• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mukson, E. Prasetyo, B. M. Setiawan dan H. Setiyawan Laboratorium Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mukson, E. Prasetyo, B. M. Setiawan dan H. Setiyawan Laboratorium Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro ABSTRAK"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN PETERNAKAN DI JAWA TENGAH

(The Analysis of Factors to Influence Agriculture Development in Central Java)

Mukson, E. Prasetyo, B. M. Setiawan dan H. Setiyawan

Laboratorium Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan peternakan di Jawa Tengah, baik pengembangan peternakan ruminansia maupun unggas. Penelitian dilakukan dengan menganalisis data-data sekunder yang dipublikasi dari Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah. Lokasi kabupaten yang diambil sebanyak 17 Kabupaten. Analisis data dilakukan dengan menggunakan model statistik regresi linier berganda dengan varibel dependen (Y) = populasi ternak ruminansia/unggas, dan variabel independen untuk pengembangan ruminansia adalah X1 = PDRB, X2 = luas lahan sawah, X3 = luas lahan kering, X4 = jumlah penduduk, X5 = jumlah kelompok tani ternak, dan X6 = ketersediaan pakan, sedangkan pada ternak unggas hanya sampai pada variabel X5. Uji F digunakan untuk menguji model yang digunakan dengan taraf signifikasi sebesar 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan peternakan ruminansia secara bersama-sama sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh variabel-variabel independen yaitu PDRB, luas lahan sawah, luas lahan kering, jumlah penduduk, jumlah kelompok tani ternak dan ketersediaan pakan. Sedangkan secara parsial dipengaruhi oleh luas lahan kering (P<0,05) dan ketersediaan pakan (P<0,01). Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,848, yang berarti

sebanyak 84,8% variabel dependen dipengaruhi oleh variabel independen sedangkan sisanya sebanyak 15,2% dipengaruhi oleh variabel lain di luar model. Pada pengembangan ternak unggas secara bersama-sama sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh variabel-variabel independen tersebut diatas, sedangkan secara parsial dipengaruhi oleh PDRB (P<0,01) dan jumlah penduduk (P<0,05). Nilai R2 sebesar 0,746, yang berarti sebanyak 74,6% variabel

dependen dipengaruhi oleh variabel PDRB, luas lahan sawah, luas lahan kering, jumlah penduduk, jumlah kelompok tani ternak. Sedangkan sisanya sebanyak 25,4% dipengaruhi oleh faktor lain di luar model.

Kata kunci : faktor pengembangan, peternakan

ABSTRACT

This research had been done as a mean to know the factors to influence agriculture development in Central Java, as well as ruminant agriculture development and also poultry development. Research had been done with analysing secondary data which publishing from the Agriculture Department of Central Java. Region location taken by as much 17 region. Analysing data done by using statistical model of doubled linear regression which dependent variable was (Y) = the population of ruminant livestock/poultry, and independent variable for the ruminant development was X1= PDRB, X2 = wide of field farm, X3 = wide of dry field, X4 = sum up the resident, X5= sum up the group of livestock farmer, and X6 = diet availability, while at poultry livestock only come up with the variable of X5. F Test used to test the model was used with the level significant of 5%.

Result of research showed that the development of ruminant agriculture together very real (P<0,01) influenced by independent variable that was PDRB, wide of field farm, wide of dry field, sum up the resident, sum up the group of livestock farmer and diet availability. While according to parsial was influenced by wide of dry field (P<0,05) and diet availability (P<0,01).

(2)

Value of the determination coefficient (R2) was 0,848, it mean that was 84,8% dependent

variable influenced by independent variable while the rest was 15,2% influenced by other variable outside the model. At development of poultry livestock together very real (P<0,01) influenced independent variables above, while according to parsial was influenced by PDRB (P<0,01) and sum up the resident (P<0,05). Value of R2 was 0,746, it mean that was 74,6%

dependent variable influenced by variable of PDRB, wide of field farm, wide of dry field, sum up the resident, sum up the group of livestock farmer. While the rest was 25,4% influenced by other variable outside the model.

Keywords : development factor, agriculture.

PENDAHULUAN

Sektor pertanian masih merupakan sektor andalan perekonomian nasional. Ketangguhan sektor pertanian termasuk sub sektor peternakan ditunjukkan oleh masih besarnya potensi sumber daya lokal, baik ternak, teknologi, kelembagaan maupun potensi lainnya, sehingga apabila potensi ini dapat dikembangkan dengan optimal diharapkan akan mampu berperan dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Menghadapi era persaingan global, pembangunan peternakan harus mampu mewujudkan peternakan yang maju, efisien dan tangguh. Peternakan tangguh merupakan kondisi dimana sumberdaya yang ada (modal, alam, tenaga kerja dan teknologi) dapat dimanfaatkan secara optimal, sehingga produk yang dihasilkan dapat memenuhi permintaan pasar baik secara regional, nasional maupun global (Soehadji, 1990).

Sub sektor peternakan yang merupakan bagian dari sektor pertanian masih merupakan sektor strategis dalam menopang perekonomian regional maupun nasional. Di Jawa Tengah pada tahun 2002 kontribusi sub sektor peternakan terhadap total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan harga konstan sebesar 3,95%, sedangkan berdasarkan harga berlaku sebesar 3,34%. Khusus pada lingkup sektor pertanian, sumbangan sub sektor peternakan berdasarkan harga konstan sebesar 19,97%, sedangkan berdasarkan harga berlaku sebesar 14,26%, atau menempati urutan ke dua setelah sub sektor tanaman bahan makanan (Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah, 2004). Kondisi ini

menunjukkan bahwa sub sektor peternakan mempunyai peranan yang strtegis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, sehingga ke depan perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan agar peran yang ada semakin nyata dalam kehidupan ekonomi masyarakat.

Upaya dan langkah strategis untuk peningkatan peran sub sektor peternakan antara lain dapat dilakukan melalui pengembangan dan peningkatan populasi, produksi dan produktivitas ternak. Untuk mendukung upaya tersebut perlu diperhatikan berbagai faktor lingkungan strategis usaha baik yang bersifat mikro maupun makro. Beberapa faktor kaitannya dengan pengembangan peternakan melalui peningkatan populasi ternak di Jawa Tengah diduga banyak faktor yang mempengaruhi antara lain ketersediaan pakan, ketersediaan lahan, PDRB, sarana dan prasarana pendukung/kelembagaan, dan lain-lain.

Berdasarkan pemikiran tersebut di atas maka kajian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana faktor-faktor tersebut mempengaruhi terhadap pengembangan peternakan di Jawa Tengah, khususnya keberadaan dan peningkatan populasi ternak baik ternak ruminansia maupun unggas. Hasil penelitian ini diharapkan diperoleh data dan informasi yang dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pembangunan peternakan khususnya bagi pemegang policy maupun stake holder dan pihak lainnya.

(3)

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

Propinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah sentra produksi dan pengembangan peternakan. Di samping itu juga merupakan daerah penyangga dan pensuplai kebutuhan ternak atau pangan hasil ternak untuk wilayah di luar Jawa Tengah. Kondisi ini perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan agar keberadaan peternakan tetap mampu berkembang baik. Dukungan yang harus diperhatikan adalah dengan memperhatikan berbagai faktor lingkungan usaha yang mempengaruhi pengembangan peternakan.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survai instansional. Lokasi penelitian ditentukan secara “purposive sampling”, dengan mengambil sebanyak 17 lokasi kabupaten berdasarkan pengembangan kawasan sesuai potensi komoditas ternak unggulan yang ada (ruminansia besar, kecil dan unggas). Penelitian ini menggunakan sumber data yang diperoleh dari Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah dan Biro Pusat Statistik Jawa Tengah tahun 2003. Data antara lain meliputi beberapa variabel, yaitu : jumlah/populasi ternak ruminansia dan unggas (sebagai variabel dependen), luas lahan sawah dan lahan kering, PDRB, kelembagaan peternak, jumlah penduduk dan PDRB (sebagai variabel independen).

Metode Analisis Data

Data dianalisis secara deskriptif dan statistik. Dasar potensi pengembangan peternakan dinalisis dengan model “Location Quotient (LQ)” sesuai petunjuk Hendarto (2000) sebagai berikut :

LQ = (PSPK : PSPJ) / (PTPK : PTPJ) PSPK = PDRB sub sektor peternakan

Kabupaten (Rp)

PSPJ = PDRB sub sektor peternakan Jawa Tengah (Rp)

PTPK = PDRB total Kabupaten (Rp) PTPJ = PDRB total Jawa Tengah (Rp) Keterangan :

> 1 Sektor basis peternakan = 1 Seimbang

< 1 Sektor non basis peternakan

Sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan peternakan dianalisis dengan menggunakan model regresi linier berganda sesuai petunjuk Sugiono (2002) sebagai berikut : Y = a + b1x1 + b2x2 + … + b6x6 + e Keterangan :

Y = populasi ternak (ruminansia dan unggas) (AU)

x1 = PDRB (Rp)

x2 = Luas lahan sawah (ha) x3 = Luas lahan kering (ha) x4 = Jumlah penduduk (jiwa) x5 = Jumlah kelompok tani (buah) x6 = Ketersediaan pakan (AU) a = konstanta

e = simpangan stokastik.

Uji F digunakan untuk menguji model regresi berganda dengan taraf signifikasi sebesar 5%. Sedangkan uji t digunakan untuk mengetahui secara parsial pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Sub Sektor Peternakan di Jawa Tengah

Sub sektor peternakan mempunyai peranan penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan khususnya protein hewani, baik dari jumlah, mutu maupun keragamannya. Selain itu sub sektor peternakan diharapkan dapat menopang pertumbuhan industri dan ekspor non migas. Dari sub sektor peternakan juga diharapkan dapat meningkatkan kesempatan kerja, pendapatan petani dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Perkembangan

(4)

populasi ternak di Jawa Tengah pada tahun 2000 – 2002 seperti disajikan pada Tabel 1.

Populasi dan penyebaran ternak sapi potong pada 2002 secara berurutan adalah Kabupaten Blora 197.392 ekor (14,68%), Wonogiri 137.768 ekor (10,25%), Grobogan 119.401 ekor (8,88%) dan daerah-daerah lain masih di bawah 7,00%. Populasi sapi perah terbesar adalah Kabupaten Boyolali 63.848 ekor (53,64%), Semarang 27.692 ekor (23,27%), Klaten 7.899 ekor (6,64%) dan yang daerah lainnya masih di bawah 4,00%. Populasi kerbau terbesar adalah Kabupaten Brebes 16.980 ekor (11,42%), Magelang 12.361 ekor (8,31%), Pekalongan 11.966 ekor (8,05%), Pemalang 10.218 ekor (6,87%), Tegal 7.528 ekor (5,06%) dan daerah-daerah lain masih di bawah 6,00%. Kambing populasi terbesar masih berada di daerah Kabupaten Wonogiri, Brebes, Purworejo dan Banyumas.

Ternak domba di daerah Kabupaten Temanggung, Brebes dan Wonosobo. Ternak babi di daerah Kabupaten Karanganyar, Semarang dan Sukoharjo. Sebaran populasi ternak unggas yang terbesar secara berurutan, adalah ternak ayam buras di daerah Kabupaten Brebes,

Kebumen, Temanggung dan Pemalang, untuk ternak ayam broiler di Kabupaten Kendal, Semarang dan Klaten, ternak ayam layer di Kabupaten Kendal, Karanganyar dan Semarang, ternak itik di Kabupaten Brebes, Pemalang dan Semarang. Burung puyuh di Kabupaten Boyolali, Klaten dan Pati. Untuk sebaran populasi ternak kelinci yang terbesar di Kabupaten Semarang, Banjarnegara dan Wonosobo. Perkembangan populasi ternak di Jawa Tengah selama tahun 2000 – 2002 dapat dilihat pada Tabel 1.

Analisis Sektor Basis Peternakan pada Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada wilayah dengan orientasi kawasan pengembangan peternakan. Untuk melihat masing-masing lokasi apakah termasuk sektor basis atau non basis peternakan telah dilakukan analisis dengan model Location Quotient (LQ). Menurut Hendarto (2000), analisis LQ menyajikan perbandingan relatif kemampuan suatu sektor atau sub sektor di daerah tertentu dengan kemampuan sektor atau sub sektor yang sama di daerah yang lebih luas. Tabel 1. Populasi Ternak Besar, Kecil dan Ternak Unggas (2000-2002).

No. Jenis Ternak 2000 2001 2002

1. Ternak Besar a. Sapi potong b. Sapi perah c. Kerbau d. Kuda 1.317.341 114.834 182.210 16.087 1.331.103 114.916 170.012 15.125 1.344.495 119.026 148.665 14.661 2. Ternak Kecil a. Kambing b. Domba c. Babi 2.968.072 1.982.988 108.302 2.974.917 1.874.659 99.302 2.984.434 1.972.322 107.037 3. Ternak Unggas a. Ayam buras b. Ayam broiler c. Ayam layer d. Itik e. Burung puyuh 31.970.524 71.554.382 6.730.818 3.661.805 1.852.528 32.880.202 53.879.257 7.112.163 3.772.070 1.946.712 34.174.515 64.990.178 7.368.333 4.023.358 2.708.817 4. Aneka Ternak Kelinci 118.650 125.649 150.899

(5)

Apabila LQ > 1, maka sub sektor peternakan di kabupaten lebih spesialis dibandingkan daerah Jawa Tengah atau dengan kata lain sub sektor peternakan merupakan sektor basis untuk pertumbuhan ekonomi. Apabila LQ < 1 maka sub sektor peternakan di kabupaten bukan merupakan sub sektor spesialis (non basis sektor) dibandingkan dengan Jawa Tengah, atau dengan kata lain kabupaten tersebut kurang potensial secara ekonomis untuk pengembangan sub sektor peternakan. Apabila LQ = 1 maka kekuatan sub sektor peternakan di kabupaten mempunyai

kekuatan seimbang dengan

daerah/kabupaten yang bersangkutan dibanding dengan Jawa Tengah.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh rata-rata nilai LQ dari 17 kabupaten sebesar 1,33. Kondisi ini mencerminkan bahwa Jawa Tengah merupakan daerah potensial untuk pengembangan peternakan. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan

Tabel 2 dari 17 kabupaten di Jawa Tengah, 12 kabupaten (70,59%) menunjukkan sub sektor peternakan merupakan sektor basis pertumbuhan ekonomi wilayah (LQ > 1), dan hanya 4 kabupaten (23,53%) yang tidak menunjukkan sebagai sektor basis (LQ < 1), serta 1 kabupaten (5,89%) menunjukkan seimbang (LQ = 1). Kabupaten-kabupaten yang mempunyai LQ > 1 berarti pada daerah-daerah tersebut sub sektor peternakan secara relatif mempunyai potensi yang lebih besar untuk berperan terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi wilayah (PDRB) dibandingkan dengan Jawa Tengah.

Secara keseluruhan dari 17 kabupaten nilai rata-rata LQ adalah sebesar 1,33. Kondisi ini berarti Propinsi Jawa Tengah merupakan daerah yang potensial untuk pengembangan sub sektor peternakan, atau sub sektor peternakan di Jawa Tengah mempunyai peranan positif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (PDRB) Propinsi Jawa Tengah.

Tabel 2. Perhitungan LQ (Location Quotient) di Lokasi Penelitian Tahun 2002.

No. Kabupaten LQ Keterangan

1. Semarang 1,02 Sektor Basis

2. Boyolai 4,44 Sektor Basis

3. Banyumas 1,03 Sektor Basis

4. Blora 1,15 Sektor Basis

5. Grobogan 0,66 Non Basis

6. Kebumen 1,43 Sektor Basis

7. Wonogiri 0,52 Non Basis

8. Purworejo 1,00 Seimbang

9. Purbalingga 1,59 Sektor Basis

10. Tegal 0,51 Non Basis

11. Magelang 1,04 Sektor Basis

12. Banjarnegara 0,47 Non Basis

13. Brebes*) 1,04 Sektor Basis

14. Kendal 2,00 Sektor Basis

15. Pemalang*) 1,23 Sektor Basis

16. Temanggung 1,55 Sektor Basis

17. Karanganyar 2,02 Sektor Basis

TOTAL

RATA-RATA 22,68 1,33

Sumber : Data sekunder terolah, 2003. Keterangan :

> 1 Sektor basis peternakan = 1 Seimbang

(6)

Tabel 3. Uji Signifikansi Pengaruh Faktor-faktor Makro Secara Parsial Terhadap Pengembangan Ternak Besar dan Ternak Kecil

Unstandardized coeficients

No Variabel B Std. Error t Sig.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. (Constant) PDRB

Luas lahan sawah Luas lahan kering Jumlah penduduk

Jumlah kelompok tani ternak Ketersediaan pakan R2 45218,196 -9,831E-03 0,117 0,572 -3,184E-02 79,346 0,130 31228,989 0,009 0,884 0,245 0,036 112,069 0,032 1,448 -1,091 0,133 2,328* -0,873 0,650 4,106** 0,178 0,301 0,897 0,042 0,403 0,530 0,002 0,848 Keterangan : * = Level of error 5% (P<0,05) ** = Level of error 1% (P<0,01)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Pengembangan Peternakan di Jawa Tengah

Kebijakan dalam pengembangan peternakan di Jawa Tengah perlu memperhatikan faktor-faktor esensial baik yang bersifat makro maupun mikro. Faktor makro merupakan faktor-faktor yang terkait dengan lingkungan usaha, seperti kondisi perekonomian, ketersediaan lahan, ketersediaan pakan, jumlah penduduk, jumlah permintan produk ternak dan lain-lain. Sedangkan faktor mikro merupakan faktor-faktor yang terkait dengan aspek zooteknis usaha peternakan, yang meliputi feeding, breeding dan management. Penelitian ini dilakukan dengan mencoba menganalisis faktor makro baik pengembangan terhadap ternak ruminansia besar dan kecil maupun ternak unggas

Hasil penelitian menunjukkan pengembangan ternak ruminansia besar dan kecil diperoleh persamaan :

Y = 45218,20 - 0,0098X1 + 0,117X2 + 0,572X3

+ 0,032X4 + 79,346X5 + 130X6 + e

Berdasarkan uji F persamaan tersebut signifikan pada level of error 5% dan 1%, dimana besarnya nilai F hitung 9,318 dan nilai probabilitas 0,001 (P<0,01<0,05). Hal ini berarti secara serempak faktor-faktor

makro (X1 s/d X6) mempunyai pengaruh yang

nyata signifikan terhadap pengembangan ternak besar dan ternak kecil. Dari hasil analisis diperoleh koefisien determinasi (R2)

sebesar 84,80%, yang berarti bahwa variasi yang terdapat pada faktor-faktor makro dapat menerangkan variasi yang terjadi pada pengembangan ternak besar dan ternak kecil sebesar 84,80%. Sedangkan sisanya sebesar 15,20% diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model persamaan regresi. Pada uji t variabel yang berpengaruh adalah luas lahan kering (X3) dan ketersediaan pakan (X6). Uji

signifikansi pengaruh faktor-faktor makro secara parsial terhadap pengembangan ternak besar dan ternak kecil disajikan pada Tabel 3.

Penelitian pengembangan terhadap ternak unggas diperoleh persamaan :

Y = 4535,965 - 0,006X1 + 0,035X2 + 0,020X3

- 0,008X4 + 44,55X5 + e

Berdasarkan uji F persamaan tersebut signifikan pada level of error 5% dan 1%, dimana besarnya nilai F hitung 6,449 dan nilai probabilitas 0,001 (P<0,01<0,05). Hal ini berarti secara serempak faktor-faktor makro (X1 s/d X5) mempunyai pengaruh yang

nyata signifikan terhadap pengembangan ternak unggas.

(7)

Tabel 4. Uji Signifikansi Pengaruh Faktor-faktor Makro Secara Parsial Terhadap Pengembangan Ternak Unggas

Unstandardized coeficients

No Variabel B Std. Error t Sig.

1. 2. 3. 4. 5. 6. (Constant) PDRB

Luas lahan sawah Luas lahan kering Jumlah penduduk

Jumlah kelompok tani ternak R2 -4535,965 5,994E-03 3,513E-02 1,996E-02 -7,978E-03 44,555 4107,978 0,001 0,085 0,029 0,004 26,868 -1,104 5,480** 0,412 0,682 -2,114* 1,658 0,293 0,000 0,689 0,509 0,050 0,125 0,746 Keterangan : * = Level of error 5% (P<0,05) ** = Level of error 1% (P<0,01)

Berdasarkan hasil analisis diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 74,60%,

yang berarti bahwa variasi yang terdapat pada faktor-faktor makro dapat menerangkan variasi yang terjadi pada pengembangan ternak unggas sebesar 74,60%. Sedangkan sisanya sebesar 25,40% diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model persamaan regresi. Pada uji t variabel yang berpengaruh adalah PDRB (X1) dan jumlah penduduk (X5). Uji

signifikansi pengaruh faktor-faktor makro secara parsial terhadap pengembangan ternak unggas disajikan pada Tabel 4.

KESIMPULAN

1. Berdasarkan perhitungan LQ diperoleh hasil bahwa 12 Kabupaten (70,59%) merupakan daerah basis sektor peternakan, 1 Kabupaten (5,89%) merupakan daerah seimbang dan 4 Kabupaten (23,53%) merupakan daerah non basis peternakan.

2. Pengembangan ternak ruminansia besar dan kecil di Jawa Tengah secara bersama-sama dipengaruhi oleh PDRB, luas lahan sawah, luas lahan kering, jumlah penduduk, jumlah kelompok tani ternak dan ketersediaan pakan (P<0,01), sedangkan secara parsial hanya dipengaruhi oleh luas lahan kering dan ketersediaan pakan. Sedangkan untuk pengembangan ternak unggas secara

bersama-sama dipengaruhi oleh PDRB, luas lahan sawah, luas lahan kering, jumlah penduduk, jumlah kelompok tani ternak (P<0,01) sedangkan secara parsial dipengaruhi oleh PDRB dan jumlah penduduk.

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah. 2003. Statistik Peternakan Propinsi Jawa Tengah 2003, Ungaran.

Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah dengan Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan. 2003. Laporan Penelitian. Profil Kawasan Pengembangan Agribisnis Peternakan Jawa Tengah, Semarang.

Hendarto, R.M. 2000. Analisis Potensi Daerah dalam Pembangunan Ekonomi. Makalah Diklat. Fakultas Ekonomi Unversitas Diponegoro, Semarang.

Soehardji. 1990. Pokok-Pokok Penjelasan Deregulasi Bidang Peternakan, Jakarta.

Sugiono. 2002. Metode Penelitian Bisnis. CV Alfabeta, Bandung.

(8)

Gambar

Tabel 1. Populasi Ternak Besar, Kecil dan Ternak Unggas (2000-2002).
Tabel  2  dari  17 kabupaten  di  Jawa  Tengah,  12  kabupaten  (70,59%)  menunjukkan  sub  sektor  peternakan  merupakan  sektor  basis  pertumbuhan ekonomi wilayah (LQ &gt; 1), dan  hanya  4  kabupaten  (23,53%)  yang  tidak  menunjukkan sebagai sektor b
Tabel  3.  Uji  Signifikansi  Pengaruh  Faktor-faktor  Makro  Secara  Parsial  Terhadap  Pengembangan  Ternak Besar dan Ternak Kecil
Tabel  4.  Uji  Signifikansi  Pengaruh  Faktor-faktor  Makro  Secara  Parsial  Terhadap  Pengembangan Ternak Unggas

Referensi

Dokumen terkait

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019. PEMERINTAH KABUPATEN

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui karakter apa saja yang terkandung pada kegiatan Pramuka untuk Anak Kelas Atas di SD Negeri 3 Tenggeles Mejobo Kudus, 2)

Mengacu pada Peraturan Bupati Malang Nomor 28 Tahun 2013 tentang Indikator Kinerja Utama Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Malang serta Peraturan Bupati Malang Nomor 5

Pengujian Aplikasi Pengolahan Nilai Rapor Sekolah Dasar Negeri Berbasis Desktop ini dilakukan secara langsung memperlihatkan dan mengajarkan ke guru, wali kelas

Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat, yaitu pelaksanaannya bersifat ekonomis, ada imbalan lansung walau harus memenuhi persyaratan-persyaratan formil dan

Pada dasarnya pendidikan adalah laksana eksperimen yang tidak pernah selesai sampai kapan pun, sepanjang ada kehidupan masnusia di sunia ini, karena pendidikan

Prestasi kerja merupakan hasil yang dicapai oleh seseorang selama bekerja sesuai dengan tugas yang dibebankan kepada karyawan tersebut yang didasarkan pada keterampilan yang

Dengan cara penyampaian ILM yang tegas dan lugas pada setiap kata yang disampaikan pada ILM tersebut secara eksplisit, sehingga pesan–pesan yang ingin disampaikan dapat