Hanya Ingin Kau
Tahu
Catatan Untuk Kenangan
Prakata
Puisi-puisi ini kutulis hanya untuk minta maaf kepadamu. . . .
Seluruh huruf dalam puisi ini Terselip senyummu
Disetiap kata dalam puisi ini Tersemat tawamu
Disetiap baris dalam puisi ini Tersisip tangismu
Disetiap bait dalam puisi ini Terpati bayangmu
Daftar Isi
1. Selalu Terbawa 4 2. Mimpi 5 3. Kenyataan 6 4. Goyah 7 5. Membangkitkan Asa 8 6. Kata – kata 9 7. Kearah Kegelapan 10 8. Emosional 11 9. Mewujudkan mimpi 12 10. Sebab Cinta 13 11. @ 29 Juli 14 12. Sesal 15 13. Andaikan 16 14. Sendiri 17 15. Suci 18 16. Kerinduan 19 17. Untukmu Pesona 20 18. GILA 2119. Aku Mohon Bacalah Ini! 22
20. Bangkit 23 21. Balikan 24 22. Ber-asa 25 23. Rindu 26 24. Hadiah 27 25. Ragu 28 26. Setelah Perpisahan 29 27. Egoku 30 28. Perasaanku 31
Selalu terbawa
Tertulis kata Terlukis jiwa Terangkai suara Terbaca makna Termaksud sujud Tersirat harap
Terbuka hati Terbuka mimpi Termasuk diri Terlarut sepi Tertekan rasa Terjerat kata Terkubur sedih Tersiksa Letih
Mimpi
Disaat diri
Masuk dalam dunia mimpi Tak lagi teringat
Apa yang terjadi dalam surat
Dimensi tiada bentuk
Jadikan tubuh semakin terpuruk Hingga hati tak pernah merasa buruk
Terjadi semua yang di ingin
Hayal dan angan menjadi pengantin Tak mengerti isi dalam batin
Benar atau salahkah yang terkirim
Bodohnya diri
Menganggap kosong punya arti Merasa Hidup padahal mati
Kenyataan
Roda waktu memutar hari Perjalanan hidup tak kan terhenti Tegak ataupun jatuh
Akan tetap melaju
Penyesalan dan kebanggaan Adalah hiasan perjalanan
Tak ada rem untuk menghentikan Kan tetap ada sesal yang mengganjal Dan pastikan ada bangga yang indah Hingga hidup telah usai
Goyah
Paradigmaku bukan lagi jadi pegangan Sebab diri tak lagi mampu
Namun paradigmaku kan jadi harapan Atas semua hal yang aku tuju
Detak jantung pun kini telah bergemuruh Didekati sebuah makhluk yang berbeda Ingin bertemu kala hati merindu
Membangkitkan Asa
Memcoba menulis
Dengan sedikit kata yang di punya Berusaha berkarya
Dengan inspirasi yang jauh dari sempurnah Sebab diri ingin menjadi penting
Dan tak ingin untuk berpaling
Menjadi mahkota jiwa Sebuah hasil dari paradigma Pemikiran yang diusahakan Untuk masuk kedalam angan
Kata-kata
Kataku katakan kata-kata Kata itu kata yang terkata Terkatakan karena dikatakan Hingga kata yang terkatakan itu Dikatakan sebagai kata yang bermakna
Kata demi kata yang dikatakan Adalah kata yang bermaksud Hanya saja maksud kata-kata itu Tak dikatakan dengan kata tersurat
Kearah kegelapan
Dari kaca mata senja
Menjadi ufuk terlihat dari barat Mencoba melihat malam
Ternyata pagi yang menghampiri
Berjalan menuju ufuk
Tak terasa terik yang didapat Terus berjalan
Dan kini senjapun meninggalkan
Tiada yang ditemui
Selain gelapnya malam hari Dan hanya bisa menanti Saat datangnya pagi
Emosional
Kesabaran dalam diri
Terputus sesaat karena emosi Mati iman karena marah Putuslah selamanya Sebuah tali persaudaraan
Tiada kata lagi yang bisa menyambung Hanya sebuah hati yang lapang
Hat i yang mau memaafkan
Mewujudkan Mimpi
Satu malam mimpi di bangun Mulai pagi mulai terbangun
Menjadikan mentari sebagai ambisi Untuk terus berjalan kebarat
Untuk tetap menjadikan mimpi bukan lagi ibarat
Satu mimpi dalam semalam Satu asa dalam sehari
Menanti dan membuat sebuah fakta Fakta yang satu inti dengan mimpi
Usailah perjalanan hari
Usailah asa mewujudkan mimpi Hanya menunggu hari gelap Dan membiarkan tubuh terlelap
Sebab Cinta
Sebab cinta, hati bertanya
Sebab cinta, hati pula jawabannya Sebab cinta, ada rasa gundah Sebab cinta, ada gelisah Sebab cinta, hati bahagia Sebab cinta, hati berbunga Sebab cinta, menetes air mata Sebab cinta, bersifat manja Sebab cinta, serasa dewasa
@ 29 Juli
Aku datang dikala pagi. Bertanya sesuatu kepadanya. Bertanya tentang kepastian cinta yang telah lama bersama. Bertanya tentang lanjutan kisah asmara aku dan dia. Bertanya untuk mencari tahu apa yang menjadi penyebabnya.
Diwaktu itu, sang ayah yang kutanya, “adakah ia?”
Menit berlalu, ayah menjauh, dia menemuiku. Kutanyakan semua, kutanyakan masalahnya. Kubertanya dengan argumenku, ku berfikir dengan paradigmaku.
Kesalahan yang tak kumengerti. Kesalahan yang tak kusadari. Kesalahan yang ku anggap tak berarti. Menjadi jawaban dari ketidak-tahuanku. Menjadi alasan usainya ceritaku.
Sesal
Sesat dalam sesal Tercipta hati kesal Pemikiran mendangkal Hingga tubuh terjungkal
Para paradigma mati
Para indera terangsang sedih Para mimpi tersobek perih Tubuh jiwa laksana pergi
Tiada apa suatu menyapa Tiada siapa seorang berkata Hanya ada dimana sebagai Tanya
Entah titik ataupun koma Entah bunyi ataupun nada Hanya itu yang mewakili
Andaikan. . .
Andaikan ada, rasanya percuma
Andaikan tak ada, rasanya tak sempurnah Andaikan meminta, rasanya hina
Andaikan menerima, rasanya tak kan pernah
Andaikan di cari, akankah ditemui? Andaikan dinanti, kapan ia kembali? Andaikan dicintai, apakah ia mengerti? Andaikan dibenci, apakah ia perduli?
Sendiri
Tak pernah terbiasa dengan kediaman Tak pernah mampu dengan kesuraman Tapi kini diri dalam keheningan
Membuat diri tetap dalam kesendirian
Lama waktu menjauh
Lama sudah waktu menunggu
Namun tetap saja waktu tak membantu
Banyak pertanyaan untuk diadopsi Banyak pernyataan untuk dimengerti Sayangnya, tiada kata yang menemani
Suci
Belum pernah tersentuh Belum pernah disentuh Masih tetap utuh
Menjaga harta Untuk tetap indah Dan tak pernah dijarah
Menjaga keindahan Tuk dapatkan kepuasan
Kerinduan
Bukan tertulis, bukan terlukis Tapi terkenang
Bukan terbaca, bukan teraba Tapi terasa
Satu memori dalam otak Menyematkan sebuah perintah Lewat syaraf yang menyentuh kalbu Hingga diri merasa haru
Keharuan yang menyentuh
Terpercik melewati dinding jiwa dan raga Yang menghadirkan dan mengakhirkan Sebuah kerinduan yang menyiksa
Untukmu Pesona
Indah diri merajut dalam asa sang penanti Memasuki rongga kepala untuk tetap berdiri Memandang makhluk yang dipuji indah diri
Memberikan pesona pada banyak permata Menilaikan diri dari berbagai misteri Lagu cinta selalu ternada disetiap kata Kata dari sang pujangga
GILA
Bermimpi pada mata terbuka
Tertutup telinga, sekitar tak terdengar Mata melihat tetapi tak terlihat Apapun didepan laksana tiada
Hanya melihat, mendengar, dan merasakan Apa yang sedang dipikirkan
Mungkin mimpi Mungkin rindu Mungkin sesal Mungkin pula hayal
Tiada yang tahu
Aku Mohon Bacalah ini!
Tak mampukah untuk membaca ini? Membaca kata dari dalam hati Membaca huruf-huruf yang punya arti
Tak maukah agar mengerti maksud? Tentang hati yang selalu terpuruk Tentang diri yang mulai tertutup
Tiadalah apa seorang tiada Sebab diri masih bernyawa Tetap hati ingin meminta
Tentang ampunan yang belum terkata
Bolehkah hati memohon
Untuk katakan diri tak berbohong Untuk ungkapkan hati telah kosong
Bangkit
Merajut benang-benang harapan Dari helaian – helaian yang terkumpul Tiada motif yang dicari
Yang terkumpulpun tak tentu arahnya
Membentuk satu bentuk Untuk mejadi satu kegunaan
Meski tiada cantik dalam pandangan Tetaplah kepuasan terlampirkan
Helaian – helaian asa yang terajut Merubah hidup yang awalnya mati Terbiar siapapun menilai
Balikan
Teringat satu kata dari bibir sang bidadari Mengatakan tuk berpisah dari diri
Mengakhirkan asmara yang telah bersemi
Tak terhitung oleh hari
Satu ungkapan diucapkan kembali Melawan kata yang lama
Menanam kembali bunga asmara
Begitu indah sang bidadari Menganggap diri begitu berarti Satu tawa yang terdengan telinga
Ber-asa
Masih mencoba menyentuh hati Berharap satu pintu mampu terbuka Janganlah hati ini dikelabui
Biarkan tetap mencari bahagia
Masih selalu mencari tahu Cerita tentang arti lagu – lagu Lagu dalam dada yang terburu Dikala dua wujud telah bertemu
Perbolehkanlah hati ini datang
Untuk memberi tahu maksud ungkapan Bukan maksud mencari alasan
Rindu
Disela pemikiran otakku tentang sebuah fakta Dalam kevakuman waktu yang tersibukkan Terselip satu kecemasan tentang masa lalu Tersemat rasa takut tentang masa depan Berharap satu sisipan bukan yang dicemaskan
Sejenak berhenti dan memejamkan mata Melanjutkan bayangan yang sempat terlintas Mencoba menyimak apapun yang beradu di otak Mencari jalan keluar dari sebuah angan
Berusaha menahan emosi yang terbawa mimpi
Kemudian denting – denting lagu
Mengalun syahdu menyentuh dinding telinga Membangunkan diri dari hayal dan mimpi Terbukalah mata saat diri tegugah
Dan berusaha menenangkan hati yang ketakutan
Lagi diri ini terlintas rindu
Rasa takut yang terasa pun sebuah rindu Dan masa lalu, juga sebuah rindu
Hadiah
Pernah diberikan padaku
Sebuah tekstur dari benang – benang berwarna hitam Yang dibelinya dari daretan pedagang – pedagang Dari kota tempat ia belajar bahasa
Diberikannya padaku
Dari perbincangan lama yang masih berbumbu cinta Dari perkataan bahagia yang tak pernah tersangka
Kemudian suara mesin-mesin gajah engangkut manusia Berhenti tepat di hadapan muka
Dan terpanggil diri untuk menaiki
Di atas lantai yang berjalan
Dihadapkan sebuah wujud ungkapan Yang sungguh tak terlupakan
Meski kini ada dalam lemari Tempat bejajar selimut ari
Ragu
Benarlah sebuah ungkapan Katakan tubuh masih bimbingan Tak patut menjadi pemimpin Sekalipun kekasih berucap ingin
Benarlah sebuah opini
Sebutkan jiwa tak bisa mandiri Wujud cinta hanyalah kata Diharap mampu merasa ragu
Mungkinlah diri masih muda Tetaplah hati belajar dewasa Sekalipun percaya tak diterima Hati ini masih punya asa
Biarlah tiada impian yang kembali Biarlah hati ini tetap di benci Harap selalu rasa dalam kalbu Tercinta tahu diri merindu
Setelah Perpisahan
Sudahkah satu sisi hati yang dulu
Sudah mejadi sisi lain yang tak mencintaiku?
Benarkah perjalanan yang telah lama dijalani Tak lagi bisa dikisahkan kembali?
Sungguh sangat disesalkan
Perkenalan hanya untuk sebuah percintaan Dan usai perpisahan tiada lagi pertemanan
Sedingin air es di pagi hari Hubungan antara dua hati Tiada sedikitpun interaksi Hanyalah sapa jikalau sudi
Lelah dan letih lembaga hati Lama lamunan terhiasi Harap diri mampu kembali
Egoku
Diamlah wahai bidadari Rahasiakan apapun sendiri Biarkan aku tetap tak mengerti
Bisulah duhai gadisku Simpan semua dihatimu Biarkan aku tak pernah tahu
Tulilah dikau cinta
Jagalah agar tak terasuki suara Biarkan aku tak bisa bercerita
Matilah engkau perempuanku Agar engkau tetap tak tahu Bahwa aku mencintaimu
Perasaanku
Banyak mimpi masih mengambang di angan Belum pernah tercapai satupun dari semua Hanya harap masih berharap
Dan harap ini hanyalah harap yang mengharapkan
Telah sadar tentang sebuah fakta Telah tahu tentang jawaban rasa rindu Tapi hati ini tak mau mengerti
Masih tetap memaksa diri
Ada yang aku takutkan dari semua Aku takut aku akan marah
Aku takut aku takbisa menerima Dan yang lebih mengerikan Aku takut aku trauma
Entah bagaimana rasanya Tapi yang pasti
“. . . .”
Dalam raut wajah tuamu
Aku melihat tatapan kemudaanmu
Dalam keriput kecil kulitmu
Aku lihat kekencangan tujuan hidupmu
Dalam lidah kedewasaanmu
Aku rasakan keremajaan sentuhanmu
Dan dalam ringan tubuhmu
Aku tahu berat sungguh pengorbananmu
Namun dalam ketegasan sikapmu Aku lihat keraguanmu tentangku
Agustus
Agustus, masih tetap seperti tahun lalu
Agustus yang memilukan, menggundahkan, dan membimbangkan
Agustus yang kelam
Dan sejak Agustus
Purnama tak lagi pernah indah
Purnama hanya penutup sebuah bencana
Dan purnama juga masih sama seperti tahun lalu
Kucoba bertanya pada Agustus
“Apa yang telah terjadi? Hingga aku seperti ini.” Namun sang Agustus hanya menjawab
“Aku tak bersalah, tanyalah pada Juli!”
Dan saat aku bertanya pada Juli Dia dengan tenang menjawab
“Engkau telah kehilangan hatimu diruang waktuku. Hingga di ruang waktu Agustus engkau selalu merasa gelisah.”