• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Tinjauan Tentang Kemandirian Anak Usia Dini. a. Pengertian Kemandirian Anak Usia Dini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. 1. Tinjauan Tentang Kemandirian Anak Usia Dini. a. Pengertian Kemandirian Anak Usia Dini"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

A. KAJIAN TEORI

1. Tinjauan Tentang Kemandirian Anak Usia Dini a. Pengertian Kemandirian Anak Usia Dini

Istilah kemandirian dapat dipahami secara beragam sesuai dengan sudut pandang yang digunakan. Dalam psikologi perkembangan, istilah mandiri disamakan dengan independence. Namun ada istilah lain yang maknanya hampir sama yaitu otonomy. Steinberg (1993) dalam Juang Sunanto, 2011:4) menjelaskan, independence (mandiri) secara umum menunjuk pada kemampuan individu untuk menjalankan atau melakukan sendiri aktivitas hidup terlepas dari pengaruh kontrol orang lain. Sedangkan istilah otonomy (otonomi) berarti kemampuan mengurus sendiri atau mengatur kepentingan sendiri. Dari sini dapat dipahami bahwa kemandirian tidak identik dengan otonomi melainkan lebih luas cakupannya. Selanjutnya dalam pandangan Steinberg, kemandirian merupakan salah satu tugas perkembangan dan mencakup kemandirian emosional, kemandirian tingkah laku, dan kemandirian nilai. Kemandirian emosional merupakan aspek kemandirian yang berhubungan dengan perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu seperti hubungan emosional dengan orangtua.

(2)

10 Kemandirian tingkah laku adalah suatu kemampuan untuk membuat keputusan tanpa bergantung pada orang lain dan melakukannya secara bertanggung jawab. Sedangkan kemandirian nilai adalah kemampuan memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, tentang apa yang penting dan apa yang tidak penting. Kemandirian menunjuk pada kemampuan psikososial yang mencakup kebebasan untuk bertindak, tidak tergantung orang lain, tidak terpengaruh lingkungan, dan bebas mengatur kebutuhan sendiri.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa, 2001:710), kata mandiri berarti dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung pada orang lain. Kemandirian menunjuk pada kemampuan psikososial yang mencakup kebebasan untuk bertindak, tidak tergantung orang lain, tidak terpengaruh lingkungan, dan bebas mengatur kebutuhan sendiri

Sedangkan menurut Corsini (2006: 2) mengatakan bahwa, “keadaan mandiri adalah tindakan yang melebihi keinginan, persepsi atau penilaian yang dimiliki oleh seseorang dibandingkan jawaban terhadap permintaan lingkungan atau pengaruh dari orang lain”. Berdasar pendapat ini seseorang yang memiliki jiwa mandiri, akan bekerja secara maksimal apabila dorongan itu datangnya dari dirinya sendiri.

Menurut Miarso (2002: 32) “bahwa belajar mandiri prinsipnya sangat erat hubungannya dengan belajar menyelidik,

(3)

11 yaitu berupa pengarahan dan pengontrolan diri dalam memperoleh dan menggunakan pengetahuan”. Pendapat ini berarti kemampuan ini penting karena keberhasilan dalam kehidupan akan diukur dari kesanggupan bertindak dan berpikir sendiri, dan tidak tergantung kepada orang lain. Paling sedikit ada 2 (dua) kemungkinan untuk melaksanakan prinsip ini, yaitu 1) digunakan program belajar yang mengandung petunjuk untuk belajar sendiri oleh peserta didik dengan bantuan guru yang minimal, dan 2) melibatkan anak dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang mandiri cenderung lebih tergantung pada diri sendiri dari pada pihak lain, adanya sifat yang bebas dan kreatif. Rasa percaya diri, inisiatif dan tanggung jawab dan tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan. Ciri- ciri kemandirian antara lain yaitu:

1) Adanya kecenderungan untuk berpendapat, berperilaku dan bertindak atas kehendak sendiri dan tidak tergantung pada orang lain.

2) Mempunyai keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan.

3) Membuat perencanaan dan berusaha dengan ulet, tekun untuk mewujudkan harapannya.

4) Mampu berfikir dan bertindak secara kreatif penuh inisiatif dan tidak sekedar meniru.

(4)

12 5) Mempunyai kecenderungan untuk mencapai tujuan yaitu

meningkatkan prestasinya.

6) Dalam menghadapi masalah mencoba menyelesaikan sendiri tanpa bantuan orang lain.

7) Mampu menentukan sendiri tentang sesuatu yang harus dilakukannya tanpa bimbingan dan pengarahan orang lain.

Contohnya sejak kecil ia sudah biasa mandiri sehingga bebas dari ketergantungan pada orang lain. Pada dasarnya setiap guru dan setiap orang tua menginginkan bahwa pada akhirnya setiap anak dan siswanya akan menjadi mandiri atau menjadi dewasa dalam arti anak mampu untuk menentukan dan memilih hal-hal yang baik dari yang buruk hal-hal yang benar dari yang salah serta hal-hal yang bagus dari hal-hal yang jelek. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah, apa yang harus dilakukan para guru untuk membantu siswanya menjadi mandiri? Seorang guru harus membantu siswanya sesuai tingkat kebutuhan mereka. Karenanya, tindakan seorang guru ataupun orang tua yang terlalu melindungi siswa atau puterinya maupun tindakan guru yang sama sekali tidak mau membimbing siswanya merupakan dua tindakan yang saling berlawanan dan dua-duanya harus sama-sama dihindari. Sekali lagi, para guru harus selalu membantu siswanya sesuai dengan tingkat kebutuhan dan umur mereka, sehingga secara bertahap namun pasti mereka akan

(5)

13 menjadi semakin dewasa, semakin matang, dan semakin mandiri sejalan dengan perkembangan umur mereka

Berdasar penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa seorang guru harus membantu siswanya sesuai tingkat kebutuhan mereka. Karenanya, tindakan seorang guru ataupun orang tua yang terlalu melindungi anaknya maupun tindakan guru yang sama sekali tidak mau membimbing siswanya merupakan dua tindakan yang saling berlawanan dan dua-duanya harus sama-sama dihindari. Sekali lagi, para guru harus selalu membantu siswanya sesuai dengan tingkat kebutuhan dan umur mereka, sehingga secara bertahap namun pasti mereka akan menjadi semakin dewasa, semakin matang, dan semakin mandiri sejalan dengan perkembangan umur mereka.

Meskipun kemandirian dapat dikategorikan berdasarkan area tertentu secara jelas, seringkali kriteria kemandirian itu sendiri sulit ditetapkan. Misalnya dengan kemampuan tertentu seseorang dapat dikatakan mandiri sedangkan bagi orang lain dengan kemampuan yang sama belum dapat dikatakan mandiri. Dalam sudut pandang psikologis, kemandirian dipandang dari sudut tugas perkembangan. Oleh karena itu, kemandirian memiliki kriteria umum dan kriteria individu. Misalnya, jika anak pada usia satu tahun dapat berjalan maka anak ini dikatakan mandiri. Disamping itu, karena ada kelainan tertentu anak baru dapat berjalan setelah usia 3 tahun. Dengan mempertimbangkan keadaan atau kebutuhan khususnya anak

(6)

14 tersebut dapat dikatakan mandiri. Dengan demikian kemandirian diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangannya sesuai dengan tahapannya. Kemandirian seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar dirinya misalnya kecerdasan, faktor pola asuh keluarga, faktor sikap masyarakat dan lain-lain.

Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah kemampuan seseorang dalam mewujudkan kehendak atau keinginannya secara nyata dengan tidak bergantung pada orang lain. Dengan demikian yang dimaksud dengan kemandirian dalam penelitian ini adalah perilaku anak dalam mewujudkan kehendak atau keinginannya secara nyata dengan tidak bergantung pada orang lain, dalam hal ini adalah anak tersebut mampu melakukan belajar sendiri, dapat menentukan cara belajar yang efektif, mampu melaksanakan tugas-tugas belajar dengan baik dan mampu untuk melakukan aktivitas belajar secara mandiri.

b. Pengertian Kemandirian Belajar Anak Usia Dini.

Kemandirian belajar merupakan kesiapan dari anak yang mau dan mampu untuk belajar dengan inisiatif sendiri, dengan atau tanpa bantuan pihak lain dalam hal penentuan tujuan belajar, metoda belajar, dan evaluasi hasil belajar. Berkaitan dengan hal tersebut, Sugilar (2000) merangkum pendapat Guglielmino, West & Bentley menyatakan bahwa karakteristik anak yang memiliki kesiapan

(7)

15 belajar mandiri dicirikan oleh: (1) kecintaan terhadap belajar (2) kepercayaan diri (3) keterbukaan terhadap tantangan belajar (4) sifat ingin tahu (5) pemahaman diri dalam hal belajar dan (6) menerima tanggung jawab untuk kegiatan belajarnya.

Kemandirian belajar anak usia dini menuntut tanggung jawab yang besar pada diri anak sehingga anak berusaha melakukan berbagai kegiatan untuk tercapainya tujuan belajar. Hiemstra yang dikutip Darmayanti, Samsul Islam, & Asandhimitra (2004) menyatakan tentang kemandirian belajar sebagai bentuk belajar yang memiliki tanggung jawab utama untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi usahanya.

Perkembangan dalam bidang teknologi pembelajaran menekankan pada pentingnya kemandirian dalam belajar. Penerapan sistem pembelajaran tuntas, pengajaran perorangan, sistem modul, cara belajar siswa aktif dan pendekatan ketrampilan semuanya menekankan pada aktifitas belajar anak yang tinggi. Anak ditingkatkan peranannya sehingga benar-benar menjadi subyek dalam proses belajar mengajar. Mereka benar-benar dipandang sebagai individu yang sedang berusaha meningkatkan kemampuannya melalui penguasaan berbagai pengetahuan, ketrampilan, nilai-nilai dan sikap. Jadi belajar mandiri bermakna belajar yang dilakukan oleh anak dengan penuh tanggung jawab atas keberhasilan belajarnya tanpa tergantung orang lain.

(8)

16 Berangkat dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar anak usia dini adalah kemauan anak untuk melakukan kegiatan belajar yang bertumpu pada aktifitas dan tanggung jawab dengan didorong oleh kekuatan dari dalam diri sendiri dalam usaha mencapai tujuan yang dianggap bernilai dan bermanfaat.

c. Karakteristik Kemandirian Anak Usia Dini. Rochester Institute of Techonology (2000), mengidentifikasi

beberapa karakteristik dalam kemandirian yaitu : memilih tujuan belajar, memandang kesulitan sebagai tantangan, memilih dan menggunakan sumber yang tersedia, bekerjasama dengan anak lain, membangun makna, memahami pencapaian keberhasilan tidak cukup hanya dengan usaha dan kemampuan saja namun harus disertai dengan kontrol diri.

Berdasarkan uraian diatas karakteristik kemandirian adalah anak mengatur secara aktif proses belajarnya, merupakan proses internal yang dimiliki dan dilaksanakan oleh anak yang sedang belajar. Kemampuan anak dalam memaksimalkan kemandirian bukan merupakan bakat, namun dapat ditingkatkan melalui program belajar yang relevan. Pandangan kemandirian belajar anak berpengaruh terhadap kegiatan yang diikutinya. Keadaan tersebut melukiskan bahwa pada dasarnya anak merupakan peserta aktif dalam belajarnya.

(9)

17 d. Faktor-faktor Kemandirian Anak Usia Dini

Perilaku mandiri tidak terbentuk secara mendadak tetapi melalui proses sejak masa kanak-kanak. Dalam berperilaku mandiri antara anak satu dengan yang lain berbeda, hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian anak dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar anak. Menurut Bimo Walgito (dalam Dian Maharani, 2006: 38), faktor- faktor yang mempengaruhi kemandirian adalah :

1) Faktor eksogen merupakan faktor yang berasal dari luar diri sendiri yaitu berasal dari keluarga, sekolah dan masyarakat. Faktor yang berasal dari keluarga misalnya: jumlah anak dalam keluarga, posisi anak dalam urutan kelahiran, situasi anak yang kurang mendukung misalnya kekacauan keluarga, kurang perhatian orang tua dan keadaan ekonomi sosial ekonomi. Faktor yang berasal dari sekolah yaitu proses belajar dan pergaulan dengan teman. Faktor dari masyarakat yaitu lingkungan tempat tinggal dan pergaulan dalam masyarakat. 2) Faktor indogen yaitu faktor yang berasal dari diri sendiri yang

terdiri dari faktor fisiologis yaitu kondisi fisik yang sehat atau tidak sehat dan faktor psikologis misalnya bakat, minat, motivasi dan kecerdasan.

Sebagaimana aspek-aspek psikologis lainya, kemandirian bukanlah semata-mata merupakan pembawaan yang melekat

(10)

18 pada diri anak sejak lahir, perkembanganya juga di pengaruhi oleh berbagai stimulasi yang datang dari lingkunganya, selain potensi yang telah dimiliki sejak lahir sebagai keturunan dari orang tuanya. Muhammad Ali dan Muhammad Asrori (2002:118-119) menyebutkan sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian, yaitu : 1) Gen atau keturunan orang tua. Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun, faktor keturunan ini masih menjadi perdebatan karena ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya itu menurun kepada anaknya, melainkan sifat orang tuanya muncul berdasarkan cara orang tua mendidik anaknya. 2) Pola asuh orang tua. Cara orang tua mengasuh atau mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak remajanya. Orang tua yang terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata jangan kepada anak tanpa disertai dengan penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, orang tua yang menciptakan suasana aman dalm interaksi keluarganya akan dapat mendorong kelancaran perkembangan anak. Demikian juga, orang tua yang cenderung sering membanding-bandingkan anak yang satu dengan yang lainya juga akan berpengaruh kurang baik terhadap perkembangan

(11)

19 kemandirian anak. 3) Sistem pendidikan di sekolah. Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengembangkan demokratisasi pendidikan akan cenderung menghambat perkembangan kemandirian anak. Demikian juga, proses pendidikan yang banyak menekankan pentingnya pemberian sanksi juga dapat menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, proses pendidikan yang lebih menekan pentingnya penghargaan terhadap potensi anak, dan penciptaan kompetisi positif akan memperlancar perkembangan anak. 4) Sistem kehidupan di masyarakat. Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekan pentingnya struktur sosial merasa kurang aman serta kurang menghargai potensi anak dalam kegiatan belajar dapat menghambat perkembangan anak. Sebaliknya, lingkungan masyarakat yang aman, menghargai potensi anak dalam bentuk berbagai kegiatan, akan merangsang dan mendorong perkembangan kemandirian anak.

Berarti bahwa faktor-faktor tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan yang selanjutnya akan menentukan seberapa jauh seorang anak bersikap dan berfikir secara mandiri dalam kehidupan lebih lanjut. Untuk dapat mandiri seorang anak membutuhkan kesempatan dan dukungan serta dorongan dari keluarga dan lingkungan. Peran orang tua

(12)

20 dan respon dari lingkungan pada saat ini sangat diperlukan anak sebagai penguat setiap perilaku dan keputusan yang diambilnya.

Kemandirian belajar anak adalah program belajar ditentukan oleh seberapa besar stimulasi yang diberikan kepada anak untuk menentukan atau mengatur sendiri kegiatan belajarnya. Jika suatu program pendidikan memberikan stimulasi yang luas kepada anak untuk mengatur sendiri kegiatan belajarnya, maka konsekwensinya anak dituntut untuk memiliki tingkat kemandirian belajar yang tinggi. Tingkat kemandirian belajar anak tergantung seberapa besar peran aktif anak dalam mengatur sendiri kegiatan belajarnya sesuai dengan stimulasi yang diberikan. Kemandirian belajar yang diberikan kepada anak pada dasarnya meliputi tiga aspek yaitu tujuan belajar, cara belajar dan evaluasi. Dengan demikian, tingkat kemandirian belajar pada suatu lembaga, tergantung seberapa banyak dan luas lembaga tersebut memberikan otonomi atau kesempatan kepada anak untuk berperan dalam ketiga aspek tersebut. Jika anak diberikan lebih banyak kesempatan untuk ikut mengatur kegiatan belajar, maka akan memberi kesempatan kepada anak untuk bisa bersikap mandiri dalam belajar. Jika suatu program pembelajaran memberikan otonomi yang luas kepada peserta didiknya, maka berarti lembaga/program tersebut telah memberikan kesempatan yang

(13)

21 banyak kepada peserta didik untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan belajarnya sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin besar peran dan tanggung jawab anak dalam mengatur ketiga aspek kegiatan belajar tersebut, mengindikasikan semakin tingginya kemandirian belajar anak. Adapun indikator-indikator kemandirian dalam penelitian ini adalah:

a) Mengelap tangan dengan serbet b) Memakai baju sendiri

c) Cuci tangan sebelum makan d) Makan sendiri

e) Melepas dan memakai sepatu sendiri 2. Kegiatan Out Bound

a. Pengertian Out bound Anak Usia Dini

Out bound adalah sebuah proses dimana seseorang mendapatkan pengetahuan keterampilan dan nilai-nilainya langsung dari pengalaman memunculkan sikap-sikap saling mendukung, komitmen, rasa puas dan memikirkan masa yang akan datang yang sekarang tidak diperoleh melalui metode belajar yang lain. Out bound dalam pengertian lainnya adalah cara menggali diri sendiri, dalam suasana menyenangkan dan tempat penuh tantangan yang dapat menggali dan mengembangkan potensi, meninggalkan masa lalu, berada di masa sekarang dan siap menghadapi masa

(14)

22 depan, menyelesaikan tantangan, tugas-tugas yang tidak umum menantang batas pengamatan seseorang, membuat pemahaman terhadap diri sendiri tentang kemampuan yang dimiliki melebihi dari yang dikira (outwardbound, 2009: 1).

Pengertian lain menyatakan bahwa out bound adalah sebuah petualangan yang berisi tantangan bertemu dengan sesuatu yang tidak diketahui tetapi penting untuk dipelajar, belajar tentang diri sendiri, tentang orang lain dan semua tentang potensi diri sendiri (outbound, 2009: 1). Out bound adalah sebuah cara untuk menggali dan mengembangkan potensi anak dalam suasana yang menyenangkan, out bound digunakan untuk pembelajaran dengan berbagai alasan pula, (outbound, 2009: 2) Sebagai sebuah simulasi kehidupan yang kompleks menjadi sederhana di mana anak mempelajari miniatur kehidupan dengan segala permasalahannya, dengan metode belajar melalui pengalaman anak mengalami langsung pengalaman yang akan dipelajari dan out bound dilakukan dengan penuh kegembiraan, karena berupa permainan hingga anak senang dan dapat menghadapi berbagai tantangan

Dari pengertian tersebut, jelas terlihat bahwa kegiatan out bound adalah kegiatan yang disusun terencana untuk mencapai tujuan pengembangan potensi anak dan menantang untuk dilakukan. Out

(15)

23 bound dilakukan dalam suasana yang menyenangkan di alam terbuka sehingga anak lebih mudah menjalani kegiatan ini.

b. Tujuan Out bound Anak Usia Dini

Secara umum out bound bertujuan untuk mengembangkan berbagai komponen perilaku anak untuk menunjang pelaksanaan tugasnya sebagai siswa dalam kehidupan sehari hari (Gaia, 2008 : 2). Secara lebih spesifik out bound dilakukan untuk tujuan-tujuan sebagai berikut : meningkatkan rasa percaya diri, membuka wawasan baru dalam berinteraksi dengan lingkungan, bekerjasama dengan orang lain, memberikan pengalaman untuk mandiri menyelesaikan masalah, meningkatkan kemampuan kreatif dalam menyelesaikan masalah, belajar untuk berkomonikasi secara efektif.

c. Metode Kegiatan Out bound

Kegiatan out bound sebagai kegiatan alam dilakukan dengan berbagai metode yang ada intinya adalah memberikan pengalaman langsung pada suatu peristiwa pada anak. Metode - metode yang digunakan dalam out bound adalah (Kemah, 2008): Permainan kelompok; Kerja kelompok; Petualangan individu; Ceramah; Diskusi (refleksi kegiatan). Sementara hasil penelitian penulis menemukan bahwa metode kegiatan out bound yang diterapkan pada anak usia dini antara lain praktek langsung dimana anak melakukan sendiri kegiatan out bound, bercerita pada

(16)

24 saat kegiatan awal dan evaluasi kegiatan, bernyanyi ketika tengah melaksanakan kegiatan, tanya jawab sebagai sarana evaluasi kegiatan, dan demonstrasi atau mencontohkan untuk memberi gambaran cara melakukan kegiatan.

Jadi kegiatan out bound mencakup kegiatan pengembangan untuk kerjasama melalui permainan kelompok ataupun kerja kelompok juga mengembangkan kemampuan individu dalam kegiatan petualangan individu. Setelah itu anak dilatih untuk berani mengungkapkan pendapatnya dalam diskusi dan menghargai orang lain dalam kegiatan ceramah. Berbagai metode yang diterapkan pada anak usia dini tersebut dibuat menarik dan melibatkan anak secara aktif.

Metode tersebut diterapkan untuk mengefektifkan proses pembelajaran melalui kegiatan out bound. Belajar yang efektif menurut Boyett dan Boyett dalam Ancok memerlukan tahapan-tahapan (Ancok, 2002 : 6-16) :

1) Pembentukan pengalaman (experience)

Pada tahap ini anak dilibatkan dalam setiap kegiatan atau permainan dalam out bound bersama dengan anak lainya dalam tim atau kelompok. Kegiatan yang berupa permainan dalam out bound merupakan salah satu bentuk pemberian pengalaman secara langsung pada anak. Pengalaman langsung tersebut akan dijadikan sarana untuk menimbulkan

(17)

25 pengalaman intelektual, pengalaman emosional, dan penga - laman yang bersifat fisik pada anak (outwardbound, 2008 : 3).

Pada kegiatan out bound pengalaman yang ditimbulkan diusahakan sesuai dengan kebutuhan. Karenanya sebelum kegiatan dilakukan, terlebih dahulu diadakan analisis kebutuhan anak yaitu : (1) penyusunan kebutuhan anak, (2) penyusunan jenis aktivitas dan (3) penyusunan urutan aktivitas 2) Perenungan pengalaman (reflect)

Tahap ini dilakukan untuk mengetahui pengalaman yang diperoleh dari kegiatan yang telah dilakukan. Setiap anak mengungkapkan pengalaman pribadi yang dirasakan pada saat melakukan kegiatan. Pada yang dirasakan secara intelektual, emosional, dan fisikal. Di tahap ini instruktur outbound merangsang anak untuk menyampaikan pengalaman pribadi masing-masing setelah terlibat dalam kegiatan

3) Pembentukan konsep (form concept)

Pada tahap ini anak mencari makna dari pengalaman intelektual, emosional, dan fisikal yang diperoleh dari keterlibatan dalam kegiatan. Tahap ini dilakukan sebagai kelanjutan tahap refleksi.

4) Pengujian konsep (test concept)

Pada tahap ini anak diajak diskusi guna mengetahui sejauh mana suatu konsep dapat dikuasai anak. Instruktur

(18)

26 juga mengarahkan pertanyaan untuk mengetahui apakah anak dapat mengambil pelajaran dari kegiatan outbound dan apakah anak kira-kira mampu menerapkannya di kehidupannya (Gaia, 2008: 2).

d. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran dengan Metode Out Bond.

Kegiatan out bond merupakan kegiatan belajar sambil bermain atau sebaliknya. Menurut Vygotsky (Tedjasaputra, 2001: 10) bermain mempunyai peran langsung terhadap perkembangan kongnisi seorang anak dan berperan penting dalam perkembangan sosial dan emosi anak. Menurut Heterington dan Parke (Moeslichatoen, 2007: 34), bermain juga berfungsi untuk mempermudah perkembangan kognitif anak. Bermain juga meningkatkan perkembangan sosial anak serta untuk memahami peran orang lain dan menghayati peran yang akan diambilnya setelah ia dewasa kelak. Dworetzky (Moeslichatoen, 2007: 34) mengemukakan bahwa fungsi bermain dan interaksi dalam permainan mempunyai peran penting bagi perkembangan kognitif dan sosial siswa. Manfaat bermain tidak saja dapat meningkatkan perkembangan kognitif dan sosial, tetapi juga perkembangan bahasacdisiplin,kreativitas, dan perkembangan fisik anak.

Pendekatan out bond cocok diterapkan karena adanya perbedaan-perbedaan individu dalam kelas. Pada pendekatan ini,

(19)

27 anak diberi rangsangan untuk menemukan konsep yang akan dipelajari dengan dibimbing oleh guru. Adapun kelemahan dari pembelajaran dengan out bond yaitu:

1) Waktu yang digunakan relatif lama.

2) Membutuhkan peralatan dan sumber belajar yang beragam. 3) Tenaga yang dibutuhkan lebih banyak.

4) Ide permainan dan memberi makna pada konsep memerlukan kreativitas dan perhatian yang lebih dari guru. (Astuti Wijayanti, 2009: 11 Menurut Gordon dan Browne (Moeslichatoen, 2007: 57-58) terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan dan peralatan out bond yaitu antara lain:

a) Memilih bahan untuk kegiatan bermain yang mengundang perhatian semua anak, yakni bahan-bahan yang dapat memuaskan kebutuhan, menarik minat, dan menyentuh perasaan mereka.

b) Memilih bahan yang multi guna yang dapat memenuhi bemacam tujuan pengembangan seluruh aspek perkembangan anak.

c) Memilih bahan yang dapat memperluas kesempatan anak untuk menggunakannya dengan bermacam cara.

d) Memilih bahan yang mencerminkan karakteristik tingkat usia anak.

(20)

28 e) Memilih bahan harus sesuai dengan kurikulum yang

dianut.

f) Memilih bahan yang mencerminkan kualitas rancangan dan keterampilan kerja.

g) Memilih bahan dan peralatan yang tahan lama.

h) Memilih bahan-bahan yang dapat dipergunakan secara fleksibel dan serba guna.

i) Memilih bahan yang mudah dirawat dan diperbaiki.

j) Memilih bahan yang mencerminkan peningkatan budaya kelompok.

k) Memilih bahan yang tidak membedakan jenis kelamin dan meniru-niru.

Pembelajaran berdasarkan pengalaman ini menyediakan suatu alternative pengalaman belajar bagi anak yang lebih luas daripada pendekatan yang diarahkan oleh guru kelas. Strategi ini menyediakan banyak kesempatan belajar secara aktif, personalisasi dan kegiatan-kegiatan belajar yang lainnya bagi para anak untuk semua tingkat usia. Pembelajaran dengan out bond ini guru dapat memasukkan ke dalam kegiatan belajar anak, agar apa yang dipelajari dapat mendekatkan anak kepada Allah swt

3. Kajian tentang Perkembangan Anak Usia Dini a. Perkembangan Fisik Anak Usia Dini

(21)

29 Anak pada saat usia dini memiliki kesadaran akan dirinya sebagai pria maupun sebagai wanita, dapat mengatur diri dalam buang air dan mampu mengenal beberapa hal yang dapat membahayakan dirinya. Di tinjau dari pertumbuhan otaknya sudah memcapai ukuran 75 % sampai dengan 90 % otak orang dewasa dan juga susunan syarat dalam otaknya sudah sempurna, sehingga anak pada usia dini memungkinkan mampu mengontrol kegiatan-kegiatan motoriknya secara seksama dan efisien. (Syamsu Yusuf, 2002 : 163).

Menurut Soemiarti Patmonodewo (2007: 25) perkembangan fisik sudah mulai mampu mengendalikan otot lengan, dimana otot tersebut akan dipergunkan untuk menulis dan memotong dengan gunting.

b. Perkembangan Intelektual Anak Usia Dini

Menurut Piaget dalam Syamsu Yusuf (2002: 165) bahwa perkembangan anak pada usia dini berada pada periode preoperasional, yaitu tahapan dimana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Sedangkan menurut Soemiarti Patmonodewo (2007: 27) perkembangan intelektual anak usia dini sudah dapat mengkoordinasikan berbagai cara berpikir anak untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi anak. c. Perkembangan Emosional Anak Usia Dini

(22)

30 Beberapa jenis emosi yang dapat berkembang pada anak usia dini menurut Syamsu Yusuf antara lain :

1) Perasaan takut yaitu perasaan terancam oleh objek yang dianggap membahayakan dirinya

2) Perasaan cemas yaitu perasaan takut yang bersifat khayalan, yang tidak ada objeknya.

3) Perasaan marah merupakan perasaan yang tidak senang atau benci baik terhadap orang lain, dirinya sendiri atau obyek tertentu, yang dapat diwujudkan dalam bentuk verbal maupun nonverbal.

4) Perasaan cemburu yaitu perasaan tidak senang terhadap orang lain yang dipandang telah merebut kasih sayang dari seseorang yang telah mencurahkan kasih sayang kepadanya.

5) Perasaan gembira karena terpenuhi keinginannya.

6) Perasaan kasih sayang yaitu perasaan senang untuk memberikan perhatian atau perlindungan terhadap orang lain, hewan maupun benda.

7) Perasaan phobi yaitu suatu perasaan takut yang tidak patut ditakutinya seperti takut air, takut kecoa, takut ulat.

8) Perasaan ingin tahu yaitu suatu perasaan ingin mengenal, mengetahui segala sesuatu objek-objek, baik yang bersifat fisik maupun non fisik.

(23)

31 Pada masa usia dini perkembangan sosial anak sudah nampak jelas, karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya. Agar tercipta perkembangan sosial maka perlu diusahakan hal-hal sebagai berikut :

1) Suasana sekolah sebaiknya masih seperti suasana keluarga. 2) Tata tertib masih longgar agar tidak mengikat kebebasan anak. 3) Anak berkesempatan untuk bergerak aktif, bermain dan riang.

B. KAJIAN PENELITIAN YANG RELEVAN

Banyak penelitian yang telah dilakukan dalam rangka peningkatan kemandirian anak diantaranya penelitian oleh Titik Maryani yang berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Motorik Anak Melalui Kegiatan Out Bound Di TK Aisyiyah V Gedongan Masaran Sragen Tahun 2010 / 2011 terbukti melalui kegiatan out bound dapat meningkatkan kemampuan motorik anak sejak dini.

Penelitian dari Sunarni yang berjudul Upaya Meningkatkan Kemandirian Melalui Kegiatan Out Bound Di TK Pertiwi Karanganyar Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen Tahun 2010 /2011 dengan hasil anak yang memiliki kemandirian sebanyak 10 anak dari jumlah 20 anak atau 50 % pada siklus 1. Kemudian pada siklus II meningkaat menjadi 15 anak dari jumlah 20 anak atau 75%.

Journal Ilmiah dari Ika Budi Maryatun yang berjudul Pemanfaatan Kegiatan Out Bound Untuk Melatih Kerjasama Anak Usia Dini. Dari

(24)

32 jurnal dapat disimpulkan banyak jenis kegiatan Out bound yang dapat digunakan untuk menanamkan kerjasama anak usia dini antara lain kereta balon, halang rintang,jalan kepiting,estafet bendera dan estafet tongkat.

Dari penelitian - penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian dapat ditingkatkan, oleh sebab itu guru dituntut untuk lebih pandai dalam memilih media sebaagai bahan pembelajaran. Mengacu pada penelitian – penelitian tersebut maka dalam penelitian ini guru menggunakan kegiatan out bound untuk meningkatkan kemandirian anak sehingga diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar anak.

C. KERANGKA PEMIKIRAN

Berdasarkan uraian teoretis di atas maka dapat diajukan suatu kerangka pemikiran atau suatu anggapan dasar yang dapat melandasi kegiatan penelitian ini. Kerangka pemikiran pada dasarnya merupakan arahan penalaran untuk bisa sampai pada pemberian jawaban sementara atas masalah yang telah dirumuskan. Kerangka pemikiran berguna untuk mewadahi teori-teori yang bisa seolah-olah lepas atau sama lain menjadi satu rangkaian untuk mengarah pada penemuan jawaban sementara. Kerangka pemikiran merupakan argumentasi-argumentasi yang rasional terhadap teori-teori yang digunakan untuk menjawab masalah. Karena penelitian dituntut untuk membuat penalaran yang menggunakan logika untuk sampai pada kesimpulan jawaban sementara masalahnya.

Kemandirian anak dalam arti mampu mencukupi sendiri, mengerjakan sendiri, memecahkan masalah sendiri, berinisiatif, percaya

(25)

33 diri, dan mampu mengambil keputusan untuk memilih sesuatu yang dimungkinkan akan mempengaruhi pencapaian prestasi belajar. Dengan kata lain apabila seorang anak memiliki kemandirian yang baik, maka pencapaian prestasi belajarnya juga akan baik.

Kemandirian ini erat kaitannya dengan motivasi (dorongan) yang berasal dari dalam diri peserta didik untuk berhasil dalam belajar. Rasanya mustahil peserta didik yang tidak mempunyai motivasi untuk berhasil dalam belajar tanpa diiringi dengan keinginan sendiri untuk belajar. Kemandirian belajar merupakan faktor pencetus keberhasilan dalam belajar yang berasal dari dalam diri peserta didik. Adanya motivasi terhadap keberhasilan ini memungkinkan peserta didik untuk merasa bertanggung jawab dalam mengelola dirinya sendiri. Ia telah menyadari bahwa belajar telah menjadi kebutuhan hidupnya yang tidak bisa ditawar tawar lagi. Motivasi perlu dilatih dengan metode bermain sesuai dengan tahapan perkembangan anak yang cenderungan untuk bermain.

Dengan kegiatan out bound anak akan belajar mengendalikan diri sendiri, memahami kehidupan, memahami dunianya, sehingga ia akan mampu berpikir bahwa di sekitarnya ada orang lain yang perlu berkembang dan berkemandirian. Penggunaan metode out bound untuk meningkatkan kemandirian anak mengandung arti belajar mewujudkan kemandirian untuk dapat membantu mengembangkan komonikasi dan membantu pribadi anak untuk dapat mengekspresikan kemandirian. Dengan menggunakan metode out bound yang benar maka kemandirian

(26)

34 anak akan meningkat sehingga dapat meningkatkan keberanian anak untuk melakukan segala sesuatu dengan mandiri.

Secara sederhana kerangka berpikir dapat dibuat bagan sebagai berikut:

D. HIPOTESIS TINDAKAN

Hipotesis adalah merupakan suatu jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya masih harus diuji terlebih dahulu secara empiris (Sumadi Suryabrata, 2006: 21). Oleh karena itu agar rumusan jawaban dipecahkan, maka seorang peneliti memerlukan suatu pedoman yang digunakan sebagai tuntunan. Pedoman itu berupa jawaban

Kondisi awal Guru belum menggunakan kegiatan outbound dalam pembelajaran Kemandirian anak kelompok bermain Pelangi Ceria Jirapan Masaran Kabupaten Sragen rendah

Tindakan

Menggunakan kegiatan out bound dalam pembelajaran secara berulang-ulang dalam upaya meningkatkan kemandirian anak Kondisi akhir

Kegiatan out bound meningkatkan

kemandirian anak kelompok bermain Pelangi Ceria Jirapan Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen

(27)

35 sementara atau hipotesis. Sehubungan dengan hal tersebut, maka didalam penulisan skripsi ini penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: Melalui Kegiatan out bond dapat meningkatkan kemandirian anak usia dini Kelompok Bermain Pelangi Ceria Jirapan Masaran Sragen tahun 2012.

Referensi

Dokumen terkait

Namun, selain itu pihak bank juga memberikan pembiayaan umrah berupa uang yang ditransfer ke rekening nasabah apabila nasabah tidak menggunakan tour dan travel untuk

Perbedaan jumlah spesies pada tiap rentang ketinggian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tempat, maka semakin sedikit jumlah spesies tumbuhan pangan dan

√ Evaluasi disusun sesuai RPP. 2 Guru memanfaatkan hasil penilaian untuk melakukan umpan balik kepada siswa, sehingga siswa bisa meningkat dalam kemampuan Calistung siswa. √

“Aw, for Chrissakes!” Bigger said, lighting a cigarette.. Bigger knows that his mother hates him not only because what she says about him but also because of her wish to should

ELIE’S MOTIVATION IN ACHIEVING FREEDOM REVEALED IN THE MAIN CHARACTER’S CONFLICTS AS SEEN IN ELIE WIESEL’S NIGHTC. Beserta perangkat yang diperlukan

Go’e  t adalah ungkapan berupa idiom, kiasan, perumpamaan yang mengandung makna literal dan makna figuratif, digunakan untuk berbagai tujuan tertentu dalam kehidupan

Kekuatan yang dimiliki oleh Desa Kemamang Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam rangka pembangunan desa yaitu

Hasil yang sama juga diperoleh oleh Cho dan Dslinger (1980) diacu dalam Afandi dan Usman (2002), bahwa semakin tinggi nilai suhu maka kebutuhan energi untuk