e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SEARCH, SOLVE, CREATE,
AND SHARE (SSCS) TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA
KELAS IV SEKOLAH DASAR
Putu Dian Prawindaswari
1,, I Made Suarjana
2, I Wayan Widiana
3 1,2Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: [email protected]
1, [email protected]
2,
[email protected]
3Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) dan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran Konvensional. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan rancangan nonequivalent posttest only control group
design. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas IV di Gugus VI Kecamatan
Sukasada tahun pelajaran 2014/2015 yang terdiri dari 8 sekolah dengan jumlah populasi 214 siswa. Sebanyak 35 siswa dipilih sebagai sampel yang ditentukan dengan teknik
random sampling. Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA siswa,
yang dikumpulkan menggunakan metode tes dengan instrumen pengumpulan datanya menggunakan tes pilihan ganda (objektif) dengan satu jawaban benar. Data dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial. Berdasarkan analisis data menggunakan uji-t didapatkan nilai thitung = 29,305 dan ttabel = 2,0357 (db = 33 dengan taraf
signifikansi 5%). Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa hitung lebih besar dari t-tabel (t-hitung > dari t-t-tabel) sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Hal ini berarti, terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran SSCS dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV di Gugus VI Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng.
Kata-kata kunci: model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS), hasil
belajar IPA
Abstract
This study aims to investigate the differences upon students’ achievement in science between the students who are taught by using Search, Solve, Create, and Share (SSCS) Learning Model with the students who are taught by using conventional learning model. This study is a semi experimental research with nonequivalent posttest only control group design. The population of the study is all of the students of grade IV in Gugus VI Sukasada Sub District in the academic year 2014/2015 which contains of 8 schools with the number of population are 214 students. There are 35 students chosen as samples who are decided by using random sampling technique. The data which are analyzed in this study is the students’ achievement in science which are collected through test method with the instrument of data collection by using multiple choice type test with one correct answer. The data are analyzed by using descriptive statistic and inferential statistic. Based on the data analysis by using t-test, the result shows that the score of thitung = 29.305 and ttabel =
2.0357 (db = 33 with 5% of significant degree level). The result of the calculation shows that thitung is bigger than ttabel (thitung> ttabel) so the result is significant. This means that there
is a significant different in students’ science achievement between the group of students who are taught by using SSCS with the group of students who are taught by using conventional learning model in grade IV students in Gugus VI Sukasada Sub District, Buleleng Regency.
Key words: Search, Solve, Create, and Share (SSCS) Learning Model, Science’s Learning
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah salah satu
bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan syarat perkembangan.
Oleh karena itu, perubahan atau
perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada
semua tingkat perlu terus menerus
dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan.
Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting ketika seseorang harus memasuki kehidupan masyarakat dan dunia kerja, karena yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari saat ini maupun yang akan datang. Mengacu pada konsep tersebut, Buchori (dalam Trianto, 2010:5), pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk sesuatu profesi atau jabatan, tetapi untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Pada kenyataannya, sampai saat ini bangsa Indonesia memiliki permasalahan
yang sangat besar dan menjadi
perbincangan yang berkelanjutan.
Permasalahan tersebut khususnya
mencangkup mutu pendidikan. Mutu
pendidikan di Indonesia masih tergolong
sangat rendah dibandingkan dengan
negara-negara lain di dunia. Berdasarkan hasil studi Programme for International
Study Assessment 2012 (dalam Tempo,
2013) menyatakan bahwa Indonesia
merupakan salah satu negara dengan peringkat terendah dalam pencapaian mutu pendidikan. Pemeringkatan tersebut dapat dilihat dari skor yang dicapai pelajar dalam
kemampuan kognitif dan keahlian
membaca, matematika, dan sains.
Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia khususnya pada mata pelajaran sains atau IPA disebabkan oleh rendahnya kualitas pembelajaran IPA di lapangan.
Pembelajaran IPA selama ini masih
menggunakan model pembelajaran
konvensional. Model ini menekankan pada fungsi guru sebagai pemberi informasi,
seangkan peserta didik lebih diposisikan sebagai pendengar dan mencatat segala jenis materi sesuai instruksi dari guru. Berdasarkan metode di atas, guru sudah merasakan mengajar dengan baik, tetapi siswanya tidak belajar dengan maksimal. Hal tersebut menimbulkan miskonseptual antara pemahaman guru dalam mengajar dengan target dan misi dari pendidikan IPA.
Ilmu pengetahuan alam (IPA)
merupakan salah satu cabang ilmu
pendidikan yang mempelajari alam dan gejala-gejala yang terjadi di dalamnya yang disusun secara sistematis berdasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia, (Samatowa,
2010:3). Selain itu, Nash (dalam
Samatowa, 2010:3) menyatakan bahwa IPA itu adalah suatu cara atau metode yang mengamati alam. IPA juga dikenal dengan nama sains yang berhubungan erat dengan perkembangan teknologi. Keberadan IPA dan teknologi merupakan suatu hal yang dapat bersinergi bagi peningkatan kualitas SDM suatu bangsa. Hal ini sesuai dengan
pendapat Samatowa (2010:2) yang
menyatakan bahwa:
Tingkat sains dan teknologi yang dicapai oleh suatu bangsa biasanya digunakan sebagai tolak ukur untuk kemajuan suatu bangsa itu. Apalagi di masa yang akan datang (abad ke-22), kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki suatu bangsa dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berkaitan dengan pentingnya peran IPA dalam meningkatkan kualitas SDM yang nantinya dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan teknologi, maka kualitas pendidikan IPA sangat perlu diperhatikan. Pendidikan IPA khususnya pada jenjang pendidikan sekolah dasar menjadi cikal bakal bagi peserta didik untuk memperoleh pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA
yang berguna bagi kelanjutan
pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi. Pentingnya pendidikan IPA bagi peserta didik didasarkan pada tujuan IPA
kemampuan mengembangakan rasa ingin tahu, sikap positif, keterampilan proses
untuk menyelidiki alam sekitar dan
kesadaran tentang adanya hubungan yang
saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Selain itu, IPA juga bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan untuk
mengembangkan pengetahuan dan
pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat serta dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam
memecahkan masalah maupun dalam membuat keputusan dalam kehidupannya, (KTSP, 2006:1-2).
Dalam pembelajaran IPA yang
bersifat teacher-centered, guru hanya
menjelaskan materi dan konsep yang terdapat pada buku maupun referensi lainnya. Hal tersebut berdampak pada kecenderungan siswa untuk menghafal daripada memahami materi pelajaran. Akibatnya, hasil belajar siswa terhadap teori, konsep, maupun prinsip IPA masih rendah.
Lebih lanjut berkaitan dengan hasil belajar IPA, hasil studi dokumen pada daftar nilai ulangan tengah semester siswa kelas IV di SD Gugus VI Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 1.1 Nilai Rata-rata UTS IPA Semester I Siswa Kelas IV Sekolah Dasar di Gugus VI Kecamatan Sukasada
No Sekolah KKM Rata-rata
1 SD No. 1 Panji Anom 64
70,14
2 SD No. 2 Panji Anom 65
67,38
3 SD No. 3 Panji Anom 65
64,80
4 SD No. 4 Panji Anom 65
64,37
5 SD No. 1 Tegallinggah 65
67,06
6 SD No. 2 Tegallinggah 62
64,87
7 SD No. 4 Tegallinggah 55
71,23
8 Madrasah Ibtidaiyah Negeri
(MIN)
67
66,48
Berdasarkan Tabel 1.1, rata-rata nilai UTS hasil belajar IPA siswa terlihat masih rendah. Hasil belajar siswa kelas IV di beberapa SD di gugus VI pada mata pelajaran IPA masih berada dibawah KKM. Hal tersebut menandakan bahwa hasil belajar IPA siswa kelas IV siswa belum maksimal. Setelah dilakukan wawancara dengan guru mata pelajaran IPA, diperoleh faktor yang menjadi pemicu rendahnya hasil belajar IPA siswa secara garis besar dapat dielompokkan menjadi dua faktor, yaitu. (1) guru kurang memahami dan mengetahui cara mengembangkan model pembelajaran yang inovatif. (2) guru lebih cenderung berpedoman pada produk dan standar hasil perolehan siswa sesuai dengan kesepakatan sehingga berdampak pada kecenderungan siswa menghafal
materi yang bersifat sementara daripada memahami materi secara permanen.
Dari pemaparan di atas tentang penyebab rendahnya hasil belajar IPA, maka salah satu model inovatif yang dapat
digunakan untuk memperbaiki proses
pembelajaran agar menjadi lebih bermakna
dan menyenangkan adalah dengan
menggunakan model pembelajaran Search,
Solve, Create, and Share (SSCS). SSCS
adalah salah satu model pembelajaran inovatif yang sangat tepat digunakan pada mata pelajaran IPA dengan berorientasi pada pemecahan masalah. Sejalan dengan hal tersebut, maka model pembelajaran SSCS berorientasi pada pembelajaran siswa melalui pemecahan masalah secara mandiri.
Model pembelajaran Search, Solve,
Create, and Share (SSCS) adalah salah
satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dan dapat meningkatkan keterampilan siswa
untuk bertanya, (Irwan, 2011:1).
Sehubungan dengan pernyataan tersebut, jika aktivitas siswa meningkat, maka secara tidak langsung akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Model pembelajaran SSCS efektif karena bersifat student centered yang lebih mengutamakan peran peserta didik sebagai pusat pembelajaran.
Utami (2011:39) menyatakan bahwa model pembelajaran (SSCS) ini terdiri atas empat fase yaitu pertama fase search yang bertujuan untuk mengidentifikasi masalah, kedua fase solve yang bertujuan untuk
merencanakan penyelesaian masalah,
ketiga fase create yang bertujuan untuk melaksanakan penyelesaian masalah, dan yang terakhir fase share yang bertujuan
untuk mensosialisasikan penyelesaian
masalah yang dilakukan.
Dalam pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Search,
Solve, Create, and Share (SSCS), siswa
tidak hanya berpatokan pada pengetahuan yang ada, melainkan lebih mengutamakan proses pemerolehan pengetahuansiswa diharapkan tidak menghafal materi semata, melainkan memahami pula ilmu yang
dipelajari secara lebih mendalam dan bersifat permanen.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini difokuskan tentang pengaruh model pembelajaran (SSCS) terhadap hasil belajar IPA Siswa kelas IV SD Gugus VI Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng Tahun Ajaran 2014/2015.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang meneliti hubungan sebab
akibat dengan melibatkan kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Jenis penelitian eksperimen yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (quasi
eksperiment). Sehingga tidak semua
variabel yang muncul dalam kondisi
eksperimen dapat diatur dan dikontrol
secara ketat. Tempat penelitian
dilaksanakan di SD Gugus VI Kecamatan
Sukasada, Kabupaten Buleleng pada
rentangan waktu semester genap pada tahun ajaran 2014/2015.
Populasi adalah keseluruhan objek dalam suatu penelitian, (Agung, 2011:45). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas IV Sekolah Dasar di Gugus VI
Kecamatan Sukasada, Kabupaten
Buleleng. Distribusi sumber populasi dapat dilihat pada tabel 3.1
Tabel 3.1 Distribusi Sumber Populasi Penelitian
No. Sekolah Jumlah Kelas
Jumlah Siswa
Simbol
1 SD No. 1 Panji Anom 1 28 A1
2 SD No. 2 Panji Anom 1 16 A2
3 SD No. 3 Panji Anom 1 30 A3
4 SD No. 4 Panji Anom 1 19 A4
5 SD No. 1 Tegallinggah 1 31 A5 6 SD No. 2 Tegallinggah 1 31 A6 7 SD No. 4 Tegallinggah 1 30 A7 8 SD Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1 29 A8 Total 8 214 Siswa
Untuk mengetahui kesetaraan hasil belajar siswa kelas IV SD di Gugus VI
Kecamatan Sukasada, Kabupaten
Buleleng, dilakukan uji kesetaraan dengan melakukan uji Anava yang dilanjutkan dengan uji-t. Berdasarkan uji anava yang
dilakukan, diperoleh Fhitung sebesar 26,71.
Hasil Fhitung lebih besar daripada Ftabel
dengan taraf signifikansi 5% maupun 1%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari hasil belajar IPA kelas IV SD di Gugus VI Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Karena
hasilnya signifikan, untuk mengetahui
sekolah yang hasil belajarnya setara perlu dilanjutkan dengan uji-t.
Sampel adalah sebagian dari
populasi yang diambil, yang dianggap mewakili seluruh populasi dan diambil
dngan menggunakan teknik tertentu,
(Agung, 2011:45). Cara yang digunakan dalam penentuan sampel penelitian ini disebut teknik sampling. Dalam penelitian ini, sampel dari populasi diambil dengan teknik random sampling, artinya sampel ditarik secara acak (random). Langkah
random sampling digunakan untuk
menentukan dua sekolah yang akan menjadi sampel dalam penelitian.
Paket kelas yang dinyatakan setara kemudian di undi secara random untuk
menentukan paket kelas yang nantinya dikenai perlakuan. Teknik randomisasi
paket kelas dilakukan disebut
menggunakan teknik random sampling. Dengan teknik ini, akan dapat ditentukan dua kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Kelas sampel yang didapatkan dari hasil undian adalah kelas IV dari SD No. 4 Panji Anom sebagai kelas eksperimen dan SD No. 2 Panji Anom sebagai kelas kontrol. . Kelas eksperimen adalah kelas
yang diberikan perlakukan dengan
menerapkan model pembelajaran Search,
Solve, Create, and Share (SSCS) dan kelas
kontrol adalah kelas yang diberikan
perlakukan dengan menerapkan model pembelajaran konvensional. Desain dalam penelitian ini adalah nonequivalent posttest
only control group design. Desain ini dipilih
karena eksperimen tidak mungkin
mengubah kelas yang ada. Langkah-langkah desain penelitian tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut.
Tabel 3.2. Desain Penelitian
Kelompok Perlakuan Post-test
E X O1 K - O2 (Sugiyono, 2009:79) Keterangan: E : kelompok eksperimen K : kelompok kontrol
X : ada treatment (model pembelajaran SSCS)
- : tidak menerima treatment
O1 : Post-test pada kelompok eksperimen
O2 : Post-test pada kelompok kontrol
Berdasarkan desain pada tabel, semua kelompok dipilih secara random.
Kelompok pertama sebagai kelompok
eksperimen diberikan perlakuan berupa
pembelajaran dengan menggunnakan
model pembelajaran Search, Solve, Create
and Share (SSCS) dan dilakukan
pengukuran berupa post-test, sedangkan kelompok kedua sebagai kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan, tetapi hanya
dilakukan pengukuran saja berupa
post-test.
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes
pilihan ganda (objektif) dengan satu
jawaban benar. Tes pilihan ganda ini digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Tes pilihan ganda ini dapat mengukur pengetahuan yang luas dengan tingkat domain yang bervarisi serta terkandung soal yang
termasuk tingkat pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Dalam tes pilihan ganda ini, bentuk tes terdiri dari pernyataan (pokok soal), alternatif jawaban yang mencakup kunci jawaban dan pengecoh (distractor). Soal yang dijawab benar bernilai 1 sedangkan soal yang dijawab salah bernilai 0
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data penelitian ini adalah skor hasil belajar IPA siswa sebagai output dari penerapan model pembelajaran Search,
Solve, Create, and Share (SSCS) pada
kelompok eksperimen dan model
pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol. Rekapitulasi perhitungan data hasil penelitian tentang hasil belajar IPA siswa kelas IV pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Hasil Belajar IPA Siswa
Data hasil belajar IPA setelah
dilakukan post-test pada kelompok
eksperimen yang berjumlah 19 orang siswa menunjukkan bahwa skor tertinggi adalah 19 dan skor terendah adalah 8. Skor hasil belajar IPA kelompok eksperimen terlampir. Deskripsi hasil analisis data yang berupa
mean, median, modus, varians dan standar deviasi dapat dilihat pada Tabel 4.1 diatas. Hasil perhitungan analisis statistik deskriptif
secara lengkap. Ringkasan distribusi
frekuensi data hasil belajar IPA kelompok eksperimen dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen
Interval Batas Kelas X (Nilai Tengah) F f relative fk f(X) 8-9 9,5 8,5 2 11% 2 17 10-11 11,5 10,5 2 11% 4 21 12-13 13,5 12,5 2 11% 6 25 14-15 15,5 14,5 5 26% 11 72,5 16-17 17,5 16,5 4 21% 15 66 18-19 19,5 18,5 4 21% 19 74 ∑ 19 100% 275,5 Data Statistik
Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Mean 14,50 8,31 Median 14,90 7,90 Modus 15,00 7,00 Varians 12,92 15,67 Standar Deviasi 3,59 3,96 Skor minimum 8 3 Skor maxsimum 19 17 Rentangan 11 14
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
Mean (M) hasil belajar IPA
kelompok eksperimen adalah 14,55 dan seperti pada Tabel 4.1. Mean (M) hasil belajar IPA kelompok eksperimen berada pada interval 14-15 dengan frekuensi 5. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 26% siswa memperoleh skor di sekitar Mean (M), sebanyak 42% siswa memperoleh skor di atas mean (M), dan sebanyak 33 % siswa memperoleh skor di bawah mean (M).
Hasil analisis deskriptif data yang berupa mean (M), median (Me), modus (Mo) hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen selanjutnya disajikan ke dalam kurva poligon. Tujuan penyajian data ini ke
dalam kurva poligon adalah untuk
menafsirkan sebaran data hasil belajar IPA
pada kelompok eksperimen serta
kecenderungan perolehan skor siswa.
Berdasarkan poligon di atas,
diketahui modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling negatif yang berarti skor yang diperoleh siswa cenderung tinggi. Untuk mengetahui tinggi rendahnya hasil belajar IPA siswa, rata-rata hasil belajar IPA siswa dikonversikan dengan menggunakan
kriteria rata-rata ideal (Mi) dan standar
deviasi ideal (SDi) seperti pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Skala Penilaian Hasil Belajar Siswa Kelompok Eksperimen
Rentang Skor Kategori
14,95
X
19,99 Sangat Tinggi 11,67
X
< 14,95 Tinggi 8,34
X
11,67 Sedang 5,005
X
< 8,34 Rendah 0,01
X
< 5,005 Sangat RendahBerdasarkan tabel skala penilaian di atas, diketahui mean (M) skor hasil belajar IPA kelompok eksperimen sebesar 14,50 termasuk pada kategori tinggi. Data hasil belajar IPA setelah dilakukan post-test terhadap 16 orang siswa menunjukkan bahwa skor tertinggi adalah 17 dan skor terendah adalah 3. Skor hasil belajar IPA
kelompok kontrol. Deskripsi hasil analisis data yang berupa mean, median, modus, varians dan standar deviasi dapat dilihat pada Tabel 4.1 diatas. Hasil perhitungan analisis statistik deskriptif secara lengkap. Ringkasan distribusi frekuensi data hasil belajar IPA kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.4
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar IPA Kelompok Kontrol
Interval Batas Kelas X (Nilai Tengah) F f relative Fk f(X) 3-5 5,5 4 4 25% 4 16 6-8 8,5 7 5 31% 9 35 9-11 11,5 10 4 25% 13 40 12-14 14,5 13 2 13% 15 26 15-17 17,5 16 1 6% 16 16 ∑ 16 100% 133
Mean (M) hasil belajar IPA
kelompok kontrol adalah 8,31 dan seperti pada Tabel 4.1. Mean (M) hasil belajar IPA
kelompok kontrol berada pada interval 6-8 dengan frekuensi 5. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 31% siswa memperoleh
skor di sekitar Mean (M), sebanyak 25 % siswa memperoleh skor di atas mean (M), dan sebanyak 44 % siswa memperoleh skor di bawah mean (M). Berdasarkan poligon di atas, diketahui modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo<Md<M). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling positif
yakni skor yang diperoleh siswa cenderung
rendah. Untuk mengetahui tinggi
rendahnya hasil belajar IPA siswa, rata-rata hasil belajar IPA siswa dikonversikan dengan menggunakan kriteria rata-rata ideal (Mi) dan standar deviasi ideal (SDi)
seperti pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Skala Penilaian Hasil Belajar Siswa Kelompok Kontrol
Berdasarkan hasil penelitian
eksperimen yang telah dilaksanakan di Gugus VI Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng pada tahun pelajaran 2014/2015 didapatkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran
Search, Solve, Create, and Share (SSCS)
dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran SSCS diterapkan pada
kelompok eksperimen dan model
pembelajaran konvensional diterapkan
pada kelompok kontrol. Perbedaan
perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol menunjukkan pengaruh yang berbeda terlihat dari hasil belajar IPA siswa. Secara deskriptif, hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelompok kontrol. Hal ini berdasarkan pada perolehan rata-rata skor hasil belajar IPA dan kecenderungan skor hasil belajar IPA. Rata-rata skor hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen adalah 14,50 berada pada kategori tinggi sedangkan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol adalah 8,31 berada pada katagori rendah. Hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen yang digambarkan pada grafik poligon tampak bahwa kurve sebaran data merupakan kurva juling negatif yang berarti
sebagian besar skor yang diperoleh siswa cenderung tinggi. Pada kelompok kontrol,
skor hasil belajar IPA siswa yang
digambarkan dalam kurve poligon tampak bahwa kurve sebaran data merupakan kurve juling positif yang artinya sebagian besar skor yang diperoleh siswa cenderung rendah.
Hipotesis penelitian diuji
menggunakan uji-t. Berdasarkan analisis data menggunakan uji-t didapatkan bahwa nilai thitung = 29,305 dan ttabel = 2,0357 (db =
33 dengan taraf signifikansi 5%). Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari ttabel (thitung > dari ttabel)
sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Hal ini berarti, terdapat pengaruh hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran SSCS dan kelompok siswa
yang dibelajarkan dengan model
pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV di Gugus VI Kecamatan Sukasada,
Kabupaten Buleleng tahun pelajaran
2014/2015.
Pengaruh hasil belajar yang
signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran
SSCS dan kelompok siswa yang
dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional disebabkan oleh beberapa
faktor. Tahapan-tahapan model
Rentang Skor Kategori
17,20
X
22,90 Sangat Tinggi13,40
X
< 17,20 Tinggi9,60
X
13,40 Sedang5,80
X
< 9,60 Rendahpembelajaran Search, Solve, Create, and
Share sangat mempengaruhi hasil belajar
IPA siswa.
Tahap pertama adalah mencari
(search). Dalam tahap search, kegiatan
yang dilakukan terdiri dari empat tahap
yaitu, mengemukakan fakta-fakta,
menganalisa fakta-fakta, mengungkapkan masalah, dan menghimpun gagasan/ide. (1) Pada saat mengemukakan fakta-fakta, kegiatan yang dilakukan siswa adalah
mengumpulkan informasi yang
mencangkup lima aspek pertanyaan awal yaitu, 5W+1H (what, who, where, when,
why, and how). (2) Pada tahap
menganalisa fakta-fakta, mengamati dan
menganalisis informasi yang telah
diketahui. Pada tahap ini pula pertanyaan dirumuskan guna mencari jawaban terkait
dengan permasalahan. Pada tahap
mengungkapkan masalah, kegiatan yang dilakukan adalah mendefinisikan masalah
dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan terlebih dahulu diseleksi yang terbaik. (4) Pada tahap brainstorm, siswa ikut serta atau
terlibat dalam kegiatan menghimpun
gagasan/ide sebanyak mungkin, untuk menghimpun beragam ide yang lebih luas dan mengumpulkan ide-ide yang kreatif.
Tahap kedua adalah memecahkan
(solve). Pada tahap solve, siswa dituntut
untuk menentukan kriteria, mampu menilai alternatif/solusi ide terbaik, mengamati solusi dan atau prosedur, dan penentuan rencana. (1) Pada tahap menentukan
kriteria, siswa mengidentifikasi dan
mengurutkan kriteria yang akan digunakan untuk memilih alternatif/solusi ide terbaik. (2) Pada tahap menilai alternatif/solusi terbaik, siswa dapat menilai alternatif/solusi
dengan menggunakan tabel untuk
membandingkan solusi dengan kriteria dan untuk mengetahui bagus atau tidaknya suatu solusi. Solusi yang mencapai nilai tertinggi adalah yang terbaik. Terkadang dua solusi dengan nilai yang tinggi dapat digabungkan menjadi satu solusi yang
jitu/paten. Pada tahap ini, siswa
membentuk suatu hipotesis berupa dugaan jawaban. (3) Pada tahap mengamati solusi
dan atau prosedur, siswa dituntut
memikirkan solusi itu dengan baik, siswa
mencoba untuk memprediksi kemungkinan tersulit yang akan dihadapi dari solusi yang
telah direncanakan. (4) Pada tahap
menentukan rencana, siswa diarahkan untuk memikirkan suatu rencana dan menentukan informasi baru yang bisa
didapatkan. Rencana tersebut harus
mencangkup solusi, material yang akan dibutuhkan dan pihak-pihak yang mungkin akan terlibat dalam pengumpulan informasi, masalah yang harus dipecahkan, dan beberapa informasi yang berhubungan.
Tahap ketiga adalah membuat
(create). Pada tahap ini, siswa dibimbing
untuk melakukan kegiatan seperti
menerapkan rencana, mengungkapkan
pemikiran, memperlihatkan data dan
analisis, menentukan peserta untuk tahap
share, menentukan tempat untuk
melakukan presentasi, dan mempersiapkan tahap create.
Tahap keempat adalah
menyampaikan (share). Dalam tahap ini siswa dibimbing untuk melakukan kegiatan
seperti mempresentasikan atau
menampilkan temuan hasil maupun
kesimpulan yang diperoleh selama kegiatan
kerja kelompok berlangsung. Siswa
menyampaikan solusi secara verbal dalam bentuk lisan maupun tulisan dan atau
gambar serta mengevaluasi umpan
balik/feedback dari siswa lain.merefleksikan kegiatan akhir berupa hasil efektivitas
feedback tersebut sebagai solusi.
Dengan demikian, tahapan pada model pembelajaran SSCS akan membantu siswa untuk belajar dengan cara yang menarik dan bermakna sehingga hasil belajarnya menjadi lebih baik. Temuan ini sejalan dengan pernyataan dari Ekantara (2011) Adanya perbedaan kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol
dikarenakan penerapan model
pembelajaran SSCS mampu meningkatkan aktivitas dan antusiasme siswa dalam belajar. hal ini tidak terlepas dari setting
pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi
dengan teman sekelompoknya dalam
menyelesaikan masalah. Model
pembelajaran SSCS juga melibatkan siswa dalam menyelidiki sesuatu, membangkitkan
minat bertanya serta memecahkan masalah-masalah yang nyata. Dengan demikaian siswa memperoleh berbagai
manfaat dan pengaruh yang positif
terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil salah satu penelitian penerapan model (SSCS). Ekantara mengadakan penelitian tersebut diperoleh hasil berupa peningkatan
kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa yang dapat dilihat dari peningkatan skor rata-rata pemecahan masalah antara yaitu, hasil tes awal sampai tes akhir siklus I meningkat dari 60,32 menjadi 67,35. Sedangkan hasil pada tes akhir siklus I sampai tes akhir siklus II meningkat dari 67,35 menjadi 73,03. Dan hasil pada tes akhir siklus II sampai tes akhir siklus III meningkat dari 73,03 menjadi
82,57. Dalam penelitian di atas
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan tes awal dan akhir pada siklus I sebesar 7,03. Sedangkan untuk tes akhir siklus I sampai tes akhir siklus II mengalami peningkatan sebesar 5,68. Dan untuk tes akhir siklus II sampai tes akhir siklus III meningkat sebesar 9,54. Mengacu ada hasil tes pada tiap siklus tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan
kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa dengan menggunakan model pembelajaran SSCS.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran SSCS dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD di Gugus VI Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2014/2015. Dengan demikian, model pembelajaran Search, Solve, Create,
and Share (SSCS) berpengaruh terhadap
hasil belajar IPA siswa.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dalam pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran
SSCS dan kelompok siswa yang
dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV di Gugus
VI Kecamatan Sukasada, Kabupaten
Buleleng tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini
berdasarkan perhitungan uji-t dengan
rumus polled varians diperoleh thitung
sebesar 29,305 sedangkan ttabel dengan db
= 33 dan taraf signifikansi 5% adalah 2,0357. Artinya thitung lebih besar dari ttabel
(thitung > ttabel) sehingga H0 ditolak atau H1
diterima. Rata-rata hasil belajar IPA siswa
kelompok eksperimen adalah 14,50
sedangkan rata-rata hasil belajar IPA kelompok kontrol adalah 8,13. Adanya pengaruh yang signifikan menunjukkan
bahwa model pembelajaran SSCS
berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV di Gugus VI Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng.
Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.
1) Kepada siswa agar lebih
mengeksplorasi pengetahuannya
dengan membaca berbagai sumber ilmu pengetahuan baik dari buku maupun media elektronik. Selain itu, siswa hendaknya lebih aktif dalam pembelajaran dan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber bermain dan belajar.
2) Kepada guru disarankan agar tidak
hanya menargetkan untuk
menyelesaikan kompetensi IPA
yang harus dikuasai siswa tanpa
memperhatikan kebermaknaan
materi bagi siswa. Guru juga sebaiknya melakukan pembelajaran
dengan menggali kemandirian,
kerjasama serta keberanian siswa
untuk mengemukakan gagasan.
Selain itu disarankan pula agar guru lebih berinovasi dalam menerapkan model pembelajaran yaitu salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran SSCS untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 3) Kepada peneliti yang berminat untuk
mengadakan penelitian lebih lanjut
tentang model pembelajaran
kontruktivistik dalam bidang ilmu IPA maupun bidang ilmu lainnya yang
sesuai agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami dalam
penelitian ini sebagai bahan
pertimbangan untuk perbaikan dan
penyempurnaan penelitian yang
akan dilaksanakan. Adapun kendala yang dihadapi peneliti antara lain
keterbatasan waktu dalam
pembelajaran. Proses pembelajaran
dengan model pembelajaran
kontruktivis seperti SSCS tentunya memerlukan waktu yang cukup banyak karena model pembelajaran kontruktivis dianggap model yang baru bagi siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Agung, A. A. Gede. 2010. Pengantar
Evaluasi Pendidikan. Singaraja:
Jurusan Teknologi Pendidikan,
Fakultas Ilmu Pendidikan, Undiksha.
---. 2011. Metodologi Penelitian
Pendidikan. Singaraja : Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha.
Awang, H. & Ramly, I. 2008. Creative
Thinking Skill Approach Through Problem-Based Learning: Pedagogy and Practice in the Engineering Classroom. International Journal of Human and Social Sciences Vol. 3 No
1. Tersedia pada:
http://web.iaincirebon.ac.id/ebook/indr ya/Kreativitas/kreativitas.pdf. (diakses tanggal 25 Februari 2015).
Ekantara, Dewa Gede. 2011. Implementasi
Model Pembelajaran SSCS untuk
Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika
Siswa Kelas VIII A di SMP Negeri 2 Tegallalang. Skripsi (tidak diterbitkan).
Jurusan PGSD, Undiksha Singaraja.
Irwan. 2011. Pengaruh Pendekatan
Problem Posing Model Search, Solve, Create And Share (SSCS) Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan
Penalaran Matematis Mahasiswa
Matematika. Jurnal Penelitian Vol. 12
No. 1. Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Padang. Tersedia
pada http://jurnal.upi.edu/penelitian- pendidikan/view/549/pengaruh- pendekatan-problem-posing-model- search,-solve,-create-and-share-- sscs--dalam-upaya-meningkatkan- kemampuan-penalaran-matematis- mahasiswa-matematika--suatu-kajian- eksperimen-pada-jurusan- matematika-fmipa-universitas-negeri-padang--unp--.html. (diakses tanggal 24 Februari 2015).
Kurikulum 2006 Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) Standar
Kompetensi Mata Pelajaran SAINS.
2006. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Koyan, I Wayan. 2009. Statistik Dasar dan
Lanjut (Teknik Analisis Data
Kuantitatif). Singaraja: Program Studi
Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Ganesha.
---. 2011. Asesmen dalam Pendidikan.
Singaraja: Universitas Pendidikan
Ganesha.
Partiwi, Dewa Ayu Putu Oka. 2013.
Pengaruh Model Pembelajaran
Quantum Berbasis Kontekstual
Terhadap Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas IV Tahun Pelajaran 2012/2013 di SD Gugus II Kecamatan Buleleng. Skripsi (tidak diterbitkan).
Jurusan PGSD, Undiksha Singaraja.
Pizzini, Edward L. 1991. SSCS
Implementation Handbook. Iowa: The
University of Iowa.
Putra, I Wayan Diana. 2013. Pengaruh
Model Pembelajaran Terpadu Tipe Connected Terhadap Hasil Belajar IPS Pada Siswa Kelas V Semester Ganjil SD Gugus IV Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014.
Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan PGSD, Undiksha Singaraja.
Rasana, I Dewa Putu Raka. 2009. Laporan
Sabbatical Leave Model-model
Pembelajaran. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.
Rasyid, H. & Mansur. 2007. Penilaian Hasil
Belajar. Bandung: CV Wacana Prima.
Samatowa, Usman. 2010. Pembelajaran
IPA di Sekolah Dasar. Jakarta:
Permata Puri Media.
Sarastini, Ni Komang Dewi Darmadi. 2014.
Pengaruh Model Pembelajaran
Search, Solve, Create, and Share
(SSCS) Terhadap Pemahaman
Konsep IPA Siswa Kelas V SD di
Gugus I Kecamatan Buleleng,
Kabupaten Buleleng Tahun Ajaran 2013/2014. Skripsi (tidak diterbitkan).
Jurusan PGSD, Undiksha Singaraja.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian
Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan
Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Tempo. 2013. Mutu Pendidikan Indonesia
Terendah di Dunia. Tersedia pada
http://www.tempo.co/read/news/2013/ 12/06/173535256/Mutu-Pendidikan-Indonesia-Terendah-di-Dunia. (diakses tanggal 26 Februari 2015).
Trianto. 2010. Model Pembelajaran
Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.
Uno, H. B. 2012. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Uno, H. B. & Koni, S. 2012. Assessment
Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Utami, Runtut Prih. 2011. Pengaruh Model
Pembelajaran Search Solve Create And Share (SSCS) dan Problem Based Instruction (PBI) Terhadap Prestasi Belajar dan Kreativitas
Siswa. Jurnal Penelitian Vol. 4 No. 2.
Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Sunan Kalijaga. Tersedia pada:
http://www.jurnal.fkip.uns.ac.id/index. php/biologi/article/viewFile/883/541. (diakses tanggal 26 Februari 2015). Warmini, Ni Kadek. 2013. Pengaruh Model
Pembelajaran Seacrh, Solve, Create, and Share (SSCS) Berbantuan Media Visual terhadap Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas IV
Semester Genap Tahun
Pelajaran.2012/2013 di Sekolah
Dasar gugus VII Kecamatan
Busungbiu Kabupaten Buleleng.
Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan PGSD, Undiksha Singaraja.