• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Generasi Rabbani yang tangguh sangat diharapkan mengingat banyaknya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Generasi Rabbani yang tangguh sangat diharapkan mengingat banyaknya"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Generasi Rabbani yang tangguh sangat diharapkan mengingat banyaknya tantangan, perubahan dan persaingan kini dan masa depan. Menjadi tugas utama orangtua dalam mewujudkan generasi yang tangguh, dan semestinya orangtua takut meninggalkan generasi yang lemah, baik lemah dari segi kesehatan, kesejahteraan maupun keilmuannya (aqidah). Seperti dalam perintah Allah berikut : “ Dan hendaklah takut kepada Allah, orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh karena itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (QS. An Nissa : 9).

Salah satu upaya membangun generasi yang tangguh adalah melalui pendidikan. Menurut Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS):

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Berdasarkan Undang-undang di atas, orangtua mempunyai kewajiban memberikan pendidikan bagi putra-putrinya agar potensi yang dimiliki anak dapat berkembang optimal, sehingga tercipta generasi Rabbani yang tangguh. Sebagaimana disebutkan hadist yang diriwayatkan oleh Baihaqi dan Tirmidzi

(2)

2

dalam (Madkour dkk, 2005:17) ‘tiada suatu pemberian pun yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya, selain pendidikan yang baik’.

Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang dapat memberikan perubahan perilaku positif sehingga peserta didik mempunyai kekuatan spiritual, kekuatan pengendalian diri, kepribadian tangguh, kekuatan untuk mengoptimalkan seluruh kecerdasan yang dimilikinya, sehingga menjadi khalifah yang berakhlak mulia, terampil, serta dapat bermasyarakat, berbudaya dan menjadi harapan bangsa dan negara di kemudian hari.

Dasar pendidikan yang baik adalah Al Qur’an, karena Allah menciptakan manusia ke dunia, lengkap dengan pedoman hidupnya yaitu Al Qur’an. Membaca dan memahami Al Qur’an merupakan hal terpenting yang harus diajarkan kepada anak. Suyuthi (Rahman, 2005:266) mengatakan:

Mengajarkan Al Qur’an kepada anak-anak merupakan salah satu pokok dalam Islam agar anak didik dibesarkan dalam nuansa fitrah yang putih lagi bersih dan kalbu mereka telah terisi terlebih dahulu oleh cahaya hikmah, sebelum hawa nafsu menguasai dirinya yang akan menghitamkannya karena pengaruh kekeruhan, kedurhakaan dan kesesatan.

Hal ini juga ditegaskan oleh Ibnu Kaldun (Syarifuddin, 2006:12): ‘pendidikan al Qur’an menjadi fondasi seluruh kurikulum pendidikan di dunia Islam, karena Al Qur’an merupakan syiar agama yang mampu menguatkan akidah dan mengokohkan keimanan’.

Di Indonesia kemampuan membaca Al Qur’an masih harus mendapatkan perhatian khusus. Sesuai data tahun 1993 yang disampaikan oleh Harmoko dalam (Budiyanto1995:1) bangsa Indonesia yang telah melek latin mencapai 86%, namun bersamaan dengan didapatinya fakta yang bisa membaca selain latin,

(3)

3

termasuk di dalamnya adalah huruf Arab (huruf Al Qur’an), tidak lebih dari 9%. Tahun 1988 hasil penelitian Dewan Dakwah Indonesia dalam (Budiyanto, 1995: 2) didapati fakta bahwa 75% pelajar SMA di Jakarta buta huruf Al Qur’an. Sedangkan hasil survey 1994 di Kota Semarang untuk anak-anak SD Kota Semarang tercatat data bahwa keberhasilan pengajaran membaca Al Quran di SD se Kota Semarang hanya 16 %, demikian yang disampaikan gubernur dalam (Budiyanto: 1995: 2). Sementara menurut Sriyanto (2006) orang buta huruf latin dan Arab di kota Depok mencapai 5000 orang.

Guntur dalam Kurniajaya (2007:2) mengungkapkan:

Di Indonesia dengan penduduk Islam terbesar yaitu sekitar 170 juta ternyata hanya 36 % saja yang bisa membaca Al Qur’an, kemudian dari 36 % itu hanya 16 % saja yang bisa membaca dengan tartil dan benar tajwidnya, ironisnya dari 16 % tersebut hanya 3 % saja yang rutin membacanya.

Pada tahun 2007 SIPBM (Sistem Informasi Pendidikan Berbasis Masyarakat) Kabupaten Polman, Sulawesi Barat mencatat:

Buta aksara Arab usia 10-44 tahun sebanyak 32.735 jiwa yang terdiri dari 17.551 laki-laki dan 15.187 perempuan, pada awal tahun 2008 berdasarkan Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, ada sebanyak 100.317 jiwa dari sekitar 4,2 jiwa penduduk Kabupaten Bogor yang masih buta huruf latin dan Arab.

Data di atas menunjukkan masih rendahnya kemampuan membaca Al Qur’an penduduk Indonesia sampai saat ini, dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Hal tersebut akan dapat teratasi apabila mengajarkan membaca Al Qur’an diberikan pada anak sedini mungkin, sehingga akan tumbuh kecintaan pada Al Qur’an di masa depan.

(4)

4

Pemerintah Indonesia juga peduli terhadap hal tersebut. Hal ini tertuang dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI No. 128 Tahun 1982/44A Tahun 1982 Tentang Usaha Peningkatan Kemampuan Baca Tulis Huruf Al Qur’an Bagi Umat Islam Dalam Peningkatan Penghayatan dan Pengamalan Al Qur’an Dalam Kehidupan Sehari-hari. Dan juga dalam Instruksi Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 1990 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kemampuan Baca Tulis Huruf Al Qur’an. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana anak dapat membaca dan memahami Al Qur’an, sementara Al Qur’an menggunakan bahasa aslinya yaitu bahasa Arab.

Penfild (buletin PADU 2006: 111) bahasa kedua (atau lebih) paling baik dilakukan pada tahun pertama. Montesori berpendapat umur 3,5-4,5 tahun, anak lebih mudah belajar membaca menulis. Membaca dan mengerti angka umur 4-5 tahun sedangkan menurut Doman, waktu terbaik untuk mengajarkan membaca kira-kira bersamaan dengan waktu ketika anak mulai belajar bicara.

Pendapat Domen di atas, juga sejalan dengan pendapat Ibnu Sina (Rahman, 2005:267) mengatakan apabila anak-anak telah siap untuk menerima pelajaran dan telah mulai dapat memahami pembicaraan, maka dimulailah penuangan pelajaran Al Qur’an dengan memperagakan kepada cara mengucapkan huruf-huruf hijaiyyah yang benar, kemudian diajarkan pula kepadanya pokok-pokok ajaran agama.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa mengajarkan membaca Al Qur’an dapat dimulai sejak dini. Orangtua mempunyai kewajiban untuk memberikan pendidikan Al Qur’an sedini mungkin agar dapat

(5)

5

melestarikan fitrah suci anak dan mengembangkan potensi yang telah Allah berikan pada masing-masing anak sejak ia lahir. Dengan memberi pondasi pendidikan yang baik yaitu pendidikan Qur’ani diharapkan tercipta generasi-generasi Rabbani yang tangguh.

Membaca Al Qur’an dapat diajarkan kepada anak usia dini, baik melalui pendidikan formal, non formal maupun informal. TA (Tarbiyatul Athfal) Diponegoro adalah salah satu lembaga penyelenggara pendidikan anak usia dini jalur formal, sesuai dengan pasal 28 Undang-undang No 20 Tahun 2003: Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.

Membaca Al Qur’an merupakan bagian dari kurikulum TA Diponegoro, karena lembaga yang diprakarsai oleh GUPPI (Gabungan Usaha Perbaikan Pendidikan Islam), di bawah Departemen Agama ini mengedepankan nilai-nilai islam dalam kurikulumnya. Di TA Diponegoro, pembelajaran membaca Al Qur’an diberikan setiap hari, agar kemampuan membaca Al Qur’an dapat tercapai sesuai yang diharapkan.

Kegiatan rutin yang diberikan pada anak usia dini, menuntut guru atau pendidik senantiasa berupaya menyajikan kegiatan pembelajaran, menjadi hal yang menyenangkan bagi anak, sehingga kegiatan membaca Al Qur’an tidak membosankan bagi anak didik. Kegiatan membaca Al Qur’an yang disampaikan dengan menggunakan metode yang menyenangkan, memuaskan dan membekas pada anak, akan memberi dampak positif di kemudian hari.

(6)

6

Dari hasil observasi, peneliti menemukan beberapa masalah yang dihadapi dalam mengajarkan membaca Al Qur’an di TA Diponegoro diantaranya: 1) mengajarkan mengenal bunyi huruf hijaiyyah yang terlihat monoton, 2) kurang memperhatikan dunia anak dimana dunia anak adalah bermain dan bernyanyi, 3) pembelajaran membaca Al Qur’an kurang dikemas dengan gembira serta kurang menggunakan alat peraga/media yang bervariatif.

Beberapa masalah di atas berdampak: kemampuan mengenal huruf-huruf hijaiyyah yang seharusnya dapat dicapai dalam tiga bulan pertama anak masuk TK, menjadi tidak tercapai. Bahkan yang terjadi di TA Diponegoro anak sudah berada di kelompok B masih belum menguasai huruf-huruf hijaiyyah

Sementara metode membaca Al Qur’an tidaklah diatur secara baku dalam Al Qur’an itu sendiri, metode Al Qur’an merupakan inisiatif manusia dalam memberikan solusi untuk mempermudah dalam mengajarkan membaca Al Qur’an. Di setiap daerah atau lembaga akan menggunakan metode yang sesuai dengan kebutuhan anak didiknya.

Di Indonesia, telah banyak dikembangkan metode membaca Al Qur’an diantaranya metode Struktural Analitik Sintetik (SAS), Metode Qiroati, metode Iqra’, metode Al Barqy, metode Al Jabari, Metode Diponegoro, metode Taghona, metode Baqmi, metode Al Bana, metode Kibar.

Salah satu metode membaca Al Qur’an yang dapat diterapkan pada anak usia TK adalah metode Taghona. Metode ini merupakan metode membaca Al Qur’an dengan gembira melalui nyanyian. Sehingga dapat menjadi metode

(7)

7

alternatif yang dapat digunakan pada pendidikan anak usia dini, dalam mengajarkan membaca Al Qur’an.

Metode ini melibatkan semua indra dan potensi anak, membangun suasana yang menyenangkan serta disesuaikan dengan kemampuan pelafalan orang Indonesia. Metode Taghona sangat berbeda dengan metode yang lainnya karena selain belajar Al Qur’an sebagai misi utamanya, metode Taghona juga mengusung “cara belajar baru” dalam aplikasinya, yang sering disebut Multiple Intellegences.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, fokus penelitian ini tentang ”Efektifitas Penggunaan Metode Taghona dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Al Qur’an anak Taman Kanak-kanak”, di TA Diponegoro Magelang.

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana Efektifitas Penggunaan Metode Taghona dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Al Qur’an terhadap Anak kelompok B, di TA. Diponegoro?”

Untuk memudahkan dan mensistematiskan penelitian yang akan dilakukan, maka peneliti membuat pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi awal kemampuan membaca Al Qur’an anak TA Diponegoro sebelum mendapat perlakuan dengan menggunakan metode Taghona?

(8)

8

2. Bagaimana kondisi akhir kemampuan membaca Al Qur’an anak TA Diponegoro setelah mendapat perlakuan menggunakan metode Taghona? 3. Apakah metode Taghona efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca

Al Qur’an anak TA Diponegoro?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan metode Taghona dalam meningkatkan kemampuan membaca Al Qur’an pada anak usia Taman Kanak-kanak.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui kemampuan membaca Al Qur’an di TA Diponegoro, sebelum menggunakan metode Taghona.

b. Mengetahui kemampuan membaca Al Qur’an di TA Diponegoro, sesudah menggunakan metode Taghona.

c. Mengetahui efektifitas penggunaan metode Taghona dalam meningkatkan kemampuan membaca Al Qur’an pada anak TA Diponegoro.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat bagi, peningkatan mutu pendidikan, bagi lembaga, bagi guru TK, bagi orang tua, bagi

(9)

9

peneliti dan bagi Jurusan PG PAUD serta untuk penelitian-penelitian lebih lanjut, lebih spesifik manfaat yang diharapkan sebagai berikut:

1. Bagi peningkatan mutu pembelajaran, diharapkan akan memberikan sumbangan bagi peningkatan mutu dan efektifitas pembelajaran membaca Al Qur’an di Taman Kanak-kanak.

2. Bagi lembaga, diharapkan dapat menjadi sumbangan dalam mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan.

3. Bagi guru TK, diharapkan dapat menjadi metode alternatif pengajaran membaca Al Qur’an yang dilaksanakan di TK, sehingga dapat mengembangkan metode membaca Al Qur’an yang lebih bervariasi serta dapat membawa suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan bagi anak. 4. Bagi orangtua, diharapkan dapat menjadi metode alternatif pengajaran membaca Al Qur’an yang dilaksanakan di rumah oleh orangtua sebagai bentuk kerjasama dengan pihak TK.

5. Bagi peneliti, menambah pengalaman yang berharga karena dapat merealisasikan pengetahuan keilmuan yang telah didapat sebagai bentuk nyata dalam pengembangan pola berfikir kreatif, ilmiah dan sistematis, serta menggugah untuk selalu mencari metode yang menarik dan menyenangkan dalam mengajarkan membaca Al Qur’an pada anak usia Taman Kanak-kanak.

6. Bagi jurusan PG PAUD, diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan metode alternatif pengajaran membaca Al Qur’an bagi calon guru Taman Kanak-kanak untuk mengimplementasikannya di Lapangan.

(10)

10

E. Asumsi

Asumsi yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Al Qur’an adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat Islam. Karena mempelajari Al Qur’an, adalah kegiatan yang tidak akan pernah berhenti hingga kapan pun. Sebagai konsekuensinya, umat Islam tidak boleh berhenti melakukan inovasi agar dapat mempelajari Al Qur’an dengan cara yang lebih efektif. Amalee dalam (Jari dkk, 2005:4)

2. Metode Taghona mengajarkan membaca Al Qur’an dengan nyanyian. Mengajarkan membaca Al Qur’an dengan nyanyian akan memperbaiki bacaan murid-murid sehingga mereka dapat mengeluarkan huruf dari mukhrijnya. (Yunus,1979:92)

F. Hipotesis

Hipotesis Khusus

Metode Taghona lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca Al Qur’an pada anak TA Diponegoro Magelang.

Hipotesis Umum

Hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Ho : µ1 = µ2

Ho : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan membaca Al Qur’an anak yang menggunakan metode Taghona dengan yang tidak mengunakan metode Taghona.

(11)

11

2. Ha : µ1 ≠ µ2

Ha : Terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan membaca Al Qur’an anak yang menggunakan metode Taghona dengan yang tidak menggunakan metode Taghona.

α : 0,05 yang berarti tingkat kepercayaanya sebesar 95 %

G. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan desain control group pre test and post test. Dalam desain penelitian ini menggunakan 2 kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Metode ini dipilih karena ingin melihat efektifitas dari penggunaan metode Taghona dalam meningkatkan kemampuan membaca Al Qur’an pada anak TK.

H. Lokasi Penelitian

TA Diponegoro GUPPI III Magelang, peneliti jadikan lokasi penelitian. TA Diponegoro berlokasi di Perumahan Korpri, Jalan Duku Satu A No. 4, Kelurahan Kramat Selatan, Kecamatan Magelang Utara.

Referensi

Dokumen terkait