• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2016"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

 Persentase, penduduk Miskin di Papua selama enam bulan terakhir mengalami penurunan sebesar 0,14 persen poin yaitu dari 28,54 persen pada Maret 2016 menjadi 28,40 persen pada September 2016.

 Dilihat menurut tipe daerahnya, penduduk miskin terkonsentrasi di daerah perdesaan, pada September 2016 terdapat sebanyak 37,07 persen penduduk miskin hidup di perdesaan sedangkan di perkotaan hanya sebesar 4,21 persen.  Garis Kemiskinan (GK) di perkotaan pada September 2016 sebesar Rp

440.021,-lebih tinggi dari GK perdesaan yang mencapai Rp 425.264. Hal ini berarti biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal yang layak (basic needs) untuk makanan dan bukan makanan lebih besar di perkotaan daripada di perdesaan.  Peranan komoditi makanan terhadap GK jauh lebih besar dibandingkan peranan

komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan), yaitu 72,31 persen berbanding 27,69 persen.

 Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap GK di perkotaan adalah beras, rokok kretek filter dan Tongkol/tuna/cakalang. Sedangkan komoditi yang berpengaruh besar terhadap GK di perdesaan adalah ketela rambat, beras, rokok kretek filter,

 Pada periode Maret 2016 – September 2016 , Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan penurunan yang signifikan. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekat dari garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin mengecil.

No. 04/ 01/ 94/ Th.IX, 3 Januari 2017

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2016

(2)

1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 1999 – September 2016

Selama enam belas tahun terakhir (1999-2016) kondisi kesejahteraan masyarakat Papua kian membaik. Tercatat persentase penduduk miskin pada periode tersebut menurun secara signifikan sebesar 26,21 persen, yaitu dari 54,75 persen pada Maret 1999 menjadi 28,40 pada September 2016.

Pada lima tahun pertama Otonomi Khusus (Otsus) Papua berjalan (2001-2005) persentase penduduk miskin menurun sebesar 0,97 persen, yaitu dari 41,80 persen menjadi 40,83 persen. Sedangkan pada lima tahun kedua pelaksanaan Otsus (2006-2010) persentase penduduk miskin menurun sebesar 4,72 persen. Penurunan persentase penduduk miskin terbesar terjadi pada periode Maret 2010 - Maret 2011 di mana terdapat 4,82 persen penduduk yang pada tahun 2010 penghasilannya di bawah garis kemiskinan kini bergeser di atas garis kemiskinan sehingga menjadi tidak miskin.

Gambar 1.

Perkembangan Persentase Penduduk Miskin di Papua Tahun 1999-2016

Ket :

- Data sebelum tahun 2006 masih penggabungan dengan Papua Barat

2. Tingkat Kemiskinan menurut Tipe Daerah

Dilihat menurut tipe daerahnya, penduduk miskin di Papua terkonsentrasi di daerah perdesaan, di mana pada September 2016 terdapat 37,07 persen penduduk miskin tinggal di perdesaan, sedangkan di perkotaan hanya 4,21 persen. Jika dibandingkan dengan kondisi pada periode sebelumnya (Maret 2016), terdapat penurunan persentase penduduk miskin di daerah perkotaan sebesar 0,21 persen poin (4,85 persen). Hal ini terjadi juga di daerah

54,75 46,35 41,8 41,8 39,03 38,69 40,83 41,52 40,78 37,08 37,53 36,80 31,98 31,24 31,11 30,66 31,13 31,52 30,05 27,8 28,17 28,40 28,54 28,40 % Miskin

(3)

perdesaan dimana jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebesar 0,07 persen poin (0,18 persen).

Tabel 1.

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Papua menurut Daerah, 2001-2016

Tahun Persentase Penduduk Miskin

Kota Desa Kota+Desa

1 2 3 4 2001 9,23 53,14 41,80 2002 9,76 51,21 41,80 2003 8,32 49,75 39,03 2004 7,71 49,28 38,69 2005 9,23 50,16 40,83 2006 8,71 51,31 41,52 2007 7,97 50,47 40,78 2008 7,02 45,96 37,08 2009 6,10 46,81 37,53 2010 5,55 46,02 36,80 Mar-11 4,60 41,58 31,98 Sep-11 4,75 40,53 31,24 Mar-12 4,24 40,55 31,11 Sep-12 5,81 39,39 30,66 Mar-13 6,11 39,92 31,13 Sep-13 5,22 40,71 31,52 Mar-14 4,47 38,92 30,05 Sep-14 4,46 35,87 27,80 Mar-15 4,61 36,66 28,17 Sep-15 3,61 37,34 28,40 Mar-16 4,42 37,14 28,54 Sep-16 4,21 37,07 28,40 Ket :

- Data sebelum tahun 2006 masih penggabungan dengan Papua Barat

3. Tingkat Kemiskinan menurut Provinsi

Gambar 2 menunjukkan persentase penduduk miskin menurut provinsi se-Indonesia berdasarkan data Susenas September 2016. Dari gambar tersebut tampak bahwa tiga provinsi di Kawasan Timur Indonesia yaitu Provinsi Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah dengan persentase penduduk miskin terbesar yaitu berturut-turut 28,40 persen; 24,88 persen; dan 22,10 persen. Dari 34 provinsi, 29 provinsi diantaranya

(4)

Provinsi Sulawesi Barat dan Papua Barat yang mengalami penurunan persentase penduduk misi hinga mencapai 0,55 persen. Terdapat lima provinsi di Indonesia yang mengalami kenaikan persentase penduduk miskin, dimana kenaikan yang paling besar terjadi di provinsi Kalimantan Utara yaitu mencapai 0,77 persen.

Gambar 2.

Persentase Penduduk Miskin September 2016 dan Perubahan Persentase Penduduk Miskin Periode Maret 2016 – September 2016 menurut Provinsi

4. Perubahan Garis Kemiskinan September 2015 – September 2016

Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan (GK), karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita

3,754,15 4,525,04 5,36 5,365,84 6,006,41 6,997,14 7,678,00 8,208,37 8,779,24 10,2710,70 11,1911,85 12,7713,10 13,1913,39 13,8614,09 16,0216,43 17,0317,63 19,26 22,01 24,88 28,40 0,00 -0,10 -0,32-0,17 -0,30-0,06 -0,14 -0,11 0,08 0,77 0,05 -0,31 0,13 -0,14-0,04 -0,18 -0,16-0,08 -0,16 -0,55-0,20 -0,11 -0,24-0,09 -0,15 -0,44-0,36 -0,46-0,29 -0,29-0,09 0,07 -0,17 -0,55-0,15 -5 0 5 10 15 20 25 30

DKI JakartaBali Kalimantan SelatanBangka Belitung Kalimantan TengahBanten Kepulauan Riau Kalimantan TimurMaluku Utara Kalimantan UtaraSumatera Barat Riau Kalimantan BaratSulawesi Utara Jambi Jawa Barat Sulawesi SelatanSumatera Utara INDONESIA Sulawesi BaratJawa Timur Sulawesi TenggaraDI Yogyakarta Jawa Tengah Sumatera SelatanLampung Sulawesi Tengah Nusa Tenggara BaratAceh Bengkulu GorontaloMaluku Nusa Tenggara TimurPapua Barat Papua

(5)

per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Seiring dengan kenaikan harga (inflasi) yang terjadi dari tahun ke tahun, besarnya GK juga mengalami peningkatan. Selama Maret 2016 – September 2016 terjadi kenaikan GK sebesar Rp 12.485,- atau sebesar 3,01 persen.

Ditinjau menurut tipe daerahnya, GK daerah perkotaan pada September 2016 sebesar Rp 479.294,- lebih tinggi dibanding GK perdesaan yang hanya mencapai Rp 425.264,-.Hal ini berarti, biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal yang layak (basic needs) untuk makanan dan bukan makanan lebih besar di perkotaan daripada di perdesaan.

Tabel 2.

Garis Kemiskinan Provinsi Papua menurut Daerah 2010 – September 2016

Gambar 3.

Garis Kemiskinan Makanan dan Bukan Makanan, 2010 – September 2016 Tahun (Per Kapita Per Bulan)Garis Kemiskinan

Kota Desa K+D 1 2 3 4 2010 298.285 247.563 259.128 Mar-11 314.606 262.626 276.116 Sep-11 320.321 266.271 280.302 Mar-12 321.228 271.431 284.388 Sep-12 344.415 281.022 297.502 Mar-13 362.401 298.395 315.025 Sep-13 387.789 322.079 339.096 Mar-14 404.944 338.206 355.380 Sep-14 408.419 340.846 358.204 Mar-15 440.697 388.095 402.031 Sep-15 445.057 392.446 406.385 Mar-16 466.985 412.991 427.176 Sep-16 479.294 425.264 440.021 194,454 207,965 211,416 214,309 223,340 237,652 252,472 265,608 266,786 302,807 305,579 321,910 331,243 64,67468,151 68,88670,079 74,16277,372 86,62489,772 91,417 99,224100,806 105,265 108,778 2010 M ar -11 Se p-11 M ar -12 Se p-12 M ar -13 Se p-13 M ar -14 Se p-14 M ar -15 Se p-15 M ar -16 Se p-16

(6)

Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan September 2016, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 73,19 persen (Rp 331.243/kapita/bulan), dan GKBM hanya menyumbang 26,81 persen (Rp 108.778/kapita/bulan) dari total GK Provinsi Papua.

Komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada GK berbeda jenisnya antara daerah perkotaan dan perdesaan. Tiga komoditi terbesar yang memberi pengaruh terhadap kenaikan GK di perkotaan adalah beras (12,91 persen), rokok kretek filter (9,73 persen), dan tongkol/tuna/cakalang (8,72 persen). Sedangkan tiga jenis komoditi yang memberikan andil terbesar terhadap kenaikan GK di perdesaan adalah ketela rambat/ubi (28,84 persen), beras (9,46 persen), dan rokok kretek filter (7,69 persen).

Tabel 3.

Daftar Komoditi Makanan yang Memberi Pengaruh pada Kenaikan Garis Kemiskinan, September 2016

No Kota Share ThdGK (%) Desa Share ThdGK (%)

Komoditi Komoditi

1 2 3 4 5

1 Beras 12,91 Ketela Rambat/Ubi 28,84

2 Rokok Kretek Filter 9,73 Beras 9,46

3 Tongkol/Tuna/Cakalang 8,72 Rokok Kretek Filter 7,69

4 Telur Ayam Ras 4,70 Ketela Pohon/Singkong 2,99

5 Daging Ayam Ras 4,07 Mujair 2,66

6 Kembung 3,40 Daging Babi 2,65

7 Mie Instan 2,53 Mie Instan 2,43

8 Tahu 2,40 Gula Pasir 1,78

9 Gula Pasir 2,12 Daging Ayam Ayam Ras 1,67

10 Susu Bubuk 1,83 Bayam 1,65

11 Lainnya 20,63 Lainnya 17,27

5. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan

Sisi lain dari kemiskinan, selain jumlah dan persentase penduduk miskin yang juga perlu mendapat perhatian adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan terkait kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.

(7)

Selama periode 2010 – 2015 indeks kedalaman kemiskinan (P1) di Papua umumnya memiliki kecenderungan menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 9,36 pada Maret 2010 menjadi 7,43 pada September 2016. Hal yang selaras juga terjadi Pada indeks keparahan kemiskinan (P2), dimana P2 turun dari 3,37 pada Maret 2010 menjadi 2,65 pada September 2016

Jika dilihat pada periode Maret 2016- September 2016, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan Provinsi Papua mengalami penurunan yang cukup signifikan. Tercatat P1 turun 8,52 poin, sementara P2 turun sebesar 4,12 poin. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada periode ini rata-rata pengeluaran penduduk miskin di Provinsi Papua semakin mendekat dari garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin semakin kecil.

Tabel 4.

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurut Daerah, Maret 2010 – September 2016

Tahun Indeks Kedalaman Kemiskinan

(P1) Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Kota Desa K+D Kota Desa K+D

1 2 3 4 5 6 7 2010 0,78 11,89 9,36 0,17 4,32 3,37 Mar-11 0,70 10,37 7,86 0,15 3,74 2,80 Sep-11 0,84 10,41 7,93 0,24 3,65 2,76 Mar-12 0,65 10,47 7,91 0,14 3,72 2,79 Sep-12 1,27 9,49 7,35 0,48 3,13 2,44 Mar-13 1,11 8,92 6,89 0,29 2,88 2,21 Sep-13 0,48 8,69 6,56 0,10 2,67 2,01 Mar-14 0,72 8,96 6,84 0,17 3,04 2,30 Sept-14 0,48 8,48 6,40 0,10 2,91 2,19 Mar-15 0,79 11,72 8,82 0,21 5,07 3,78 Sep-15 0,18 1,09 0,85 0,02 0,08 0,07 Mar-16 0,88 12,39 9,37 0,22 5,60 4,19 Sep-16 0,78 9,82 7,43 0,20 3,53 2,65

Sumber: Diolah dari data Susenas 2010-2016

Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan jauh lebih tinggi daripada perkotaan. Pada bulan September 2016, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di Provinsi Papua untuk perkotaan hanya 0,78 sementara

(8)

(P2) di mana nilai Indeks untuk perkotaan hanya 0,2 sementara di daerah perdesaan mencapai 3,53. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan jauh lebih parah daripada daerah perkotaan karena dari semua segi (jumlah, persentase, kedalaman maupun keparahan kemiskinan) daerah perdesaan jauh lebih memprihatinkan dibanding daerah perkotaan.

6. Penjelasan Teknis dan Sumber Data

a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Pendekatan yang digunakan ada dua macam yaitu pendekatan mikro dan pendekatan makro.

b. Pendekatan mikro diperoleh dari pendataan secara lengkap (sensus), sehingga didapatkan data mengenai penduduk miskin hingga ke individu. Misalnya PSE05 (Pendataan Sosial Ekonomi Tahun 2005) dan PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) tahun 2008 dan 2011 yang menghasilkan database penduduk miskin yang dijadikan dasar pemberian BLT atau BLSM. Karena besarnya biaya yang diperlukan, pendekatan ini tidak dapat dilakukan setiap tahun.

c. Pendekatan makro diperoleh melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yaitu dengan mengambil sebagian sampel dari populasi yang ada kemudian digunakan sebagai dasar estimasi untuk menggambarkan keadaan wilayah tersebut, dengan demikian data yang dihasilkan adalah data agregat. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount

Index (persentase penduduk miskin terhadap total penduduk), Indeks Kedalaman

Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Kelebihan dari pendekatan ini adalah biayanya relatif lebih murah dan waktu yang diperlukan untuk pengumpulan data lebih singkat, sehingga dapat dilakukan tiap tahun dan dapat digunakan untuk memantau perkembangan kemiskinan sampai tingkat kabupaten/kota.

d. Terhitung mulai tahun 2015, Susenas dilakukan secara Semesteran yang berarti dalam satu tahun terdapat dua kali pendataan lapangan yaitu pada bulan Maret dan September. Data kemiskinan yang dirilis pada tahun 2016 sebanyak dua kali yaitu kondisi kemiskinan pada semester pertama (Maret) dan kemiskinan pada semester kedua (September).

e. Penduduk miskin adalah penduduk yang pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). GK terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan.

f. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).

(9)

g. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.

h. Garis Kemiskinan (GK) adalah representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan.mare

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara tingkat pengetahuan perawat dengan perilaku perawat dalam meminimalkan kecemasan akibat

Etnobotani adalah penelitian ilmiah murni yang mengunakan pengalaman pengetahuan tradisional dalam memajukan dan improvisasi kualitas hidup, tidak hanya bagi manusia tetapi

JADWAL KULIAH SEMESTER GANJIL 2017/2018 JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HALU OLEO.. Jadwal

Java adalah turunan dari C, sehingga Java memiliki sifat C yaitu Case sensitive, yaitu membedakan antara huruf besar dan kecil Dalam sebuah file program di

Untuk mendapatkan minimum attractive rate of return (MARR), yang digunakan sebagai acuan untuk menetapkan apakah suatu investasi jalan tol layak atau tidak layak

PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN DI RIAU, MARET 2012 – MARET 2017 Jumlah penduduk miskin di Riau pada periode Maret 2012- Maret 2017 menunjukkan kecenderungan meningkat,

Yang bukan termasuk kemampuan yang harus dimiliki supervisor dalam menjalankan tugasnya adalah.... Gabungan beberapa orang yang bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan

Salah satu hikayat yang berbentuk cerita lisan terdapat dalam tradisi mauluik dikia pada masyarakat penganut Tarekat Syatariyah di kota Padang.. Melihat kedudukan hikayat