• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGOLAHAN CABAI KERING DAN TEPUNG CABAI BERKUALITAS UNTUK MENGATASI KELEBIHAN PRODUKSI DAN MENUNJANG AGROINDUSTRI DITINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGOLAHAN CABAI KERING DAN TEPUNG CABAI BERKUALITAS UNTUK MENGATASI KELEBIHAN PRODUKSI DAN MENUNJANG AGROINDUSTRI DITINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

[Type text]

PENGOLAHAN CABAI KERING DAN TEPUNG CABAI

BERKUALITAS UNTUK MENGATASI KELEBIHAN

PRODUKSI DAN MENUNJANG AGROINDUSTRI

DITINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI

TECHNOLOGY PROCESSING of DRY CHILLI AND CHILLI FLOUR WITH QUALITY TO OVERCOME OVERPRODUCTION AND AGROINDUSTRV

SUBVENTION LEVEL OF FARMER IN JAMBI PROVINCE Nur Asni1) dan Kiki Suheiti1)

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi

Jl. Samarinda Paal Lima Kotabaru Jambi, Indonesia. Telp. 0741-7053525. Fax. 0741-40413 Website: jambi.litbang.deptan.go.id, e-mail:bptp_jambi@yahoo.com

ABSTRACT

Chili is important and pre-eminent horticulture commodity in Jambi Province. Till now the commodity agribusiness still be focussed at product increase, causing reachs high production and often happened overproduction. Draining of chilli is done alternatively to overcome produce of abundant chilli, especially when over production. With draining of chilli can be kept longer, so that its(the sale can be adapted for requirement of market. Chili also able to be further become chilli flour which many applied in instant cookery. This study aim to (1). gets one processing technology packages of dry chilli and chilli flour with quality to overcome overproduction and supports agroindustrv is rural ( 2) lengthens shelf life and depress chilli crop loss. Study is executed in area sentra produce of chilli Kabupaten Kerinci in Februari-Desember 2010. Study coverage covers aspects that is : 1. Technology Aspect Pascapanen and 2. Processing Process Technology Aspect and Product Development of Processing. Output expected in this study is ( 1). one processing technology packages of dry chilli and chilli flour with quality ( 2). Chilli processing result with quality and powered kept causing can depress chilli crop loss. This activity covers repair of processing process done through change of formulation of product with technology which has growed. Data observed

(2)

[Type text]

covers quality of physical ( colour, taste, and aroma) and quality of chemistry ( water content, ascorbic acid, ash content and crude fiber). Result of study shows that dry chilli and chilli flour yielded is enough with quality, with bright colour and not matt, not wrinkle, aroma and feels strong, good texture, low water content ( around 830%), and ascorbic acid that is enough is height ( 215-225 mg/100gr), ash content shifts 4.29-4.64% and crude fiber to reach 1461%. Activity of processing technology result of chilli is started with verification of processing process technology of Cabai Kering and Tepung Cabai in Laboratorium. Chilli applied brought from Kabupaten Kerinci and its(the processing process is done in Laboratorium Pascapanen and Pengolahan Hasil BPTP Jambi. Result of verification of laboratory the application of location [by] research as according to SOP dry chilli and chilli flour with quality. Result of study is expected able to be exploited by chilli farmer, especially to overcome problems in field and can increase earnings and farmer prosperity.

Keyword: Processing technology, dry chilli and chilli flour, with quality, agroindustry

--- 1) Peneliti Madya dan Peneliti Pertama pada BPTP Jambi

PENDAHULUAN

Cabai merah (Capsicum annum, L) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi, sangat berpotensi untuk dijadikan pilihan agribisnis. Cabai merah banyak diusahakan atau dibudidayakan petani dalam berbagai skala usaha tani, untuk memenuhi keperluan pasar dalam dan luar negeri. Permintaan komoditas cabai merah cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, dan makin meluasnya daya serap permintaan industri pengolahan bahan makanan (Deptan, 2009).

(3)

[Type text]

Di Provinsi Jambi, cabai merupakan komoditas hortikultura unggulan, hal ini dapat dilihat dari luas pertanamannya yaitu 4.487 Ha (Jambi Dalam Angka, 2009) paling tinggi diantara tanaman hortikultura (khususnya sayuran) lainnya, dengan produksi mencapai 232 374 ton. Sehingga komoditas tersebut sangat prospektif dan potensial untuk dikembangkan dalam menunjang agribisnis dan agroindustri serta pembangunan disektor pertanian, karena memiliki peranan yang sangat penting dalam menumbuhkan perekonomian daerah.

Dengan semakin tingginya permintaan terhadap komoditas cabai, segala upaya dilakukan petani untuk peningkatan produksi cabai. Berbagai alternatif teknologi budidaya untuk peningkatan produksi yang tersedia diterapkan oleh petani, sehingga dapat mencapai produksi yang tinggi. Beberapa tahun terakhir produksi cabai menempati urutan paling atas diantara jenis sayuran komersial yang dibudidayakan di Indonesia (Rukmana, 2005).

Permintaan terhadap cabai yang cukup tinggi dan relatif kontinu serta cenderung meningkat, memberi dorongan kuat kepada masyarakat luas terutama petani dalam pengembangan budidaya cabai. Disamping itu masa tanam petani serentak sehingga menyebabkan pada saat panen cabai melimpah. Kondisi ini mengakibatkan harga cabai merosot hingga titik terendah, dan pada kondisi sebaliknya harga cabai bisa melambung tajam. Fluktuasi harga yang demikian mengakibatkan kerugian baik bagi petani cabai maupun konsumen pada umumnya. Bahkan sering terjadi petani enggan memetik cabai yang siap panen pada saat harga sangat rendah karena tidak dapat menutupi biaya produksinya.

Dengan sangat intensifnya peningkatan produksi cabai, yang menyebabkan kemerosotan harga hingga mencapai tingkat yang sangat tidak ekonomis sering harus

(4)

[Type text]

diterima petani karena tidak mempunyai pilihan lain kecuali harus menjual secepatnya dengan harga murah (Departemen Pertanian, 2009). Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk mengatasi kelebihan produksi melalui penanganan pascapanen dan pengolahan hasil, sehingga disamping dapat menanggulangi kelebihan produk segar juga untuk meningkatkan nilai tambah bagi petani terutama didaerah sentra produksi, dan menunjang agroindustri cabai dipedesaan.

Melalui upaya pengolahan hasil, seperti cabai kering dan tepung cabai merupakan alternatif yang bertujuan untuk menanggulangi kelebihan produksi, mempertahankan kualitas bahkan dapat meningkatkan nilai tambah komoditas cabai, disamping dapat disimpan lebih lama, memudahkan pengemasan, pengangkutan dan penggunaannya, dan lebih bernilai ekonomi (Deptan, 2009). Disamping itu pengolahan tepung cabai memberikan keuntungan diantaranya memperkecil tingkat kerusakan, meminimalkan biaya distribusi, meningkatkan daya simpan dan daya guna terutama dalam penyediaan bahan baku industri (Hartuti dkk, 1995).

Pengeringan cabai yang dilakukan petani cabai saat ini hanya merupakan upaya penyelamatan produksi saja. Artinya bila cabai habis terjual dalam kondisi segar maka petani tidak akan melakukan pengeringan. Masih jarang petani yang memang mengkhususkan diri sebagai produsen cabai kering. Padahal harga cabai kering jauh lebih mahal dari cabai segar.

Pengeringan cabai secara tradisional tentu tidak dapat diandalkan kualitas dan kuantitasnya. Namun keadaan tersebut dapat diperbaiki dengan melakukan beberapa

(5)

[Type text]

perlakuan dalam proses pengeringan, seperti sortasi, pembersihan, dan blansir (pencucian/perendaman) (Sudaro dan Dewi, 1999).

Hasil penelitian Iswari dkk (2006), memperlihatkan bahwa cabai yang diolah menjadi tepung cabai dengan perlakuan blansir dapat disimpan selama enam bulan tanpa terjadi penurunan kualitas, kurva membentuk garis datar baik terhadap warna, aroma dan kecerahan. Dari hasil penelitian juga terlihat bahwa kadar serat dan kadar vitamin C tidak banyak mengalami perubahan sehingga kualitas dan nilai gizi dari produk masih bisa dipertahankan sampai selama 6 bulan simpan. Hal ini dapat dipertahankan karena pada tahapan pengolahan cabai dilakukan blansir yang berfungsi untuk menonaktifkan enzim-enzim, mencegah mikroba, menghindari proses browning sehingga kerusakan dapat dicegah dan warna serta kecerahan dapat dipertahankan (Iswari dkk, 2006).

Cabai kering merupakan olahan cabai yang telah mengalami proses pengeringan dengan menggunakan energi panas. Dengan demikian resiko kerusakan cabai kering jauh lebih kecil, dan lebih tahan lama sehingga toleransi waktu pemasarannya lebih besar (Sudaro dan Dewi, 1999). Pengolahan cabai kering tidak hanya dilakukan untuk penyelamatan produksi tetapi juga untuk konsumsi industri dan ekspor. Pengeringan cabai bisa dilakukan dengan proses alamiah, bisa juga dengan menggunakan alat. Cabai kering siap olah biasanya mempunyai spesifikasi merah merata, sehat, dan mulus. Penggunaan cabai yang kurang matang dan busuk berdampak pada kualitas cabai kering yang dihasilkan (Internet).

Pengkajian ini bertujuan untuk (1). mendapatkan satu paket teknologi pengolahan cabai kering dan tepung cabai berkualitas ditingkat petani yang memenuhi standar mutu,

(6)

[Type text]

dan dapat meningkatkan nilai tambah serta aman untuk dikonsumsi. (2) untuk mengatasi kelebihan produksi dan menunjang agroindustri dipedesaan

BAHAN DAN METODE

Kegiatan dilakukan di daerah sentra produksi cabai yaitu Desa Plompek Kecamatan Gunung Tujuh Kabupaten Kerinci, sedangkan untuk verifikasi teknologi, dilakukan di laboratorium Pascapanen dan Pengolahan hasil Pertanian BPTP Jambi dan analisa mutu dilakukan di laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Penelitian dilakukan selama tahun anggaran 2010.

Bahan yang digunakan pada pengkajian ini adalah buah cabai, air, natrium metabisulfit, sedangkan alat yang digunakan adalah oven yang bisa diatur suhunya,baskom Stainless Steel digunakan untuk blansir (merendam cabai didalam larutan metabisulfit panas), hammer mill/Blender digunakan untuk menggiling cabai, baskom Plastik, timbangan, kemasan Plastik dan sealer plastik serta ATK dan komputer suplies.

Cabai diperoleh dari kebun petani desa Plompek Kecamatan Gunung Tujuh Kabupaten Kerinci, setelah dipanen dilakukan seleksi, buah yang terserang hama penyakit serta busuk tidak digunakan.

Kegiatan ini meliputi perbaikan proses pengolahan yang dilakukan melalui perubahan formulasi produk dengan memadukan teknologi petani yang berkembang dimasyarakat dengan teknologi perbaikan/introduksi, dengan melakukan pengujian-pengujian dilaboratorium (trial and error).

(7)

[Type text]

Pembuatan cabai kering dan tepung cabai terdiri dari beberapa tahapan kegiatan meliputi : Penyiapan bahan baku, penyiapan peralatan, proses pengolahan dan pengemasan.

Adapun teknologi perbaikan proses pengolahan cabai kering dan tepung cabai yang akan dilakukan dapat dilihat Tabel 1.

Tabel 1. Teknologi perbaikan proses pengolahan cabai kering dan tepung cabai dan teknologi petani setempat.

Proses Pengolahan Teknologi Perbaikan Teknologi petani Bahan Baku Utama Cabai Segar, merah merata,

sudah disortasi

Cabai segar, bercampur, tidak disortasi

Bahan Baku Penolong Menggunakan Na2S2O5 Tidak ada Pembuangan tangkai dan

Pencucian

Dilakukan Dilakukan

Blansir dan Penirisan Dilakukan Tidak dilakukan Pengeringan Menggunakan Oven Penjemuran Matahari

Penggilingan Blender Blender

Pengemasan Plastik/Botol Plastik Plastik

Data yang diamati meliputi mutu fisik yaitu warna, rasa, aroma, kecerahan, sedangkan mutu kimia yang diamati adalah kadar air, vit. C, kadar serat dan kadar abu

HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknologi perbaikan proses pengolahan cabai kering dan tepung cabai yang dilakukan adalah memadukan teknologi yang sudah ada dipetani (walaupun masih sedikit) dengan teknologi yang sudah dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian/lembaga penelitian. Untuk mendapatkan hasil pengolahan cabai kering dan tepung cabai yang maksimal maka dilakukan pengujian-pengujian laboratorium (trial and eror) sampai ditemukan perlakuan yang benar-benar sesuai untuk dilakukan pengujian lapang dilahan petani (didaerah sentra produksi).

(8)

[Type text]

Dalam teknologi proses pengolahan cabai kering dan tepung cabai dilakukan beberapa aspek penting untuk mendapatkan kualitas yang prima yaitu meliputi: persiapan bahan baku dan mekanisme proses pengolahan yang berkualitas dan aspek keamanan pangan.

PERSIAPAN BAHAN BAKU

Untuk menghasilkan cabai kering dan tepung cabai berkualitas tentu diawali dengan pemilihan bahan baku yang berkualitas pula.

Buah cabai merupakan bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan cabai kering dan tepung cabai. Buah cabai yang digunakan sebagai bahan baku pada pengkajian ini adalah buah cabai segar dipilih dari cabai yang matang dan merah merata, masih dalam keadaan segar, sehat, tidak busuk, tidak cacat atau rusak dan bebas dari hama penyakit. Kondisi matang penuh diperlukan agar cabai kering dan tepung cabai yang dihasilkan mempunyai aroma yang kuat dan tekstur yang baik. Syarat mutu cabai mengacu pada SNI 01-4480-1998. Menurut Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian (2009) bahwa Umur panen cabai yang baik untuk cabai kering dan tepung cabai pada umur 70-90 hari tergantung varietas, yang ditandai dengan 60% cabai sudah berwarna merah. Selanjutnya juga dikatakan bahwa pemilihan/sortasi cabai pada pembuatan produk olahan cabai kering dan tepung cabai diperlukan agar produk olahan yang dihasilkan mempunyai warna yang seragam dan cerah. Disamping itu penyortiran cabai dari busuk dan rusak, pembuangan tangkai, dan pencucian sampai bersih merupakan tindakan untuk menjaga keamanan pangan dan mempertahankan kualitas (Deptan, 2009).

(9)

[Type text]

Pada proses pembuatan cabai kering dan tepung cabai ditingkat pertani perlakuan sortasi tidak dilakukan, karena proses pengolahan masih secara tradisional dan belum melalui proses sortasi yang ketat, bahkan sering terjadi bahwa cabai yang dikeringkan adalah cabai yang tidak laku dijual, sehingga produk olahan yang dihasilkan mempunyai kualitas yang rendah dengan warna cabai kering dan tepung cabai kehitam-hitaman.

Air dalam pengolahan cabai kering dan tepung cabai digunakan sebagai bahan baku penolong yang berfungsi untuk mencuci cabai dan blansir. Air yang digunakan harus bersih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan tidak mengandung zat yang berbahaya. Pada pengkajian ini air yang digunakan adalah air PAM, dimana kebersihannya sudah terjamin.

Bahan baku penolong lain yang digunakan adalah Natrium Metabisulfit (Na2S2O5), bahan ini merupakan bahan pengawet yang aman untuk dicampurkan dalam pengolahan dan blansir. Batas maksimum penambahan bahan pengawet ini adalah 0.2% atau 2 g/liter air (Deptan, 2009). Pada teknologi petani bahan ini tidak digunakan, karena mereka tidak melakukan blansir pada proses pembuatannya.

PROSES PENGOLAHAN

Sortasi cabai segar merupakan awal dari tahapan proses pengolahan cabai kering dan tepung cabai. Sortasi (pemilihan) dilakukan untuk memilih cabai merah yang benar benar bagus fisiknya, besar, berwarna merah segar, sehat dan mulus (tidak cacat). Jika cacat atau busuk, cabai akan menjadi cabai kering yang hitam. Diperlukan cabai yang cukup masak agar nantinya menjadi cabai kering yang berwarna merah dan mengkilap.

(10)

[Type text]

Bila tingkat kematangannya kurang cabai kering yang diperoleh berwarna agak keputihan (Sudaro dan Dewi, 1999).

Disamping itu penyortiran cabai dari yang busuk dan rusak dan pembuangan tangkai merupakan tahapan kritis dalam aspek keamanan pangan, yang berfungsi untuk menghilangkan kontaminan seperti kotoran, dan penghilangan bagian yang busuk/rusak yang biasanya menjadi tempat perkembangbiakan mikroba, yang dapat membahayakan dan merusak kualitas produk (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi, 2010).

Setelah pemilihan, cabai dibuang tangkainya dan setelah itu dicuci bersih. Pencucian cabai adalah tahapan terakhir untuk membuang kontaminan seperti kotoran, bahan kimia (pestisida) yang masih ada pada buah cabai, fungi dan lain-lain yang dapat berkembang biak yang merupakan sumber bahaya bagi produk. Dengan pencucian ini cabai yang akan dijadikan produk olahan sudah bersih dari semua kontaminan baik fisik, kimia dan biologi. Selanjutnya cabai ditiriskan sampai kering.

Tahapan proses selanjutnya adalah Blansir, yang merupakan perlakuan berupa perendaman atau pencucian terakhir dengan bahan kimia tertentu (Natrium Metabisulfit) yang bertujuan untuk mempercepat waktu pengeringan, mencegah perubahan warna (browning) dan memperpanjang daya simpan, selain itu juga untuk mencegah cabai menjadi keriput dan warna tidak kusam akibat proses pengeringan. Kulit buah cabai yang tidak diblansir akan menjadi keriput bila kering, sedangkan cabai yang diblansir, setelah kering kulit buahnya akan licin (Sudaro dan Dewi,1999). Disamping itu proses pemblansiran adalah untuk mematikan mikroorganisme yang terdapat pada cabai.

(11)

[Type text]

Hasil penelitian Balitsa menunjukkan bahwa pencelupan cabai merah kedalam air panas (blansir) selama 6 menit berpengaruh baik terhadap mutu cabai merah kering, yaitu menghasilkan mutu cabai kering yang bagus dengan bobot kering 19.43%, Vitamin C 159,93 mg/100 gr dan mempercepat waktu pengeringan 10 hari (Rukmana dan Yuyun, 2005).

Proses pemblansiran adalah sebagai berikut :

• Penyiapan larutan sulfit panas (0.2%). Untuk 1 kg cabai Natrium Metabisulfit sebanyak 4 gram yang dilarutkan kedalam 2 liter air bersih. Kemudian larutan ini dipanaskan sampai mendidih. Setelah mendidih, api dikecilkan sekedar menjaga larutan tetap panas (suhu sekitar 90º C)

• Pencelupan dalam larutan sulfit panas. Cabai dicelupkan kedalam larutan sulfit panas selama 6 menit, sampai betul-betul terendam dan diaduk-aduk. Perendaman ini untuk mempertahankan warna cabai kering agar tetap seperti semula. Setiap 1 kg cabai memerlukan 2 liter larutan sulfit. Setelah itu cabai diangkat dan ditiriskan sampai kering. Larutan ini dapat dipakai berulang-ulang.

Pada perlakuan petani tahapan proses blansir tidak dilakukan, sehingga cabai kering dan tepung cabai yang dihasilkan berkualitas rendah, dimana warna kusam kehitam-hitaman, cabai kering keriput, pengeringan cukup lama yaitu 15-17 hari, kadar air masih tinggi sehingga tidak tahan disimpan.

Setelah di blansir, cabai segera dikeringkan. Pengeringan dengan alat pengering mekanis dapat menjamin mutu yang baik. Namun bila terpaksa, pengeringan dengan sinar

(12)

[Type text]

matahari pun dapat dilakukan. Pengeringan dilakukan sampai kadar air telah mencapai sekitar 10%, dimana akan terasa kering jika diremas dengan tangan dan mudah dipatahkan. Cabai kering dapat dikemas dan dipasarkan.

Cabai kering dapat diproses lebih lanjut menjadi tepung cabai. Cabai merah yang sudah kering dihaluskan/digiling dengan menggunakan Hammer mill atau blender, kemudian diayak dengan menggunakan ayakan sehingga tingkat kehalusannya merata. Kemudian tepung cabai dapat dikemas dengan plastik dan ditutup dengan sealer. Cabai kering dan tepung cabai disimpan ditempat yang kering dan tidak panas. Bagan alir proses pengolahan cabai kering dan tepung cabai tertera pada gambar 1.

Gambar 1. Bagan alir proses pengolahan cabai kering dan tepung cabai berkualitas Sortasi dan pembuangan tangkai

Tepung Cabai

Pemblansiran dalam larutan sulfit panas Pencucian

Penirisan Pengeringan Cabe kering Penggilingan

(13)

[Type text]

Hasil pengkajian memperlihatkan bahwa cabai kering yang dihasilkan dengan proses perbaikan mempunyai kualitas yang baik dan sudah memenuhi standar mutu perdagangan dibandingkan dengan kualitas cabai kering petani. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis faktor mutu cabai kering dan tepung cabai pada teknologi perbaikan dan teknologi petani

Syarat Mutu

No. Faktor Mutu Teknologi

Perbaikan

Teknologi

Petani Mutu I Mutu II

1. Bau dan rasa khas Agak lain khas khas

2. Kadar Air (%) 9.87 19.22 11 11

3. Benda Asing (%) Tidak ada 4.57 1.0 3.0

4. Buah cacat (%) 3.9 36.8 5.0 5.0

5. Lama Pengeringan 15 jam 12 hari - -

6. Warna cerah kehitaman - -

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa teknologi perbaikan dapat memperbaiki mutu cabai kering dan tepung cabai. Bau cabai kering diuji secara organoleptik melalui penciuman. Pada teknologi perbaikan, cabai kering dan tepung cabai mempunyai bau yang kuat dan khas demikian juga dengan rasa mempunyai rasa khas cabai. Sedangkan pada proses ala petani bau dan rasa tidak khas cabai, agak lain, hal ini disebabkan bahan baku yang digunakan tidak seragam, bahkan ada yang menggunakan cabai sudah afkiran

Kadar air yang diperoleh pada teknologi perbaikan yaitu 9.87%, sedangkan kadar air pada teknologi petani cukup tinggi, hal ini disebabkan petani mengeringkan cabai dengan penjemuran dan tidak melakukan blansir sehingga pengeringan cukup lama dan kadar air yang dicapai tidak memenuhi standar mutu.

(14)

[Type text]

Demikian juga dengan jumlah benda asing dan buah cacat yang cukup tinggi pada teknologi petani sehingga tidak memenuhi standar mutu. Hal ini disebabkan dalam proses pembuatan ditingkat petani tidak melakukan sortasi dan pembersihan, masih secara tradisional bahkan sering terjadi bahwa cabai yang dikeringkan adalah cabai yang tidak laku dijual, sehingga produk olahan yang dihasilkan mempunyai kualitas yang rendah dengan buah cacat dan benda asing yang cukup tinggi. Disamping itu cabai yang tidak disortasi akan menghasilkan cabai kering dan tepung cabai yang berwarna kehitam-hitaman (Sudaro dan Dewi, 1999).

Pengamatan terhadap mutu kimia cabai kering dan tepung cabai dilakukan terhadap kadar air (%), vitamin C (mg 100gr-1), serat kasar (%) dan kadar abu (%). Untuk lebih jelasnya mutu kimia cabai kering dan tepung cabai dapat dilihat Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan kimia cabai kering dan tepung cabai No. Produk Olahan Kadar Air

(%) Vit. C (mg 100g-1) Kadar Abu (%) Serat Kasar (%) 1. Cabai Kering 9. 87 225. 36 4. 64 22. 12 2. Tepung cabai 12. 95 215. 57 4. 29 14. 61

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa terdapat perubahan-perubahan kandungan kimia

dari cabai setelah diolah menjadi produk olahan cabai kering dan tepung cabai. Kandungan air menurun setelah dijadikan produk olahan (cabai kering dan tepung cabai). Hal ini disebabkan pada pembuatan cabai kering dan tepung cabai dilakukan proses pengeringan, yang bertujuan untuk menurunkan kadar air sampai batas tertentu. Cabai kering dan tepung cabai diperoleh dari proses pengeringan, penggilingan dan pengayakan. Pengeringan pada

(15)

[Type text]

dasarnya pengurangan kadar air bahan hingga bakteri pembusuk tidak dapat hidup dan kerusakan cabai dapat ditekan.

Kadar vitamin C, kadar abu dan serat kasar pada cabai kering dan tepung cabai juga mengalami perubahan. Kadar Vitamin C, pada cabai kering dan tepung cabai cukup tinggi, masing-masing mencapai 225.36 mg dan 215.57 mg. Kadar Abu cabai kering yaitu 4.64% dan setelah dijadikan tepung cabai menjadi 4.29%, dengan arti kata tidak mengalami perubahan. Sedangkan serat kasar cabai kering yaitu 22.12% dan setelah dijadikan tepung cabai serat kasar turun dengan drastis mencapai 14.61% , hal ini disebabkan karena pada tepung cabai dilakukan proses penggilingan dan pengayakan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian dapat di ambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Dalam teknologi pengolahan cabai kering dan tepung cabai berkualitas dilakukan beberapa aspek penting untuk mendapatkan kualitas yang prima yaitu meliputi persiapan bahan baku, mekanisme proses pengolahan yang berkualitas dan aspek keamanan pangan.

2. Cabai kering dan tepung cabai yang dihasilkan dengan teknologi perbaikan mempunyai kualitas baik dan memenuhi standar mutu baik mutu fisik yaitu warna cerah, bau dan rasa yang kuat dan khas, benda asing dan buah cacat rendah, serta mutu kimia (kadar air, vitamin C, serat kasar dan kadar abu) memenuhi standar mutu.

3. Teknologi pengolahan cabai kering dan tepung cabai berkualitas secara teknis dapat diterapkan ditingkat petani karena merupakan perbaikan teknologi petani, sehingga

(16)

[Type text]

kelebihan produksi dapat diatasi, dapat memperpanjang umur simpan, dapat menekan kehilangan hasil dan sekaligus menunjang agroindustri.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pertanian. 2009. Saus Cabe dan Bubuk Cabe. Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian. Direktorat Jenderal Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Jambi Dalam Angka . 2009. Badan Pusat Statisktik Provinsi Jambi.

Kasma Iswari, Aswardi, Farida Artati. 2006. Kajian Pengolahan Tepung Cabai Merah. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen Untuk Perkembangan Industri Berbasis Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Badan Litbang Pertanian.

Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.2001. Cabe Kering dan Cabe Bubuk. Teknologi Tepat Guna Pengolahan Pangan. Jakarta.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. 2010. Kajian Empat Paket Teknologi Pengolahan Dan Kemasan Untuk Meningkatkan >20% Mutu Cabai Serta Umur Simpan Untuk Menekan Losses Pada Transportasi (750 km) Di Jambi. Laporan Akhir Kegiatan. BBP2TP. Badan Litbang Pertanian. Kementrian Pertanian

Rahmat Rukmana dan Yuyun Yuniarsih. 2005. Penanganan Pascapanen Cabai Merah. Teknologi Tepat Guna. Penerbit Kanisius yogyakarta.

SNI. 1998. Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis. Departemen Perindustrian Indonesia. SNI. 01-4852.

Sudaro, yani dan Dwi Ari Ratriningsih. 1999. Pengeringan Cabai. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Teknologi perbaikan proses pengolahan cabai kering dan tepung cabai dan  teknologi petani setempat
Gambar 1. Bagan alir proses pengolahan cabai kering dan tepung cabai berkualitasSortasi dan pembuangan tangkai
Tabel 2. Hasil analisis faktor mutu cabai kering dan tepung cabai pada teknologi perbaikan  dan teknologi petani
Tabel 3. Kandungan kimia cabai kering dan tepung cabai   No.  Produk Olahan  Kadar Air

Referensi

Dokumen terkait

Demikian halnya dengan kepala sekolah SMP Cokroaminoto Salongo dalam menetapkan keputusan lebih cenderung menentukan kriteria pemecahan masalah yang diambil kemudian

Pemakaian kemasan yang baru yang tampak lebih menarik dan mudah diingat oleh pembeli untuk menyarankan teman lain untuk membeli juga lebih mudah, dengan

Persoalannya, berapa banyak perlindungan yang anda perlukan? Anda perlu membuat keputusan berdasarkan pendapatan dan kemampuan anda untuk membayar. Pastikan juga insurans hayat

Kadar deterjen dalam suatu air limbah dapat diuji dengan MBAS menggunakan metode Spektrofotometri Uv-Vis sedangkan prinsip metode ini adalah Prinsipnya adalah surfaktan anionik

Dalam penulisan ini, penulis mengunakan pendekatan Analysis Content (isi), sehingga hasil penelitiannya tidak berupa angka-angka melainkan berupa interpretasi dan

Hipersomnia yang berhubungan dengan depresi dicatat dengan baik, meskipun insomnia lebih sering terjadi. Beberapa pasien melaporkan keterkaitan antara

Instrumen KIDSCREEN-27 versi Bahasa Indonesia sudah melalui prosedur yang sesuai dalam proses adaptasi dan validasi lintas budaya dengan hasil validitas dan reliabilitas yang

Menurut Kotler dan Keller (2016), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen terdiri dari faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Sedangkan