• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gandeng UNAIR, Awali Program Pengenalan Wawasan Kemaritiman Pada Siswa SD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gandeng UNAIR, Awali Program Pengenalan Wawasan Kemaritiman Pada Siswa SD"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Gandeng UNAIR, Awali Program

Pengenalan

Wawasan

Kemaritiman Pada Siswa SD

UNAIR NEWS – Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya RI, Asosiasi Mitra Bahari Indonesia (AMBIN), beserta Konsorsium Mitra Bahari (KMB) Regional Center Jawa Timur, menggandeng Universitas Airlangga dalam kegiatan Program Pengenalan Wawasan Kemaritiman untuk Anak Indonesia (PPWK-AI) 2016.

Acara tersebut dilaksanakan selama dua hari, di Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) UNAIR pada hari pertama dan Ekowisata Mangrove pada hari kedua. Acara yang dibuka di ruang kuliah B-304 (FPK) UNAIR pada Senin, (1/8) tersebut, diikuti oleh guru pendamping dan peserta dari SD Al Azhar Surabaya, SDHT 11 Gedangan, SDN 7 Sidokumpul Gresik, dan SDID Insan Kamil Sidoarjo.

Pada sambutannya, Ketua Panitia PPWK-AI 2016, Drs. Ambar Kristanto menyatakan bahwa kegiatan yang diikuti oleh 100 siswa SD tersebut, bertujuan untuk mengenalkan dunia kemaritiman kepada generasi masa depan bangsa sejak dini.

“Dengan kegiatan ini kami harap bisa memotivasi anak-anak Indonesia agar kenal dan paham wawasan tentang kemaritiman. S e l a i n i t u b i s a m e n c i n t a i l a u t d a n i k u t s e r t a melestarikannya,” jelasnya.

Senada dengan pernyataan Ketua Panitia, Warek III UNAIR, Prof. Mochammad Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D., juga mengatakan, sebagai negara maritim pemahaman atau rasa mencintai dunia maritim bagi anak-anak harus ditumbuhkan sedemikian besar, jika tidak, ke depan akan mengecewakan. Bagi Prof. Amin, potensi SDA Indonesia sangat luar biasa sekali, di negara maju hal-hal seperti ini sudah digalakkan sejak lama.

(2)

“Dengan adanya KMB dan Kemenko Maritim bersama UNAIR, merupakan suatu hal yang luar biasa sekali, karena hal ini merupakan suatu hal aktivitas untuk tataran Indonesia, ini masih baru dilakukan, ke depan saya berharap bisa memberikan pandangan kepada anak-anak kita, dengan eksplorasi laut semaksimal mungkin,” jelasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Sekjen AMBIN, Sam Littik, Ph.D., menuturkan bahwa kegiatan PPWK-AI sudah disusun sejak lama. Hanya saja, program ini baru berjalan bagi siswa yang menempuh jenjang SMP dan SMA. Kali ini, dengan dukungan banyak pihak termasuk UNAIR, AMBIN menggalakkan program serupa di jenjang SD.

Wakil Rektor III UNAIR Prof. Mochammad Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D., (tengah) Bersama dengan Tim PPWK-AI Sesaat Setelah Pembukaan Acara di FPK UNAIR. (Foto: Istimewa)

“Jatim kami pilih untuk memulai acara ini, dengan ini pula saya harap bisa menjadi contoh bagi provinsi lain di Indonesia,” tegasnya.

(3)

Ketua KMB Jatim, Prof.Dr. Sri Subekti, BS. drh., DEA., menuturkan, tujuan dari terselenggaraannya acara perdana tersebut tidak lain untuk membangun budaya maritim kepada anak sejak dini, selain mengenali dunia maritim, anak-anak diharapkan bisa memahami Sumber Daya Alam yang ada di laut.

“Jadi anak-anak bisa lebih tahu beragam biota laut. Kan di laut tidak hanya ikan, ada rumput laut, karang dan sebagainya,” terang mantan Dekan FPK UNAIR dua periode tersebut.

Selepas acara tersebut, Prof. Sri Subekti berharap, peserta bisa menularkan pengetahuannya tentang kemaritiman kepada orang lain. “Kami pilih perwakilan sekolah yang ada di kota, karena mereka kemungkinan besar tidak begitu paham dengan kelautan, dan setelah ini bisa dikenalkan ke teman-temannya,” jelasnya.

Rencananya, acara tersebut akan digelar tiap tahun dan diadakan di berbagai kabupaten dan kota. Sumarlin, selaku guru SD Hangtuah menuturkan bahwa nantinya akan menjalin kerja sama dengan FPK UNAIR untuk menjadi mitra pendidikan kemaritiman bagi anak didiknya.

“Kami ini kan sekolah di yayasan yang berkecimpung dengan maritim, jadi perlu untuk mendalami tentang kemaritiman ini,” jelasnya. (*)

Penulis : Nuri Hermawan Editor : Dilan Salsabila

(4)

Iwenda

Bella,

Wisudawan

Terbaik S2 FST, Kiatnya

Bekerja Keras

UNAIR NEWS – Bekerja Keras. Itulah tips dari wisudawan terbaik S-2 Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga yang bernama Iwenda Bella Subagio, peserta wisuda periode Juli 2016. Tesisnya berjudul “Variasi Ukuran Megasekleres Oxea Xestospongia Testudinaria Lamark, 1815 pada Kedalaman dan Perairan Berbeda” ikut mengantarkannya menjadi wisudawan terbaik dengan IPK 3,78.

Penelitian tesis Iwenda dilakukan di perairan Situbondo. Dengan alat scuba, ia menyelam dengan mengambil sampel di tiga kedalaman. Pada setiap kedalaman, Iwenda mengambil beberapa sampel individu X testudinaria, yang nantinya akan diambil bagian spikula di laboratorium spesimen.

Namun penelitian Iwenda tak semulus yang ia perkirakan. Banyak kendala harus ia lalui, terutama saat melakukan pengambilan sampel.

“Karena jadwal pengambilan sampel tidak serta merta ke lapangan, jadi saya selalu mengoptimalkan jadwal yang telah ada, apalagi jika cuaca pada akhir-akhir bulan sangat tidak bersahabat, seperti angin kencang dan visibilitas air yang sangat rendah. Hal itu yang pengakibatkan penelitian saya ditunda hingga 1-2 minggu,” kata mahasiswa kelahiran Ponorogo, 20 Juni 1990 itu.

Iwenda pernah mendapatkan beasiswa PPA periode 2010-2011, dan ia tergolong aktif dalam keikutsertaan organisasi di kampus. Tidak ada kata menyerah dalam prinsip Iwenda. Buktinya, meskipun sibuk menjalani kegiatan magang di Laboratorium Ekologi, Jurusan Biologi, ITS, sebagai surveyor ataupun analisator yang umumnya dipakai dalam keperluan AMDAL, ia

(5)

tetap bisa mengukir prestasi pada studi Masternya.

”Meskipun sampai saat ini belum ada prestasi secara formal, tetapi saya selalu bersyukur. Semoga nantinya ilmu yang saya peroleh dapat bermanfaat bagi banyak orang,” pungkasnya. (*). Penulis: Disih Sugianti

Editor: Binti Quryatul Masruroh

Farah

Aliyah,

Wisudawan

Terbaik FH, Ikuti Passion dan

Hargai Proses

UNAIR NEWS – Sebagai lulusan terbaik S1 Fakultas Hukum Universitas Airlangga dalam wisuda, Juli 2016 ini, Farah Aliyah mengaku memiliki dua kiat sukses selama menjalani perkuliahan, yaitu ikuti minat dan menghargai proses. Perempuan kelahiran Surabaya, 19 Oktober 1994 ini, mengaku memiliki minat terhadap hukum tata negara.

Selain faktor minat, Farah juga percaya bahwa hal-hal yang baik itu membutuhkan waktu untuk berproses. Proses inilah yang tentu saja diiringi dengan usaha terus-menerus untuk mencapai target. Alhasil, kiat ini mengantarkannya meraih hasil akhir yang memuaskan. Farah diobatkan menjadi lulusan terbaik S1 FH dengan IPK 3,70.

“Hal yang baik terkadang membutuhkan waktu. Jalani saja prosesnya walau terkadang berat. Pada akhirnya, hasil tidak akan mengkhianati usaha. Selain itu jangan lupa untuk selalu jujur agar hasilnya berkah,” kata mahasiswi yang semasa kuliah

(6)

pernah bergabung dengan Sie Kerohanian Islam FH UNAIR ini.

Dalam tugas akhirnya, Farah menulis skripsi dengan judul “Pemilihan Pendahuluan untuk Penentuan Calon Kepala Daerah dari Partai Politik”. Alasannya, karena topik mengenai pemilihan pendahuluan itu sendiri di Indonesia belum banyak dibahas.

Mengapa Indonesia butuh melakukan pemilihan pendahuluan? Menurut Farah, sebagian besar parpol di Indonesia tidak demokratis dalam pencalonan kepala daerah, sehingga pemilihan pendahuluan bisa menjadi gagasan baru untuk mewujudkan transparansi dalam penentuan kandidat kepala daerah.

Ia berharap penelitian skripsinya bisa memberi sumbangsih terhadap ilmu di bidang hukum tata negara, khususnya di bidang hukum Pemilu. Dalam proses pengerjaan penelitian yang berlangsung selama 6 – 7 bulan, alumni SMAN 48 Jakarta ini dibimbing langsung oleh Radian Salman, SH., LL.M., yang memang memiliki passion serupa di bidang yang sama.

“Beliau membantu saya dari awal pemilihan tema skripsi hingga akhir penulisan. Pada saat penulisan, beliau tidak susah ditemui dan mudah untuk diajak berdiskusi. Pada saat mengoreksi pekerjaan saya juga sangat detil, sehingga kemungkinan kesalahan pada saat sidang jadi makin kecil,” kata Farah Aliyah. (*)

Penulis: Ahalla Tsauro Editor : Defrina S. S.

(7)

Beragam Cara Mahasiswa UNAIR

Dekati

Masyarakat

dalam

Program KKN-BBM

UNAIR NEWS – Mengikuti kegiatan sehari-hari yang dilakukan masyarakat adalah salah satu cara mahasiswa Kuliah Kerja Nyata – Belajar Bersama Masyarakat (KKN – BBM) Universitas Airlangga mendekatkan diri dengan warga setempat. Nantinya, pendekatan itu akan berguna dalam melaksanakan program-program yang telah dirancang sekaligus memahami kehidupan masyarakat secara lebih dalam.

Itulah yang kini dilakukan oleh 3.052 mahasiswa UNAIR yang kini sedang mengikuti program KKN – BBM. Mereka diterjunkan ke lima wilayah di Jawa Timur dan Kepulauan Riau sejak 19 Juli – 13 Agustus 2016.

Kedatangan mereka disambut ramah oleh warga dan pejabat setempat. Seperti yang diutarakan oleh Roby Suhada, koordinator mahasiswa KKN – BBM Desa Putren, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk. “Kedatangan kami disambut dengan suasana hangat dan nyaman,” ungkap Roby, yang juga mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UNAIR.

Wilayah kelompok penerjunan KKN – BBM di Putren ini tergolong wilayah pertanian yang subur. Letaknya tak jauh dari pendopo kecamatan setempat. Desa yang memiliki lima dusun ini ditinggali oleh masyarakat yang sebagian besar berprofesi yang tak jauh-jauh dari petani. Berdasarkan pengamatan Roby, warganya sudah cukup sejahtera.

“Kami memanfaatkan kondisi tersebut untuk belajar bersama masyarakat. (Kami) tidak membutuhkan waktu yang cukup lama untuk berbaur dengan masyarakat sini. Biasanya, kami ikut pergi ke sawah, menanam bawang merah, dan panen sayur sawi. Sambil ngobrol juga dengan warga,” cerita Roby.

(8)

Lain Nganjuk, lain pula dengan Sampang. Siti Rohmah, peserta KKN – BBM di Desa Penyapen, Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang, turut bercerita tentang pengalamannya mendekatkan diri dengan masyarakat. Di Penyapen, salah satu kegiatan rutin yang dilakukan warga setempat adalah berselawat usai salat Magrib. Siti bersama kawan-kawan kelompok KKN – BBM turut serta bersama warga mengikuti selawat hampir setiap malam.

“Di depan rumah tempat kita KKN – BBM kan ada masjid besar. Lha ketika di sana ada kegiatan seperti baca selawat setiap Magrib. Nah, kita ambil momen itu untuk memperkenalkan diri lebih jauh mengenai KKN – BBM dan program-program kelompok,” tutur Siti yang juga mahasiswa Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, UNAIR itu.

Menyeduh kopi bersama warga juga dilakukan oleh mahasiswa UNAIR untuk mendekatkan diri dengan masyarakat setempat. Ricky Nuari, contohnya. Mahasiswa Ekonomi Islam yang juga peserta KKN – BBM di Desa Sarirejo, Kabupaten Bojonegoro, memilih untuk ngobrol dan ngopi di warung kopi agar bisa berbaur dengan masyarakat.

Selain dengan warga, anak-anak muda juga harus didekati demi kelancaran implementasi program KKN – BBM. Reny Rachmalia, mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan, ini memilih mendekatkan diri dengan anggota karang taruna di Desa Karangtengah, Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk.

“Kita harus akrab sama karang taruna sehingga nantinya kita bisa mengajak mereka bekerja sama,” ujar Reny. (*)

Penulis: Akhmad Janni Editor: Defrina Sukma S.

(9)

Tuberculosis Terus Mengancam,

UNAIR Seminarkan GSEID dengan

Pakar Dunia

UNAIR NEWS – Tuberculosis (TB) sungguh penyakit yang mbandel. Kata itu kiranya yang pas untuk melukiskan betapa sulitnya penyakit yang menyerang dan merusak jaringan organ paru itu sulit diberantas. Itulah yang menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara di dunia dengan prevalensi TB tinggi. Program pengendalian TB sudah 20 tahun digencarkan dan diimplementasikan, tetapi hingga kini TB masih menjadi penyakit infeksi yang menyebabkan angka kesakitan dan kematiannya nomor tiga di Indonesia.

”Puluhan tahun kita mengatasinya. Banyak juga yang sembuh dan berhasil. Tetapi ditengah-tengah itu, kasus TB ini muncul lagi dan lagi dengan beragam masalah baru. Realita itulah yang mendorong UNAIR mengadakan seminar dan menghadirkan ahli-ahli TB dari berbagai negara pada 8-9 Agustus 2016 untuk mencari solusi,” tandas Dr. Soedarsono, dr., Sp.P(K), Ketua Panitia

“International Seminar on Global Strategy to Combat Emerging Infectious Diseases in Borderless Era” (GSEID 2016).

Dalam press conference di FK UNAIR, Jumat (29/7) kemarin, Dr. Soedarsono juga didampingi ahli-ahli mikrobiologi dan penyakit TB seperti Prof. Dr. Kuntaman, dr., MS., Sp.MK(K)., Prof. Dr. Ni Made Mertaniasih, dr., MS., Sp.MK(K) Wakil Dekan III FK UNAIR, dan Prof. Maria Inge Lusida, dr., M.Kes., Ph.D., Sp.MK(K) Ketua Institute of Tropical Diseases (ITD) UNAIR. Seminarnya nanti akan diadakan oleh kerjasama antara FK dengan ITD UNAIR, di Aula FK UNAIR. Dirancang juga menghadirkan

keynote speaker dr. H. Muhamad Subuh, MPPM., Dirjen P2P

Kemenkes RI.

(10)

Toshiro Shirakawa MD., Ph.D (Kobe Iniversity), Prof. Keigo Shibayama MD, Ph.D (National Institute of Infectious Disease, Japan), Prof. Katsushi Tokunaga, PhD (Tokyo University), Prof. Dr. Mark A. Graber, MD, MSHCE, FACEP (Iowa University USA), Prof. Dr. Eric C.M van Gorp (Erasmus Medical Center, Rotterdam), dan Dr. Carmelia Basri, M.Epid (Senior Public Health Consultant).

Kasus-kasus baru TB yang muncul itu antara lain penyakit penyerta (komorbit) HIV-AIDS, diabetes, resistensi

Mycobacterium tuberculosis atau kuman kebal obat yang disebut multi-drug resistance (TB MDR). Kasus demikian muncul

ditengarai antara lain karena dampak dari lamanya pengobatan TB hingga enam bulan non-stop, muncul rasa bosan/jenuh, berganti dengan obat lain, atau kebiasaan minum obat separo dosis, sehingga penyakit tak sembuh-sembuh dan bakteri penyebab TB (Mycobacterium tuberculosis complex) menjadi kebal atau resisten terhadap obat.

“Kasus-kasus demikian itu yang akan dibahas dalam seminar nanti, termasuk pengobatannya, dengan mengolaborasikan hasil penelitian pakar-pakar dari luar negeri,” tambah Dr. Soedarsono.

Di tingkat global, saat ini Indonesia berada di urutan 8 dari 27 negara dengan TB-MDR yang terbesar di dunia, dengan perkiraan pasien TB-MDR mencapai 6.900 kasus. Program pengobatan TB-MDR sudah diterapkan menyeluruh pada rumah sakit di Indonesia sejak 2009.

“Banyak tantangan yang harus dihadapi, mulai penerapan program pengobatan TB-MDR di rumah sakit yang lamban, masalah diagnosis yang cepat, efek samping yang lebih banyak, komitmen dari berbagai pihak yang kurang memadai, membuat kasus penularan TB-MDR makin bertambah banyak. Jadi perlu ada intervensi dengan mencari akar permasalahan sehingga kedepan program pengobatan TB MDR lebih berhasil,” tambah Soedarsono, Pulmonologist RSUD Dr.Soetomo/FK UNAIR ini.

(11)

Ditambahkan oleh Prof. Kuntaman bahwa bakteri resisten yang menjadi perhatian dunia saat ini minimal ada tiga kelompok. Pertama, MRSA (Methicillin Resistant Staphycoccus aureus) yaitu resisten terhadap semua obat golongan pinisilin dan turunannya. Prevalensinya tahun 2002 kurang dari 1% dan kini (2015) telah meningkat menjadi 8%.

Kelompok yang kedua adalah bakteri penghasil ESBL (Extended

Spectrum Beta Lactamase) yang telah resisten terhadap

antibiotika generasi baru dari pinisilin dan turunannya, kecuali beberapa yang masih sensitif.

“Pada tahun 2006 baru mencapai 24%, tetapi tahun 2013 sudah mencapai 38-66%. Jadi saat ini (2016) mungkin sudah makin tinggi lagi,” kata Prof. Kuntaman.

K e l o m p o k k e t i g a a d a l a h C a r b a p e n e m R e s i s t a n c e Enterobacteriaceae (CRE) yang merupakan ancaman terbaru,

dimana bakteri ini telah resisten terhadap antibiotik pamungkas yang dimiliki Indonesia maupun dunia pada umumnya. “Bahteri ini sudah dideteksi di Indonesia, khususnya di Jakarta dan Surabaya. Kan Indonesia ini sangat luas, sehingga informasi terbaru bakteri resisten mungkin tidak merata. Inilah tanggungjawab kita untuk menyebarluaskan,” tambah Guru Besar ilmu Mikrobiologi Klinik FK UNAIR ini. (*)

Penulis: Bambang Bes

Membendung Radikalisasi di

(12)

Terorisme

PADA tahun 2011, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menerbitkan sebuah laporan yang cukup mencengangkan. Dalam laporan itu disebutkan telah terjadi peningkatan paham radikalisme di lima kampus besar di Indonesia, yakni UGM, UI, IPB, Undip, dan UNAIR. Studi yang lebih baru pada tahun 2013 yang dilakukan Maarif Institute, yang rupanya mengonfirmasi hasil penelitian LIPI, menunjukkan bahwa ekspansi gerakan Negara Islam Indonesia (NII) –suatu gerakan radikal atas nama Islam yang menolak NKRI– terjadi akibat meluasnya paham radikalisme di kampus.

Hasil penyelidikan terhadap aksi teror di Jakarta pada awal 2016 lalu semakin menegaskan betapa kampus menjadi “ladang subur” bagi merebaknya pemahaman radikal yang kemudian menghasilkan bibit teroris. Otak aksi tersebut, Bahrun Naim, adalah seorang pemuda yang mulai melibatkan diri dalam gerakan radikal sejak ia kuliah di Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Pemahaman radikal yang telah tertanam kuat dalam dirinya membuatnya melakukan tindakan lebih berani dengan bergabung pada organisasi terorisme internasional. Lagi-lagi lingkungan kampus terindikasi menjadi tempat strategis bagi kelompok-kelompok radikal untuk mengekspansi ide dan memobilisasi calon teroris baru.

Berawal dari Radikalisme

Pada dasarnya sebuah tindakan yang secara nyata dilakukan oleh manusia adalah hasil refleksinya atas ideologi yang terdapat dalam dirinya. Ideologi, dengan demikian memainkan peranan penting sebagai akar sekaligus pengendali tindakan manusia, terlepas tindakan itu bernilai positif atau tidak. Proposisi tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa tindakan atau aksi teror dapat terjadi. Atau, dalam skala yang lebih mikro, mengapa seseorang atau golongan tertentu melakukan aksi teror yang notabene berlawanan dengan prinsip-prinsip

(13)

kemanusiaan?

Dalam sebuah paparannya, Fanani (2013) menyatakan radikalisme adalah satu tahapan sebelum terorisme. Sebagaimana Rizal Sukma (2004) juga menyebut radicalism is only one step short

terrorism. Sekalipun keduanya tampak sama, namun keduanya

memiliki definisi dan kedudukan berbeda.

Maarif (2002) menjelaskan bahwa radikalisme lebih menunjukkan pada cara pengungkapan keberagamaan seseorang atau kelompok yang didominasi oleh cara pandang sempit serta menempatkan dirinya dalam posisi lebih benar dari kelompok lain. Sedangkan terorisme adalah tindakan kriminal yang didasarkan atas pemahaman radikal. Pemahaman radikal tidak selalu menghasilkan aksi terorisme, tetapi aksi terorisme selalu berakar dari pemahaman atau ideologi radikal.

Untuk menghancurkan benih-benih aksi terorisme, maka yang harus dilakukan mula-mula adalah membendung paham radikalisme. Terorisme akan tetap tumbuh subur manakala radikalisme tidak dibendung dan terus melebarkan sayap ke banyak orang untuk memobilisasi calon-calon teroris baru. Ketika paham radikalisme menyusut, maka besar kemungkinan aksi-aksi teror tidak akan ada lagi, karena akar pemahamannya telah menjauh – jika tidak disebut sirna. Dari sinilah tugas pemberantasan terorisme itu harus dimulai.

Mencegah Kampus dari Radikalisme

Kampus menjadi lingkungan yang menjanjikan bagi pengusung paham radikal. Mereka membidik para mahasiswa yang secara psikologis masih dalam proses pencarian jati diri. Dalam banyak kasus, pegiat paham radikal membidik mahasiswa yang “polos”, artinya yang tidak memiliki latar belakang keagamaan kuat. Kepolosan mahasiswa ini dimanfaatkan oleh pengusung paham radikal dengan memberikan doktrinasi keagamaan yang monolitik, kaku, dan jauh dari kontekstualisasi. Pada proses inilah radikalisme ditanamkan dan disebarluaskan melalui

(14)

sistem kaderisasi yang ketat dan cenderung tertutup.

Dari gambaran proses kaderisasi yang dilakukan oleh kelompok radikal keagamaan yang membidik mahasiswa “polos” sebagai generasi penerusnya dan dilakukan tertutup, maka kita dapat mengambil kesimpulan.

Pertama, mahasiswa yang tidak memiliki latar belakang keagamaan yang kuat justru merekalah yang memiliki semangat belajar keagamaan yang cukup tinggi. Ironisnya, semangat tersebut justru ditangkap oleh kelompok radikal, sehingga mahasiswa mudah terdoktrinasi dan terjebak dalam ajaran radikal. Kedua, pola tertutup dalam kaderisasi paham radikal menjadi titik penting proses doktrinasi paham radikal itu sendiri, dimana semakin eksklusif suatu perkaderan maka radikalisasi semakin tidak terbendung.

Karenanya, upaya yang efektif untuk mencegah kampus dari radikalisasi adalah dengan melakukan strategi yang berlawan dari dua kesimpulan penting di atas. Pertama, kampus harus memberikan fasilitas belajar keagamaan yang proporsional kepada mahasiswa, terutama untuk menampung mereka yang sesungguhnya memiliki semangat belajar agama cukup tinggi, sekalipun tidak memiliki latar belakang keagamaan yang kental. Sehingga mereka tidak belajar agama kepada kelompok radikal dan eksklusif yang berbahaya.

Kedua, kampus secara berkala harus mengupayakan penyebaran ajaran keagamaan dengan suasana terbuka dan menekankan moderatisme. Selain mampu membendung radikalisasi dan mencegah bibit teroris, kedua upaya itu bisa menjadi strategi jitu untuk membangun moralitas mahasiswa yang seimbang dengan keunggulannya secara akademik (excellence with morality). (*) Editor : Bambang Bes

(15)

Menteri Sudan dan Perwakilan

Korsel Apresiasi Surabaya dan

UNAIR

UNAIR NEWS – Kegiatan UN Habitat yang diselenggarakan di Kota Surabaya telah usai. Sebagai perguruan tinggi, Universitas Airlangga turut menjadi bagian konferensi yang dilaksanakan setiap 20 tahun sekali itu. Usai acara UN Habitat berakhir, perwakilan dari negara Sudan dan Korea Selatan (Korsel) menyempatkan waktu untuk berkunjung ke Kantor Manajemen UNAIR, Kamis (28/7).

Kunjungan persahabatan tersebut diterima oleh Wakil Rektor III, Prof. Ir. M. Amin Alamsjah, Ph.D, dan Sekretaris International Office and Partnership UNAIR Margaretha, M.Sc. Dari Sudan, kunjungan ke UNAIR dilakukan oleh Ali Mosa Tawer selaku Menteri Lingkungan Hidup, Sumber Daya Alam, dan Pembangunan Fisik Sudan.

Ketika ditanya mengenai kunjungan tersebut, Margaretha menjelaskan bahwa kedatangan menteri asal Sudan itu dalam rangka mempererat persahabatan dengan UNAIR. Mosa mengucapkan terima kasih kepada pihak UNAIR karena telah membantu mendidik salah satu mahasiswa asal Sudan, Naila Mohammed. Naila merupakan salah satu lulusan pendidikan magister pada Fakultas Kesehatan Masyarakat, UNAIR yang diwisuda pada bulan Juli 2016.

“Pengalamannya Naila selama kuliah di sini cukup positif, sehingga dia bilang sama menterinya ini yang datang juga pada hari ini untuk berterimakasih pada UNAIR,” ujar Margaretha. Menanggapi ungkapan terimakasih tersebut, Prof. Amin menyambut

(16)

baik pernyataan yang telah disampaikan oleh Ali Mosa, dan mengungkapkan bahwa UNAIR siap membantu dan mendidik lebih banyak mahasiswa asal Sudan yang berminat melanjutkan pendidikan di UNAIR.

“Follow up nya biasanya kan dalam bentuk kerjasama, tapi kali ini kita menawarkan berbagai skema pendidikan yang bisa ditempuh di UNAIR, jadi mempermudah mahasiswa asal Sudan untuk menempuh pendidikan di UNAIR,” ungkap Margaretha.

Sebelum menerima kunjungan dari Menteri Sudan tersebut, UNAIR melalui IOP juga menerima kunjungan persahabatan dari perwakilan Korsel, Prof. Shin Gonggu selaku Executive Director

of Gwangju Internasional Center.

Profesor Emeritus dari Universitas Nasional Chonnam (CNU) tersebut bercerita bahwa kota Gwangju di Korsel merupakan salah satu destinasi kota dengan jumlah mahasiswa Indonesia yang cukup banyak.

“Tentu saja mahasiswa dari UNAIR banyak yang kesana (CNU,

red),” jelas Margaretha.

Selain mengapresiasi UNAIR, Margaretha mengatakan, bahwa kedua perwakilan asal Sudan dan Korsel, mengapresiasi Surabaya, dan menganggap UNAIR sebagai salah satu institusi pendidikan terbaik di Indonesia.

“Surabaya ini kota yang sangat menarik. Banyak budayanya terus juga modern, cuma kalian harus lebih nunjukin gimana Surabaya itu dan UNAIR itu adalah gimana,” ucap Margaretha mengulangi perkataan Prof. Shin Gonggu. “Itu pandangan orang asing terhadap Surabaya lho ,” imbuh Margaretha.

“Itu menurut saya menjadi masukan bagus, mungkin dari dua pertemuan ini menunjukkan bahwa UNAIR dan Surabaya ini sama sama hal yang baik,” pungkas Margaretha. (*)

(17)

Editor : Defrina Sukma S.

Pemimpin Bukan Peminta

Pemimpin bukan peminta. Tersebutlah seorang pemimpin agung dari jazirah arab yang pengangkatannya diwarnai perdebatan sengit dengan pemimpin yang terdahulu.

“Jangan Kawan! Aku tidak memerlukan jabatan itu.” tukas pemimpin agung yang pada waktu itu masih berstatus calon pemimpin.

“Tetapi kepemimpinan memerlukanmu. Aku khawatir maut menjemputku dan meninggalkan rakyat tanpa pemimpin lalu terjadi hal yang tidak baik seperti di masa-masa lalu.”

“Carilah pengganti selain aku, si fulan, misalnya. Dia Amienul

Ummah, kepercayaan umat.” Si calon berkelit.

“Aku juga sempat memikirkannya. Tapi krisis multidimensi membuat rakyat kita membutuhkan seorang kuat yang terpercaya.

Al-qawiyyul amien!” sang pemimpin berdalih.

“Bagaimana kau bisa memilihku, wahai Kawan, sedang aku sering berbeda pendapat denganmu?”

“Justru itu yang memperkuat pilihanku. Aku ingin seseorang yang bila mengatakan tidak, ia mengatakannya dengan sepenuh hati: bila mengatakan ya, dia mengatakannya dengan sepenuh hati.”

Mereka saling berdebat dan bertukar argumentasi. Yang satu bersikeras meminta, yang satu bersikeras menolak. Didesak terus, si calon pemimpin yang terkenal perkasa itu pun menangis.

(18)

“Sahabatku, dalam urusan kekuasaan, ada dua golongan yang celaka. Pertama, golongan orang yang berambisi menjadi penguasa padahal dia tahu bahwa ada orang lain yang lebih pantas dan lebih mampu daripada dirinya. Kedua, orang yang menolak ketika diminta dan dipilih padahal dia tahu dirinyalah yang paling pantas dan paling mampu.”

“Sahabatku, demi persahabatan dan kecintaanku padamu, jauhkanlah aku dari beratnya hisab di hari kiamat kelak!” si calon pemimpin berusaha merayu pemimpin yang menunjuknya.

“Kau lupa, Kawan. Pemimpin yang adil kelak, akan dipayungi Allah di hari tiada payung kecuali payung-Nya.”

“Pemimpin yang adil, ya. Tapi aku?” si calon pemimpin semakin keras menangis.

“Kau juga, Kawan! Kau juga!”

Akhir kisah, perdebatan itu dimenangkan oleh keduanya. Dengan berbagai pemaparan yang objektif, sang pemimpin berhasil meyakinkan si calon pemimpin tentang keniscayaannya menjadi pemimpin selanjutnya. Si calon pemimpin tak lupa menyarankan sang pemimpin untuk bermusyawarah dulu dengan tokoh-tokoh lain. Sang pemimpin menyanggupi.

Dalam sejarah, si calon pemimpin yang kemudian menjadi pemimpin agung tersebut terbukti sanggup membawa rakyatnya menyinari dunia dengan kepemimpinan dan peradaban yang luhur. Pemimpin hebat yang dimaksud adalah Umar bin Khaththab, dan pemimpin terdahulu yang menunjuknya adalah Abu Bakar Ashshiddiq.

Cerita diatas dinukil-sarikan oleh A.Mustofa Bisri alias Gus Mus dari kitab Malhamah Umar-nya Ali Ahmad Baktsier. Di buku kumpulan esai Kompensasi, cerita ini termaktub dengan judul

Abu Bakar dan Umar. Dituturkan dengan bahasa yang lugas dan

(19)

Ada banyak topik yang dihadirkan dalam buku ini. Selain tentang kepemimpinan, terdapat pula tentang saling pengertian dan rendah hati. Seperti pada artikel bertitel Kisah Nyata

atau Dongeng?

Suatu ketika datang seorang tua miskin pada seorang ulama bernama Syiekh Sa’id bin Salim, hendak menyampaikan sesuatu keperluan meminta tolong pada orang yang sangat disegani itu. Serupa dengan kebanyakan orang tua yang senantiasa berdiri dengan bertelekan tongkat, orang itu pun bertelekan tongkat sebagai penopang ketuaanya. Tanpa disadari, ujung tongkat itu menghujam di kaki Syiekh sampai berdarah-darah. Seperti tidak merasakan apa-apa, Syiekh Sa’id bi Salim mendengarkan dan mengabulkan curahan hati dan permintaan orang tua itu.

Selepas si wong cilik berlalu pergi, orang-orang yang kebetulah melihat kejadian itu, dengan heran bertanya. “Kenapa Syiekh diam saja, tidak menegur, ketika orang tua tadi tanpa sengaja menghujamkan tongkatnya di kaki syiekh?”

“Kalian kan tahu sendiri, dia datang kepadaku untuk menyampaikan keperluannya, kalau aku mengaduh atau apalagi menegurnya, aku khawatir dia akan merasa bersalah dan tidak jadi menyampaikan hajatnya.”

Gus Mus memang piawai menyampaikan kisah-kisah inspiratif. Wawasan dan pergaulan yang luas, nampaknya turut mengasah kelihaian bertutur. Pemimpin dan pembina pondok pesantren Roudlotul Thalibien Rembang yang juga pengasuh situs internet Mata Air gusmus.net ini dikenal pula sebagai orang yang tidak gila jabatan.

Dia pernah meletakkan kesempatan menjadi anggota DPD jawa tengah pada pemilu 2004 lalu. Dia juga menolak tawaran menjadi pegawai musim haji di Arab Saudi meski jabatan itu memungkinkan dia berhaji tiap tahun dengan mudah. Bahkan dia pernah pula mengundurkan diri dari bursa calon ketua umum PBNU walaupun dia mengaku sempat tergiur dengan posisi itu.

(20)

Penolakan-penolakan itu dilatarbelakangi kepandaian Gus Mus bercermin menilai diri. Bukan karena ingin lari dari tanggung jawab atau enggan mengemban beban mulia, namun lebih disebabkan kejujuran dan kesadaran diri. Rasulullah SAW, tokoh idola Gus Mus dan seluruh umat muslim, pernah berpesan, agar umatnya senantiasa jujur menakar kapasitas diri, sebab celakalah orang-orang yang tak kenal dirinya sendiri.—

Buku

Judul : Kompensasi; Kumpulan Tulisan A. Mustofa Bisri

ISBN : 978-979-25153-5-0

Penulis : A. Mustofa Bisri (Gus Mus) Penerbit : Mata Air Publishing

Tanggal Terbit : 27/07/2011

Halaman : x + 286 halaman

PPJPI Gelar Workshop dan

Evaluasi Persiapan Jurnal

Terindeks Internasional

UNAIR NEWS – Guna mendongkrak peringkat sebuah universitas di mata dunia, diperlukan publikasi jurnal ilmiah yang terindeks secara internasional. Demikianlah yang sedang gencar dilakukan oleh UNAIR melalui PPJPI (Pusat Pengembangan Jurnal dan Publikasi Ilmiah), guna mengukuhkan diri sebagai world class

university.

Hal tersebut yang kemudian mendorong PPJPI UNAIR untuk mengadakan workshop terkait internasionalisai jurnal melalui lembaga pengindeks DOAJ dan Scopus pada Jumat, (22/7).

(21)

Bertempat di Ruang Kahuripan 301, Kantor Manajemen UNAIR, Loka karya tersebut diikuti oleh 48 pengelola jurnal di lingkungan UNAIR, dengan mendatangkan Dr. Istadi, S.T., M.T, Pimpinan Redaksi Jurnal “Bulletin of Chemical Reaction Engineering & Catalysis” dari Universitas Diponegoro selaku narasumber.

“Langsung dibimbing oleh chief editor dari jurnal Indonesia yang sudah terindeks Scopus. Ini lebih ke arah aplikatif, jadi langsung evaluasi kesiapan dari masing-masing jurnal itu, dilihat satu persatu persyaratannya, yang mana yang sudah memenuhi dan mana yang belum,” ujar Dr. Prihartini Widiyanti, drg., M.Kes, selaku Ketua PPJPI.

Melalui pelatihan tersebut, Yanti sapaan karib Prihartini Widiyanti berharap, kandidat jurnal yang telah dievaluasi terkait proses persiapan dapat segera terindeks Scopus, walaupun lembaga pengindeks internasional tersebut memiliki

requirement yang dianggap cukup rumit.

“Untuk terindeks Scopus itu kan suatu capaian yang cukup berat, jadi saya tak mau menarget banyak, karena prosesnya tidak bisa instan,” ujarnya.

Namun untuk tahun ini, Yanti memperkirakan ada 8 jurnal yang siap untuk terindeks DOAJ. Kedelapan jurnal tersebut akan terus dibimbing oleh PPJPI agar segera terindeks. “Delapan jurnal yang kita punya itu, kita harapkan terindeks DOAJ, karena itu merupakan satu step menuju terindeks Scopus, jadi merupakan requirement yang harus dipenuhi sebelum ke Scopus,” terangnya.

Yanti menambahkan, selain persyaratan indeks yang rumit, sistem yang selama ini diterapkan oleh para pengelola jurnal di lingkungan UNAIR juga dituntut untuk transformasi. Sebelumnya, para pengelola jurnal masih terbiasa mengelola dengan sistem cetak atau printed. Seiring berkembangnya teknologi, mereka dituntut untuk menggunakan versi OJS (Open

(22)

“Proses persiapannya itu butuh waktu, karena teman-teman jurnal kan gak bisa instant, karena memang seperti sebelumnya masih versi cetak, sekarang harus dibawa ke versi OJS,” pungkasnya. (*)

Penulis : Dilan Salsabila Editor : Nuri Hermawan

Rektor dalam Obrolan Isu-Isu

Publik

UNAIR NEWS – Suasana hall lantai empat kantor manajemen UNAIR tidak seperti biasanya. Pasalnya, Rektor UNAIR, Prof. Dr. Moh. Nasih., SE., MT.,Ak., CMA, bersama beberapa pakar media sosial turut serta melangsungkan diskusi yang diliput langsung oleh televisi milik pemerintah, Selasa (26/7). Diskusi dalam acara obrolan isu-isu publik tersebut dipandu oleh Ketua Pusat Informasi dan Humas (PIH) UNAIR, Drs. Suko Widodo, M.Si.

Diskusi yang juga dihadiri perwakilan mahasiswa dan pegawai di lingkungan kantor manajemen UNAIR tersebut membahas mengenai dampak dan implikasi teknologi informasi. Suko membuka diskusi dengan menyinggung kasus demam permainan Pokemon Go yang kini tengah melanda publik dunia.

“Dampak berkembangnya teknologi informasi ini memang sulit dibendung, salah satunya yang kini sedang digandrungi. Demam Permainan pokemon Go,” ujarnya.

Dalam paparannya, Prof. Nasih juga menjelaskan bahwa perkembangan teknologi informasi tidak bisa lepas dari sebuah nilai. Baginya teknologi informasi yang berkembang saat ini juga memiliki tujuan bisnis dan mengambil beragam keputusan.

(23)

“Ke depan, perkembangan ini harus kita dorong agar memberikan manfaat yang lebih luas. Dalam hal bisnis, misalnya dengan membantu pengembangan UKM kita,” papar Prof.Nasih.

Selaku pengamat sekaligus praktisi sosial media yang turut hadir, Agung menjelaskan bahwa dampak baik dan buruk dari perkembangan teknologi informasi sulit dibendung. Bagi Agung, individu atau pelaku dari teknologi menjadi penentu dari dampak yang ada.

“Sebenarnya ya tergantung dari masing-masing individu bagaimana untuk memanfaatkannya,” terang Agung.

Senada dengan Agung, dosen Ilmu Komunikasi, Kandi Aryani, S.Sos., M.A., menuturkan bahwa teknologi informasi menunjukkan betapa antusias individu untuk terlihat di dalam ranah publik. Pengamat sosial media tersebut juga menambahkan, dengan hadirnya teknologi informasi yang semakin canggih ini, masing-masing individu mampu memproduksi dan mengonsumsi beragam informasi.

“Yang perlu menjadi perhatian saat menggunakan sosial media, harus tahu mana ruang privasi dan mana ruang publik,” tegasnya. (*)

Penulis: Nuri Hermawan Editor: Dilan Salsabila

Referensi

Dokumen terkait

Bila ditinjau dari sudut pandang perusahaan, salah satu cara yang efektif dalam melakukan diferensiasi adalah melalui jasa atau pelayanan yang diberikan. Hal ini membawa

Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni observasi, wawancara (deep interview) dan dokumentasi. Data dikumpulkan menggunakan instrumen berupa pedoman observasi dan

Penelitian bertujuan untuk mengetahui nilai konduktivitas hidrolik jenuh (K s ) mortar arang sekam padi (ASP) sebagai sarana irigasi bawah permukaan tanah (subsurface

Paradigma ini memandang proses komunikasi ditentukan oleh pengirim ( source-oriented ). Berhasil atau tidaknya sebuah proses komunikasi bergantung pada upaya yang

Penelitian didasari hasil observasi awal yang dilakukan peneliti di TK Dharma Wanita Kuntum Mekar, Kecamatan Kandat,Kabupaten Kediri.yang mana dari hasil observasi awal itu

Langkah ini terjadi pada saat piston mencapai TMA, dalam hal ini katup buang dan katup isap sama-sama menutup sehingga campuran bahan bakar dan udara yang sudah dimampatkan

 Penelitian ini dibatasi pada beberapa hal yang berkenaan dengan opini yaitu aspek keyakinan yang berdasarkan aspek credulity (percaya atau tidak) dan reliance

Dari penerjemahan langsung tersebut kemudian di analisis dengan kajian semantik yaitu menganalisis komponen makna kata dan frasa bahasa asing (bahasa Inggris) dalam wacana