• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1Konsep Lansia

Lanjut usia (lansia) yang dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Pada tahun 2005, angka harapan hidup orang Indonesia adalah 70,0 tahun. Tahun 2006 meningkat menjadi 70,2 tahun. Jumlah ini terus meningkat menjadi 70,4 tahun pada tahun 2007 dan di perkirakan pada tahun 2025 angka harapan hidup

penduduk indonesia akan menjadi 73 tahun (BPS 2007).

Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat criteria berikut: usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.

2.2Faktor Risiko Penyebab Konstipasi

Konstipasi atau sering disebut sembelit adalah kelainan pada sistem pencernaan di mana seseorang mengalami pengerasan feses atau tinja yang berlebihan sehingga sulit untuk dibuang atau dikeluarkan dan dapat menyebabkan kesakitan yang hebat pada penderitanya.

Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi buang air besar, kesulitan keluarnya feses, harus mengejan, jumlah feses yang kurang, konsistensinya keras dan kering, terdapat rasa sakit, sensasi buang air besar tidak puas, defekasi kurang dari 3 kali dalam seminggu.

(2)

Konstipasi adalah suatu penurunan defekasi yang normal pada seseorang, disertai dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses yang sangat keras dan kering (Wilkinson, 2006).

Konstipasi adalah defekasi dengan frekuensi yang sedikit, tinja tidak cukup jumlahnya, berbentuk keras dan kering (Oenzil, 2005).

Lansia sering mengalami penurunan aktifitas fisik sehingga terjadi penurunan gerak peristaltic dan terjadi reabsorpsi cairan feses. Proses defekasi yang seharusnya dibantu oleh tekanan dinding perut juga seringkali tidak efektif karena dinding perut lansia sudah melemah.

Salah satu yang harus diperhatikan pada lansia ini adalah konsumsi serat dan intake cairan setiap hari dan aktivitas fisik. Ini bertujuan agar lansia terhindar dari terjadinya konstipasi, wasir, hemoroid dan kanker kolon (Arianti2005).

Faktor risiko penyebab konstipasi adalah: 1. Faktor asupan serat

Serat makanan (diatery fiber) adalah komponen dalam tanaman yang tidak tercerna secara enzimatik menjadi bagian-bagian yang dapat diserap di saluran pencernaan (Almatsier, 2010).

Menurut Wellman dan Kamp (2008) bahwa rendahnya asupan serat akan meningkatkan resiko terjadinya konstipasi.

Diet berserat tinggi mempertahankan kelembaban tinja dengan cara menarik air secara osmotis ke dalam tinja dan dengan merangsang peristaltik kolon melalui peregangan. Dengan demikian, orang yang makan makanan rendah serat atau

(3)

makanan yang sangat dimurnikan beresiko lebih besar mengalami konstipasi (Corwin, 2005).

Serat makanan terdiri dari dua jenis yaitu serat larut dan serat tidak larut. Serat larut pangan berfungsi mengikat lemak pada usus sehingga tidak terserap tubuh dan dikeluarkan bersama kotoran. Serat tidak larut pangan dapat membantu memperlancar BAB. Sumber serat yang baik bagi lansia bisa diperoleh dari sayuran, buah-buahan segar, dan biji-bijian utuh seperti gandum utuh, beras merah dan beras coklat, oatmeal, dan bekatul.

Pembagian jenis sayuran berdasarkan morfologinya: sayuran daun, sayuran batang, sayuran akar, sayuran ubi, sayuran umbi, sayuran bunga, sayuran buah dan sayuran biji.

Berikut adalah uraiannya:

a. sayuran daun: bagian dari tumbuhan yang terdapat hanya pada bagian batang. Contohnya: sawi, bayam, kangkung, kubis, sawi putih, selada.

b. sayuran batang: merupakan bagian daru tumbuhan yang terdiri dari buku dan ruas. Buku adalah tempat menempelnya daun. Contohnya: rebung

c. sayuran akar: biasanya terdapat di dalam tanah dan tidak beruas dan berbuku. Contohnya: lobak.

d. sayuran bunga: merupakan alat perkembangbiakan secara generatif. Contohnya: brokoli, bunga kol.

e. sayuran buah: hasil dari penyerbukan dan pembuahan yang terjadi pada organ bunga. Contohnya: tomat, terong, labu siam, timun.

(4)

f. sayuran biji: bagian dari buah setelah terjadi penyerbukan dan pembuahan pada bunga. Contohnya: kacang polong, petai, kacang merah, kacang panjang, jagung.

g. sayuran umbi: bagian tanaman yang membengkak karena penimbunan makanan. Contohnya: kentang, bawang merah, bawang putih.

Berikut adalah penggolongan buah- buahan:

a. buah yang memiliki daging kaku adalah buah-buahan yang mempunyai daging buah agak kaku seperti buah pir.

b. Buah yang berbuah kecil-kecil serta berbatu, yaitu buah-buahan yang terdiri dari beberapa buah kecil dan berbiji seperti leci, duku, anggur, langsat dan lain kelengkeng.

c. Buah yang memiliki biji banyak yaitu buah-buahan yang memiliki biji lebih dari satu serta menyatu didalam buah seperti jambu biji, delima, semangka, markisa. d. Buah yang memiliki batok yaitu buah-buahan yang memiliki batok atau berkulit keras dan daging buahnya terdapat didalam batok tersebut, seperti manggis, jeruk, durian, kelapa, rambutan.

e. Buah-buahan tropis yaitu buah-buahan yang terdapat di daerah tropis seperti pisang, sawo, papaya, nangka.

Pedoman umum gizi seimbang memuat dua belas pesan dasar yang diharapkan dapat digunakan masyarakat luas sebagai pedoman praktis untuk mengatur makanan sehari-hari yang seimbang dan aman guna mencapai dan mempertahankan status gizi dan kesehatan yang optimal. Kedua belas pesan dasar

(5)

tersebut adalah makananlah aneka ragam makanan, makananlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi, makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari kebutuhan energi, batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energi, gunakan garam beriodium, makanlah makanan sumber zat besi, biasakan makan pagi, minumlah air bersih dan aman yang cukup jumlahnya, lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur, hindari minuman beralkohol, makanlah makanan yang aman bagi kesehatan, dan bacalah label pada makanan yang dikemas.

Kelompok makanan yang diperlukan bagi lansia yaitu makanan rendah protein dan tinggi karbohidrat dalam roti, cake, dan sereal. Daging harus dihindari karena penurunan kemampuan mengunyah pada lansia. Makanan yang mengandung protein yang dapat dikonsumsi seperti keju, telur. Pada lansia yang memiliki masalah mengunyah dapat diberikan sup sayuran. Diet lansia yang dianjurkan mengandung semua kelompok makanan dan membutuhkan suplemen vitamin.

Lansia harus memperbanyak makan buah dan sayuran, karena sayur dan buah banyak mengandung vitamin, mineral dan serat. Lansia sering mengeluhkan tentang konstipasi/ susah buang air besar, dengan mengonsumsi sayur dan buah yang kaya akan serat maka akan melancarkan buang air besar. Untuk buah, utamakan buah yang bisa dimakan dengan kulitnya karena seratnya lebih banyak. Dengan mengkonsumsi sayuran dan buah sebenarnya lansia tidak perlu lagi mengkonsumsi suplemen makanan. Lebih dianjurkan untuk mengolah makanan dengan cara dikukus, direbus, atau dipanggang kurangi makanan yang digoreng.

(6)

Susunan makanan sehari-hari untuk lansia hendaknya tidak terlalu banyak menyimpang dari kebiasaan makanan, serta disesuaikan dengan keadaan psikologisnya. Pola makan disesuaikan dengan kecukupan gizi yang dianjurkan dan menu makanannya disesuaikan dengan ketersediaan dan kebiasaan makan tiap daerah. Menu makanan lansia dalam sehari dapat disusun berdasarkan konsep 4 sehat 5 sempuna atau konsep gizi seimbang, sebagai contoh:

Kelompok makanan pokok (utama) : nasi 1 porsi, kelompok lauk pauk : daging 1 potong, dan tahu 1 potong , kelompok sayuran : bayam 1 mangkok, kelompok buah-buahan : papaya 1 potong dan susu 1 gelas.

Beberapa contoh buah-buahan yang tinggi akan serat:

a. buah-buahan segar: alpukat, anggur, belimbing, jambu biji, jeruk bali, jeruk sitrun, mangga, melon, nanas, pepaya, pisang, semangka, sirsat, srikaya, dan sebagainya.

b. sayuran: bayam, brokoli, labu kuning, kangkung, daun pepaya, daun singkong, sawi hijau, kubis, kacang panjang, buncis, dan sebagainya.

c. makanan tinggi serat: tepung maizena, beras ketan, ubi merah, ubi putih, oncom merah, oncom putih, kacang hijau, kacang tanah, dan sebagainya.

2. Faktor intake cairan

Intake cairan berpengaruh pada eliminasi fekal. Kolon menggunakan banyak air untuk memecah makanan padat. Bahan sisa metabolisme dalam saluran cerna akan membawa sejumlah air yang telah digunakan untuk mencairkan makanan, dan hal ini tergantung pada ketersediaan air di dalam tubuh. Air yang membawa sisa metabolisme akan bertindak sebagai pelumas untuk membantu sisa

(7)

metabolisme ini bergerak di sepanjang kolon. Semakin tubuh membutuhkan air, semakin besar usahanya untuk menyerap kembali air yang tersedia di dalam usus. Proses ini memberikan tekanan besar pada sisa metabolisme agar airnya dapat diabsorbsi kembali oleh mukosa atau dinding selaput dari kolon. Dampaknya tinja menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras.

Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis, yang memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh, hampir 90% dari total berat badan tubuh. Sementara itu, sisanya merupakan bagian padat dari tubuh.

Pada lansia, proses penuaan normal dapat mempengaruhi keseimbangan cairan. Perubahan fisiologi yang terjadi antara lain respons haus sering menjadi tumpul, nefron (unit fungsional ginjal) menjadi kurang mampu menahan air, penurunan TBW (Total Body Water) yang berhubungan dengan FFM (Fat Free Mass). Perubahan normal karena penuaan ini meningkatkan resiko dehidrasi (Audrey Berman et.al, 2009).

Air mungkin tidak terlihat seperti vitamin atau mineral penting, tetapi sangat penting untuk kesehatan. Dengan bertambahnya usia, rasa haus dapat menurun. Obat-obat tertentu meningkatkan risiko dehidrasi. Air sangat penting jika Anda meningkatkan serat dalam makanan Anda, karena serat menyerap air. Orang dewasa dianjurkan minum sebanyak 2 sampai 2,5 liter per hari. Ketentuan ini berlaku pula pada lansia (minum lebih dari 6-8 gelas per hari).

Ketidakseimbangan air dapat berakibat buruk bagi kesehatan, seperti konstipasi dan dehidrasi.

(8)

3. Faktor Aktivitas Fisik a. Defenisi Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010; Physical Activity. In Guide to Community Preventive Services Website, 2008).

b. Manfaat aktifitas fisik terhadap kesehatan

Aktivitas fisik secara teratur memiliki efek yang menguntungkan terhadap kesehatan yaitu: (1) terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker, tekanan darah tinggi, kencing manis, dan lain-lain (2) berat badan terkendali (3) otot lebih lentur dan tulang lebih kuat (4) bentuk tubuh menjadi ideal dan

proporsional (5) lebih percaya diri (6) lebih bertenaga dan bugar. c. Jenis Aktifitas Fisik

Masalah yang ditemui pada lansia adalah kurang nafsu makan, proses pencernaan yang tidak sempurna, sulit buang air besar, dan pemanfaatan makanan sebagai sumber energi. Dengan berorientasi pada masalah ini, dapat dirancang suatu latihan fisik yang bertujuan untuk menambah nafsu makan (input), memperlancar proses pencernaan dan buang air besar (proses), dan mengefisienkan pemanfaatan energi di tubuh (output). Sehebat apa pun komposisi gizi yang disediakan, kalau tidak dimakan, diproses, dan dimanfaatkan oleh tubuh,

(9)

maka belum dapat memberi hasil guna. Disamping masalah pencernaan, penurunan daya ingat dan konsentrasi perlu dicegah dengan aktivitas fisik.

Arisman (2007), bahwa fisik lansia yang melemah sebagai akibat dari proses penuaan yang terjadi pada seseorang menyebabkan keterbatasan lansia dalam beraktivitas. Penurunan aktivitas ini akan mengakibatkan terjadinya kelemahan tonus otot dinding saluran cerna sehingga akan terjadi konstipasi.

Pada lansia, sangat dianjurkan untuk rutin melakukan aktifitas fisik ringan seperti jalan pagi/ sore hari. Memang hal ini agak sukar dilaksanakan jika kondisi kesehatan lansia sudah tidak mungkin melakukannya, seperti nyeri pada persendian, dan lain- lain.

Lansia dapat menjalankan aktivitas yang menyehatkan di pagi hari atau di sore hari, antara lain dengan: berjalan kaki, bersepeda bila memungkinkan, berkebun, olahraga khusus senam lansia, senam jantung sehat, yoga untuk lansia atau menahan beban yang intensif.

Lakukan aktivitas fisik tersebut sebanyak 2 x 30 menit minimal 3 hari dalam seminggu. Dahului dengan pemanasan ringan sebelum berolahraga dan tutuplah dengan pendinginan.

Olahraga tersebut akan memberikan manfaat bagi jantung lansia, melancarkan sirkulasi darah dan metabolisme tubuh, mengurangi resiko patah tulang, dan menyehatkan mental. Sebelum dan sesudah melakukan aktivitas fisik/ olahraga, lansia dianjurkan minum air putih yang cukup agar terhindar dari dehidrasi.

(10)

2.3Pola BAB pada Lansia

Pola adalah suatu set peraturan yang bisa dipakai untuk membuat atau menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu, khususnya jika sesuatu yang ditimbulkan cukup mempunyai suatu yang sejenis. Buang air besar (biasanya disingkat menjadi BAB) atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan mahkluk hidup. Manusia dapat melakukan buang air besar beberapa kali dalam 1 hari atau 1 kali dalam beberapa hari. Tetapi bahkan dapat mengalami gangguan yaitu hingga hanya beberapa kali saja dalam satu minggu atau dapat berkali-kali dalam 1 hari, biasanya gangguan-gangguan tersebut diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak benar dan jika dibiarkan dapat menjadi masalah yang lebih besar.

2.3.1Proses BAB (defekasi)

Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan (Dianawuri, 2009).

Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yaitu terletak di medula dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sfingter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar kemudian sfingter anus bagian luar diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendur.

(11)

Selama defekasi, berbagai otot lain membantu proses tersebut, seperti otot-otot dinding perut, diafragma, dan otot-otot dasar pelvis (Hidayat, 2006).

Defekasi bergantung pada gerakan kolon dan dilatasi sfingter ani. Kedua faktor tersebut dikontrol oleh sistem saraf parasimpatis. Gerakan kolon meliputi tiga gerakan yaitu gerakan mencampur, gerakan peristaltik, dan gerakan massa kolon. Gerakan massa kolon ini dengan cepat mendorong feses makanan yang tidak dicerna (feses) dari kolon ke rektum (Asmadi, 2008)

2.3.2 Pengaturan buang air besar

Buang air besar dapat terjadi secara sadar dan tak sadar (contohnya buang air besar saat melakukan proses persalinan). Kehilangan kontrol dapat terjadi karena cedera fisik (seperti cedera pada otot sphinkter anus), radang, penyerapan air pada usus besar yang kurang (menyebabkan diare, kematian, dan faktor faal dan saraf).

Pada dasarnya, frekuensi buang air besar pada setiap orang bervariasi. Meski begitu, ada masanya ketika orang yang biasanya buang air besar hanya 3 hari sekali pun tidak mampu mengeluarkan setelah 4 atau 5 hari, bahkan seminggu. Atau, yang biasanya buang air besar tiap hari tidak mampu mengeluarkan feses setelah lebih dari 2 hari.

Untuk konsistensi feses yang normal saat buang air besar adalah berbentuk sosis dan agak lunak. Pada diare konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan pada konstipasi didapat tinja dengan konsistensi keras.

Untuk warna feses yang normal saat buang air besar adalah berwarna kuning cokelat/ cokelat muda/ cokelat tua. Warna tinja yang dibiarkan pada udara

(12)

menjadi lebih tua karena terbentuknya lebih banyak urobilin dari urobilinogen yang dieksresikan lewat usus. Selain urobilin yang normal ada, warna tinja dipengaruhi oleh jenis makanan, kelainan dalam saluran cerna, dan oleh obat-obat yang diberikan.

Untuk bau feses yang normal saat buang air besar adalah sama dengan bau kentut. Bau khas dari feses disebabkan oleh aktivitas bakteri. Bakteri menghasilkan senyawa seperti indol, skatol, dan thiol (senyawa yang mengandung belerang) dan juga gas hidrogen sulfide. Bau busuk disebabkan proses pembusukan protein yang tidak dicerna oleh bakteri, bau asam menunjukkan pembentukan gas dan fermentasi karbohidrat yang tidak dicerna atau diabsorbsi sempurna/lemak yang tidak diabsorbsi.

Bau feses sangat mempengaruhi dengan apa yang kita makan. Terlalu banyak mengonsumsi lemak dapat menyebabkan bau feses yang busuk. Obatobatan juga dapat mempengaruhi bau feses menjadi seperti bau obat. Bau asam pada feses yang cair sering disebabkan karena infeksi rota virus. Bau feses yang mengandung darah pada umumnya tercium bau amis.

2.3.3 Faktor- faktor yang mempengaruhi proses defekasi a. Usia

Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol defekasi yang berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol secara penuh dalam buang air besar, sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan mengontrol secara penuh, dan pada usia lanjut proses pengontrolan tersebut mengalami penurunan (Hidayat, 2006).

(13)

b. Asupan cairan

Pemasukan cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan oleh absorpsi cairan yang meningkat (Tarwoto & Wartonah, 2006). Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (contoh: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme.

c. Aktivitas

Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi, sehingga proses gerakan peristaltik pada daerah kolon dapat bertambah baik dan memudahkan dalam membantu proses kelancaran proses defekasi (Hidayat, 2006). 2.3.4 Masalah- masalah umum pada pola BAB

a. Konstipasi

Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi buang air besar, sensasi tidak puas/lampiasnya buang air besar, terdapat rasa sakit, perlu ekstra mengejan atau feses yang keras. Disepakati bahwa buang air besar yang normal frekuensinya adalah 3 kali sehari sampai 3 hari sekali. Dalam praktek sehari-hari dikatakan konstipasi bila buang air besar kurang dari 3

(14)

kali seminggu atau 3 hari tidak buang air besaratau buang air besar diperlukan mengejan secara berlebihan (Djojoningrat, 2009).

Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, massa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorpsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rektum ( Potter dan Perry, 2005).

Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami stasis usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras, atau keluarnya tinja terlalu kering dan keras (Hidayat, 2006). Tanda klinis : adanya feses yang keras, defekasi kurang dari 3 kali seminggu, menurunnya bising usus, adanya keluhan pada rektum, nyeri saat mengejan dan defekasi, dan adanya perasaan masih ada sisa feses. Kemungkinan penyebab: (1) defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera serebrospinalis, CVA, dan lain-lain (2) pola defekasi yang tidak teratur (3) nyeri saat defekasi karena hemoroid (4) menurunnya peristaltik karena stress psikologis (5)

penggunaan obat, seperti penggunaan antasida, laksantif, atau anaestesi (6) proses penuaan (usia lanjut).

b. Impaksi fekal

Impaksi Fekal (Fekal Impa ction) merupakan masa feses yang keras di lipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi material feses yang

(15)

berkepanjangan. Biasanya disebabkan oleh konstipasi, intake cairan yang kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot (Hidayat, 2006).

Tanda impaksi yang jelas ialah ketidakmampuan untuk mengeluarkan feses selama beberapa hari, walaupun terdapat keinginan berulang untuk melakukan defekasi. Apabila feses diare keluar secara mendadak dan kontinu, impaksi harus dicurigai. Porsi cairan di dalam feses yang terdapat lebih banyak di kolon meresap ke sekitar massa yang mengalami impaksi. Kehilangan nafsu makan (anoreksia), distensi dank ram abdomen, serta nyeri di rektum dapat menyertai kondisi impaksi. Perawat, yang mencurigai adanya suatu impaksi, dapat dengan mantap melakukan pemeriksaan secara manual yang dimasukkan ke dalam rektum dan mempalpasi masa yang terinfeksi ( Potter & Perry, 2005).

c. Diare

Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai dengan kejang usus, mungkin disertai oleh rasa mual dan muntah (Hidayat, 2006). Tanda klinis: adanya pengeluaran feses cair, frekuensi lebih dari 3 kali sehari, nyeri/kram abdomen, bising usus meningkat. Kemungkinan penyebab: malabsorpsi atau inflamasi, peningkatan peristaltik karena peningkatan metabolism, efek tindakan pembedahan usus, efek penggunaan obat seperti antasida, dan stress psikologis.

d. Inkontinensia Fekal

Inkontinensia fekal adalah ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus. Kondisi fisik yang merusakkan fungsi atau control sfingter anus

(16)

dapat menyebabkan inkontinensia. Kondisi yang membuat seringnya defekasi, feses encer, volumenya banyak, dan feses mengandung air juga mempredisposisi individu untuk mengalami inkontinensia. Inkontinensia fekal merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan defekasi normal dengan pengeluaran feses tanpa disadari, atau juga dapat dikenal dengan inkontinensia fekal yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sfingter akibat kerusakan sfingter (Hidayat, 2006). Tanda klinis:pengeluaran feses yang tidak dikehendaki. Kemungkinan penyebab: gangguan sfingter rektal akibat cedera anus, distensi rektum berlebih, kurangnya kontrol sfingter akibat cedera medulla spinalis, dan kerusakan kognitif.

e. Kembung

Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas secara berlebihan dalam lambung atau usus (Hidayat, 2006). Kembung merupakan flatus yang berlebihan di daerah intestinal sehingga menyebabkan distensi intestinal, dapat disebabkan karena konstipasi, penggunaan obat-obatan (barbiturate, penurunan ansietas, penurunan aktivitas intestinal), mengonsumsi makanan yang banyak mengandung gas dapat berefek ansietas (Tarwoto & Wartonah, 2010).

Referensi

Dokumen terkait

Sasaran Program PP dan PL dalam Rencana Aksi Kegiatan BTKLPP Kelas I Batam sebagai implementasi dari Indikator Kinerja Program, Indikator Kinerja Kegiatan

(1) Yang  dimaksud  dengan  Surat  Perjanjian  Kerja  Sama  ini  adalah  perjanjian  dimana  PIHAK  KESATU  mengikat  PIHAK  KEDUA    sebagaimana  pula  PIHAK 

Dalam penelitian ini, strategi komunikasi yang baik adalah strategi yang dapat menempatkan posisi seorang guru secara tepat ketika berkomunikasi dengan muridnya,

Pada saat kebutuhan oksigen meningkat (denyut jantung naik atau saat kerja berat) aliran kororner tidak adekuat dengan menurunnya oksigen suplai yang menyebabkan iskemia

Terbaca Terbaca Pengujian kemiringan sudut pada tabel 8 menunjukan bahwa pada sudut <15 o tidak dapat terbaca pada ketiga perangkat smartphone android karena pada sudut

Demikian juga halnya dengan radiofarmaka 99"'Tc_ L,L-EC, harus mempunyai karakteristik yang ideal untuk diagnosis ginjal yaitu mempunyai kemumian radiokimia yang tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil perhitungan teknik Product Moment dengan menggunakan program SPSS 15 for windows dapat di ketahui nilai korelasi (r) sebesar

Pertunjukan tayub biasanya dipandu oleh seorang pengarih, tetapi apabila pertunjukan itu melibatkan beberapa orang joged (biasanya lebih dari empat orang joged) maka