• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan fungsi dan desain batik dengan pendekatan Smart Batik menghadapi perkembangan teknologi dan tren selera pasar global

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengembangan fungsi dan desain batik dengan pendekatan Smart Batik menghadapi perkembangan teknologi dan tren selera pasar global"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Gelar Batik Nusantara 2015, Balai Sidang Jakarta JCC, 25 Juni 2015 Yayasan Batik Indonesia -1

Sebuah Pengantar :

Pengembangan fungsi dan desain batik dengan pendekatan ‘Smart Batik’

menghadapi perkembangan teknologi dan tren selera pasar global

Oleh : Dr. Yan Yan Sunarya, S.Sn., M.Sn. (Dosen Seni Rupa & Desain ITB, Riset Batik Sunda) Disampaikan pada Gelar Batik Nusantara 2015, Balai Sidang Jakarta JCC, 25 Juni 2015 Penyelenggara : Yayasan Batik Indonesia

Pendahuluan

Tren ‘smart city’ dan ‘smart textile’ akhir-akhir ini makin menjadi fokus perhatian dunia, termasuk di Indonesia, dalam hal ini kota-kota besar di Indonesia seperti : Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Surabaya, dan Makassar. Perkembangan teknologi yang semakin ‘pintar’ membuat konsep ‘smart’ tak hanya diterapkan pada berbagai perangkat, tetapi pada berbagai sistem atau tatanan. Antara lain pada konsep ‘smart city’ yang mengetengahkan sebuah tatanan kota cerdas yang bisa berperan dalam memudahkan masyarakat untuk mendapatkan informasi secara cepat dan tepat sebagai integrasi informasi secara langsung dengan masyarakat perkotaan, dengan enam indikator keberhasilan, yaitu : masyarakat penghuni kota, lingkungan, prasarana, ekonomi, mobilitas, serta konsep ‘smart living’. Di satu sisi dalam konsep ‘smart city’, terdapat artifak budaya yang merupakan fokus pembahasan di sini yaitu ‘smart textile’. ‘Smart textile’ bisa dimaknai sebagai tekstil yang bersumber dari kekayaan dan konsep tradisi kemudian melalui proses eksperimen dengan media dan teknologi mutakhir ke dalam bentuk baru, material yang lebih ekspresif, eksplorasi desain baru, serta redefinisi tekstil baru demi kenyamanan hidup (‘smart living’). Sebagai contoh, bahwa pusat mode Paris, Roma, atau New York di masa depan akan mendapat saingan berat dari pusat penelitian teknologi tekstil di Jerman dan Finlandia. Kini di kedua negara para ahli sedang melakukan penelitian intensif ‘smart textile’. Jika tren teknologi terus melaju seperti saat ini, baju-baju pintar diramalkan akan mendominasi pasar. Perusahaan pakaian outdoor dari Finlandia, Reima sudah melakukan ujicoba jaket pintar buatannya. Untuk para peneliti di Kutub Utara, Reima membuat jaket yang berhubungan langsung dengan satelit GPS. Bila terjadi kecelakaan, 30 detik kemudian jaket pintar akan mengirim sinyal permintaan bantuan ke satelit. Lalu Firma Bugatti yang kini sudah memasarkan jaket dan jas pintar yang dipasangi filter bau tidak sedap. Jadi setelah mengunjungi pesta atau pub yang dipenuhi bau asap rokok, jaket atau jas tidak perlu lagi diangin-anginkan untuk menghilangkan bau tak sedap. Dengan cepat filter menyaring bau itu lalu menguapkannya. Apa yang disebut pakaian generasi ketiga ini, merupakan gambaran masyarakat teknologi tinggi di masa depan. Di balik pengembangan ‘smart textile’ itu, terdapat kerjasama multidisiplin antara para ahli kedokteran, mikrobiologi, fisiologi, pakar teknologi informatika, telekomunikasi, teknik mikrosistem, serta pakar tekstil.

Di sisi lain dalam konsep ‘smart city’ pun terdapat komunitas anak muda yang disebut “C-Generation”, adalah komunitas sekaligus gerakan yang membawa anak muda menuju ke arah postif dengan konektifitas, kreatifitas, dan kolaborasi. Telah membidik 50 ribu anak muda bergabung di tahap pertama kehadirannya (manifesto di Bandung 2013, atas prakarsa Suhono Harso Supangkat, dkk.). C-Generation atau Generasi Kreatif (K) terbentuk berdasarkan kehadiran tren teknologi yang membuat setiap orang terkoneksi dengan internet dan ide-ide kreatif yang membludak di kaum muda. Huruf C dari C-Generation berarti Creative, Collaboration, dan Character yang menjadi pegangan anak muda kini.

Demikian halnya dengan batik yang semestinya mengikuti tantangan zaman dalam keilmuan dan kemutakhiran yang dalam perkembangannya batik-batik ini pun telah meluas dan mewahana ke aneka bentuk pengertian dalam dimensi pemaknaan, prinsip tujuan, hingga pengaruh kebhinekaan budaya Indonesia. Batik kini semestinya dibangun dengan pandangan dasar artistik yang berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Dengan demikian, batik bukanlah benda pakai yang estetik saja,

(2)

Gelar Batik Nusantara 2015, Balai Sidang Jakarta JCC, 25 Juni 2015 Yayasan Batik Indonesia -2 melainkan mempunyai dimensi spiritual, dimensi translingual, dimensi saintifik-teknologis, dimensi semangat zaman (zeist-geist) terhadap pemberdayaan generasi muda, yang seluruh dimensi itu menunjukkan tingkat kebudayaan bangsa Indonesia yang sudah tinggi.

Industri Kreatif Kini dan Mendatang

Industri kreatif di negara kita merupakan salah satu andalan yang diharapkan menjadi penopang perekonomian nasional. Saat ini industri kreatif, terutama industri kecil paling banyak memberdayakan tenaga kerja, pemanfaatan sumber daya alam lokal dan kekayaan budaya nasional, sehingga patut diberi perhatian dalam pengembangannya. Produk-produk yang dihasilkan industri kecil, relatif berdaur hidup pendek dan cepat berubah, sehingga diperlukan model strategi dalam pengembangan desain baru. Hal ini merupakan salah satu kunci yang menjadi kekuatan industri kreatif nasional untuk berdaya kompetitif yang prima di pasar nasional maupun global.

Dalam menyusun strategi pengembangan produk yang jitu, semua unsur harus dikaji atas dasar tujuan dan sasaran pencapaian. Kemudian terdapat fungsi kontrol yang mengintai gejala-gejala perubahan dan perkembangan global. Fungsi ini harus tanggap dan cepat guna menginformasikan sebagai data olahan dalam evaluasi strateginya. Maka sebagai desainer perlu mensiasatinya untuk mengadopsi sebagai suatu konsep desain dengan metode pendekatan secara interaktif-partisipatif. Membahas tentang perkembangan desain dalam ranah industri kreatif, tidak terlepas dari perkembangan kebudayaan dalam tataran budaya visual; ditambah dengan makin marak saling klaim kepemilikan desain, maka inovasi desain dalam diversifikasi produk dengan terapan kearifan lokal sebagai langkah cultural herritage adalah menjadi dasar dalam menggali sekaligus menerapkan desain berbasis lokal.

Inovasi desain dalam pelaksanaannya yang terkait dengan industri kreatif kini dan mendatang antara lain mencakup : (1) Pengembangan desain produk; secara keseluruhan permasalahan pengayaan dan diversifikasi produk dengan pertimbangan ke arah fungsi, ergonomi dan keunikan performansi produk. Dengan demikian diharapkan sebagai acuan dasar pemecahan desain dalam skala yang lebih luas, dengan penekanan pada pertimbangan fungsi produk, pertimbangan ergonomi, pertimbangan teknis, pertimbangan ekonomis, serta pertimbangan performansi; (2) Proyeksi ekonomis; dalam situasi negara kini, kebutuhan-kebutuhan akan produk konsumer tetap ada, baik dalam partai besar atau pun terbatas. Secara umum, produk selera masyarakat menjadi pertimbangan utama, di samping juga karakter estetik Nusantara diupayakan menjadi bagian yang terintegrasi ke dalam produk tersebut dalam konteks : potensi ekonomi produk, nilai tambah produk dari sisi IPTEK, serta dampak dan penularan sosiologis.

Kreatifitas sebagai Ujung Tombak Desain

Kreatifitas sebagai ujung tombak desain, secara substantif tidak bisa dilepaskan dari dunia gagas manusia, yaitu : unsur akal (rasio, logika, pikiran, ide, dst.) dan unsur rasa (kreatifitas, intuisi, ilham, selera, nilai-nilai, dst.). Dalam menyimak perkembangan desain dan kreatifitas kini, tidak terlepas dari dunia berpikir digital dalam bentuk ‘otak buatan’ yang mampu mereduksi waktu berpikir manusia yang konvensional, terutama penguasaan kemahiran aritmetik, ingatan dalam skala besar, dan kecepatan analisis serta menciptakan percepatan pekerjaan desain, terutama setelah meluasnya perkembangan teknologi dalam penggunaan komputer grafik berkemampuan tinggi.

Kreatifitas dan desain menjalin hubungan mutualistik, yakni sebagai suatu tatanan karya budaya fisik, yang lahir dari berbagai pertimbangan pikir, gagas, rasa, dan jiwa perancangnya, yang didukung oleh faktor luar menyangkut penemuan di bidang ipteks, lingkungan sosial, tatanilai, dan budaya, kaidah estetika, kondisi ekonomi dan politik, hingga proyeksi terhadap perkembangan yang terjadi di masa depan. Perannya semakin penting dalam tatanan karya budaya fisik, terutama guna menunjang pertumbuhan ekonomi kreatif dan peningkatan kualitas hidup manusia.

(3)

Gelar Batik Nusantara 2015, Balai Sidang Jakarta JCC, 25 Juni 2015 Yayasan Batik Indonesia -3 Selanjutnya, di satu sisi apabila menyinggung tentang upaya dalam menerapkan pendekatan inovasi desain yang menghasilkan produk yang inovatif, maka inovasi desain dalam konteks kreatifitas adalah ‘panasea’ bagi jalan buntu kreatifitas, di mana inovasi desain didasari atas kegiatan eksplorasi terhadap keunggulan dan keunikan material serta ide desain untuk dikembangkan menjadi produk yang memiliki originalitas dan nilai fungsi yang baru. Di sisi lain, dunia kreatifitas mengindikasikan adanya konvergensi konsep dan praktek dari karya-karya desain yang kreatif, berasal dari bakat-bakat individu yang berkolaborasi dengan industri budaya dalam skala besar, melalui penggunaan media teknologi baru dalam era digital, yang merupakan sebuah pengetahuan ekonomi baru, sebagai cara penggunaan media interaktif-partisipatif baru pada masyarakat konsumen. Kemunculan dunia kreatifitas yang berwajah baru ini, akibat dari perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi dan ekonomi global serta meluasnya penggunaan berbagai bentuk media interaktif (seperti komputer berkemampuan tinggi, internet, dst.), serta eksploitasi komersial dari barang dan jasa berbasis HaKI. Singkatnya, desain merupakan budaya benda modern, pada hakikatnya dibangun dengan melibatkan aspek imaji manusia dalam memandang dunia, penguasaan teknologi, pemahaman ilmu, dan nilai estetik. Berawal dari imaji-kreatif manusia membangun dunianya kemudian atas dukungan ilmu pengetahuan, kemahiran teknologi serta nilai estetik yang teraga menjadi produk yang bermanfaat secara fungsional, maupun bermakna dalam peradaban manusia.

Inovasi dalam Dunia Desain Batik

Batik telah meluas dan mewahana ke berbagai bentuk pengertian dalam dimensi pemaknaan, prinsip tujuan, hingga pengaruh kebhinekaan budaya Indonesia. Keberlangsungan batik sampai masa kini adalah berkat pergolakan yang senantiasa terjadi pada berbagai aspeknya, yaitu aspek teknis, estetis, normatif, ikonografis, simbolis, fungsional, dan sebagainya. Dialektika dalam kehadiran batik mengungkapkan hasrat serta upaya untuk senantiasa tanggap terhadap perubahan (lihat : Anas, dkk., 1997). Di samping itu, telah terjadi perbauran nilai estetik antara desain bergaya modern dan tradisional. Awal abad ke-20, saat zat warna dan teknik produksi tekstil berkembang, kain batik cap pun tumbuh pesat. Di masa pasca kemerdekaan busana batik bergaya modern makin meluas akibat batik cap dan mesin tekstil untuk memproduksi kain bermotif batik (lihat : Sachari, 2000). Ragam hias batik telah mengalami pertumbuhan, yakni batik sebagai dagangan dan kebutuhan desain dalam konstelasi konsep modern (Lihat : Hasanudin, 2001). Sebelumnya batik dibuat untuk keperluan adat dan budaya internal, lalu juga diproduksi guna pasar eksternal, menjadikannya sebagai komoditas. Perhatian diberikan pada mereka yang berkiprah dalam perspektif pembaruan penerobos kemapanan. Menjelajahi wilayah pendekatan baru di luar konteksnya sebagai warisan budaya yang serba pakem (Lihat : Anas, dkk., 1997).

Aktualisasi terhadap batik modern, adalah apabila kita mampu mempelajari latar belakang sejarah, filsafat, simbol, teknik, ekspresi dan segala aspek penciptaan lainnya untuk mendapatkan secercah ‘wisdom’ yang dimanfaatkan untuk pengembangan kreatifitas manusia kini, dalam menciptakan bentuk artikulasi simbol baru yang sesuai dengan waktunya (Lihat : Widagdo, 1999). Dewasa ini kita berhadapan dengan fenomena batik tulis dan cap terdesak oleh cara menghias tekstil yang lain. Dalam banyak hal tekstil yang ‘modern’ ini berlindung di bawah ‘bendera’ batik (Lihat : Tirta, 2005). Di akhir abad ke-20. aspek batik sebagai pakaian tradisional tampak semakin berkurang. Batik lebih dilihat sebagai teknik rintang warna yang memiliki kelebihan efek visual daripada teknik langsung-warna (direct-dye). Pada batik, terdapat berbagai kemungkinan kreatif atau inovatif yang menyangkut bahan baku kain, desain benang, struktur anyaman, paduan serat, digitalisasi motif, dst. Dan kemungkinan kreatif atau inovatif pada ragam hias, olahan malam, zat-zat kimia warna dan proses penyempurnaan lain, serta pengembangan fungsi batik baik sebagai desain atau seni, masih terbentang luas. Sejak 1970an batik yang tergeser kedudukannya sebagai bahan busana kemudian dicoba dalam berbagai keperluan masyarakat dalam kehidupan kesehariannya, misalnya sebagai pelengkap interior dan rumah tangga. Ragam hias yang baku mengalami modifikasi atau diganti dengan aneka motif baru yang lebih bebas, demikian pula paduan warna yang mendobrak susunan

(4)

Gelar Batik Nusantara 2015, Balai Sidang Jakarta JCC, 25 Juni 2015 Yayasan Batik Indonesia -4 warna tradisional. Melalui aneka kemajuan penemuan zat pewarna sintetis, hal ini sangat dimungkinkan. Kain batik model baru ini juga diproduksi dalam ukuran yang lebih bebas, sehingga membuka peluang untuk aneka fungsi baru pula. Perubahan dalam pendekatan tentang batik ini membawa dampak yang luar biasa. Perhatian masyarakat perlahan-lahan mulai melihat batik sebagai alternatif bahan baku untuk penggunaan yang lebih bebas dan luas. Ragam hias yang tidak terikat pada adat, kombinasi warna yang lebih cerah serta ukuran bahan yang lebih besar ini mulai banyak dimanfaatkan dalam kehidupan modern. Setelah keberhasilan batik sebagai bahan kain pelengkap interior, para pembatik lalu mengenalkan busana dari kain batik dengan rancangan yang disesuaikan dengan selera modern. Langkah yang dilakukan adalah dengan merancang kemeja batik untuk pria dengan ragam hias yang dibuat khusus untuk itu. Pakaian ini dengan segera menggantikan kedudukan jas dan dasi sebagai pakaian resmi dalam kehidupan modern. Bahan baku yang digunakan pun dipilih yang lebih tinggi kualitas maupun tampilannya. Sutera atau mori dari tingkat yang paling halus merupakan pilihan utama. Selain memanfaatkan ragam hias kreasi baru, batik dalam busana resmi juga menggabungkan aneka motif baku dengan motif baru, sehingga citra batik tak lagi muncul sekadar sebagai teknik, tetapi juga estetik (lihat : Anas, dkk., 1997).

Pengembangan batik secara modern sudah memasuki ranah kolaborasi dengan ilmu dan teknologi, dengan cara menghasilkan sebuah produk baru varian batik modern. Banyak pihak sudah mencoba untuk mengeksplorasi batas-batas terjauh yang dapat diaplikasikan pada batik atau dimanfaatkan untuk memperkaya motif batik Indonesia, dengan cara memainkan unsur visual dari ikon budaya populer serta memanfaatkan media baru digital untuk mengembangkan sistem penduplikasian dan penciptaan motifnya. Namun secara mendasar istilah batik kini dikaitkan dengan tuntutan masa datang sebagai wujud pengaruh kemodernan. Kata batik lalu menjadi acuan masyarakat terhadap jenis, bentuk pola motif dan gaya motif seperti yang ditampilkan oleh rupa pola pada kain batik, walaupun tidak menggunakan lilin sebagai teknik rintang warna, misalnya dengan teknik cetak saring, cetak digital, komputerisasi, bordir, atau mix media. Adanya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, memperluas lingkup percepatan perkembangan di dunia perbatikan. Meluasnya fungsi batik pun membuka kemungkinan peranan baru batik di dalam masyarakat pengguna.

Dengan begitu apabila berbicara mengenai peranan desain, maka penting dalam menjawab tantangan globalisasi. Peranan desain dalam menciptakan peluang dan iklim pembaruan setara dengan bagian pemasaran dan pengembangan teknologi. Peranan desain beserta desainernya menjadi pelopor dalam mengantisipasi perubahan dan pembaruan. Di sini, desainer harus membantu untuk mendorong perubahan dari persaingan nasional ke arah komunitas global. Bersamaan dengan itu, desainer harus memelihara jatidiri kebudayaan yang berbeda. Peranan desainer lalu menjadi penerjemah antara bidang teknologi, ilmu pengetahuan, dan seni dalam perimbangan yang tepat.

Digitalisasi Kreatif Motif Batik

Dalam tulisan Armein Z.R. Langi (2007) : Teknologi Digital Sebagai Platform Inovasi Nilai Artistik Bagi Komunitas Masyarakat, bahwa peran seni rupa dan desain sangat sentral apabila ia bisa masuk ke dalam jantung proses ekonomi dalam rangka perjalanan evolusi manusia. Teknologi digital menjadi plaform yang mengakselerasi masuknya seni ke dalam pusat proses ekonomi. Tidak saja menjadi bagian dari artifak seni, teknologi digital juga memfasilitasi organisasi manusia dalam menghasilkan

masterpieces (mahakarya). Perkawinan seni dan teknologi digital memungkinkan seni rupa dan desain menjadi pembangun kemakmuran (wealth generator) dalam era ekonomi kreatif kini. Dengan

software yang tepat, daya kreatif masyarakat dapat digalang ke dalam mass co-creation dari karya seni yang inovatif. Menjadikan masyarakat Indonesia, yang sebagian besar ada di pedesaan, sebagai

co-creator seni inovatif adalah kunci kemakmuran bangsa, sekaligus menjadi masterpiece pendidikan seni rupa dan desain Indonesia.

Salah satu penemuan spektakular homo sapiens adalah teknologi digital. Teknologi Digital mampu menghasilkan ilusi, yang dapat hadir secara nyata. Teknologi ini menghasilkan representasi baru dari media, di mana kumpulan bit digital ’0’ dan ’1’ sanggup merepresentasikan informasi inderawi,

(5)

Gelar Batik Nusantara 2015, Balai Sidang Jakarta JCC, 25 Juni 2015 Yayasan Batik Indonesia -5 seperti informasi audio-visual. Teknologi digital antarmuka (interface) menjembatani konversi informasi dunia nyata dengan informasi dunia digital (virtual). Hasil konversi ini dapat diproses secara terprogram oleh komputer. Program ini menggunakan bahasa (language) komputer, yang mengendalikan operasi terhadap informasi media. Operasi ini menghasilkan ilusi artistik yang dapat dikemas menjadi artifak seni dan / atau pengalaman seni (lihat : Langi, 2007).

Ditemukannya IC (Integrated Circuit) dan mikrocip beberapa dekade yang lalu, ternyata membuat perubahan besar dalam dunia keberpikiran manusia. Komponen elektronik ini, meningkatkan kinerja komputer dan perangkat digital sebagai ‘otak buatan’ yang dapat membantu kerja manusia sehari-hari, dari yang sederhana hingga paling kompleks. Imajinasi angka dan logika rumus yang dihitung di atas kertas, pada sebagian masyarakat mulai ‘menghilang’, diganti dengan tombol-tombol cerdas. Salah satu produk ‘otak buatan’ itu adalah komputer grafis dengan kemampuan tinggi mulai dikenalkan sebagai tawaran unik terhadap pekerjaan gambar dan animasi. Ia tidak sekadar wahana untuk menghitung, menganalisis, menulis, mengingat, memrogram, mendokumentasikan, tetapi juga sebagai wahana menggambar, mendesain, merekonstruksi, mengirim pesan, mensimulasi, bahkan menghibur. Dengan dikembangkannya mikroprosesor Pentium, maka Personal Computer yang dimiliki individu-individu ini bisa digunakan sebagai wahana multimedia.

Teknologi digital menjadi platform untuk menampung ekspresi seni masyarakat. Beabad-abad sudah rakyat kita mengembangkan budaya lokal. Tertanam di dalam jiwa setiap anak negeri potensi seni yang dahsyat. Dengan kata lain, teknologi digital mampu memfasilitasi artifak seni dan organisasi pembuatnya. Perpaduan seni, teknologi, organisasi, dan ekonomi yang berhasil pada akhirnya adalah perpaduan yang mengalir dalam sungai evolusi menuju pemuliaan manusia. Dengan teknologi ini, orang pun dapat membangun platform untuk penciptaan, penyimpanan, pendistribusian, dan konsumsi media. Sehingga teknologi digital muncul sebagai platform penting untuk menghasilkan karya seni : artifak seni atau pengalaman seni. Bahasa media dikembangkan di atas bahasa digital (lihat : Langi, 2007).

Seorang perancang (desainer, seniman, kriyawan), pada awal abad ke-20, masih harus menggunakan metode penelusuran masalah berdasar kaidah logika empirik, lalu peran itu digantikan komputer. Kini perancang leluasa mengekspresikan diri, dengan berbagai tugasnya berupa memecahkan masalah perhitungan kompleks yang ditangani oleh mesin canggih. Seorang perancang tinggal membuat beberapa variasi, modifikasi, dan kreasi digital sesuai yang dikehendaki. Dalam bidang seni rupa dan desain, komputer telah menjadi bagian integral yang tak terpisahkan dari proses desain secara keseluruhan, dimulai dari penyusunan data perencanaan, analisis, presentasi, hingga simulasi pengujian. Komputer grafik menjadi populer di kalangan para desainer, karena di samping mempermudah pekerjaan, juga tampilan gambar semakin sempurna.

Sanwacana : ‘Smart Batik’ sebagai usulan pendahuluan

‘Smart Batik’ sebagai suatu pengantar, adalah istilah baru yang diperkenalkan dari sisi visi saya sebagai periset batik, baik secara empirik maupun eksperimentatif; mengadaptasi dari pendapat Suhono Harso Supangkat (2015), bahwa konsep ‘smart city’ mencakup kata kunci : konsep keberlanjutan (sustainability), ramah lingkungan (eco-friendly), pengembangan generasi muda, kreatifitas, dan kewirusahaan serta terciptanya masyarakat yang cerdas melalui pendidikan yang berkesinambungan, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi secara tepat-guna dan tepat-sasaran.

Dalam ihwal ini terdapat beberapa perancang (desainer) batik di Indonesia, sebenarnya telah melakukan upaya ke arah ‘smart batik’, di antaranya : Iwan Tirta, Carmanita, Bambang Sumardiyono, Komarudin Kudiya, Josephine Komara, Rosso, Fatchurohman, Tiarma Dame Ruth Sirait, Chandra Tresnadi, Fajar Tjiptandi, Yufie Safitri Sobari, Putri Urfany Nadhiroh sebagai wakil dari generasi kreatif, dst., yang telah memiliki visi ke depan dengan cara melangkah menggunakan strategi berpikir lateral. Ditambah lagi mengadopsi dari konsep C-Generation, menurut visi saya bahwa di dalam

(6)

Gelar Batik Nusantara 2015, Balai Sidang Jakarta JCC, 25 Juni 2015 Yayasan Batik Indonesia -6 ‘smart batik’ terkandung komunitas anak muda yang disebut sebagai ‘B-Generation’ atau Batik-Generation. Ihwal ini telah dibuktikan pada 16 Januari 2015 tatkala sebanyak 1.500 batik hasil karya siswa-siswi Sekolah St. Aloysius Bandung berhasil memecahkan rekor pada Museum Rekor Indonesia (MURI). Dengan semangat dalam pembuatan karya ini selama 4 bulan, setiap siswa dari tingkat SD, SMP, dan SMA membuat satu karya batik tulis dalam sebidang kain. Capaian-capaian yang telah didokumentasikan oleh berbagai media, alangkah baiknya apabila pihak institusi, lembaga, yayasan bahkan pemerintahan setingkat dirjen dan kementerian untuk mengupayakan ‘smart batik’ dalam semangat ‘B-Generation’ ini guna mensinergikan dengan percepatan kemutakhiran keilmuan, desain, produk, identitas, dan regenerasi, yang memposisikan Indonesia sebagai pakar utama dalam bidang batik di dunia.

Pustaka

Anas, Biranul; Hasanudin; Panggabean, Ratna; & Sunarya, Yan Yan (1997) : Indonesia Indah Buku ke-8, Batik, Jakarta : Yayasan Harapan Kita – TMII, Perum Percetakan Negara RI.

Aneka sumber dan aneka laman internet.

Hasanudin (2001) : Batik Pesisiran : Melacak Pengaruh Etos Dagang Santri pada Ragam Hias Batik, Kiblat Buku Utama.

Kusmaya, Nidiya (2015) : BIODESIGN TEXTILE PATTERN FROM LIVING ORGANISM, FSRD ITB.

Langi, Armein Z. R. (2007) : Teknologi Digital Sebagai Platform Inovasi Nilai Artistik Bagi Komunitas

Masyarakat, Seminar Internasional, Seni Rupa dan Desain untuk Masyarakat, dalam rangka Peringatan

60 tahun Pendidikan Seni Rupa ITB 1947-2007, Aula Barat ITB, 8 Desember, FSRD ITB.

Priadi, Sapta (2015) : THE PRELIMINARY EXPERIMENT MERGER OF KOMBUCHA AND BAMBOO FIBER AS NEW

ALTERNATIVE MATERIAL TEXTILE, FSRD ITB.

Sachari, Agus & Sunarya, Yan Yan (2000) : Modernisme: Tinjauan Historis Desain Modern, Jakarta : Balai Pustaka Sobari, Yufie Safitri (2015) : PRODUCT LIFE CYCLE (PLC) SISTEM MODULAR PADA TRANSFORMABLE FASHION

MELALUI CO-DESIGN, FSRD ITB.

Sunarya, Yan Yan (2004) : Titian Batik Kontemporer: Wacana Citra Eklektik, Budaya, dan Komersial, Kurasi

dalam Gelar Karya Eksplorasi Batik Terpanjang di Dunia 2004, Rumah Batik Komar.

Sunarya, Yan Yan, dkk. (2009) : Pemetaan dan Inventarisasi Desain Batik Tradisional sebagai Langkah Cultural Herritage Dalam Upaya Pengembangan Artifak Berbasis Local Genius Sentra Industri UKM dalam Era Industri Kreatif, Program Riset Kompetitif HPSN Batch II, LPPM ITB.

Sunarya, Yan Yan (2014) : BATIK, DIGITALISASI KREATIF MOTIF DALAM GAYA DESAIN DUNIA, PENERBIT ITB. Tirta, Iwan (2005) : Quo Vadis Batik Indonesia, Makalah dalam Seminar Sehari Temu Usaha Terpadu IKM Batik

Nusantara, Cirebon : Direktorat Industri Sandang Dirjen IKM Depperin RI.

Widagdo (1999) : Pengembangan Desain Bagi Peningkatan Kriya, Makalah dalam Konferensi Tahun Kriya dan

Referensi

Dokumen terkait

Soal nomer tiga terlihat pada jawaban siswa di atas, siswa sudah memahami permasalahan yang disajikan dan proses menjawab siswa sudah benar, pertama siswa bisa mendapatkan informasi

Siklus II dirancang dari hasil refleksi pada pelaksanaan siklus sebelumnya sehingga pada siklus II dihasilkan model pembelajaran dengan metode diskusi kelompok berbantuan

Penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Fitriani (2001) bahwa variabel size berpengaruh positif terhadap kelengkapan pengungkapan sosial perusahaan.Selain itu

“ Pengaruh Debt To Equity Ratio, Kepemilikan Manajerial, Return On Assets,Dan Current Ratio Terhadap Dividend Payout Ratio (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur

:: :-:ential of these microorganisms in the remediation of nitrogen industry rvastervater. Based on the results of these studies, microalgae and bacteria have :'-:::c)i

Proporsi gum xanthan dan Na-CMC Cake beras rendah lemak memberikan pengaruh nyata (α = 5%) terhadap kadar air, volume spesifik, hardness, springiness,

Biržiška stabteli prie to, kad būtent lietuvių literatūros isto - rija (kuria užsiima tiek patys lietuviai, tiek vokiečių, lenkų, rusų autoriai, t. lietuvių literatūros

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1) Penggunaan media pembelajaran powerpoint berbasis animasi dapat meningkatkan partisipasi belajar