HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN DAN SOSIAL EKONOMI
KELUARGA DENGAN KEJADIAN
STUNTED
PADA REMAJA
SOFIATUL ANDARIAH
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Konsumsi Pangan dan Sosial ekonomi keluarga dengan Kejadian Stunted pada Remaja adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Sofiatul Andariah
ABSTRAK
SOFIATUL ANDARIAH . Hubungan Konsumsi Pangan dan Sosial ekonomi keluarga dengan Kejadian Stunted pada Remaja. Dibimbing oleh LILIK KUSTIYAH dan CESILIA METI DWIRIANI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan konsumsi pangan dan sosial ekonomi keluarga keluarga dengan kejadian stunted pada remaja. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dengan 266 contoh, yaitu 133 contoh stunted dan 133 contoh normal. Data konsumsi pangan diperoleh dengan pencatatan (food record) dan dikonfirmasi dengan cara wawancara menggunakan metode food recall. Data sosial ekonomi keluarga keluarga diperoleh dengan pengisian kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh
stunted (63.9%) termasuk dalam kategori status gizi kurus dan 68.4% contoh normal berstatus gizi normal. Pendapatan keluarga dan pengetahuan gizi ibu contoh normal adalah signifikan (p<0.05) lebih tinggi daripada stunted. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa pendapatan keluarga, pendidikan orangtua serta pengetahuan gizi ibu dan contoh berhubungan signifikan (p<0.05) dengan status gizi contoh.
Kata kunci: Konsumsi pangan, sosial ekonomi keluarga, dan status stunted
ABSTRACT
SOFIATUL ANDARIAH. The relationship between food consumption and family socio-economic with stunted status of adolescence. Supervised by LILIK KUSTIYAH and CESILIA METI DWIRIANI.
The purpose of this study was to examine the relationship between food consumption and family socio-economic with stunted status of adolescence. The study design was cross sectional involving 266 samples within nutritional status that were 133 stunted and 133 normal. Food consumption data was obtained by food recall and record metodFamily socio-economic data were collected using questionnaire. The result showed that 63.9% of stunted and 68.4% of normal nutritional status of samples were categorized, based on BMI, as thin and normal, respectively. Family income, mother’s and sample’s nutritional knowledge were significantly (p<0.05) higher in normal than stunted samples. Correlation test showed that family income and parent’s education as well as mother’s and sample’s nutritional knowledge were significantly correlated with nutritional status.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN DAN SOSIAL EKONOMI
KELUARGA DENGAN KEJADIAN
STUNTED
PADA REMAJA
SOFIATUL ANDARIAH
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul : Hubungan Konsumsi Pangan dan Sosial Ekonomi Keluarga dengan Kejadian Stunted pada Remaja
Nama : Sofiatul Andariah NIM : I14104045
Disetujui oleh
Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si Pembimbing I
Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua Departemen
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga skripsi dengan judul “Hubungan Konsumsi Pangan dan Sosial ekonomi keluarga dengan Kejadian Stunted pada Remaja” bisa diselesaikan.Terselesaikannya skripsi ini tidak terluput dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si dan Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc yang selalu memberikan arahan, saran serta dukungan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
2. Leily Amalia, STP, M.Si sebagai dosen pemandu seminar dan penguji skripsi. 3. Orang tua yang selalu memberikan semangat dan dukungan moril maupun
materiil serta saudara saya (Beri dan Zepi) yang selalu menjadi inspirasi dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Proses penyusunan skripsi ini terselesaikan karena adanya dukungan dari Ardinal Sidiq, teman-teman seperjuangan Alih Jenis Ilmu Gizi angkatan 4, GM 46 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari masih banyaknya kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Besar harapan penulis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menjadi bahan masukan dalam penyusunan skripsi berikutnya.
Bogor, September 2013
Sofiatul Andariah NIM I14104045
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 2 Manfaat 3 KERANGKA PEMIKIRAN 3 METODE 5Desain, Tempat dan Waktu 5
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6
Pengolahan dan Analisis Data 7
Defisi Operasional 11
HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Karakteristik Contoh 12
Karakteristik Keluarga Contoh 15
Kebiasaan Makan Contoh 19
Konsumsi Pangan Contoh 22
Morbiditas Contoh 25
Sanitasi Lingkungan Rumah dan Kebersihan Diri 29
Hubungan antar Variabel 32
SIMPULAN DAN SARAN 33
Simpulan 33
Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 34
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kualitas sumberdaya manusia merupakan faktor penentu kemajuan suatu bangsa. Salah satu indikator kualitas sumberdaya manusia adalah indeks pembangunan manusia (IPM) (Hardinsyah 2007). Indonesia pada tahun 2009 berdasarkan data United Nations Development Programme (UNDP) berada pada peringkat ke 111 dari 182 negara. Indonesia akan dapat meningkatkan IPM jika kualitas sumberdaya manusianya diperbaiki. Menurut Departemen Kesehatan (2000) kualitas sumberdaya manusia ditentukan oleh keberhasilan tumbuh kembang pada masa anak-anak. Anak-anak mengalami masa penting pada usia dibawah lima tahun (balita) karena berkaitan dengan kesehatan dan intelektual anak. Pada masa ini anak memerlukan kebutuhan dasar berupa kesehatan dan gizi untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.
Kekurangan gizi pada balita akan menyebabkan pertumbuhan fisik badan anak yang terlambat dan rendahnya tingkat kecerdasan. Kekurangan gizi tersebut dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan anak tercermin pada tinggi badan dan berat badan yang kurang optimal (Depkes 2000). Menurut Soetardjo dan Soekatri (2011), remaja sebagai usia kelanjutan dari anak, merupakan sumberdaya manusia yang menjanjikan bagi pembangunan di masa mendatang. Pertumbuhan fisik dan perkembangan yang cepat merupakan ciri spesifik dari remaja sehingga memerlukan intake gizi dari makanan yang lebih tinggi. Selain itu, pada masa ini remaja mendapatkan berbagai pengaruh dari lingkungan yang mempengaruhi intake zat gizi maupun kebutuhan gizi mereka. Intake zat gizi yang kurang dari yang dibutuhkan akan menghambat pertumbuhan dan menyebabkan remaja pendek (stunted).
Prevalensi stunted remaja di Indonesia berdasarkan Riskesdas pada tahun 2010 sebesar 31,2%, sedangkan di provinsi Jawa Barat prevalensi stunted adalah 31.1 %. Menurut Gibson (2005), stunted menggambarkan keadaan tubuh pendek akibat defisit intake zat gizi atau pertumbuhan linier yang gagal mencapai potensi genetiknya sebagai akibat masalah gizi kronis, selanjutnya pertumbuhan tinggi badan bisa terhambat bila anak mengalami defisiensi protein meskipun intake
energinya cukup sedangkan bobot badan lebih banyak dipengaruhi oleh cukup tidaknya intake energi. ACC/SCS (2000) menyatakan kondisi stunted juga dapat disebabkan oleh defisiensi zat gizi mikro. Selama di dalam kandungan dan pada masa bayi, ketidakcukupan vitamin A, vitamin C, kalsium dan besi dapat menyebabkan kejadian stunted. Kejadian stunted pada masa bayi akan berlanjut hingga masa kanak-kanak dan remaja. Laju pertumbuhan fisik selama remaja lebih tinggi dibandingkan anak usia dini, secara umum remaja mendapatkan sekitar 20% dari tinggi badan usia dewasa (Mahan & Escott-Stump 2004).
Konsumsi pangan sangat dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi meliputi tingkat pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, pengetahuan gizi ibu dan pekerjaan orang tua. Menurut Martianto dan Ariani (2004), semakin tinggi pendapatan maka konsumsi pangan hewani cenderung semakin tinggi dan kebebasan untuk memperoleh dan memilih pangan juga semakin besar. Tingkat
2
pendapatan yang semakin meningkat mendorong terjadinya perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat.
Kecukupan zat gizi dapat mengurangi efek negatif penyakit infeksi terhadap pertumbuhan linier. Sakit yang terjadi dalam waktu yang lama dapat menjadi peyebab kejadian stunted (Depkes 2009). Keadaan sakit dapat menyebabkan kurangnya nafsu makan dan toleransi terhadap makanan sehingga menimbulkan gizi kurang. Selain itu, yang dapat menyebabkan terkena penyakit adalah lingkungan dengan kebersihan diri dan sanitasi lingkungan yang tidak sehat (Depkes 2010).
Dampak jangka panjang stunted pada masa kanak-kanak dapat mempengaruhi ukuran tubuh seseorang pada masa remaja bahkan pada masa dewasa. Salah satu konsekuensi utama ukuran tubuh remaja yang sekolah berdampak pada kecerdasan. Hasil penelitian di Kabupaten Bengkayang Bidayuh, Kalimantan Barat pada anak sekolah yang berusia 7-8 tahun menunjukan bahwa anak yang stunted berat memiliki skor IQ yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang mengalami stunted ringan (Webb et al 2005). Pada saat dewasa akan menyebabkan berkurangnya kapasitas kerja yang selanjutnya akan berdampak pada produktivitas kerja (Gibson 2005). Riyadi (2003) menyatakan anak perempuan yang stunted pada umumnya akan tumbuh menjadi remaja dan dewasa yang stunted. Perempuan stunted berisiko lebih besar mengalami komplikasi persalinan karena ukuran panggulnya lebih kecil. Selain itu juga berpeluang untuk melahirkan bayi berat badan rendah, sehingga siklus kehidupan yang kurang (stunted) akan tetap terjadi. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk meneliti kejadian stunted pada remaja.
Tujuan Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan mengkaji hubungan konsumsi pangan dan sosial ekonomi keluarga dengan kejadian stunted pada remaja.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Mengkaji karakteristik (usia, jenis kelamin, uang jajan dan pengetahuan gizi) contoh stunted dan normal.
2. Mengkaji karakteristik sosial ekonomi keluarga (besar keluarga, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga dan pengetahuan gizi ibu) contoh stunted dan normal.
3. Mengkaji kebiasaan makan serta intake energi dan zat gizi contoh stunted dan normal.
4. Mengkaji morbiditas, sanitasi lingkungan rumah dan kebersihan diri contoh
stunted dan normal.
5. Menganalisis hubungan antara kebiasaan makan dengan konsumsi pangan pada contoh stunted dan normal.
6. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu, karakteristik sosial ekonomi keluarga, intake energi dan zat gizi serta morbiditas dengan status gizi contoh stunted dan normal.
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran hubungan karakteristik individu, sosial ekonomi keluarga, intake energi dan zat gizi serta morbiditas dengan kejadian stunted pada remaja. Data hasil penelitian ini kemudian diharapkan dapat digunakan sebagai masukkan dalam penyusunan program kebijakan di bidang pendidikan dan gizi bagi remaja dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
KERANGKA PEMIKIRAN
Masalah gizi kurang disebabkan berbagai faktor penyebab baik itu penyebab langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor penyebab masalah gizi berakar dari terjadinya krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia menyebabkan tingginya angka kemiskinan di masyarakat. Kemiskinan merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya masalah gizi kurang. Kemiskinan yang dialami dapat membuat masyarakat kekurangan akses terhadap pekerjaan, pendapatan, pendidikan dan pengetahuan gizi. Kondisi sosial ekonomi yang rendah ini akan berpengaruh terhadap ketersediaan pangan dalam keluarga, kemudian konsumsi pangan yang selanjutnya berpengaruh terhadap status gizi kurang. Masalah gizi kurang yang terus berlanjut akhirnya akan membentuk sumberdaya manusia yang mengalami hambatan pertumbuhan (stunted).
Konsumsi pangan merupakan salah satu faktor penyebab langsung terjadinya stunted. Tinggi rendahya konsumsi pangan dipengaruhi oleh kebiasaan makan. Selain itu, gangguan pertumbuhan (stunted) tidak hanya dipengaruhi konsumsi pangan yang kurang, tetapi juga dipengaruhi oleh kesehatan/morbiditas adanya penyakit yang salah satunya disebabkan oleh sanitasi lingkungan rumah dan kebersihan diri. Konsumsi pangan dan kesehatan/morbiditas penyakit merupakan hubungan timbal balik. Rendahnya konsumsi pangan akan menyebabkan penurunan imunitas sehingga rentan terhadap penyakit sementara penyakit infeksi dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan, gangguan penyerapan dan perubahan metabolisme sehingga intake zat gizi menurun. Bagan kerangka pemikiran disajikan dalam Gambar 1.
4
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel tidak diteliti
: Hubungan yang diteliti
: Hubungan tidak diteliti
Gambar 1 Hubungan antara karakteristik individu, karakteristik sosial ekonomi keluarga, intake energi dan zat gizi, morbiditas, sanitasi lingkungan rumah dan kebersihan diri dengan status gizi contoh (stunted dan normal).
Karakteristik sosial ekonomi:
-Pendidikan orang tua
-Pekerjaan orang tua
-Pendapatan keluarga
-Besar keluarga
-Pengetahuan gizi ibu
Kebiasaan makan Karakteristik Individu (contoh): -Usia -Jenis kelamin -Uang jajan -Pengetahuan gizi -Status gizi (stunted dan normal)
Kesehatan/Morbidita s
Konsumsi pangan
Krisis ekonomi, politik dan sosial
Sanitas lingkungan rumah dan kebersihan diri Pelayanan kesehatan Ketersediaan pangan Genetik
METODE
Desain, Tempat dan Waktu
Penelitian ini menggunakan desain Cross sectional study, yaitu penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali, pada satu saat dan bersifat deskriptif (Ghozali 2005). Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Dramaga Kabupaten Bogor. Pengambilan data dilakukan pada bulan Januari – Maret 2013.
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive. Populasi dalam penelitian ini adalah 545 siswa- siswi kelas X dan XI SMA. Penelitian diawali dengan penentuan status gizi siswa-siswi dengan cara wawancara usia, pengukuran berat badan dan tinggi badan pada seluruh populasi penelitian. Pemilihan sampel dilakukan berdasarkan status gizi. Siswa-siswiyang memiliki z skor TB/U < -2 SD termasuk dalam kelompok stunted sementara siswa-siswi yang memiliki z-skor TB/U ≥ -2 SD termasuk dalam contoh normal. Jumlah contoh minimal adalah 83 siswa-siswi yang diperoleh berdasarkan rumus:
Keterangan:
n = Jumlah sampel minimal yang diperlukan Zα2 = Tingkat kemaknaan 95% (1,96)
p = Proporsi/prevaleni stunted di Jawa Barat q = (1-p)
d = Presisi (limit error)
Hasil penilaian status gizi diperoleh 133 siswa-siswi stunted (Gambar 2). sehingga kemudian dipilih secara acak 133 contoh normal. Agar diperoleh contoh normal yang proportional antar laki-laki dan perempuan, terlebih dahulu dikelompokan contoh berdasarkan jenis kelamin, kemudian dilakukan pengacakan sampai diperoleh 133 contoh normal.
n = Zα2 x p x q
d2
n = 1.962 x 0.311 x 0.689 0.12
6
Gambar 2 Bagan jumlah dan cara pengambilan contoh
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer. Data primer diperoleh dengan cara wawancara dan pengisian kuesioner yang telah dipersiapkan dan telah diberi arahan oleh peneliti. Data primer meliputi karakteristik individu contoh (jenis kelamin, usia, uang jajan dan pengetahuan gizi siswa), karakteristik sosial ekonomi keluarga (besar keluarga, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga dan pengetahuan gizi ibu), kebiasaan makan contoh dan konsumsi pangan contoh. Data sekunder yang dikumpulkan adalah gambaran umum sekolah yang diperoleh melalui informasi baik lisan maupun tertulis dari pihak sekolah serta melalui pengamatan langsung.
Data karakteristik contoh, karakteristik sosial ekonomi keluarga, morbiditas penyakit yang diderita oleh contoh selama tiga bulan terakhir, sanitasi lingkungan rumah, kebersihan diri, dan kebiasaan makan dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang diisi sendiri oleh contoh yang dipandu oleh peneliti. Data konsumsi pangan dikumpulkan dengan pengisian kuesioner food record dan dikonfirmasi dengan food recall yang dilakukan oleh peneliti selama 1 x 24 jam yang dilakukan 2 hari sekolah dan 2 hari libur. Untuk menentukan status gizi maka dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan secara langsung. Alat
Acak (terstratifikasi) Jumlah seluruh siswa/siswi
kelas X dan XI (545)
Diteliti 517 siswa
Tidak diteliti 28 siswa Tidak masuk sekolah (26) Tidak bersedia (2) Sangat pendek (z-skor < -3SD) 10 siswa/siswi 6 laki-laki 4 perempuan Pendek (z-skor ≥-3 SD s/d <-2 SD) 123 siswa/siswi 38 laki-laki 85 perempuan Normal (z-skor ≥ -2 SD) 384 siswa/siswi 53 laki-laki 80 perempuan
ukur yang digunakan untuk mengukur berat badan yaitu timbangan injak dengan kapasitas 200 kg dan ketelitian 0,1 kg. Untuk tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise dengan kapasitas 200 cm dan ketelitian 0,1 cm. Data untuk mengukur pengetahuan gizi ibu dan contoh diperoleh dengan memberikan
kuesioner yang diisi sendiri oleh ibu dan contoh, setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti. Jenis dan cara pengumpulan data secara rinci selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
No Variabel Jenis Data Cara pengumpulan data
Primer
1 Karakteristik contoh - Jenis kelamin
- Usia - Uang jajan - Pengetahuan gizi
Pengisian kuesioner setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti
2 Karakteristik sosial
ekonomi keluarga
- Besar keluarga
- Pendidikan orang tua
- Pekerjaan orang tua
- Pendapatan keluarga
- Pengetahuan gizi ibu
Pengisian kuesioner setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti
3 Status gizi secara
antropometri
- Berat badan(BB)
- Tinggi badan (TB)
Pengukuran langsung BB dan TB. Alat ukur BB
4 Kebiasaan makan - Frekuensi makan
- Kebiasaan sarapan
- Kebiasaan jajan
- Kebiasaan
mengkonsumsi susu, buah, sayur –sayuran, lauk hewani, lauk nabati dan vitamin
Pengisian kuesioner setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti
5 Konsumsi pangan Jumlah dan jenis pangan Metode food record dan
dikonfirmasi dengan food recall (repeated non-consecutive days) 1 x 24 jam dengan wawancara
menggunakan alat bantu
kuesioner
6 Morbiditas penyakit
infeksi, sanitasi lingkungan rumah dan kebersihan diri
Lama dan frekuensi sakit dalam tiga bulan terakhir
dan keadaan sanitasi
lingkungan rumah dan kebersihan diri
Pengisian kuesioner setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti
Pengolahan dan Analisis Data
Data primer yang didapatkan melalui kuesioner dianalisis secara statistik dan deskriptif. Data yang didapatkan berupa data kuantitatif dan kualitatif. Proses pengolahan meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis. Data yang diperoleh kemudian diolah, dan dianalisis dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell 2010 dan SPSS versi 16.0 for window.
Data yang didapat melalui kuesioner diolah sebagaimana dijelaskan berikut ini. Data jenis kelamin contoh dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan, kemudian dihitung persentasinya. Usia dan uang jajan dikelompokan
8
berdasarkan rata-rata standar deviasi. Besar keluarga dikelompokan menjadi tiga kategori yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang) dan keluarga besar (≥ 7 orang) (BKKBN 1998). Pendidikan orangtua dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu: tidak tamat SD, SD, SMP, SMA, Akademi/Perguruan tinggi. Data pekerjaan orangtua dikelompokan menjadi: tidak bekerja/ibu rumah tangga (irt), buruh, jasa (ojek/supir), pns/tni, pegawai swasta, dagang dan wiraswasta, dan lain-lain. Data Pendapatan keluarga dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu Rp 2 juta, Rp 2-3 juta, > Rp 3 juta.
Pengetahuan gizi ibu dan contoh diukur dengan beberapa pertanyaan melalui kuesioner. Selanjutnya tingkat pengetahuan gizi dikategorikan dengan menetapkan cut off point dari skor yang telah dijadikan dalam bentuk persen. Penilaian tingkat pengetahuan gizi dibagi menjadi 3 yaitu kurang, sedang dan baik. Jika ibu dan contoh mendapatkan total skor <60% maka termasuk kategori kurang, jika ibu dan contoh mendapat total skor antara 60 sampai 80% maka termasuk kategori sedang dan jika ibu dan contoh mendapatkan total skor >80% maka termasuk kategori baik (Khomsan 2000).
Kebiasaan makan contoh dinilai dari pertanyaan tentang kebiasaan sarapan, kebiasaan makan menu lengkap setiap hari, konsumsi pangan hewani, susu, sayuran, buah, gorengan, dan dan lain-lain.
Data konsumsi pangan didapatkan melalui food record dan dikonfirmasi dengan food recall oleh peneliti selama 1 x 24 jam yang dilakukan 2 kali pada hari sekolah dan 2 kali pada hari libur. Data konsumsi pangan yang telah didapatkan lalu dikonversikan ke dalam satuan energi (kkal), protein (g), zat besi (mg), Kalsium (mg), vitamin A (RE) merujuk pada Daftar Konversi Bahan Makanan (DKBM 2004).
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi =
Untuk menentukan AKG individu dilakukan dengan koreksi terhadap berat badan. Faktor koreksi berat badan dilakukan untuk mengetahui kebutuhan energi dan protein remaja sesuai dengan berat badan aktual remaja, yaitu dengan membandingkan berat badan aktual dengan berat badan ideal dikalikan dengan angka kecukupan energi atau protein berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004. Angka kecukupan energi, protein dan zat gizi yang dianjurkan pada anak remaja berdasarkan AKG 2004 (Depkes 2004) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Angka kecukupan energi dan zat gizi remaja
Kelompok umur BB (kg) TB (cm) Energi (kkal) Protein (g) Vit.A (RE) Vit C (mg) Kalsium (mg) Besi (mg) Iodium (µg) Laki-laki 13-15 tahun 46 150 2400 60 600 75 1000 19 150 16-18 tahun 55 160 2600 65 600 90 1000 13 150 Perempuan 13-15 tahun 48 153 2350 57 600 65 1000 26 150 16-18 tahun 50 154 2200 50 600 75 1000 26 150
Tingkat kecukupan energi dan protein dikelompokkan menjadi lima dan tingkat kecukupan vitamin A, Vitamin C, kalsium dan zat besi dikelompokan menjadi dua. Tabel 3 Jenis variabel, kategori dan kriteria kecukupan gizi
Tabel 3 Jenis variabel, kategori dan kreteria kecukupan gizi
No Jenis Variabel Kategori Kereteria
1 Tingkat kecukupan energi dan protein
(Depkes 1996)
Defisit tingkat berat <70% kebutuhan
Defisit tingkat sedang 70-79% kebutuhan
Defisit tingkat ringan 80-89% kebutuhan
Normal 90-119% kebutuhan
Lebih ≥120% kebutuhan
2 Tingkat kecukupan vit. A, vit C
kalsium, besi (Gibson 2005)
Cukup ≥77% AKG
Kurang <77% AKG
Morbiditas penyakit infeksi diperoleh dari frekuensi dan lama sakit penyakit yang diderita oleh contoh selama tiga bulan terakhir. Frekuensi sakit dikategorikan menjadi : 1) 0x/3 bulan, 2) 1x/3 bulan, 3) 2x/3bulan. Lama sakit dikategorikan menjadi : 1) 0 hari (tidak pernah), 2) 1-3 hari, 3) 4-7 hari, 4) 8-14 hari, 5) < 14 hari.
Status gizi contoh, variabel tinggi badan disajikan dalam bentuk indikator tinggi badan menurut umur (TB/U). Selanjutnya berdasarkan nilai z-skor indikator TB/U tersebut, ditentukan status gizi contoh dengan batasan kategori yaitu sangat pendek (z-skor <-3), pendek (z-skor ≥-3 s/d z-skor<-2) dan normal (z-skor ≥ -2) (Depkes 2008). Secara lebih jelasnya cara pengkategorian variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Cara pengkategorian variabel penelitian
No Variabel Kategori pengukuran
I. Karakteristik individu (contoh)
1. Jenis kelamin 1. Laki-laki
2. Perempuan
2. Usia 1. 13-15 tahun
2. 16-18 tahun 3. >18 tahun
3 Uang jajan (Rp/hari) 1. ≥ 5.300
2. 5.300-11.300 3. ≥ 11.300
4 Pengetahuan gizi (Khomsan
2000)
1. Kurang (<60%) 2. Sedang (60%-80%) 3. Baik (>80%)
II. Status gizi
5 TB/U (Depkes 2008) 1. Sangat pendek (z-skor <-3 SD)
2. Pendek (z-skor ≥-3 SD s/d <-2 SD) 3. Normal (z-skor ≥ -2 SD)
6 IMT/U (WHO 2007) 1. Sangat kurus (z-skor <-3 SD)
2. Kurus (z-skor ≥-3 SD s/d <-2 SD) 3. Normal (z-skor ≥-2 SD s/d ≤1 SD 4. Gemuk (z-skor > 1 SD s/d ≤ 2 SD) 5. Obes (z-skor > 2 SD)
10
Tabel 4 Cara pengkategorian variabel penelitian (lanjutan)
No Variabel Kategori pengukuran
III. Karakteristik sosial ekonomi keluarga
7. Besar keluarga (BKKBN 1998) 1. Keluarga kecil (≤ 4 orang)
2. Keluarga sedang (5-6 orang) 3. Keluarga besar (≥ 7 orang)
8. Pendidikan orangtua 1. Tidak sekolah
2. Tidak tamat SD 3. Tamat SD 4. Tidak tamat SMP 5. Tamat SMP 6. Tidak tamat SMA 7. Tamat SMA
8. Akademik atau perguruan tinggi
9. Pekerjaan orangtua 1. Tidak bekerja
2. Buruh 3. Jasa (ojek/sopir) 4. Petani penggarap 5. Petani pemilik 6. PNS/TNI 7. Pegawai swasta 8. Dagang/Wiraswasta 9. Lainnya
10. Pendapatan keluarga 1. < Rp 2 juta
2. Rp 2-3 juta 3. > Rp 3juta
11. Pengetahuan gizi ibu (Khomsan
2000)
1. Kurang (<60%) 2. Sedang (60%-80%) 3. Baik (>80%) IV Konsumsi Pangan
12 Kebiasan makan (frekuensi
makan lengkap, sarapan pagi, konsumsi pangan hewani, susu, sayuran, buah, dan lain-lain)
1. Ya, tiap hari
2. Sering (4-6 kali/minggu) 3. Jarang (1-2 kali/minggu) 4. Tidak pernah
13 Tingkat kecukupan energi dan
protein (Depkes 1996)
1. Defisit tingkat berat (<70% AKG) 2. Defisit tingkat sedang (70-79% AKG) 3. Defisit tingkat ringan (80-89% AKG) 4. Cukup (90-119% AKG)
5. Kelebihan (≥ 120% AKG)
14 Tingkat kecukupan kalsium, besi,
vitamin A (Gibson 2005)
1. Kurang (< 77% AKG) 2. Cukup (≥ 77% AKG)
V Morbiditas, sanitasi lingkungan
rumah dan kebersihan diri
15 Frekuensi sakit 1. 0x/3bulan (tidak pernah)
2. 1x/3bulan 3. 2x/3bulan
16 Lama sakit 1. 0 hari (tidak pernah)
2. 1-3 hari 3. 4-7 hari 4. 8-14 hari 5. >14 hari
17 Sanitasi lingkungan rumah,
kebersihan diri dan gaya hidup
Analisis yang akan digunakan dalam penelitian adalah analisis univariat dan bivariat sesuai dengan variabel yang akan dianalisis sebagai berikut:
1. Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan setiap variabel dalam penelitian yaitu karateristik contoh (usia, jenis kelamin, uang jajan, pengetahuan gizi), karakteristik sosial ekonomi keluarga (besar keluarga, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, pengetahuan gizi ibu), gambaran status gizi contoh yang diteliti, kebiasaan makan, intake energi dan zat gizi contoh, tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh, mutu gizi pangan, morbiditas penyakit contoh sanitasi lingkungan rumah dan kebersihan diri.
2. Analisis bivariat
Analisis ini digunakan untuk menganalisis hubungan antara dua variabel yang diteliti. Uji yang digunakan adalah:
Uji korelasi Rank-Spearman untuk menganalisis hubungan antara pendidikan dan morbiditas dengan status gizi (z-skor TB/U) dan kebiasaan makan dengan konsumsi pangan.
Uji korelasi Pearson untuk menganalisi hubungan antara usia, besar keluarga, pendapatan keluarga, pengetahuan gizi ibu, pengetahuan gizi contoh, tingkat kecukupan energi, protein dan zat gizi dengan status gizi (z-skor TB/U).
Uji beda independet samples t-test digunakan untuk mengananalisis perbedaan karakteristik contoh, karakteristik sosial ekonomi keluarga, intake energi dan zat gizi, dan morbiditas yang diteliti antara contoh yang berstatus gizi stunted dan normal.
Uji beda Mann-Whitney digunakan untuk menganalisis perbedaan pekerjaan orang tua dan kebiasaan makan antara contoh yang berstatus gizi stunted dan normal.
Definisi Operasional
Contoh stunted adalah siswa atau siswi kelas X dan XI SMAN 1 Dramaga Bogor, yang memiliki z-skor TB/U <-2 standar deviasi (SD) dari nilai median pertumbuhan internasional NCHS/WHO dan berusia 14-18 tahun.
Contoh normal adalah siswa atau siswi kelas X dan XI SMAN 1 Dramaga Bogor, yang memiliki z-skor TB/U ≥-2 standar deviasi (SD) dari nilai median referensi pertumbuhan internasional NCHS/WHO dan berusia 14-18 tahun. Sosial ekonomi keluarga adalah karakteristik yang dimiliki sebuah rumah tangga
dalam hal besar keluarga, pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, dan pengetahuan gizi ibu.
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yaitu ibu, ayah, anak-anaknya serta orang lain yang tinggal bersama dan biasanya hidupnya menjadi tanggungan kepala keluarga yang dinyatakan dalam jiwa.
Pendapatan keluarga adalah pendapatan rata-rata perbulan yang dihasilkan dari pendapatan orang tua dan anggota keluarga lain yang dinilai dengan rupiah. Pendidikan orangtua adalah pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh
ayah dan ibu.
Pekerjaan orang tua adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh ayah dan ibu contoh untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
12
Pengetahuan gizi ibu adalah kemampuan kognitif serta pemahaman ibu tentang gizi. Pengetahuan diukur berdasarkan kemampuan ibu dalam menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan gizi yang disiapkan dalam kuesioner. Pengetahuan gizi dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu kurang, sedang, dan baik (Khomsan 2000).
Morbiditas adalah angka yang menunjukkan frekuensi dan lama contoh sakit selama tiga bulan terakhir.
Sanitasi lingkungan adalah menunjukkan kondisi dan perilaku hidup bersih pada lingkungan rumah.
Kebersihan diri adalah menunjukkan perilaku hidup bersih terhadap kebersihan diri.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Contoh
Karakteristik contoh yang diteliti dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, status gizi (IMT/U), uang jajan dan pengetahuan gizi contoh. Pada Tabel 5 disajikan sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh dan status gizi.
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh dan status gizi
Karakteristik Contoh stunted Contoh normal Total
n % n % n % Jenis Kelamin Laki-Laki 43 32.3 46 34.6 89 33.5 Perempuan 90 67.7 87 65.4 177 66.5 Total 133 100 133 100 266 100 Usia (rata-rata ± sd, tahun) 16.54±0.74 16.55±16 16.54±8.34 ≤15 6 4.5 10 7.5 16 6 16-18 127 95.5 123 92.5 250 94 Total 133 100 133 100 266 100
Status Gizi IMT/U
(rata-rata z-skor) -0.27±0.36 a 0.88±0.56b 0.30±0.62 Kurus 85 63.9 38 28.6 123 46.2 Normal 48 36.1 91 68.4 139 139 Gemuk 0 0 4 3 4 1.5 Total 133 100 133 100 266 186.7
Uang Jajan
(rata-rata Rp/hari) 8.238.09±6.430.64 7.841.085±4.890.99 3.924.661±5.660
≤ 5.300 58 43.6 51 38.3 109 41
5.300 - Rp 11.300 61 45.9 59 44.4 120 45.1
≥ 11.300 14 10.5 23 17.3 37 13.9
Total 133 100 133 100 266 100
Keterangan: Superscript dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.05).
Jenis kelamin
Kedua kelompok contohsebagian besar (66.5%) adalah perempuan. Untuk contoh stunted dan normal, persentase perempuan masing-masing adalah 67.7% dan 65.4% (Tabel 5). Hasil ini sejalan dengan penelitian Amelia (2011) yang menunjukkan bahwa prevalensi stunted pada remaja perempuan adalah dua kali lebih banyak daripada pada laki-laki remaja.
Usia contoh
Secara keseluruhan, terdapat 94% contoh yang berusia antara 16-18 tahun. Pada contoh stunted dan normal masing-masing sebanyak 95.5% dan 92.5% berusia antara 16-18 tahun. Rata-rata contoh stunted (16.54±0.74 tahun) adalah tidak berbeda signifikan (p>0.05) dengan contoh normal (16.55±16 tahun).
Rata-rata z-skor TB/U pada usia < 16 tahun untuk contoh stunted dan contoh normal masing-masing adalah adalah -2.28 dan -0.99. pada usia 16-18 tahun, rata-rata z-skor TB/U pada contoh stunted dan contoh normal berturut-turut adalah -2.50 dan -1.00. Hal ini mengindikasi bahwa dengan bertambahnya usia maka nilai z-skor TB/U semakin menjauh dari pertumbuhan normal. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh dengan semakin tinggi usia maka kebutuhan energi dan zat gizi juga semakin banyak. Tanpa penyediaan makanan yang memadai (kualitas maupun kuantitas) sesuai dengan usia, maka pertumbuhan anak semakin menyimpang dari normal dengan bertambahnya usia.
Status gizi (IMT/U)
Indikator IMT/U digunakan untuk mengukur status gizi sekarang. Hasil ini mengindikasikan bahwa sebagian besar (63.9%) contoh stunted memiliki status gizi kurus. Sedangkan pada contoh normal sebagian besar (68.4%) berada pada status gizi normal. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) status gizi IMT/U pada contoh stunted dan normal. Hasil ini sejalan dengan penelitian Hayati (2013) yang menunjukkan bahwa anak (0-23 bulan) yang stunted sebagian besar memiliki status gizi kurus.
Uang jajan
Uang jajan contoh stunted dan normal masing-masing berkisar antara Rp 5.000 - Rp 15.000 dengan rata-rata uang jajan kelompok contoh stunted dan contoh normal masing-masing adalah Rp 7.841.08±4.890.99 dan Rp 8.238.09±6.430.64. Dari hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) kedua kelompok contoh. Namun demikian, rata-rata uang jajan pada contoh normal cenderung lebih tinggi dibandingkan contoh stunted. Hal ini sejalan dengan pendapatan keluarga dari contoh normal adalah lebih besar daripada contoh stunted. Hasil ini sejalan dengan penelitian Dewi (2012) pada anak SD, yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan uang jajan contoh stunted dan contoh normal.
14
Pengetahuan gizi contoh
Sebagian besar kedua contoh umumnya dapat menjawab benar pengetahuan gizi. Dari seluruh pertanyaan, terdapat kesamaan jawaban contoh. Kedua contoh sama-sama belum memahami pertanyaan mengenai akibat kekurangan iodium, makanan yang mengandung serat, akibat kekurangan zat besi, akibat rendahnya konsumsi sayur dan buah, dan akibat konsumsi minuman beralkohol.
Akibat kekurangan iodium paling sedikit dijawab benar oleh contoh yaitu contoh stunted 21.1% dan contoh normal 24.8%. Hal ini diduga karena iodium kurang dikenal, dan mereka tahu hanya garam yang beriodium. Makanan yang mengandung serat juga masih belum bisa dimengerti oleh contoh, contoh tahu fungsi serat tetapi contoh belum tahu sumber serat dari makanan, sehingga hal ini diduga penyebab rendahya contoh yang menjawab benar, untuk contoh stunted
50.4% dan untuk contoh normal 58.6%. Pertanyaan akibat kekurangan zat besi masih sedikit yang menjawab benar tetapi contoh stunted lebih tinggi daripada contoh normal yaitu 60.2% dan 57.1%, hal ini diduga karena contoh zat besi kurang dikenal. Pertanyaan akibat rendahnya konsumsi sayur –sayuran dan buah masih sedikit menjawab benar untuk contoh stunted 47.4% dan contoh normal 60.2%. Pertanyaan tentang akibat konsumsi minuman beralkohol masih sedikit yang menjawab benar, contoh stunted menjawab 48.9% lebih besar apabila dibandingkan dengan contoh normal 47.4%. Hal ini diduga karena contoh contoh kurang memahi pertanyaan, pertanyaa yang dimaksud adalah akibat minum beralkohol ditinjau dari segi kesehatan, tetapi contoh menjawab bukan dari segi kesehatan.
Dari 15 pertanyaan yang dijawab sempurna oleh kedua contoh yaitu pengertian makanan bergizi seimbang dan manfaat ASI. Contoh normal cenderung memiliki pengetahuan gizi lebih tinggi dibandingkan dengan contoh normal terutama pengetahuan tentang gizi seimbang, jenis makanan sehat dan fungsi kalsium di dalam tubuh.
Tabel 6 Persentase contoh yang menjawab benar item pertanyaan pengetahuan gizi No Pertanyaan Contoh stunted Contoh normal Total n % n % n %
1 Pengertian makanan bergizi seimbang 128 96.2 131 98.5 259 97.4
2 Minum air putih paling sedikit 95 71.4 98 73.7 193 72.6
3 Jenis makanan yang sehat 108 81.2 121 91.0 229 86.1
4 Kekurangan iodium 28 21.1 33 24.8 61 22.9
5 Manfaat asi 127 95.5 124 93.2 251 94.4
6 Makanan yang mengandung serat 67 50.4 78 58.6 145 54.5
7 Makanan yang mengandung pewarna 93 69.9 96 72.2 189 71.1
8 Akibat remaja putri yang terlalu kurus 104 78.2 109 82.0 213 80.1
9 Keterangan label pada makanan 110 82.7 113 85.0 223 83.8
10 Akibat mengurangi frekuensi makan 114 85.7 116 87.2 230 86.5
11 Akibat rendahnya konsumsi kalsium 105 78.9 101 75.9 206 77.4
12 Akibat kekuranga zat besi 80 60.2 76 57.1 156 58.6
13 Akibat rendahnya konsumsi sayuran dan
buah-buahan 63 47.4 80 60.2 143 53.8
14 Akibat konsumsi minuman beralkohol 65 48.9 63 47.4 128 48.1
Tabel 7 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan status gizi. Tingkat pengetahuan gizi pada kelompok contoh stunted berkisar antara 33 - 93% dan contoh normal 40 - 100% dengan rata-rata skor pengetahuan gizi pada contoh stunted dan normal yaitu 69±15.9 dan 73±14.2. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) pengetahuan gizi kedua kelompok contoh. Hal ini mengindikasikan bahwa contoh normal memiliki pengetahuan gizi yang signifikan lebih tinggi daripada contoh stunted.
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan status gizi
Pengetahuan gizi
Contoh stunted Contoh normal Total
n % n % n %
Kurang (<60%) 26 19.5 14 10.5 40 15.0
Sedang (60-80%) 83 62.4 90 67.7 173 65.0
Baik (>80%) 24 18.0 29 21.8 53 19.9
Total 133 100 133 100 266 100.0
Karakteristik Keluarga Contoh
Karakteristik keluarga yang diamati yaitu besar keluarga, tingkat pendidikan orang tua, jenis pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga dan pengetahuan gizi ibu contoh. Pada Tabel 8 disajikan sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan status gizi.
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan status gizi
Karakteristik keluarga Contoh stunted Contoh normal Total
n % n % n %
Besar Keluarga (rata-rata
orang) 5.1±1.4 4.9±1.2 5.0±1.3
Kecil (≤ 4 Orang) 42 31.6 53 39.8 95 35.7
Sedang (5-6 Orang) 76 57.1 72 54.1 148 55.6
Besar (≥ 7 Orang) 15 11.3 8 6 23 8.6
Total 133 100 133 100 266 100
Tingkat Pendidikan Ayah*
Tidak Sekolah 5 3.8 2 1.5 7 2.6 Tamat SD 38 28.6 10 7.5 48 18.0 Tamat SMP 18 13.5 24 18.0 42 15.8 Tamat SMA 61 45.9 68 51.1 129 48.5 Akademi/Perguruan Tinggi 11 8.3 29 21.8 40 15.0 Total 133 100 133 100 266 100
Tingkat Pendidikan Ibu*
Tidak Sekolah 5 3.8 1 0.8 6 2.3 Tamat SD 38 28.6 20 15 58 21.8 Tamat SMP 19 14.3 26 19.5 45 16.9 Tamat SMA 62 46.6 73 54.9 135 50.8 Akademi 9 6.8 13 9.8 22 8.3 Total 133 100 133 100 266 100 Pekerjaan Ayah 4 3 10 7.5 14 5.3 Tidak Bekerja 2 1.5 3 2.3 5 1.9 Buruh 7 5.3 5 3.8 12 4.5 Jasa (Ojek/Sopir) 9 6.8 4 3 13 4.9 Petani Penggarap 0 0 1 0.8 1 0.4 Petani Pemilik 4 3 10 7.5 14 5.3
16
Tabel 8 Sebaran karakteristik keluarga pada contoh stunted dan normal (lanjutan)
Karakteristik keluarga Contoh stunted Contoh normal Total
n % n % n % PNS/TNI 16 12 21 15.8 37 13.9 Pegawai Swasta 29 21.8 43 32.3 72 27.1 Dagang/Wiraswasta 66 49.6 46 34.6 112 42.1 Total 133 100 133 100 266 100 Pekerjaan Ibu Tidak Bekerja/IRT 98 73.7 97 72.9 195 73.3 Buruh 1 0.8 1 0.8 2 0.8 Petani Pemilik 0 0 1 0.8 1 0.4 PNS/TNI 2 1.5 8 6 10 3.8 Pegawai Swasta 8 6 4 3 12 4.5 Dagang/Wiraswasta 24 18 22 16.5 46 17.3 Total 133 100 133 100 266 100 Pendapatan Keluarga (rata-rata Rp/bulan)* 1.837.969±1.114.558 1.959.015±1.269.605 1.898.763±1.192.081 2 Juta 82 61.7 61 45.9 143 53.8 2 Juta-Rp 3 Juta 41 30.8 56 42.1 97 36.5 3 Juta 10 7.5 16 12 26 9.8 Total 133 100 133 100 266 100
Keterangan: * menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara kelompok contoh stunted dan contoh normal
Besar keluarga
Besar keluarga berkisar antara 4-8 orang baik pada kelompok stunted
maupun contoh normal. Rata-rata besar keluarga kedua contoh tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05), yakni untuk kelompok contoh stunted
5.1±1.4 orang dan untuk contoh normal 4.9±1.2 orang (Tabel 8). Salimar et al
(2010) menyatakan bahwa keluarga yang memiliki besar keluarga diatas 4 orang mempunyai peluang 1,2 kali memiliki anak usia sekolah dengan status gizi
stunted.
Pendidikan orang tua
Tabel 8 menunjukkan tingkat pendidikan ayah maupun ibu pada contoh
stunted relatif lebih rendah dibandingkan ayah dan ibu pada contoh normal. Pendidikan ayah pada kedua kelompok contoh sebagian besar adalah tamat SMA dengan persentase untuk contoh stunted adalah 45.9% dan contoh normal adalah 51.1%. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) pendidikan ayah kedua kelompok contoh. Tingkat pendidikan ibu pada kedua kelompok contoh sebagian besar adalah tamat SMA yaitu 46.6% pada contoh
stunted dan 54.9% pada contoh normal. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) pendidikan ibu contoh stunted dan contoh normal
Semakin tinggi tingkat pendidikan formal maka akan semakin luas wawasan berpikirnya , sehingga akan lebih banyak informasi yang diserap. Pendidikan ayah yang lebih tinggi berpeluang untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih tinggi, peluang untuk menyediakan makanan dengan jumlah dan kualitas yang lebih baik juga lebih besar. Selain itu pendapatan yang lebih tinggi juga berpeluang lebih besar dalam pemberian uang jajan pada anaknya. Hal ini ditunjukkan oleh lebih besarnya uang jajan contoh normal daripada contoh stunted.
Latar belakang pendidikan ibu berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam mengelola rumah tangga, termasuk dalam hal pemilihan, penyediaan dan konsumsi pangan keluarga sehari-hari. Tingkat pendidikan ibu juga menetukan aksesnya kepada pengasuhan yang tepat dan akses terhadap sarana kesehatan (Engle et al. 1997). Menurut Nurmawati (1995) orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih pangan yang lebih baik dalam jumlah dan mutu dibandingkan yang berpendidikan lebih rendah.
Pekerjaan orang tua
Pekerjaan ayah pada kedua kelompok contoh yang paling banyak adalah dagang/wiraswasta, yaitu contoh stunted 49.6% dan contoh normal 34.6%. Pekerjaan PNS/TNI dan pegawai swasta contoh normal (15.8% dan 32.8%) lebih banyak daripada contoh stunted (12% dan 21.8%). Sedangkan ayah yang tidak bekerja lebih banyak pada contoh normal (7.5%) dibandingkan contoh stunted
(3%). Hal ini dikarenakan ayah contoh normal ada empat yang sudah meninggal dunia (Tabel 8). Hasil uji beda menunjukkan tidak tedapat perbedaan signifikan (p>0.05) pekerjaan ayah contoh stunted dan contoh normal
Pekerjaan ibu sebagian besar adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) baik contoh normal (72.9%) maupun contoh stunted (98%). Ibu yang bekerja PNS lebih banyak pada contoh normal (6%) dibandingkan contoh stunted (1.5%). Sedangkan ibu dengan pekerjaan sebagai pegawai swasta dan dagang/wirausaha contoh
stunted (6% dan 18%) adalah lebih banyak daripada contoh normal (3% dan 16.5%) (Tabel 8). Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) pekerjaan ibu contoh stunted dan contoh normal
Pendapatan keluarga
Pendapatan keluarga merupakan gabungan dari hasil pendapatan ayah, ibu dan anggota keluarga lain dalam satu bulan. Tabel 6 dapat dilihat bahwa pada kelompok contoh stunted pendapatan keluarga berkisar antara Rp.500.000,00–Rp. 4.000.000,00 per bulan. Sedangkan pada kelompok contoh normal berkisar antara Rp.800.000,00-Rp.8.000.000,00 per bulan. Rata-rata pendapatan keluarga kelompok contoh stunted dan contoh normal masing-masing adalah Rp.1.837.969±111.455.8 dan Rp.1.959.015±1.269.605. Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Bogor pada tahun 2013 yaitu sebesar Rp 2.002.000,00 (BKPM 2013). Hal ini berarti sebesar 61.7% keluarga pada contoh stunted dan 45.9% keluarga pada contoh normal memiliki pendapatan keluarga yang berada di bawah Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Bogor 2013. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) pendapatan keluarga antar contoh stunted dan normal. Hasil ini sejalan dengan penelitian Riskesdas 2010 yang menunjukkan prevalensi kependekan (stunted) pada anak dan remaja berhubungan dengan keadaan ekonomi keluarga, yakni semakin tinggi ekonomi suatu keluarga maka semakin rendah prevalensi kependekan,
18
Pengetahuan gizi ibu
Sebagian besar ibu contoh umumnya dapat menjawab benar pertanyaan pengetahuan gizi (Tabel 9). Dari seluruh pertanyaan, terdapat kesamaan jawaban ibu contoh. Kedua kelompok ibu contoh sama-sama belum memahami dua pertanyaan, yaitu cara pengolahan bahan makanan dan akibat kekurangan serat, dimana masing-masing hanya dijawab benar oleh 57.1% dan 39.5% ibu contoh.
Dari 20 pertanyaan yang disajikan, ibu contoh normal yang menjawab benar persentasenya lebih banyak dibandingkan ibu contoh stunted dan hanya terdapat dua pertanyaan yaitu tentang pemanis buatan dan fungsi zat besi dimana persentase ibu contoh stunted yang menjawab benar sedikit lebih banyak dibandingkan contoh normal. Hal ini diduga karena tingkat pendidikan ibu kedua kelompok contoh berbeda signifikan (p<0.05).
Tabel 9 Persentase ibu contoh yang menjawab benar item pertanyaan pengetahuan gizi
No Pertanyaan
Contoh stunted Contoh normal Total
n % n % n %
1 Makanan bergizi seimbang 77 57.9 85 63.9 162 60.9
2 Salah satu cara agar seseorang hidup
sehat
78 58.6 91 68.4 169 63.5
3 Makanan berlemak, digoreng dan
bersantan 73 54.9 82 61.7 155 58.3
4 Minum air putih 54 40.6 85 63.9 139 52.3
5 Fungsi sarapan 88 66.2 89 66.9 177 66.5
6 Sumber protein 82 61.7 86 64.7 168 63.2
7 Sumber karbohidrat 75 56.4 90 67.7 165 62.0
8 Sumber vitamin A 74 55.6 83 62.4 157 59.0
9 Sumber kalsium 84 63.2 91 68.4 175 65.8
10 Sumber zat besi 89 66.9 99 74.4 188 70.7
11 Iodium 77 57.9 83 62.4 160 60.2
12 Pemanis buatan sama baiknya
dengan gula
80 60.2 74 55.6 154 57.9
13 Cara pengolahan bahan makanan 75 56.4 77 57.9 152 57.1
14 Fungsi protein 62 46.6 82 61.7 144 54.1
15 Makan nasi lebih baik dari makan
roti 72 54.1 96 72.2 168 63.2
16 Fungsi vitamin A 80 60.2 98 73.7 178 66.9
17 Fungsi kalsium 75 56.4 82 61.7 157 59.0
18 Fungsi zat besi 80 60.2 78 58.6 158 59.4
19 Akibat kekurangan gizi 74 55.6 84 63.2 158 59.4
20 Akibat kekurangan serat 46 34.6 59 44.4 105 39.5
Tabel 10 menunjukkan persentase ibu contoh normal dengan pengetahuan gizi baik lebih banyak, yaitu hampir tiga kali persentase ibu contoh stunted. Rata-rata skor pengetahuan gizi ibu pada contoh stunted dan normal berturut-turut 58.40±15.79 dan 62.91±22.14. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) antara pengetahuan gizi ibu pada contoh stunted dan normal. Hasil ini sejalan dengan penelitian Dewi (2012) pada anak SD yang menunjukkan
terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara pengetahuan gizi ibu contoh
stunted dan contoh normal.
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu dan status gizi
Pengetahuan gizi
Contoh stunted Contoh normal Total
n % n % n %
Kurang (<60%) 70 52.6 66 49.6 136 51.1
Sedang (60-80%) 53 39.8 40 30.1 93 35.0
Baik (>80%) 10 7.5 27 20.3 37 13.9
Total 133 100 133 100 266 100.0
Kebiasaan Makan Contoh
Tabel 11 menyajikan sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan dan status gizi. Gambaran pada Tabel 11 menunjukkan kebiasaan makan contoh
stunted dan normal relatif sama dalam hal frekuensi makan, kebiasaan sarapan dan menu utama, kebiasaan jajan, minum susu, mengonsumsi buah, dan sumber protein nabati (p<0.05) kecuali kebiasaan mengonsumsi sayuran dan pangan hewani dimana contoh stunted signifikan lebih rendah (p<0.05). Hal ini sejalan dengan penelitian Dewi (2012) di Bogor pada anak SD yang stunted dan normal. Gambaran masing-masing variable dalam kebiasaan makan yang diukur dalam penelitian ini disajikan berikut.
Frekuensi makan, kebiasaan sarapan dan menu makan utama
Lebih dari separuh contoh pada kedua kelompok status gizi mempunyai kebiasaan makan yang sama yaitu tiga kali perhari, dengan rata-rata kelompok contoh stunted 2.64±0.63 kali dan contoh normal 2.71±0.61 kali. Masih terdapat 2.3% contoh stunted dan 1.5% contoh normal yang memiliki kebiasaan makan 1 kali per hari. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara kebiasaan makan per hari pada contoh stunted dan normal.
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan dan status gizi
Variabel Contoh stunted Contoh normal Total
n % n % n %
Frekuensi makan per hari
1 kali 3 2.3 2 1.5 5 1.9 2 kali 48 36.1 44 33.1 92 34.6 3 kali 76 57.1 81 60.9 157 59.0 >3 kali 6 4.5 6 4.5 12 4.5 Total 133 100 133 100 266 100 Kebiasaan sarapan
Iya, setiap hari 61 45.9 70 52.6 131 49.2
Sering, 4-6 kali/minggu 28 21.1 20 15.0 48 18.0
Jarang, 1-3 kali/minggu 42 31.6 43 32.3 85 32.0
Tidak pernah 2 1.5 0 0 2 0.8
Total 133 100 133 100 266 100
Kebiasaan jajan
Iya, tiap hari 90 67.7 94 70.7 160.7 69.2
Sering, 4-6 kali/minggu 18 13.5 18 13.5 31.5 13.5
Jarang, 1-3 kali/minggu 25 18.8 21 15.8 40.8 17.3
20
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan dan status gizi (lanjutan)
Variabel Contoh stunted Contoh normal Total
n % n % n %
Kebiasaan minum susu
Iya, setiap hari 13 9.8 24 18.0 37 13.9
Sering, 4-6 kali/minggu 20 15.0 27 20.3 47 17.7
Jarang, 1-3 kali/minggu 75 56.4 71 53.4 146 54.9
Tidak pernah 25 18.8 11 8.3 36 13.5
Total 133 100 133 100 266 100
Kebiasaan makan buah
Iya, setiap hari 13 9.8 19 14.3 32 12.0
Sering, 4-6 kali/minggu 39 29.3 46 34.6 85 32.0
Jarang, 1-3 kali/minggu 73 54.9 65 48.9 138 51.9
Tidak pernah 8 6.0 3 2.3 11 4.1
Total 133 100 133 100 266 100
Kebiasaan makan sayuran
Iya, setiap hari 27 20.3 40 30.1 67 25.2
Sering, 4-6 kali/minggu 57 42.9 56 42.1 113 42.5
Jarang, 1-3 kali/minggu 37 27.8 34 25.6 71 26.7
Tidak pernah 12 9.0 3 2.3 15 5.6
Total 133 100 133 100 266 100
Kebiasaan makan protein hewani
Iya, setiap hari 50 37.6 71 53.4 121 45.5
Sering, 4-6 kali/minggu 58 43.6 45 33.8 103 38.7
Jarang, 1-3 kali/minggu 20 15.0 17 12.8 37 13.9
Tidak pernah 5 3.8 0 0.0 5 1.9
Total 133 100 133 100 266 100
Kebiasaan makan protein nabati
Iya, setiap hari 39 29.3 34 25.6 73 27.4
Sering, 4-6 kali/minggu 51 38.3 46 34.6 97 36.5 Jarang, 1-3 kali/minggu 40 30.1 44 33.1 84 31.6 Tidak pernah 3 2.3 9 6.8 12 4.5 Total 133 100 133 100 266 100 Kebiasaan mengonsumsi suplemen vitamin
Iya, setiap hari 6 4.5 9 6.8 15 5.6
Sering, 4-6 kali/minggu 7 5.3 13 9.8 20 7.5
Jarang, 1-3 kali/minggu 44 33.1 61 45.9 105 39.5
Tidak pernah 76 57.1 50 37.6 126 47.4
Total 133 100 133 100 266 100
Sekitar separuh contoh pada kedua kelompok status gizi memiliki kebiasaan sarapan setiap hari, namun masih terdapat 1.5% contoh stunted yang tidak pernah sarapan. Khomsan (2002) menyatakan sarapan merupakan hal yang penting dilakukan untuk menunjang aktivitas sehari-hari. Melakukan sarapan dapat menyumbang 25% dari kebutuhan total energi harian. Hasil uji beda menunjukan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara kebiasaan sarapan pada contoh stunted dan normal.
Menu sarapan kedua kelompok contoh yang paling sering di konsumsi adalah nasi goreng dan telur; nasi uduk dan gorengan tempe/bala-bala; dan mie rebus. Menu makan siang yang biasa di konsumsi contoh adalah nasi dan telor/mie instant dan telor; nasi, ayam dan sayur bayam; nasi dan ikan. Menu
untuk makan malam yang biasa dikonsumsi contoh adalah nasi goreng dan telor; mie instant; nasi dan ayam. Dari menu yang biasa dikonsumsi tampak bahwa umumnya contoh hanya mengkonsumsi sumber karbohidrat dan protein hewani atau nabati saja, namun jarang mengonsumi sayur atau buah pada saat makan utama. Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) menganjurkan untuk makanlah beraneka ragam makanan. Makanan yang beraneka ragam makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-buahan. Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh (Depkes 1995).
Kebiasaan jajan
Lebih dari separuh contoh stunted (67.7%) dan contoh normal (69.2%) melakukan jajan setiap hari. Jajanan yang paling banyak dibeli contoh stunted
maupun contoh normal adalah produk ekstrusi (sejenis ciki), minuman teh baik didalam kemasan atau tidak dan gorengan. Sebagian besar contoh jajan di sekolah dan di rumah. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) kebiasaan jajan pada contoh stunted dan contoh normal.
Kebiasaan jajan tidak selalu membawa dampak buruk terhadap gizi dan kesehatan seseorang. Apabila makanan jajanan yang dikonsumsi terjamin kebersihan dan gizinya, maka makanan jajanan tersebut akan dapat melengkapi atau menambah kecukupan gizi orang tersebut (Khomsan 2004).
Kebiasaan minum susu
Tabel 11 menunjukkan 18.0% contoh normal setiap hari minum susu sedangkan contoh stunted lebih sedikit, yaitu 9.8%. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) kebiasaan minum susu pada contoh stunted dan normal. Khomsan (2002) menyatakan susu dikenal sebagai sumber kalsium, oleh karena itu, membiasakan diri minum susu akan memberikan dampak positif pada remaja. Selain kalsium berfungsi sebagai pembentukan tulang terutama pada saat remaja (Almatsier el al 2011).
Kebiasaan mengonsumsi buah dan sayuran
Buah dan sayuran merupakan sumber vitamin dan mineral. Tabel 11 menunjukkan sekitar separuh contoh baik contoh stunted dan normal jarang mengonsumsi buah (1-3 kali/minggu), yaitu 54.9% contoh stunted dan 48.9%. contoh normal. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) kebiasaan mengonsumsi buah pada contoh stunted dan normal.
Tabel 11 menunjukkan 30.1% contoh normal setiap hari mengonsumsi sayuran sedangkan contoh stunted lebih sedikit yang mengonsumsi sayur setiap hari, yaitu 20.3%. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara kebiasaan mengonsumsi sayuran pada contoh stunted dan normal. Hal ini diduga pada scontoh normal memiliki pendapatan keluaraga yang lebih tinggi
22
Kebiasaan mengonsumsi pangan hewani dan nabati
Tabel 11 menujukkan sekitar separuh contoh normal (53.4%) biasa mengkonsumsi protein setiap hari namun sekitar sepertiga (37.6%) contoh
stunted yang mengonsumsi protein hewani setiap hari. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) kebiasaan mengonsumsi pangan hewani pada contoh stunted dan normal. Almatsier et al (2011) menyatakan kebutuhan protein remaja berkolerasi lebih dekat dengan pola pertumbuhan dibandingkan dengan usia kronologis. Contoh pangan hewani adalah telor, daging, ayam dan ikan.
Protein didapatkan tidak hanya dari hewani saja tetapi didapat juga dari nabati. Tabel 11 menunjukkan contoh stunted lebih sering mengonsumsi protein nabati daripada contoh normal. Persentase contoh yang menjawab setiap hari mengonsumsi protein nabati untuk contoh stunted lebih banyak (29.3%) dibandingkan contoh normal (25.6%). Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) kebiasaann mengonsumsi pangan sumber protein nabati pada contoh stunted dan normal.
Kebiasaan mengonsumsi suplemen vitamin
Tabel 11 menunjukkan sekitar separuh contoh stunted (57.1%) dan sepertiga contoh normal (37.6%) tidak pernah mengkonsumsi suplemen vitamin. Konsumsi suplemen vitamin pada kedua contoh relatif jarang (1-3 kali/minggu). Suplemen vitamin yang sering dikonsumsi oleh contoh adalah vitamin C dan vitamin B kompleks. Dari hasil uji beda terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) kebiasaan mengonsumsi vitamin pada contoh stunted dan normal.
Konsumsi Pangan Contoh
Tabel 12 menunjukkan rata-rata konsumsi serealia dan umbi-umbian, pangan hewani, sayuran, buah, susu dan hasil olahannya, minyak dan lemak pada contoh normal lebih banyak dibandingkan contoh stunted kecuali konsumsi pangan nabati. Hasil uji beda menunjukkan kecenderungan konsumsi yang lebih banyak pada contoh normal dibandingkan contoh stunted tidak signifikan. Serealia dan umbi memenuhi sebagian besar kebutuhan energi kedua kelompok contoh disamping itu juga makanan jajanan memenuhi kebutuhan energi cukup tinggi. Pangan hewani dan makanan jajanan memenuhi hampir tiga per empat kebutuhan protein kedua kelompok contoh. Kebutuhan kalsium sebagian besar dipenuhi dari susu dan hasil olahanya, makanan jajanan dan pangan hewani. Serealia dan umbi memenuhi sebagian besar kebutuhan Fe kedua kelompok contoh disamping itu juga makanan jajanan. Minyak dan lemak memenuhi lebih dari separuh kebutuhan vitamin A. Sayuran, buah dan makanan jajanan memenuhi sebagian besar kebutuhan vitamin C.
Tabel 12 Rata-rata konsumsi pangan, intake energi dan zat gizi pada contoh stunted dan normal
Keterangan: E= energi; P= protein ; Ca = kalsium Fe= besi; Vit. A= vitamin A; Vit C= vitamin C Jenis pangan
Intake contoh stunted Intake contoh normal
Konsumsi (g/org) E (kkal) P (g) Ca (mg) Fe (mg) Vit. A (RE) Vit.C (mg) Konsumsi (g/org) E (kkal) P (g) Ca (mg) Fe (mg) Vit. A (RE) Vit.C (mg) Serealia, umbi 284.7 632± 2.7 7.9± 2.37 29.8± 1.87 4.6± 1.3 3.4± 34 2.71± 7.1 297 670± 0.2 7.9± 0.2 29.8± 10 5.7± 3.8 4.4± 38 2.71± 5.68 Pangan nabati 28 73.9± 3.5 3.6± 3.45 32.1± 2.54 1.9± 1.2 0 0 23.4 55± 0.7 3.1± 0.3 25.3± 6.5 1.5± 1.6 0.8± 35 0.2± 4.83 Pangan hewani 100.3 192.6± 2 21.7± 1.37 42± 2.2 0.5± 0.7 189± 42 0.2± 3.8 118.8 254± 0.1 24.7± 0.4 59.8± 9 1.3± 1.4 249± 63 0.2± 4.3 Sayuran 36.6 7±0.8 0.4± 2.1 17.9± 1.45 0.3± 1.5 99.1± 56 7.4± 4.2 45.6 13± 0.6 0.4± 0.1 17.9± 4.5 0.9± 0.67 100.9 ±21 7.4± 8.9 Buah 25 10±1.5 0.2± 1.6 2.7± 2.3 0.2± .9 7.8± 21 5.6± 5.7 30.1 12± 0.4 0.2± 0.5 2.7± 8.5 0.4± 1.5 7.8± 41 8.01± 5.4
Susu dan olahanya 20 64±0.6 6.8±
3.9 92±1. 76 0.1± 1.3 73.2± 76 2± 4.3 34.5 69.4± 0.3 8.9± 0.6 102.9 ±3.7 0.8± 1.2 12.3± 29 2±2.6
minyak dan lemak 11.4 102±
0.7 0 0 0 727.45 ±100 0 14.5 102± 0.1 0 0 0 897± 64 0 Serba serbi 12.5 47.5± 1.6 0 4.3± 1.7 0.8± 0.8 5.7± 56 0 13.2 47.5± 0.2 0 4.3± 5.3 0.9± 0.8 6.75± 47 0 Makanan Jajanann 198 348± 0.6 9.3± 6.4 68±2 3.7± 1.9 19.3± 28 5.5± 7.2 201 348± 0.2 9.3±1 68± 8.5 4.9± 1.57 49± 31 5.5± 7.8 Total 1477 ± 14 49.9 ± 21.4 288.13 ±15 12.15 ±9.6 1125 ±423 23.41 ±32.10 1564 ±3 54 ± 30 311 ±56 16.49 ±12.6 1342 ±369 26.02 ±39.51
24
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi
Tabel 13 menunjukkan rata-rata intake dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh stunted dan normal. Tampak bahwa rata-rata intake energi dan zat gizi kedua contoh belum memenuhi kebutuhan kecuali vitamin A yang sudah melebih kebutuhan yaitu, contoh stunted 187.5% dan contoh normal 223.6%. Dilihat dari rata-rata konsumsi pangan (Tabel 12) serealia dan umbi-umbian menyumbang kebutuhan energi 632±2.7 kkal (42.7%) pada contoh stunted dan 670±02 kkal(42.8%) pada contoh normal. Pangan nabati menyumbang kebutuhan protein 3.6±3.45 g (7%) pada contoh stunted dan 3.1±03 g (5%) pada contoh normal. Pangan hewani menyumbang kebutuhan protein 21.7±1.37 g (43%) pada contoh stunted dan 24.7±04 g (45%) pada contoh normal. Sayuran menyumbang kebutuhan vitamin C 7.4±4.2 mg (31%) pada contoh stunted dan 7.4±8.9 mg (28%) pada contoh normal. Buah menyumbang kebutuhan vitamin C 5.6±5.7 mg (31%) pada contoh stunted dan 8.01±5.4 mg (30.8%) pada contoh normal. Susu dan olahanya menyumbang kebutuhan kalsium 92±176 mg (31.9%) pada contoh
stunted dan 102.9±3.7 mg (33%) pada contoh normal. Minyak dan lemak menyumbang vitamin A 727.45±100 RE (64.6%) pada contoh stunted dan 897±64 RE (66.8%) pada contoh normal. Serba-serbi menyumbang kebutuhan energi 47.5±1.6 kkal (3%) pada contoh stunted dan 47.5±02 kkal (3%) pada contoh normal. Dan makanan jajanan menyumbang kebutuhan energi 348±06 kkal (23%) pada contoh stunted dan 348±02 kkal (22%) pada contoh normal.
Tabel 13 Rata-rata intake dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh
stunted dan normal
Zat gizi
Contoh stunted Contoh normal
Intake Tingkat kecukupan (%) Intake Tingkat kecukupan (%) Energi (Kal) 1477±14 71.6±8.6 1564±3 72.8±7.33 Protein (g) 49.9±21.4 54.9±30.3 54±30 91.6±50.58 Kalsium (mg) 288.13±15 29.7±25 311±56 31.01±25 Besi (mg) 12.15±9.6 59.0±46 16.49±12.6 60.0±44.57 Vitamin A (RE) 1125±423 187.5±62.77 1342±369 223.6±62.77 Vitamin C (mg) 23.41±32.10 32.3±42.69 26.02±39.51 39.73±50.7
Rata-rata intake energi dan zat gizi contoh stunted cenderung lebih rendah dibandingkan contoh normal namun hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) intake energi dan zat gizi contoh stunted dan contoh normal. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mustika (2011) pada siswa SMA di Pandeglang bahwa tidak ada perbedaan signifikan intake energi dan zat gizi pada remaja.
Tabel 14 menyajikan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi dan status gizi. Tampak tidak terdapat kecenderungan perbedaan tingkat kecukupan zat gizi pada kedua kelompok contoh. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Amelia (2008) pada remaja di Kota Sungai Penuh Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi bahwa tidak ada perbedaan signifikan tingkat kecukupan dan zat gizi.
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi dan status gizi
Kategori Contoh stunted Contoh normal Total
n % n % n %
Energi
Defisit berat (< 70% AKG) 61 45.86 46 34.58 107 40.22
Defisit sedang (70-79% AKG) 44 33.08 67 50.37 111 41.72
Defisit ringan (80-89% AKG) 26 19.54 18 13.53 44 16.54
Normal (90-119% AKG) 2 1.50 2 1.50 4 1.50
Total 133 100 133 100 266 100
Protein
Defisit sedang (70-79% AKG) 26 19.55 14 10.52 40 15.03
Defisit ringan (80-89% AKG) 15 11.27 24 18.04 39 14.66
Normal (90-119% AKG) 22 16.54 24 18.04 46 17.29 Lebih (≥ 120% AKG) 17 12.78 17 12.78 34 12.78 Total 133 100 133 100 266 100 Kalsium Kurang (< 77% AKG) 127 95.48 119 89.47 246 92.48 Cukup (≥ 77% AKG) 6 4.511 14 10.52 20 7.52 Total 133 100 133 100 266 100 Besi Kurang (<77% AKG) 113 84.96 106 79.69 219 82.33 Cukup (≥77% AKG 20 15.04 27 20.30 47 17.67 Total 133 100 133 100 266 100 Vitamin A kurang (<77% AKG) 8 6.01 3 2.25 11 4.13 Cukup (≥77% AKG 125 93.98 130 97.74 255 95.86 Total 133 100 133 100 266 100 Vitamin C Kurang (<77% AKG) 14 10.52 20 15.04 34 12.78 Cukup (≥77% AKG 119 89.47 113 84.96 232 87.21 Total 133 100 133 100 266 100 Morbiditas Contoh
Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menilai status gizi masyarakat secara tidak langsung adalah morbiditas (angka sakit). Morbiditas mencerminkan keadaan kesehatan sesungguhnya, sebab kejadian kesakitan mempunyai hubungan yang erat dengan berbagai faktor lingkungan, seperti perumahan, air minum dan kebersihan, faktor kebersihan, faktor kemiskinan, kekurangan gizi serta pelayanan kesehatan di daerah tersebut (Subandriyo 1993). Morbiditas siswa yang diukur pada penelitian ini meliputi jenis penyakit, kebiasaan sakit dan lama sakit yang pernah diderita contoh selama tiga bulan terakhir. Sebaran contoh berdasarkan morbiditas diderita selama 3 bulan terakhir dan status gizi Tabel 15.