebutuhan yang tinggi akan layanan online self-help dengan menampilkan

Kemudian dalam putusan pengadilan disebutkan adanya obyek sengketa yang berupa sertipikat hak atas tanah diputus oleh majelis hakim menjadi tidak berkekuatan hukum,

Banyak teknologi yang dikembangkan dari hasil riset dimasa lalu yang diintroduksikan kepada para pengguna (terutama pengguna primer) tetapi tidak digunakan dalam

Dalam kaitan ini, peneliti menterjemahkan secara alamiah dari data yang muncul, yaitu data dari guru dan anak usia 5-6 tahun pada Taman Kanak-kanak Negeri Pembina Sukadana