• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TEKNIS PEMILIHAN PERANGKAT PENGGERAK WESEL CRSBG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN TEKNIS PEMILIHAN PERANGKAT PENGGERAK WESEL CRSBG"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PEMBANGUNAN SISTEM PERSINYALAN DAN TELEKOMUNIKASI

LINTAS MAKASSAR –

PAREPARE

(3)

Melakukan Review

spesifikasi teknis wesel

CRSBG

Melakukan observasi

Wesel terpasang di

lapangan

1. Analisa Observasi

Lapangan terhadap

Spesifikasi teknis Wesel.

2. Analisa tipe penggerak

Wesel terhadap trailability

3. Analisa Jumlah Point

Machine Penggerak Wesel

4. Analisa Spek Unistar HR

EM terhadap Peraturan

Menteri dan Spesifikasi

(4)
(5)
(6)

Hasil Pengukuran:

1. Panjang coakan dari ujung lidah bagian Luar : 561 cm 2. Panjang coakan dari ujung lidah bagian dalam : 570 cm

(7)

Hasil Observasi:

1. Pada jarak 6430 dari ujung lidah terdapat stopper. Sehingga lidah tidak bisa rapat sampai ke titik 6770 mm. 2. Lebar lidah rapat pada titik 6770 mm

dari ujung lidah wesel pada saat CR3 dibuka 78 mm adalah 30,3 mm

(8)

Hasil Observasi:

1. Lebar sepur tercapai 1430 mm, 2. Ganjalan 5 mm dapat di selipkan

3. Bukaan ujung lidah wesel sebesar : 165 mm 4. Bukaan lidah pada connecting rod 1 sebesar

160mm.

(9)

Tabel berikut merupakan data hasil pengukuran lapangan untuk beberapa wesel CRSBG yang sudah terpasang dilintas Mandalle–Palanro.

(10)

Hasil Observasi:

1. Lebar sepur tercapai 1435 mm,

2. Ganjalan 1 mm tidak dapat di selipkan

3. Bukaan ujung lidah wesel sebesar : 180 mm 4. Bukaan lidah pada connecting rod 1

sebesar 165mm.

(11)

Parameter

Requirement

Wesel

Hasil Observasi Lapangan

Compliance

Lebar Celah Tersempit (Minimum Flangeway)

Minimum 60 mm • 72,7 mm pada saat bukaan lidah di CR3 78 mm Comply Syarat Kerapatan Lidah Minimum 6770 mm • Pada 6430 mm terdapat stopper sehingga 6770

mm minimum kerapatan tidak bisa terpenuhi.

• Standard bukaan lidah Pabrikan 78mm, diperoleh celah 27mm kerapatan lidah pada 6770 mm.

Not Comply

• Perlu di-agendakan interface meeting dengan pihak Pabrikan.

• Pabrikan Wesel untuk menganalisa ulang terkait kerapatan.

Standard Bukaan Lidah • 1st Point: 160 mm • 2ndPoint: 78 mm

Untuk Bukaan 78 mm pada CR3 terpenuhi dengan catatan:

• Lebar sepur menjadi 1430.

• Terdapat celah 5mm (lidah tidak rapat)

• Bukaan lidah pada CR1 menjadi 160mm.

Not Comply

• Perlu di-agendakan interface meeting dengan pihak Pabrikan.

• Untuk 2ndpoints bukaan di set

menjadi 83 mm supaya lidah menjadi rapat dan minum lebar bukaan lidah CR 1 terpenuhi.

(12)
(13)
(14)
(15)

• Spesifikasi awal pabrikan wesel CRSBG yang tertuang dalam surat Q&A dan gambar teknis telah direvisi oleh pabrikan wesel sehingga data pengukuran lapangan terhadap standard bukaan lidah dan kerapatan sudah memenuhi

spesifikasi yang disyaratkan oleh pabrikan wesel.

Parameter

Requirement

Wesel

Hasil Observasi Lapangan

Compliance

Lebar Celah Tersempit (Minimum Flangeway)

Minimum 60 mm • 72,7 mm pada saat bukaan lidah di CR3 78 mm

• 77,1 mm pada saat bukaan lidah di CR3 83 mm

Comply

Syarat Kerapatan Lidah Minimum 5708 mm • 5708 mm Comply

Standard Bukaan Lidah 1st Point: 160 mm

2ndPoint: 78mm

• 1st Point: 160 mm

• 2ndPoint bukaan lidah untuk masing masing

wesel di set untuk memenuhi syarat kerapatan lidah maximum 1mm dan lebar sepur 1435.

Comply

• Hasil pengukuran wesel ditemukan bahwa lebar bukaan lidah dan kerapatan pada 2nd points berbeda beda untuk

masing masing wesel. Untuk memastikan standard bukaan pada 2ndpoints yang harus dipenuhi maka perlu

(16)

Facing Direction Trailing Direction Trailability: Merupakan kehandalan suatu system perangkat wesel yang tidak mengalami kerusakan

perangkat apabila dilanggar oleh adanya pergerakan Kereta pada trailing direction (pergerakan dari sisi wesel yang terbuka / open switch rail ke arah lidah /blades).

Trailing Direction: Kereta Api melewati wesel pada sisi yang berlawanan dari ujung lidah Facing Direction: Kereta Api melewati wesel pada ujung lidah wesel.

Pelanggaran dari arah trailing direction bermakna bahwa posisi lidah belum terkunci pada posisi yang seharusnya pada saat dilewati KA yang bergerak dari arah yang berlawanan ujung lidah (baik arah belok maupun arah lurus).

Berdasarkan gambar diatas maka wesel disebut terlanggar jika KA

bergerak dari arah lurus sementara posisi wesel masih terkunci ke

arah belok.

(17)

1. Penggerak Wesel / Point Machine dengan Tipe Trailable (dapat dilanggar) :

Penggerak wesel dengan Tipe Trailable

memungkinkan KA bergerak dari trailing direction meskipun kondisi wesel masih terkunci pada posisi yang berlawanan.

Pergerakan KA pada area wesel dengan tipe Trailable bisa terjadi MESKIPUN TIDAK melalui mekanisme pembentukan rute oleh interlocking system (Manual operasi).

Pergerakan KA dengan trailing direction dengan kondisi wesel yang masih terkunci TIDAK

menyebabkan kerusakan perangkat penggerak wesel Point machine dengan tipe trailable menggerakkan lidah SECARA BERURUTAN dari lidah buka baru diikuti lidah tutup (TWO DRIVING ROD).

Berdasarkan terminology Trailability maka tipe penggerak wesel dapat dikategorikan menjadi dua tipe:

Facing Direction

Trailing Direction

(18)

2. Penggerak Wesel / Point Machine dengan Tipe Non-Trailable (Tidak dapat dilanggar) :

Penggerak wesel dengan Tipe Non-Trailable tidak mengizinkan KA bergerak dari trailing direction pada kondisi wesel yang masih terkunci pada posisi yang berlawanan.

Pergerakan KA pada area wesel dengan tipe

Non-Trailable HARUS melewati mekanisme pembetukan rute oleh interlocking system atau harus memastikan posisi lidah wesel sudah berada pada posisi yang benar jika pergerakan KA dioperasikan secara manual.

Pergerakan KA dengan trailing direction dengan kondisi wesel yang masih terkunci AKAN menyebabkan

kerusakan perangkat penggerak wesel dan sangat berpotensi menyebabkan terjadinya anjlokan Kerata. Point machine dengan tipe non-trailable menggerakkan lidah buka maupun lidah tutup SECARA BERSAMAAN (SINGLE DRIVING ROD).

Facing Direction

Trailing Direction

(19)
(20)

Reference: Thailand Red Line (Bang Sue –Rangsit) Project Specification Reference: Thailand Double Track Railway Project Specification Map Kabao–Tanan Chira Junction

(21)

Reference: Mexico Point Machine Specification

(22)
(23)
(24)
(25)

KESIMPULAN:

• Berdasarkan perhitungan Kehandalan/Reliability, dapat disimpulkan nilai kehandalan Point Machine Voestalphine HR EM Unistar tetap terjaga di 89.9% untuk penggunaan 20 tahun. • Berdasarkan perhitungan Ketersediaan/Availability dari Point

Machine Voestalphine HR EM Unistar mencapai 99.99996551%. Dapat disimpulkan dalam penggunaan Point Machine hanya dibutuhkan 17,02 menit untuk maintenance. • Mode gagal (failure mode) yang umum terjadi pada Point

Machine Unistar HR EM Non Trailable adalah input pengunci tidak mengirimkan sinyal indikasi ke Interlocking dikarenakan posisinya tidak pas mengunci saat terjadi gerakan lidah. Mode gagal kedua adalah terjadi kerusakan di sisi elektrikal atau kontak penguncinya rusak. Langkah perbaikan jika terjadi kerusakan adalah mengganti part mekanikal yang rusak, mengganti converter, mengganti connecting part yang rusak, mengganti electrikal part yang rusak. Untuk menjaga performa Point Machine tetap baik maka disarankan melakukan pengecekan berkala (preventive maintenance).

(26)

Unistar HR EM Tipe Non Trailable

(27)
(28)

Unistar HR EM Tipe Non Trailable

(29)

dipergunakan untuk proyek Makassar adalah tipe wesel yang tidak boleh dilanggar (Non Trailable).

2. Prefentif dalam Kajian FMECA menyebutkan untuk mencegah terjadinya pelanggaran wesel dan points machine dari arah trailing, maka

mekanisme pengoperasian Kereta api pada wesel harus melalui mekanisme pembentukan rute oleh system interlocking atau Pengoperasian KA secara manual (Tanpa melalui pembentukan Rute oleh Interlocking) harus terlebih dahulu memastikan posisi wesel sudah berada pada kondisi yang benar sebelum dilewati KA.

3. Dengan kondisi connecting rod yang fixed dan tidak boleh dilepas, maka gerakan lidah tidak akan pernah bisa sequential meskipun jika

dipasang point machine tipe trailable. Sehingga tetap akan merusak equipment dikarenakan system penguncian yang seharusnya bisa terbuka secara sequential akan dipaksa membuka secara simultan.

4. Sistem penguncian pada point machine dapat menggunakan internal lock maupun external lock. Jika mengikuti rekomendasi dari pabrikan

wesel maka point machine yang akan digunakan sebaiknya menggunakan internal lock dengan single driving rod (Non-Trailable).

5. Berdasarkan perhitungan Ketersediaan/Availability dari Point Machine Unistar HR EM Non Trailable mencapai 99.99996551%. Dapat

disimpulkan dalam 823440 hours penggunaan Point Machine hanya dibutuhkan 17,02 menit untuk maintenance.

6. Dari kesimpulan no 1, 2, dan 3 maka Penggerak Wesel dengan tipe Non Trailable adalah tipe penggerak yang cocok digunakan untuk semua

(30)
(31)
(32)

Dengan menggunakan 2 Point Machine atau 1 Point Machine

(33)
(34)

Dengan menggunakan 2 Point Machine atau 1 Point Machine

(35)

c) Penilaian Resiko Bahaya berdasarkan Preliminary Hazard Analysis

(36)

Dengan menggunakan 2 Point Machine atau 1 Point Machine

d) Penilaian Bahaya Terhadap Tingkat Detectability

LEVEL PENDETEKSIAN BAHAYA UNTUK 1 POINT MACHINE DENGAN BACK DRIVE

(37)

d) Penilaian Bahaya Terhadap Tingkat Detectability

LEVEL PENDETEKSIAN BAHAYA UNTUK 1 POINT MACHINE DENGAN BACK DRIVE + END POSITION DETECTOR (ELP)

(38)

Dengan menggunakan 2 Point Machine atau 1 Point Machine

d) Penilaian Bahaya Terhadap Tingkat Detectability

LEVEL PENDETEKSIAN BAHAYA UNTUK 2 POINT MACHINE

(39)
(40)

Terhadap 1 Penggerak Wesel

a) Analisa Teori untuk Konfigurasi 1 set Penggerak Wesel

Pada gravik disamping dapat dilihat bahwa bukaan lidah wesel pada flangeway ketika digerakkan oleh 1 penggerak dengan stroke 120 mm adalah 25,9 mm.

Dengan perbandingan linear, untuk penggerak dengan stroke 160 mm dapat diperoleh bukaan lidah pada flangeway 34,5 mm.

Jika dibandingkan dengan persyaratan dari pabrikan wesel, minimum 60 mm, bukaan lidah pada flangeway untuk konfigurasi 1 set point machine tidak bisa terpenuhi.

(41)
(42)

b) Hasil Trial Konfigurasi 1 set Penggerak Wesel

(43)

a.1) Analisa Teori Untuk Konfigurasi 1 set point machine dengan backdrive Grafik bending curve dengan konfigurasi 2

penggerak sama dengan analisa 2 di atas, Kelebihan pada konfigurasi ini yaitu tidak membutuhkan daya, kabel dan modul interlocking tambahan, hanya menambah backdrive yang berupa stang penggerak

mekanik untuk menggerakkan connecting rod 3

PM 1 Conn Rod 3

with Back Drive Conn Rod 2

(44)
(45)
(46)

Terhadap 2 Penggerak Wesel (1 PM + Back Drive dan 2 PM)

b) Analisa Teori Untuk Konfigurasi 2 set point machine

Grafik bending curve dengan konfigurasi 2 penggerak dapat dilihat pada Gambar disamping. Bukaan lidah wesel pada flangeway ketika digerakkan oleh 2 penggerak dengan stroke penggerak pertama 120 mm dan stroke penggerak kedua 65 mm yaitu 63,5 mm.

Dengan perbandingan linear, jika penggerak pertama menggunakan stroke 160 mm dan

penggerak kedua menggunakan stroke 78 mm, maka bukaan lidah wesel pada flangeway yaitu sekitar 76 mm, sehingga dapat memenuhi persyaratan dari pabrikan wesel.

Namun dengan menggunakan 2 set point machine, kebutuhan daya, kabel dan modul interlocking akan meningkat 2 kali lipat.

PM 1 Conn Rod 2 PM 2

(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)

ELP

Control Unit

Motor

Detection Rod

Driving Rod 1

Torsion Bars

Torsion Bearing

Driving Rod 3

Connecting Rod 3

Torsion Bearing

Torsion Bearing

Torsion Bars

(54)
(55)
(56)
(57)
(58)

point machine dengan back drive DAPAT dipergunakan pada wesel CRSBG. Akan tetapi pada spesifikasi wesel dan rapat koordinasi, pabrikan wesel lebih merekomendasikan untuk menggunakan 2 perangkat motor penggerak wesel dikarenakan penggunaan 1 point machine dengan back drive banyak menggunakan komponen mechanical seperti bearing yang berpotensi mudah berkarat sehingga dikhawatirkan pada awal bekerja bagus namun setelah setelah beberapa lama performa back drive menurun karena ada korosi sehingga dapat mempengaruhi gaya dorong atau power penggerak wesel pada connecting rod ke tiga. Dengan kondisi pada item 1 diatas maka sangat berpotensi menyembabkan menurunnya lifetime perangkat back drive itu sendiri sehingga perlu maintenance yang besar guna menjaga performa back drive itu sendiri.

2. Pada sub bagian penilaian resiko dalam document Hazard Analysis (Analisa Bahaya) maka disimpulkan bahwa penggunaan 2 set

Point machine memiliki resiko bahaya yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan 1 set point machine dengan back drive dan ELP. Hal ini disebabkan karena jumlah komponen pada penggunaan 1 Point machine dan back drive lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan 2 set point machine sehingga potensi untuk melahirkan intolerable hazard semakin besar pula.

3. Pada sub bagian level pendeteksian bahaya dalam document Hazard Analysis (Analisa Bahaya) maka semua resiko bahaya pada level

intolerable (harus di elemininasi) yang muncul pada penggunaan 1 Point machine dengan back drive dan ELP dapat di terdeteksi oleh system.

4. Berdasarkan Penilaian resiko dan level pendeteksian bahaya dalam document hazard analisis makan Penggunaan 1 set point machine

dengan back drive TANPA dilengkapi dengan ELP sangat tidak direkomendasikan di implementasikan pada wesel CRSBG.

5. Berdasarkan table matrix kelebihan dan kekurangan penggunaan 2 point machine atau 1 point machine + back drive atau 1 point

machine + back drive + ELP, maka disimpulkan bahwa penggunaan 1 set point machine dengan back drive saja akan melahirkan safety issue yang disebabkan kegagalan dalam pendeteksian terhadap gangguan pada back drive.

6. Dari hasil trial dengan menggunakan 1 Point machine + Back Drive maka spesifikasi pabrikan wesel untuk lebar flangeway yang harus

dijaga (minimum 60mm) dan lebar bukaan pada Connecting rod 3 (min 78mm) sudah terpenuhi. Namun dari hasil trial masih terdapat celah pada lidah rapat Connecting rod sebesar 5mm dan lebar sepur menjadi 1430. Hal ini bisa diatasi dengan mengganti bukaan lidah menjadi minimum 83mm.

(59)
(60)
(61)
(62)
(63)

Requirement

Sumber

Unistar HR EM

Compliance

Tipe Point Machine Electric (PM 44 dan Spek Proyek) Electric Comply

Tipe Penguncian Wesel Internal lock (Spek Proyek & Spek Wesel) Internal Lock Comply

Trailability Trailable (Spek Proyek),

Non Trailable (CRSBG)

Trailable & Non - Trailable Comply Minimal Throwing Force 3000 (PM44), 3500 (Spek Proyek), 4500

(CRSBG)

5000N adjustable to 7500N Comply Allowed Train Speed 120km/h (Spek Proyek),

Max 200km/h (CRSBG)

Max 200km/h Comply

Supply Penggerak Wesel 110VAC /120VDC/140VAC/220VAC/ 220VAC 3P / 380VAC 3P (PM44)

110VAC /120VDC (Spek Proyek)

80 –260VDC Comply

Toleransi Tegangan Kerja 90% - 110% (PM44) 75% - 110% (Spek Proyek)

72% - 200% Comply

Pemakain Arus Maksimal <10A (PM44) 2,8A Comply

Jarak Maksimum terdeteksi (Uji Ganjalan)

4mm (PM44) 2mm (Spek Proyek)

2mm Comply

(64)

Requirement

Sumber

Unistar HR EM

Compliance

Inggress Protection Kedap Debu & Air (PM44) Tahan Cuaca (Spek Proyek)

IP67 Comply

Operasi Manual Supply Motor Terputus saat

operasi Manual (PM44 dan Spek Proyek)

Supply Motor Terputus saat operasi Manual

Comply

Throw First Point 160mm,

Second Point 83mm (CRSBG)

160mm (Adjustable) Comply

(65)

Berdasarkan Spesifikasi Teknis yang tertuang pada Peraturan Mentri Perhubungan No,44 Th 2018 dan Speksifikasi teknis Pekerjaan Pembangunan Sistem Persinyalan Dan Telekomunikasi Lintas Makassar-Parepare antara Makassar-Barru (Paket ST-401) dan antara Mandalle-Palanro (Paket ST-402) terhadap Point machine Unistar HR EM sebagai penggerak wesel CRSBG dengan sudut 1:12, gauge 1435 mm, dan berat rel 60 kg/m maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Unistar HR EM (Electro Mechanical) merupakan perangkat elektrik penggerak wesel CRSBG dengan spesifikasi teknis yang sudah memenuhi semua peraturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan No.44 Th 2018 Bab 2.1.2.2, perihal spesifikasi teknis penggerak wesel.

2. Penggerak wesel elektrik merek Unistar HR EM (Electro Mechanical) sudah memenuhi persyaratan yang dituangkan dalam Spesifikasi teknis proyek untuk perihal trailability. Spesifikasi teknis proyek mensyaratkan untuk menggunakan tipe penggerak wesel elektrik trailable (dapat dilanggar), sementara spesifikasi dari pabrikan wesel mensyaratkan untuk penggunaan tipe penggerak wesel non-trailable (tidak dapat dilanggar). Untuk memenuhi compliance terhadap trailability maka direkomendasi spesifikasi teknis untuk direvisi dengan mengikuti rekomendasi dari pabrikan wesel CRSBG.

(66)

Gambar

Tabel berikut merupakan data hasil pengukuran lapangan untuk beberapa wesel CRSBG yang sudah terpasang dilintas Mandalle – Palanro.
Grafik bending curve dengan konfigurasi 2 penggerak dapat dilihat pada Gambar disamping

Referensi

Dokumen terkait