BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman, hak-hak perempuan mulai
dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan publik. Kebijakan tentang
perempuan sekarang ini sudah mulai diperbincangkan dan diperjuangkan baik
dalam ranah pemerintah pusat maupun dalam ranah pemerintah daerah. Dalam
ranah pemerintah daerah seperti Desa Pakraman kebijakan tentang hak-hak
perempuan sudah mulai diperbincangkan dan mulai diperjuangkan.
Desa Pakraman merupakan kesatuan masyarakat hukum adat di Bali yang
mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat
Hindu di Bali. Desa Pakraman sebagaimana yang diatur dalam Perda Provinsi Bali
No 3 tahun 2001 dibentuk oleh enam unsur pokok, yaitu kesatuan masyarakat
hukum adat, mempunyai satu kesatuan tradisi, tata karma pergaulan hidup menurut
Agama Hindu, ikatan Kahyangan Tiga, mempunyai wilayah, dan memiliki harta
kekayaan sendiri.
Berdasarkan Perda Provinsi Bali No 3 tahun 2001 tentang desa Pakraman
dan membentuk lembaga Majelis Desa Pakraman (MDP) yang menggantikan
fungsi dari Majelis Pembina Desa Pakraman (MPDP) yang sebelumnya berfungsi
memberikan pertimbangan tentang masalah adat kepada pemerintah dan
bekerja sama dengan dinas-dinas terkait diantaranya Biro Kesejahteraan dan
Pemberdayaan Perempuan.
Seperti yang diketahui setiap Desa Pakraman di Bali mempunyai aturan
(tertulis maupun tidak tertulis) yang berlaku bagi warga Desa Pakraman
bersangkutan, yang disebut dengan Awig-awig atau Pararem. Dengan begitu
banyaknya Desa Pakraman yang ada di Bali, menyebabkan begitu banyak dan
beragam pula awig-awig yang ada di Bali. Keberagaman hal tersebut membuat
desa-desa yang berada di Bali menjadi unik dan mempunyai keistimewaan.
Berdasarkan penelitian Tjok Raka Dherana yang diterbitkan dalam buku
yang berjudul Desa Adat dan Awig-awig dalam Struktur Pemerintah Bali (1995)
dapat diketahui bahwa usaha penulisan awig-awig telah dimulai jauh sebelum tahun
1986. Didalam awig-awig, terdapat pararem yang timbul akibat sebuah fenomena
atau gejala yang dianggap dapat mengganggu keseimbangan kehidupan
masyarakat. Didalam awig-awig terdapat hal-hal yang tidak diatur maupun yang
sudah diatur namun isinya masih ambigu, atau belum memiliki prinsip. Memang
perlu yang namanya peremajaan aturan dari isi awig-awig tersebut agar sesuai
dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Unutk itu dibuatlah pararem sebagai
aturan tambahan diluar awig-awig yang isinya adalah hasil musyawarah bersama
dalam paruman (rapat) desa.
Pararem merupakan sebuah cerminan hukum adat yang bersifat dinamis.
Pararem merupakan bukti hukum adat yang tumbuh mengikuti perubahan
masyarakat melalui putusan-putusan dalam sebuah paruman (rapat) adat. Beberapa
tidak dijelaskan tentang pengertiannya secara jelas dan mendetail. Peraturan Daerah
Provinsi Bali No 3 tahun 2003 tentang perubahan Peratuan Daerah Provinsi Bali
No 3 tahun 2001 tentang Desa Pakraman dan Lembaga Adat, yang menjelaskan
pengertian pararem merupakan adalah hasil keputusan paruman (rapat) desa atau
banjar yang berisi ketentuan pelaksanaan awig-awig Desa Pakraman dan yang
menyangkut hal-hal prinsip diluar pelaksanaan awig-awig Desa Pakraman yang
berlaku.
Partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan pada level kebijakan
publik secara kuantitas masih dirasa kurang. Kelompok perempuan lebih banyak
menikmati produk dari hasil kebijakan publik yang mayoritas dibuat oleh kalangan
laki-laki. Tuntutan perempuan dalam pengambilan kebijaka publik merupakan
tuntutan yang wajar dikarenakan perempuan merupakan sasaran kebijakan publik
yang tidak memiliki daya tawar, sehingga mengakibatkan banyak terjadinya produk
kebijakan publik yang tidak ramah gender. Pada pemilu tahun 2004 lalu fokus
perjuangan gerakan perempuan terletak pada perjuangan merebut kuota 30 persen
dari jumlah keterwakilan perempuan dalam lembaga parlemen, maka agenda yang
tidak kalah penting adalah perjuangan jumlah keterlibatan perempuan dalam
pengambilan kebijakan publik.
Sekarang ini persamaan gender sangat diperlukan dalam sistem
pemerintahan adat di Bali. Berbicara tentang gender tidak lepas dari jenis kelamin
manusia. Disini perempuan selalu diberikan ketidakadilan dalam mendapatkan
hak-haknya dalam pemerintahan. Berbagai sosialisasi materi gender telah dilakukan
Swadaya Masyarakat yang ada di Bali. Namun dalam wacana keseharian
masyarakat Bali, gender menjadi persoalan yang cukup banyak disoroti, karena
pengetahuan tentang kesetaraan gender masih sangat minim. Disamping itu juga
karena budaya yang menaungi adalah budaya patriarkal. Laki-laki menduduki
tempat paling atas dan perempuan dibawahnya. Terlihat sekali ada bias gender yang
sangat problematik dialami masyarakat Bali.
Pada tataran praktis, hak-hak perempuan tercabut praktik ideologi laki-laki
yang menghalangi eksistensi perempuan. Ideologi ini merupakan praktik penipuan
yang menghalangi keberadaan perempuan. Selain itu, eksistensi dan hak-hak
perempuan dikaburkan atau disembunyikan melalui wacana praktik yang
mengatasnamakan adat. Eksistensi perempuan dimarjinalisasi dalam permainan
kepentingan politik dalam konteks pengambilan keputusan dan keadilan bagi
mereka. Oleh karena itu, banyak kalangan yang memperjuangkan hak-hak
perempuan dalam dunia politik. Mendesak pemerintah agar mengkaji ulang
kebijakan tentang perempuan, agar perempuan Bali memiliki tempat dalam ranah
pemerintahan daerah maupun pusat. Baik itu dalam pengambilan keputusan
kebijakan publik dan dalam perumusan kebijakan publik.
Menurut Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan (KemNeg PP
2006), sampai saat ini bebagai instrument yuridis dibuat untuk mendukung
terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender di Indonesia. Komitmen pemerintah
melalui KemNeg PP untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender juga
aspek kehidupan tetap terjadi, sehingga sangat perlu dilakukan identifikasi terhadap
bebagai faktor yang menjadi penyebabnya.
Dalam istiadat hindu di Bali kesetaraan dan keadilan perempuan belum
terealisasi dengan baik terutama dalam perlakuan adat. Mengingat isu gender
dilingkungan masyarakat di Bali merupakan isu yang relatif baru diwacanakan.
Dalam upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di masyarakat, terlebih
dahulu penting untuk dikaji mengenai pengetahuan, pandangan, dan sikap
masyarakat Bali terhadap konsep kesetaraan dan keadilan gender.
Dalam proses pembuatan awig-awig atau pararem seringkali dilakukan oleh
perwakilan dari laki-laki saja. Pertanyaannya sekarang apakah keberadaan
perempuan tidak dapat dilibatkan dalam proses pembuatannya. Mengingat di Bali
mempunyai keunikan sistem kekerabatan sendiri yang berbeda dengan masyarakat
yang lain. Sistem kekerabatan yang dimaksud adalah sistem gotong royong dan
kekeluargaan dalam metulungan (membantu) yang dimiliki oleh masyarakat Bali.
Keterlibatan perempuan dalam merumuskan awig-awig atau pararem desa
pakraman sudah mulai digalakan.
Di Desa Pakraman Panjer sendiri partisipasi perempuan dalam perumusan
kebijakan publik sudah mulai digalakan oleh Desa Pakraman dan terus
diperjuangkan bagi perempuan. Hal tersebut terlihat dengan mengajak perempuan
Tabel 1.1 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Pakraman Panjer
Sumber : Buku profil Desa Panjer tahun 2013-2014
Berdasarkan tabel diatas di desa Pakraman Panjer jumlah perempuan yang
memiliki pendidikan sudah mulai bertambah setiap tahunnya dan jumlahnya sudah
setara dengan kelompok laki-laki. Dengan persentase jumlahnya 60% laki-laki
yang sudah memiliki pendidikan dan 40% perempuan yang sudah memiliki
pendidikan. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) perempuan di Desa Pakraman
Panjer sudah mengalami peningkatan yang baik. Misalnya seperti sudah adanya
Kepala Lingkungan (Kaling) dari kaum perempuan. Berdasarkan uraian diatas,
dimana dalam penelitian ini akan mengkaji dan menguraikan tentang bagaimana
partisipasi perempuan dalam proses pembuatan pararem Desa Pakraman Panjer,
Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar.
Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan
Tamat SD/sederajat 1.566 orang 1.666 orang
Tamat SMP/sederajat 1.146 orang 1.034 orang
Tamat SMA/sederajat 2.268 orang 2.119 orang
Tamat S-1/sederajat 578 orang 569 orang
Tamat S-2/sederajat 178 orang 131 orang
Tamat S-3/sederajat 9 orang 4 orang
Jumlah 5.745 orang 5.523 orang
1.2 Rumusan Masalah
Untuk mengadakan suatu penelitian agar hasil penelitian itu dapat dikatakan
mempunyai nilai ilmiah, maka peneliti harus melalui prosedur penelitian. Dimana
masalah harus diungkapkan atau dirumuskan terlebih dahulu sebelum peneliti
berangkat kelapangan untuk mengumpulkan data.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka adapun perumusan masalah
yang penulis ajukan adalah :
“Bagaimana partisipasi perempuan dalam proses pembuatan pararem di
Desa Pakraman Panjer, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar?”
1.3 Tujuan Penelitian
Segala bentuk aktivitas baik yang bersifat besar maupun bentuk aktivitas
yang bersifat kecil tentunya memiliki sebuah tujuan yang ingin dicapai sesuai
dengan keinginan. Begitu pula penelitian tentang partisipasi perempuan dalam
proses pembuatan pararem di Desa Pakraman Panjer. Maka tujuan dari penelitian
ini yaitu :
“Mengetahui bagaimana partisipasi perempuan dalam proses pembuatan
pararem di Desa Pakraman Panjer, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar”.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini nantinya sangat diharapkan dapat bermanfaat baik
A. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah
pengetahuan di bidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, khususnya pada bidang
Administrasi Negara berkenaan dengan partisipasi perempuan dalam proses
pembuatan pararem di Desa Pakraman Panjer, Kecamatan Denpasar
Selatan, Kota Denpasar.
B. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik untuk
pemerintah, masyarakat maupun Universitas Udayana khususnya Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Adapun manfaat yang dimaksudkan adalah
sebagai berikut :
1. Bagi Pemerintah Daerah pada umumnya dan Pemerintah Kota
Denpasar pada khususnya. Hasil penelitian ini diharapkan mampu
menjadi bahan evaluasi dan dasar pertimbangan bagi pengembangan
Desa Pakraman.
2. Bagi Desa Pakraman Panjer
Sebagai sebuah studi yang mencari gambaran tentang bagaimana
partisipasi perempuan dalam proses pembuatan pararem di Desa
Pakraman Panjer. Sehingga kesetaraan dan keadilan gender tidak
lagi menghalagin perempuan dalam mengemukakan suaranya di
lingkungan Desa Pakraman.
3. Bagi Universitas Udayana Khususnya pada Fakultas Ilmu Sosial dan
menambah koleksi materi perpustakaan kampus dan diharapkan
mampu menggugah minat untuk melanjutkan penelitian ini secara
lebih dalam ataupun mengenai masalah lain yang masih berkaitan
dengan partisipasi perempuan dalam proses pembuatan pararem di
Desa Pakraman Panjer, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota
Denpasar.
4. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini dilakukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sosial di Universitas Udayana dan juga sebagai bahan studi
yang dapat dipelajari oleh mahasiswa.
1.5 Sistematika Penulisan
Agar mencapai hasil yang baik dan terarah serta tidak menyimpang dari
permasalahan yang ada, maka dibuat sistematika penulisan yang di uraikan sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan tenntang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian , manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis menjelaskan kajian pustaka berupa karya-karya ilmiah yang
berkaitan dengan tema yang akan diteliti, pada bab ini peneliti juga menjelaskan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini berisi tentang jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, sumber
data, teknik sampling, teknik pengumpulan data, teknik analisis, dan teknik
penyajian data.
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini menjelaskan tentang jawaban dari permasalahan yang menguraikan
mengenai gambaran umum, temuan, serta analisis penelitian berupa partisipasi
perempuan dalam proses pembuatan pararem dan kendala apa yang dialami
perempuan dalam proses pembuatan pararem.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini peneliti menjelaskan tentang kesimpulan dan saran dari penelitian yang