• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN BUKU KIA, DENGAN PELAKSANAAN SDIDTK OLEH KADER DI WILAYAH PUSKESMAS JOMBANG KOTA CILEGON TAHUN 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN BUKU KIA, DENGAN PELAKSANAAN SDIDTK OLEH KADER DI WILAYAH PUSKESMAS JOMBANG KOTA CILEGON TAHUN 2017"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN BUKU KIA,

DENGAN PELAKSANAAN SDIDTK OLEH KADER DI WILAYAH

PUSKESMAS JOMBANG KOTA CILEGON TAHUN 2017

Umalihayati, Samrotul Hasanah Akademi Kebidanan `Aisyiyah Banten

umalihayati.kuru@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang : Program Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang

(SDIDTK) merupakan revisi dari program Deteksi Tumbuh Kembang (DDTK), kegitan ini dilakukan menyeluruh dan terkoordinasi diselenggarakan dalam bentuk kemitraan dalam keluarga (orang tua, pengasuh, anak dan anggota keluarga lainnya ), masyarakat (kader, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat) dengan tenaga profesional. Pemeriksaan SDIDTK dilakukan dari usia 0 – 6 tahun yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup anak agar mencapai tumbuh kembang optimal baik fisik, mental, emosional maupun sosial serta memiliki intelegensi majemuk sesuai dengan potensi genetiknya.

Metode penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross

sectional.Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Jombang bulan Juni – Juli 2017. Populasi berjumlah 210 dengan sampel 68 orang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang penggunaan buku KIA, usia dan pendidikan kader dalam melaksanakan SDIDTK. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik kuota sampling. Teknik yang digunakan untuk pengambilan data yaitu dengan menggunakan kuisioner.

Hasil penelitian : menggunakan univariat tentang pelaksanaan SDIDTK masih kurang

(39,7 %), tingkat pengetahuan kader kurang (22,1 %), usia kader berusia tua (48,5 %), pendidikan rendah (75 %). Penelitian bivariat tentang hubungan pengetahuan yang masih kurang sebesar (80 %), sebagian kader memiliki usia muda (48,6 %), dan sebagian besar pendidikan kader (49 %) memiliki pendidikan rendah. Adapun dari hasil penelitian secara uji statistik chi

(2)

square pada α = 0,05, ada hubungan bermakna antara pengetahuan (P = 0,001), usia yang tidak ada hubungan bermakna (P = 1,666) dan pendidikan (P = 5,917) mempunyai hubungan bermakna.

Saran : diharapkan bidan pendamping di Puskesmas Jombang lebih meningkatkan

pendampingan kader dalam melaksanakan SDIDTK dan selalu mengevaluasi pelaksanaan SDIDTK.

Daftar Bacaan : 2007-2015

PENDAHULUAN

Pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif dan berkualitas yang diselenggarakan melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang balita dilakukan pada "masa kritis" tersebut di atas. Program Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) merupakan revisi dari program Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) yang telah dilakukan sejak tahun 1988 dan termasuk salah satu program pokok Puskesmas. Kegiatan ini dilakukan menyeluruh dan terkoordinasi diselenggarakan dalam bentuk kemitraan antara keluarga (orang tua, pengasuh anak dan anggota keluarga lainnya), masyarakat (kader, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat) dengan tenaga professional.

Pemerintah telah melakukan beberapa upaya dalam mendukung pelaksanaan SDIDTK. Salah satu program pemerintah untuk menunjang upaya tersebut adalah

diterbitkannya buku Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Upaya lain yang dilakukan adalah pelatihan SDIDTK bagi tenaga kesehatan baik di Kabupaten, Kota maupun di Puskesmas. Salah satu upaya mendapatkan anak yang berkualitas dapat dicapai dengan melakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita dengan stimulasi deteksi dini tumbuh kembang (SDIDTK). Kementerian Kesehatan RI telah mengeluarkan sarana untuk melakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan yang sederhana yaitu KPSP (Kemenkes, 2013).

Deteksi dini dan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak merupakan upaya mengetahui sedini mungkin gangguan perkembangan pada anak. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menyediakan sarana atau alat yaitu Kuesioner Pra Skrining

(3)

Perkembangan (KPSP) untuk mendeteksi dini pertumbuhan dan perkembangan anak secara sederhana dan mudah dilakukan oleh keluarga, kader ataupun tenaga kesehatan. Pemantauan pertumbuhan anak yang tidak dilakukan dalam 6 bulan terakhir meningkat yaitu dari 25,5% pada tahun 2010 menjadi 34,3 % pata tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Pada tahun 2016 Kementrian Kesehatan RI mengeluarkan SPM (Standar Pelayanan Minimal), SDIDTK tidak masuk dalam program SPM balita, tetapi karena masih banyak balita yang belum mendapatkan pelayanan sesuai standart minimal maka di butuhkan strategi atau upaya dari Pemerintah daerah kabupaten/ kota agar dapat menjangkau seluruh balita usia 0 – 59 bulan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standart.

Dinas kesehatan kota Cilegon dibuat indikator puskesmas yang melaksanakan SDIDTK pada Tahun 2015 sebesar 70 %, Tahun 2016 sebesar 75 %, Tahun 2017 80 %. Pencapaian puskesmas yang sudah melaksanakan SDIDTK tahun 2016 100 % (Dinkes Kota Cilegon tahun 2016) artinya semua puskesmas di wilayah kota Cilegon sudah melaksanakan program SDIDTK. Tetapi pencapaian cakupan SDIDTK secara kualitas masih kurang. Di puskesmas Jombang tahun 2016 pencapaian program

SDIDTK adalah 50 % karena tehnik pemeriksaan dan pencatatannya yang kurang optimal, hal ini serupa dengan pencapaian SDIDTK di Puskesmas Cilegon Kota cilegon tahun 2016 yaitu sebesar 60%. Indikator pelaksanaan SDIDTK yaitu 90 % dari jumlah sasaran balita, sedangkan pencapaian SDIDTK di puskesmas Jombang masih 50 %. Di wilayah puskesmas Jombang pada kegiatan posyandu sudah dilakukan SDIDTK bagi balita. Namun, dalam hal tehnik pemeriksaan dan pencatatan, kader masih kurang dalam penggunaan buku KIA berdasarkan study pendahuluan yang di lakukan berupa wawancara dengan beberapa kader pada tanggal 2 Mei 2017 di posyandu kamboja II puskesmas Jombang sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian ilmiah yang terkait dengan “Hubungan Pengetahuan tentang Penggunaan Buku KIA usia dan Pendidikan dengan Pelaksanaan SDIDTK oleh Kader di Wilayah Puskesmas Jombang Kota Cilegon Tahun 2017”

METODE PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian untuk mengetahui Adakah Hubungan Pengetahuan tentang Penggunaan Buku KIA, Usia dan Pendidikan dengan Pelaksanaan SDIDTK oleh Kader di Wilayah Puskesmas Jombang

(4)

Kota Cilegon Tahun 2017? Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh kader yang berada di Wilayah Puskesmas Jombang tahun 2017 yang berjumlah 210 orang dengan jumlah sampel sebanyak 68 responden. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik kuota sampling. Teknik yang digunakan untuk pengambilan data yaitu dengan menggunakan kuisioner.

HASIL

a. Pelaksanaan SDIDTK Tabel 4.1

Distribusi Pelaksanaan SDIDTK di Wilayah Kerja Puskesmas Jombang Kota

Cilegon Tahun 2017 NO Pelaksanaan SDIDTK Frekuensi Persentase 1 Kurang 27 39,7 % 2 Baik 41 60,3 % Jumlah 68 100 %

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukan bahwa masih ditemukannya pelaksanaan SDIDTK di wilayah Puskesmas Jombang yang masih kurang yaitu sebesar 39,7 %.

b. Pengetahuan

Tabel 4.2

Distribusi pengetahuan pada kader di Wilayah kerja Puskesmas Jombang Kota

Cilegon Tahun 2017

No Pengetahuan Frekuensi Persentase

1 Kurang 15 22,1 %

2 Baik 53 77,9 %

Total 68 100 %

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukan bahwa masih ditemukannya tingkat pengetahuan kader yang kurang baik yaitu 22,1 % .

c. Usia

Tabel 4.3

Distribusi usia pada kader di Wilayah kerja Puskesmas Jombang Kota Cilegon

Tahun 2017

No Usia Frekuensi Persentase

1 Tua 33 48,5 %

2 Muda 35 51,5 %

Total 68 100 %

Dari tabel 4.3 menunjukan bahwa hampir separuhnya usia kader di wilayah puskesmas Jombang sudah berusia tua yaitu sebesar 48,5 %.

(5)

d. Pendidikan

Tabel 4.4

Distribusi pendidikan pada kader di Wilayah Kerja Puskesmas Jombang Kota

Cilegon Tahun 2017

No Pendidikan Frekuensi Persentase

1 Rendah 51 75 %

2 Tinggi 17 25 %

Total 68 100 %

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui lebih dari separuhnya tingkat pendidikan pada kader di Wilayah Kerja Puskesmas Jombang masih rendah yaitu 75,0 %.

1. Analisis Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara masing masing variable independent dan dependent. Untuk membuktikan adanya hubungan bermakna antara dua variable serta menjawab hipotesa, maka untuk analisa data yang digunakan uji statistik chi square karena dalam penelitian ini variable independent dan dependent berjenis kategori dengan batas pemaknaan a = 0.05, apabila nilai p ≤ a maka hasil

perhitungan statistic bermakna dan apabila p > a maka perhitungan statistic tidak bermakna (Notoatmodjo, 2007).

e. Hubungan Pengetahuan kader dengan pelaksanaan SDIDTK di Wilayah Puskesmas Jombang Tabel 4. 5

Hubungan Pengetahuan kader dengan pelaksanaan SDIDTK di Wilayah Puskesmas Jombang Kota CilegonTahun 2017

Pengetahuan

Pelaksanaan SDIDTK

P.

Value OR

Kurang Baik Total

N % N % N % Kurang 12 80,0 3 20.0 15 100 0,001 10,133 2,501- 41,060 Baik 15 28,3 38 71,7 53 100 Total 27 39,7 41 60,3 68 100

Berdasarkan tabel 4.5 di atas menunjukan bahwa pelaksanaan SDIDTK kurang baik proporsinya lebih tinggi dilakukan oleh kader yang berpengetahuan kurang yaitu 80 % dibandingkan kader yang pengetahuan baik yaitu sebesar 28,3 %. Uji statistic pada tingkat kemaknaan a =

0.05 % menghasilkan p. value sebesar 0,001, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan kader dengan pelaksanaan SDIDTK. Selain itu di peroleh nilai OR sebesar 10,133 yang artinya kader yang berpengetahuan rendah memiliki peluang

(6)

10 kali lebih besar untuk melaksanakan SDIDTK yang kurang baik di bandingkan dengan kader yang berpengetahuan baik.

a. Hubungan usia kader dengan pelaksanaan SDIDTK

Tabel 4.6

Hubungan usia kader dengan pelaksanaan SDIDTK di Wilayah Puskesmas Jombang Kota Cilegon Tahun

2017

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukan bahwa Pelaksanaan SDIDTK yang kurang baik proporsinya lebih tinggi dilakukan oleh kader yang memiliki usia muda sebanyak 48,6 % dibandingkan dengan kader yang berusia tua yaitu sebesar 30,3 %.

Uji statistic pada tingkat kemaknaan a = 0.05 % menghasilkan p. value sebesar 1,666 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia kader dengan pelaksanaan SDIDTK.

C. Hubungan pendidikan kader dengan pelaksanaan SDIDTK

Tabel 4.7

Hubungan pendidikan kader dengan pelaksanaan SDIDTK di Wilayah Puskesmas Jombang Kota Cilegon Tahun 2017

Pendidikan

Pelaksanaan SDIDTK P.

Value OR

Kurang Baik Total

N % N % N % Rendah 25 49,0 26 51,0 51 100 5,917 7,212 1,494- 34,811 Tinggi 2 11,8 15 88,2 17 100 Total 27 39,7 41 60,3 68 100 Usia Pelaksanaan SDIDTK P. Value Kurang Baik Total

N % N % N %

Tua 10 30.3 23 69,7 33 100

1,666 Muda 17 48,6 18 54,4 35 100

(7)

Berdasarkan tabel 4.7 di atas menunjukan bahwa pelaksanaan SDIDTK yang kurang baik proporsinya lebih tinggi dilakukan oleh kader yang berpendidikan rendah yaitu sebesar 49,0 % dibandingkan kader yang berpendidikan tinggi yaitu sebesar 11,8 %.

Uji statistic pada tingkat kemaknaan a = 0.05 % menghasilkan p. value sebesar 5,917 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan kader dengan pelaksanaan SDIDTK. Selain itu di peroleh nilai OR sebesar 7,212 yang artinya kader yang berpendidikan rendah memiliki peluang 7 kali lebih besar untuk melaksanakan SDIDTK yang kurang baik di bandingkan dengan kader yang memiliki pendidikan tinggi .

A. PEMBAHASAN

1. Pembahasan Hasil Penelitian a. Pelaksanaan SDIDTK di wilayah

Puskesmas Jombang Kota Cilegon

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pelaksanaan SDIDTK di wilayah Puskesmas Jombang masih ditemukannya pelaksanaan SDIDTK yang kurang baik yaitu sebesar 39,7 %. Hal ini sesuai dengan Wahyutomo dan Sistriyani

dalam penelitiannya mengatakan persentase Pelaksanaa SDIDTK di Palembang tahun 2012 masih rendah yakni di bawah 60 %. Sedangkan Anak usia 0 – 6 tahun sebagai penerus bangsa, kualitas tumbuh kembang balita perlu mendapat perhatian serius yaitu mendapat gizi yang baik, stimulasi yang memadai karena itu diharapkan semua anak indonesia mendapatkan pemeriksaan SDIDTK. Stimulasi tumbuh kembang anak dapat dilakukan oleh ibu, ayah, pengganti orang tua / pengasuh anak, anggota keluarga lain atau kelompok masyarakat dilingkungan rumah tangga dan dalam kehidupan sehari hari (Depkes RI 2013). Asumsi peneliti pelaksanaa SDIDTK di wilayah Puskesmas Jombang belum seluruhnya baik karena dalam melaksanakan SDIDTK tidak menggunakan / berpedoman dengan buku KIA hanya sekedar bertanya dan tidak menganjurkan untuk tetap diberikan stimulasi walaupun perkembangan sudah sesuai usia anak.

b. Hubungan pengetahuan kader tentang penggunaan buku KIA dengan pelaksanaan SDIDTK

Hasil penelitian menunjukan bahwa

pelaksanaan SDIDTK kurang baik

proporsinya lebih tinggi dilakukan oleh kader yang berpengetahuan kurang yaitu 80

(8)

% dibandingkan kader yang pengetahuan baik yaitu sebesar 28,3 %.

Hasil uji statistic dengan menggunakan uji square Hubungan pengetahuan kader dengan pelaksanaan SDIDTK diperoleh nilai P value = 0,001, sehingga terbukti bahwa ada hubungan antara pengetahuan kader tentang penggunaan buku KIA dengan pelaksanaan SDIDTK. Hasil analisis lanjut menyimpulkan OR (10,133) artinya kader memiliki resiko 10 kali untuk tidak melaksanakan SDIDTK di bandingkan kader yang pengetahuannya baik.

Hal ini sesuai dengan Endah Purwaningsih (2012) dalam penelitiannya menemukan hasil bahwa dari 21 responden terdapat 12 (57,1 %) responden pengetahuan baik,8 (38,1 %) responden pengetahuan cukup, 1(4,8 %) responden pengetahuan kurang, dari 21 responden 9 (42,9 %) responden tidak melakukan SDIDTK karena pengetahuan tentang SDIDTK belum baik. Pengetahuan (knowledge) adalah suatu proses mencari tahu yang tadinya tidak tahu menjadi tahu melalui proses belajar diperoleh dari berbagai informasi dan sumber seperti media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan yang bertugas sebagai pemberi informasi di masyarakat, selain itu

pengetahuan juga didapat dari berbagai pengalaman karena sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menjadi pengalaman karena sesuatu tersebut pernah dialami yang bersifat informal (Notoatmodjo, 2010).

Maka dapat dikatakan bahwa semakin baik pengetahuan seseorang, maka semakin baik pula dalam melaksanakan SDIDTK. Karena pengetahuan kognitif merupakan domain untuk terbentuknya perilaku. Perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan tanpa pengetahuan (Notoatmodjo, 2012).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Maryam Siti (2010) tentang analisis faktor yang mempengaruhi Implementasi Program SDIDTK Anak Oleh Bidan Desa Di Kabupaten Tulungagung Propinsi Jawa Timur Tahun 2010, Dengan hasil penelitian pelaksanaan SDIDTK oleh bidan desa kurang dikarenakan faktor pengetahuan yang rendah dan hasil penelitian M. Rizki,Iwan stiabudi, Suci Destriatania (2015) tentang Analisis kinerja Petugas Pelaksana SDIDTK dan anak Prasekolah di Wilayah Kerja Puskesmas Keramasan Kecamatan Kertapati Kota Palembang dengan hasil penelitian bahwa kinerja petugas pelaksana SDIDTK dipengaruhi oleh pengetahuan tentang SDIDTK. Hal ini sesuai dengan yang dilakukan di Puskesmas

(9)

Jombang Kota Cilegon Tahun 2017, dari hasil penelitian di ketahui pelaksanaan SDIDTK dipengaruhi oleh Pengetahuan kader tentang penggunaan buku KIA.

Asumsi peneliti faktor pengetahuan berhubungan dengan pelaksanaan SDIDTK karena kader dengan pengetahuan rendah proporsinya lebih tinggi dibandingkan dengan kader dengan pengetahuan tinggi, maka semakin tinggi pengetahuan kader tentang penggunaan buku KIA, maka semakin baik pelaksanaan SDIDTK, secara umum semakin banyak informasi yang didapat semakin baik pemahaman dan pelaksanaan SDIDTK.

c. Hubungan usia kader dengan pelaksanaan

SDIDTK

Hasil penelitian dapat dilihat bahwa pelaksanaan SDIDTK yang kurang baik proporsinya lebih tinggi dilakukan oleh kader yang memiliki usia muda sebanyak 48,6 % dibandingkan dengan kader yang berusia tua yaitu sebesar 30,3 %, tetapi dalam pelaksanaan SDIDTK yang baik dilakukan oleh kader yang berusia tua yaitu 69,7 % dibandingkan kader yang berusia muda yaitu sebesar 54,4 %.

Hasil uji statistic dengan menggunakan uji chi square Hubungan usia

kader dengan pelaksanaan SDIDTK diperoleh bahwa nilai p value = 1,666, sehingga terbukti tidak ada hubungan antara usia kader dengan pelaksanaan SDIDTK. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Trihapsari (2012) dalam penelitiannya di dapat hasil 65 % usia 30 - 40 tahun berpengaruh dalam melaksa nakan SDIDTK.

Hal ini sesuai dengan teori Wiknjosastro (2008) yang mengatakan bahwa pada umumnya ibu dengan usia muda mempunyai perbedaan yang sangat signifikan dengan ibu dengan usia lebih tua, semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja, dari segi kepercayaan, masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari pada orang yang belum cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya, Semakin dewasa seseorang maka cara berpikir semakin matang dan dapat melakukan SDIDTK.

Tetapi hal ini tidak sejalan dengan M. Rizki, Iwan Stiabudi (2015) dalam penelitiannya hasil bahwa usia seseorang tidak berpengaruh dalam pelaksanaan SDIDTK.

Hal ini sesuai dengan yang dilakukan di Puskesmas Jombang Kota Cilegon Tahun

(10)

2017, dari hasil penelitian diketahui usia seseorang tidak berpengaruh dalam melaksanakan SDIDTK.

Oleh karena itu peneliti berasumsi bahwa faktor usia bukanlah hambatan dalam melaksanakan SDIDTK. Berapapun usia nya dapat melakukan pemeriksaan SDIDTK karena pemeriksaan SDIDTK dapat dilakukan oleh siapa saja termasuk orang tua atau orang yang sudah berusia > 45 tahun seperti seorang nenek terhadap cucunya dan kader yang sudah berusia tua mampu melaksanakan SDIDTK dengan baik karena faktor sudah lama menjadi kader dan sudah berpengalaman.

d. Hubungan pendidikan kader dengan pelaksanaan SDIDTK

Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan SDIDTK yang kurang baik proporsinya lebih tinggi dilakukan oleh kader yang berpendidikan rendah yaitu sebesar 49,0 % dibandingkan kader yang berpendidikan tinggi yaitu sebesar 11,8 %. Hasil uji statistic dengan menggunakan uji chi square Hubungan pendidikan kader dengan pelaksanaan SDIDTK diperoleh hasil bahwa nilai p value = 5,917, sehingga terbukti bahwa ada hubungan bermakna antara pendidikan kader dengan pelaksanaan

SDIDTK. Hasil analisis lanjut menyimpulkan OR (7,212) artinya pendidikan kader yang rendah memiliki resiko 7 kali untuk melaksanakan SDIDTK dibandingkan dengan pendidikan kader yang tinggi. Pendidikan yang rendah menyebabkan pemahaman tentang SDIDTK menjadi kurang. Berdasarkan teori dari Handayani (2010) hubungan antara pendidikan dengan pola pikir, persepsi dan perilaku masyarakat memang sangat signifikan, dalam arti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin rasional dalam pengambilan berbagai keputusan Hasil penelitian tersebut sesuai dengan apa yang di ungkapkan Listianingrum (2009) dalam penelitiannya menemukan bahwa dari 31 responden terdapat 11 orang yang pendidikan kurang.

Pendidikan yang rendah menyebabkan pengetahuan yang rendah sehingga mempengaruhi pelaksanaan SDIDTK, artinya semakin tinggi pendidikan berpengaruh terhadap pelaksanaan SDIDTK.

Menurut Maritalia, Dewi (2009) tentang Analisis pelaksanaan SDIDTK balita dan anak prasekolah di Puskesmas Kota Semarang Tahun 2009 pendidikan dari bidan DIII berpengaruh dalam melaksanakan SDIDTK, artinya semakin

(11)

tinggi pendidikan seseorang akan mempengaruhi dalam melaksanakan SDIDTK.

Juga sejalan dengan yang dinyatakan oleh Notoatmodjo (2012) bahwa wanita yang memiliki pendidikan dan pastinya memiliki ijazah dari hasil menimba ilmu secara formal dari suatu institusi resmi, umumnya memiliki pengetahuan secara tingkat penerimaan terhadap media informasi lebih besar. Jadi akan lebih mudah dalam memperoleh informasi khususnya dalam pelaksanaan SDIDTK

Hal ini sesuai dengan yang dilakukan di Puskesmas Jombang Kota Cilegon Tahun 2017, dari hasil penelitian di ketahui pendidikan yang rendah berpengaruh terhadap pelaksanaan SDIDTK.

Asumsi peneliti bahwa faktor pendidikan berhubungan dengan pelaksanaan SDIDTK karena proporsi pendidikan yang rendah lebih besar yaitu 49,0 % dibandingkan dengan yang berpendidikan tinggi. Orang yang berpendidikan rendah mempunyai kecenderungan kesulitan untuk memahami dan melaksanakan SDIDTK karena terbatasnya daya berpikir, sebaliknya orang dengan pendidikan tinggi mudah untuk menerima suatu perubahan atau ilmu yang baru dan mempunyai pemikiran yang lebih

kritis sehingga memudahkan dalam melaksanakan SDIDTK.

B. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian tentang Hubungan Pengetahuan Tentang Penggunanaan Buku KIA, Usia dan Pendidikan dengan pelaksanaan SDIDTK oleh Kader di Wilayah Puskesmas Jombang Kota Cilegon bulan Juni- Juli Tahun 2017, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

a. Masih ditemukannya Pelaksanaan SDIDTK di wilayah Puskesmas Jombang dalam pelaksanaannya masih kurang yaitu sebesar 39,7 %

b. Masih ditemukannya tingkat pengetahuan kader yang kurang baik yaitu 22,1 %. c. Lebih dari separuhnya usia kader di

wilayah Puskesmas Jombang sudah berusia tua yaitu 48,5 %.

d. Lebih dari separuhnya responden berpendidikan rendah yaitu sebanyak 51 kader (75 %)

e. Ada hubungan antara pengetahuan tentang penggunaan buku KIA dengan pelaksanaan SDIDTK di wilayah Puskesmas Kecamatan Jombang Kota Cilegon tahun 2017

f. Tidak ada hubungan antara usia kader dengan pelaksanaan SDIDTK di wilayah

(12)

Puskesmas Jombang Kota Cilegon tahun 2017

g. Ada hubungan antara pendidikan dengan pelaksanaan SDIDTK di wilayah Puskesmas Jombang Kota Cilegon tahun 2017.

C. Saran

a. Diadakannya review kembali tentang pemeriksaan SDIDTK untuk kader sesuai buku pedoman KIA

b. Pemberian reward kepada kader yang sudah melakukan pemeriksaan SDIDTK dengan benar

c. Bidan kelurahan sebagai Pembina wilayah diharapkan lebih aktif membina dan mendampingi kader untuk melaksanakan SDIDTK

d. Diharapkan dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan SDIDTK ditiap posyandu.

DAFTAR PUSTAKA

Adriana. D, (2011).”Tumbuh Kembang dan Terapi bermain pada anak”. Salemba Medika, Jakarta

Depkes RI, 2009. “Sistem Kesehatan Nasional ,” Jakarta

Hidayat,A. Aziz Alimul,2012.”Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku I” Salemba medika ,Jakarta.

Harlock, A.(2007),”Promosi Kesehatan Bayi dan Balita,” Salemba Medik, Jakarta Indiarti, MT,2009.”Perkembangan bayi

sehat 0 – 3 tahun. Yogyakarta :Andi Offset.

Kementerian Kesehatan RI, 2014.”Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Ditingkat Pelayanan Kesehatan Dasar”. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI, 2010. “Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA) “, Direktorat jendral Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI, 2015. “Rencana Strategi Nasional Standar Pelayanan Bayi dan Balita“ Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI,2013. “Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas ) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan”, Jakarta.

KBBI, 2014,” Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, “ PT Khudhori, (2012), “Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pemilihan Tempat Persalinan Pasien Poliklinik

(13)

Kandungan Dan Kebidanan Rumah Sakit IMC Bintaro, “ Tesis, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok

Maritalia, Dewi .2009. “Analisis pelaksanaan SDIDTK balita dan anak Prasekolah di Puskesmas Kota Semarang”, Tesis, Semarang

Maryam, Siti 2010. “Analisis faktor yang mempengaruhi Implementasi Program SDIDTK anak oleh bidan Desa di Kabupaten Tulungagung Propinsi Jawa Timur”, Tesis, Semarang

M D, Asiah, 2013 “ Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Ibu Rumah Tangga di Desa Rukoh Kecamatan SYIAH Kuala Banda Aceh,” FKIP Unsyiah Darussalam Banda Aceh

Nutrisiani, 2010.” Pertumbuhan dan Perkembangan anak “,Salemba, Jakarta Notoatmodjo Soekidjo, M.N.2010.”Metodologi Penelitian Kesehatan “, Rineka Cipta : Jakarta

Notoatmodjo Soekidjo, M.N, 2010,” Pengantar Pendidikan Kesehatan Ilmu Perilaku Kesehatan”, Rineka Cipta, Jakarta.

Notoatmodjo Soekidjo, M.N, 2010.” Metodologi Penelitian Rineka Cipta Jakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo,M.N,.2010.”Ilmu Kesehatan Masyarakat”. Rineka Cipta Jakarta Nursalam, 2007,” Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan “ Jakarta.

Purwaningsih, Endah (2012).” Hubungan Pengetahuan Bidan tentang SDIDTK terhadap pelaksanaan SDIDTK diwilayah kerja Puskesma Karanganom Klaten”.Karya Ilmiah, Jawa Tengah

Ridha Nabiel H,2014,”Buku Ajar Keperawatan Anak “.Pustaka Belajar, Yogyakarta.

Soejiningsih, 2011.”Tumbuh Kembang Anak “.Jakarta ,EGC. Syafrudin. 2009.”Kebidanan Komunitas”. EGC : Jakarta.

Sari, 2011,” Pola dan bentuk komunikasi keluarga dalam penerapan fungsi sosialisasi terhadap perkembangan anak dipemukiman dan perkampungan Kota Bekasi”, Jurnal FKSB MAKNA 2012.ejournal – Unisma

Wiknjosastro, Hanifah. 2014,”Ilmu Kebidanan” Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta

Wulandari, 2009, “ Hubungan Pola asuh asah dan asih dengan tumbuh kembang anak balita 1 – 3 tahun”, The

(14)

Indonesia Journal of Public health vol 6 No.1 Juli 2009

(15)
(16)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian Vera Mei Kartika tahun 2016 tentang Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Keberhasilan ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja Di Wilayah Kerja Puskesmas

The hidden curriculum, atau kurikulum tersembunyi atau kurikulum terselubung, secara umum dapat dideskripsikan sebagai “hasil (sampingan) dari pendidikan dalam

Salah satu ciri hakiki manusia ialah bahwa ia menyadari eksistensinya, dengan situasinya dan dimensinya. 24 Penyadaran ini dapat ditemukan pada pendidikan yang

Dalam penyelenggaraan Operasi Pencarian dan Pertolongan pada Bencana gunung berapi, komunikasi merupakan salah satu faktor utama dan penting untuk mencapai keberhasilan

halus yang terbuat dart tanah (coating). yang dtoleskan pada dtndtng gerabah sebelum pemba.karan Selaln ttu wama merah sertng muncul dart hastr pembakaran dengan

 Menyimpulkan dan meringkas hasil diskusi dari setiap issue yang akan dipelajari pada tahap belajar mandiri  Membuat tulisan ringkas yang jelas untuk setiap kontribusi

Hasil analisis hubungan variabel bebas dengan variabel terikat menggunakan uji Chi-Square menghasilkan nilai p sebesar 0,253 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, maka dapat disimpulkan durasi penayangan program acara YKS, tidak baik buat anak-anak yang masih bersekolah, karena