• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. INDIKATOR KEBERHASILAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "B. INDIKATOR KEBERHASILAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

ADVOKASI SOSIAL

A. KOMPETENSI DASAR:

Setelah mengikuti pembelajaran, peserta mampu memahami advokasi sosial

B. INDIKATOR KEBERHASILAN :

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta dapat: 1. Menjelaskan pengertian advokasi sosial

2. Menerangkan tujuan advokasi sosial

3. Membedakan prinsip-prinsip dalam advokasi sosial

4. Membedakan jenis-jenis advokasi sosial 5. Menjelaskan strategi dan taktik advokasi sosial

6. Menerangkan tahapan advokasi sosial

7. Mengupas peranan-peranan pekerja sosial

8. Menerangkan indikator advokasi sosial 9. Menjelaskan nilai-nilai dalam advokasi sosial

C. POKOK BAHASAN:

1. Pengertian advokasi sosial 2. Tujuan advokasi sosial

3. Prinsip-prinsip dalam advokasi sosial 4. Jenis-jenis advokasi sosial

5. Strategi dan taktik advokasi sosial 6. Tahapan advokasi sosial

7. Peranan-peranan pekerja sosial 8. Indikator advokasi sosial

(2)

D. MATERI PEMBELAJARAN : 1. Pengantar

Advokasi sosial merupakan salah satu tindakan yang dilakukan dalam profesi pekerjaan sosial. Keberadaannya sudah cukup lama lebih dari 100 tahun (Gibelman, 1999), seperti halnya keadilan sosial (Social Justice) dan perbaikan sosial (Social Reform). Namun keeksisannya belum terlihat, yang terjadi bahwa advokasi sosial hampir disamakan dengan peran-peran dalam pekerjaan sosial seperti broker, fasilitator, pengorganisasian masyarakat dan lain-lain, tanpa adanya kejelasan dan karakteristik khusus diantara sejumlah peran tersebut.

Konsekuensinya, terjadi ambivalensi antara advokasi sosial dengan peran-peran pekerjaan sosial. Hal ini disebabkan kurangnya komitmen untuk memahami secara mendalam dari para profesional itu sendiri, sehingga tidak seorang pun mengetahui apa itu advokasi sosial, serta pengetahuan dan keterampilan apa yang sebenarnya diperlukan. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ezell (1994), Pawlak dan Flynn (1990), yang setuju dengan apa yang disampaikan oleh McGowan (1987) bahwa “Kita mengetahui sedikit tentang tingkatan dan keberadaan advokasi pada pekerjaan sosial.”

Hal ini cukup mengejutkan kita, karena perkembangan advokasi sosial yang sudah lama, namun kurang dikenal di kalangan pekerjaan sosial. Dengan demikian solusinya adalah perlu disampaikan tentang muatan-muatan pokok advokasi sosial (apa, mengapa, kapan, dan bagaimana melaksanakannya) kepada kelompok sasaran yaitu potensi dan sumber kesejahteraan sosial (PSKS).

2. Pengertian Advokasi

Istilah advokasi sangat lekat dengan profesi hukum yang berarti pembelaan. Advokasi menurut bahasa Belanda yaitu advocaat atau advocateur artinya pengacara atau pembelaan di pengadilan. Sedangkan dalam bahasa Inggris menurut

Topatimasang, et al, (2000:7) yaitu to depend (membela), to promote

(3)

(melakukan perubahan). Jadi dalam bahasa Inggris advokat lebih luas bukan hanya membela saja namun sampai pada proses perubahan.

Di bawah ini beberapa pengertian tentang advokasi, sebagai berikut:

a. Suatu tindakan yang ditujukan untuk mengubah kebijakan, kedudukan atau program dari segala tipe institusi.

b. Kegiatan mengajukan, mempertahankan atau merekomendasikan suatu gagasan

di hadapan orang lain

c. Kegiatan berbicara, menarik perhatian masyarakat tentang suatu masalah, dan mengarahkan pengambil keputusan mencari solusi.

d. Kegiatan memasukkan suatu problem ke dalam agenda, mencarikan solusi

mengenai problem tersebut dan membangun dukungan untuk bertindak menangani problem mau pun solusinya.

e. Sebagai upaya yang bertujuan untuk mengubah suatu organisasi secara internal atau mengubah seluruh sistem

f. Berbagai aktivitas jangka-pendek yang spesifik untuk mencapai pandangan tentang perubahan jangka panjang.

g. Berbagai macam strategi yang diarahkan untuk mempengaruhi pengambilan

keputusan pada tingkat organisasi, lokal, provinsi, nasional dan internasional.

h. Menggunakan strategi meliputi mengadakan lobi, pemasaran kepada masyarakat,

memberikan informasi, pendidikan dan komunikasi (IEC = Information,

Education and Communication), membentuk organisasi masyarakat, atau berbagai macam “taktik” lain.

i. Proses keikutsertaan masyarakat di dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Merujuk pada makna advokasi tersebut diatas, dalam pekerjaan sosial, advokasi diarahkan pada aras sosial, sehingga istilah yang digunakan advokasi sosial. Adapun advokasi sosial adalah sebagai kegiatan menolong Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) atau sekelompok PPKS untuk mencapai layanan

(4)

tertentu ketika mereka ditolak suatu lembaga atau suatu sistem layanan, dan membantu memperluas pelayanan agar mencakup lebih banyak orang yang membutuhkan (Zastrow, 2000). Terlihat bahwa kekhasan advokasi sosial dalam pekerjaan sosial, bahwa pekerja sosial yang melakukan advokasi menjadi partisipan berarti bersifat tidak netral yang keahliannya secara eksklusif dimanfaatkan untuk melayani PPKS.

3. Tujuan Advokasi Sosial

Advokasi Sosial dilakukan manakala melihat suatu kondisi yang tidak menunjukkan keberpihakan pada orang yang bermasalah dalam mengakses pelayanan sosial. Advokasi sosial dilakukan oleh pekerja sosial untuk membela kepentingan PPKS jika lembaga pelayanan yang ada tidak tertarik, tidak mau, atau bahkan memusuhi mereka. Tujuannya bukan untuk menghakimi, mencela atau melecehkan sistem yang ada, tetapi untuk mengubah suatu lembaga atau suatu sistem baik program maupun kebijakannya agar responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan PPKS.

Tujuan advokasi sosial bermaksud untuk mengubah kebijakan, program atau kedudukan dari pemerintah, institusi atau organisasi. Lebih fokusnya, tujuan advokasi sosial adalah apa yang ingin kita ubah, siapa yang akan melakukan perubahan itu, seberapa banyak, dan kapan. Menurut Zastrow (1999) advokasi sosial adalah menolong PPKS atau sekelompok PPKS untuk mencapai layanan tertentu ketika PPKS (individu atau kelompok) ditolak suatu lembaga atau sistem pelayanan, dan membantu memperluas layanan agar mencakup lebih banyak orang yang membutuhkan. Pada umumnya kerangka waktu untuk suatu pencapaian tujuan advokasi sosial adalah 1-3 tahun.

4. Jenis-Jenis Advokasi Sosial

Jenis advokasi sosial menurut Sheafor, Horejsi dan Horejsi,

(5)

a. Advokasi kasus:

Kegiatan yang dilakukan seorang pekerja sosial untuk membantu PPKS agar mampu menjangkau sumber atau pelayanan sosial yang telah menjadi haknya. Alasannya terjadi diskriminasi atau ketidakadilan yang dilakukan oleh lembaga, dunia bisnis atau kelompok profesional terhadap PPKS dan PPKS sendiri tidak mampu merespon situasi tersebut dengan baik.

b. Advokasi kelas

Diarahkan pada kegiatan-kegiatan atas nama kelas atau sekelompok orang untuk menjamin terpenuhinya hak-hak warga dalam menjangkau sumber atau memperoleh kesempatan-kesempatan.

Oleh karena fokus dalam advokasi sosial untuk mempengaruhi atau melakukan perubahan-perubahan hukum dan kebijakan publik pada tingkat lokal maupun nasional. Sedangkan menurut Scheneider bahwa tedapat empat jenis advokasi sosial dalam pekerjaan sosial, yaitu:

a. Advokasi klien (Client advocacy)

Tujuan akhirnya adalah menunjukkan kepada PPKS (keluarga) bagaimana berjuang memenangkan “perang”nya terhadap suatu lembaga atau sistem.

b. Advokasi masyarakat (Cause advocacy)

Advokasi pekerjaan sosial pada dasarnya untuk membantu PPKS individu dan keluarga dalam memperoleh pelayanan. Namun, apabila tedapat masalah yang mempengaruhi kelompok yang lebih besar, maka pekerja sosial dapat menggunakan jenis advokasi ini.

c. Advokasi legislative (Legislativeadvocacy)

Advokasi legislatif dilakukan untuk mempengaruhi proses pembuatan suatu undang-undang.

(6)

d. Advokasi administratif (Administrativeadvocacy)

Advokasi administratif memiliki tujuan untuk memperbaiki atau mengoreksi keluhan-keluhan dan masalah-masalah administratif yang dapat dilakukan melalui lembaga

Pekerja sosial sebagai advokat harus kompeten menggunakan jenis-jenis advokasi tersebut, dapat memilih salah satu atau kombinasi keempatnya, sesuai dengan situasi PPKS. Perlu diingat, advokasi hanya akan efektif bila pekerja sosial memahami dan menguasai kebijakan dan prosedur lembaga atau sistem yang sedang dipertanyakan. Selain itu, pekerja sosial juga harus memahami Hak Asasi Manusia, hak anak, hak perempuan sehingga dapat menyajikan masalah atau isu secara tepat.

5. Prinsip-Prinsip Advokasi Sosial

Beberapa prinsip dalam melakukan advokasi sosial, menurut Suharto (2006), meliputi:

a. Realistis

Advokasi yang berhasil bersandar pada isu dan agenda yang spesifik, jelas dan terukur. Karena kita tidak mungkin melakukan segala hal, kita harus menyeleksi pilihan-pilihan dan membuat keputusan prioritas. Pilihlah isu dan agenda yang realistis dan karenanya dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu. Jangan buang tenaga dan waktu kita dengan pilihan yang tidak mungkin dicapai. Gagas kemenangan-kemenangan kecil namun konsisten. Sekecil apapun, keberhasilan senantiasa memberi motivasi.

b. Sistematis

Advokasi memerlukan perencanaan yang akurat, artinya jika kita gagal merencanakan, maka itu berarti kita sedang merencanakan kegagalan. Proses advokasi dapat dimulai dengan memilih dan mendefinisikan isu strategis, membangun opini dan mendukungnya dengan fakta, memahami sitem kebijakan publik, membangun koalisi, merancang sasaran dan taktik, mempengaruhi

(7)

pembuat kebijakan, dan memantau serta menilai gerakan atau program yang dilakukan.

c. Taktis

Pekerja sosial harus membangun koalisi atau aliansi dan sekutu dengan pihak lain. Sekutu dibangun berdasarkan kesamaan kepentingan dan saling percaya. Sekutu terdiri dari sekutu dekat dan sekutu jauh. Sekutu dekat biasanya dinamakan lingkar ini, yaitu kumpulan orang atau organisasi yang menjadi penggagas, pemrakarsa, penggerak dan pengendali utama seluruh kegiatan advokasi. Sekutu jauh dalah pihak-pihak lain yang mendukung kita namun tidak terlihat dalam gerakan advokasi secara langsung.

d. Strategis

Advokasi melibatkan kekuasaan dalam prosesnya. Sangat penting untuk mempelajari diri kita, lembaga dan anggotanya untuk mengetahui jenis kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan pada intinya menyangkut kemampuan untuk mempengaruhi dan membuat orang berperilaku seperti yang kita harapkan. Kita tidak mungkin memiliki semua kekuasaan seperti yang diinginkan, akan tetapi tidak perlu meremehkan kekuasaan yang kita miliki. Sadari bahwa advokasi dapat membuat perbedaan. Kita dapat melakukan perubahan-perubahan dalam hukum, kebijakan dan program yang bermanfaat bagi masyarakat. Melakukan perubahan tidaklah mudah, tetapi bukanlah hal yang mustahil yang terpenting adalah kita bisa memetakan dan mengidentifikasi kekuatan kita dan kekuatan lawan atau pihak oposisi secara strategis.

e. Berani

Advokasi menyentuh perubahan dan rekayasa sosial secara bertahap. Jangan tergesa-gesa dan tidak perlu menakut-nakuti pihak lawan, tetapi tidak perlu juga menjadi penakut. Jadikan isu dan strategi yang telah dilakukan sebagai motor gerakan dan tetaplah berpijak pada agenda bersama.

(8)

Prinsip-prinsip lainnya yang perlu diperhatikan dalam melakukan advokasi sosial, diantaranya:

a. Pemenuhan kebutuhan dasar, adanya suatu jaminan bahwa setiap pemerlu

pelayanan kesejahteraan sosial harus terpenuhi kebutuhan dasarnya di manapun permasalahan tersebut terjadi.

b. Keberlangsungan hidup, adanya suatu jaminan bahwa setiap pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial akan terjamin keberlangsungan hidupnya.

c. Non-diskriminatif, adanya jaminan bahwa pelayanan yang diberikan tidak membeda-bedakan latar belakang pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial baik : suku, agama, etnis, ras, dan lain-lain.

d. Kejujuran, ada perhatian yang jujur untuk membela dan memperjuangkan hak dan kepentingan para pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial.

e. Gigih/Aponturir , yaitu suatu sikap membela secara sungguh-sungguh, tanpa pamrih, bagi pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial.

f. Ketuntasan, maksudnya bahwa setiap kasus yang ditangani mulai sejak awal harus selesai.

g. Independensi, bahwa setiap tugas advokasi sosial yang dijalankan harus bebas dari segala kepentingan.

h. Akuntabel, artinya bahwa setiap tindakan advokasi sosial yang dilakukan harus dapat dipertanggungjawabkan. Cepat dan tepat, artinya bahwa advokasi yang diberikan harus tepat sasaran, tepat waktu, tepat kebutuhan dan tempat.

i. Kerjasama, bahwa setiap advokasi yang dilakukan harus diwujudkan melalui kerjasama dengan pihak terkait.

6. Strategi dan Taktik Advokasi Sosial

Advokasi sosial yang efektif harus melalui pemilihan strategi dan taktik yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Setelah memutuskan apa yang menjadi isunya dengan mempelajari fakta yang ada, seorang advokasi sosial harus menentukan bagaimana mereka bisa mewujudkan apa yang mereka rencanakan.

(9)

Dalam melakukan advokasi sosial baik terhadap individu maupun kelompok, para advokator harus memutuskan bagaimana membujuk sasaran yang akan di advokasi untuk mengubah pemikiran mereka, untuk mendukung dan memodifikasi kebijakan legislatif; atau untuk membuat peraturan alternatif di masyarakat. Bahkan, para advokator sosial dan yang di advokasi ini harus menyetujui apa tindakan yang akan mereka ambil dan bagaimana mereka menghadapi kesulitan dalam melaksanakan tugasnya saat mengubah perilaku, nilai, sikap atau keberpihakan mereka.

Kebanyakan para advokator sosial membedakan antara strategi dengan taktik. Netting et.al. (1998) mengambarkan strategi adalah perencanaan secara keseluruhan atau pendekatan konseptual yang umum (Sosin & Caulum, 1983) yang akan digunakan untuk mendorong suatu perubahan. Sedangkan Altman et al (1994) mengatakan bahwa suatu strategi menyediakan para advokator sosial sebuah “blueprint” yang jelas untuk mencapai tujuan mereka. Demikian pula, Kotler (1972) menyatakan bahwa suatu strategi adalah model dasar yang mempengaruhi sasaran advokasi dengan cara mendidik, persuasif, atau pemaksaan. Berdasarkan strategi inilah akan menghubungkan dengan aktivitas taktik yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Brager & Holloway, 1978).

Selanjutnya, taktik itu sendiri dimaknai sebagai langkah-langkah yang terperinci untuk melaksanakan strategi secara keseluruhan (Bobo et al, 1996). Taktik direfleksikan setiap saat, dalam kegiatan jangka pendek; yang didalamnya memuat teknik-teknik khusus dan dirancang perilaku – perilaku untuk meningkatkan kemungkinan terjadinya perubahan yang akan diadaptasi (Netting et.al, 1998). Strategi dan taktik secara bersama-sama digambarkan dengan terintegrasi tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya untuk mencapai tujuan. Kuncinya yaitu dengan menyeleksi strategi dan taktik yang akan menghasilkan suatu perubahan.

Dalam rangka memenuhi sejumlah tujuan yang akan dicapai individu atau kelompok, maka para advokator harus mempunyai rencana secara menyeluruh sebagai pedoman bagi mereka dalam melakukan langkah-langkahnya. Hal ini

(10)

disebabkan dalam prosesnya terjadi perubahan yang kompleks, tidak terkoordinasi dan kegiatan yang tidak beraturan. Para advokator harus melakukan langkah besar yaitu dengan mengundang media untuk meliput apa yang telah diperjuangan PPKS dalam memperoleh hak-haknya. Jika langkah-langkahnya tidak sesuai dengan perencanaan maka akan mengalami perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki. Untuk mencapai pada tahap perubahan yang diharapkan maka para advokator harus mencurah waktu dan tenaganya untuk melakukan pendekatan secara keseluruhan (strategi), begitu pula yang terjadi saat akan melakukan aktivitas khusus atau taktik.

Strategi dalam advokasi sosial didasarkan pada asumsi bahwa percaya perilaku manusia mau dimodifikasi atau diubah pendiriannya dan meraih pemahaman yang baru. Terdapat beberapa upaya untuk memformulasikan model-model strategi yang kemungkinan akan menjadi pendorong untuk meningkatkan perubahan yang diinginkan, namun tidak ada kesepakatan untuk menentukan strategi mana yang paling tepat dan efektif. Kebanyakan, pemilihan strategi tergantung pada fokus masalah, sumber apa yang tersedia, dan sejauh mana pihak oposisi akan berubah atau tidaknya. Variabel-variabel ini akan berubah dalam setiap situasi advokasi sosial, setiap proses identifikasi isu dan setiap proses penyimpulan, dimana menuntut strategi yang tidak mudah.

Hal tersebut menyebabkan pentingnya pemilihan strategi yang tepat dengan persyaratan-persyaratan khusus (Altman et al, 1994). Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum menentukan strategi, yaitu:

a. Menentukan kategori dari pihak oposisi

Pihak oposisi terbagi kedalam 3 kategori, meliputi:

1) Individu-individu atau kelompok – kelompok yang memerlukan pengetahuan

lebih, mereka yang kurang informasi, mereka yang tidak terinformasikan atau tidak peduli tentang isu-isu tertentu, mereka yang mau berbagi nilai-nilai dasarnya dengan para advokator atau mereka memiliki kesamaan isun biasanya bersifat kooperatif.

(11)

2) Individu-individu atau kelompok – kelompok yang netral, tidak ada perbedaan sikap atau apatis terhadap isu tertentu; mereka yang hanya mau berbagi pada advokator tertentu; mereka yang mungkin tidak setuju; mereka yang ingin menonjolkan sikap mereka sendiri; mereka yang mempunyai sedikit investasi pada dampak dari advokasi sosial tersebut; atau mereka yang berkompetisi sebelumnya dengan advokator.

3) Individu-individu atau kelompok – kelompok yang jelas tidak setuju atas isu-isunya; mereka adalah musuh, yang tidak ingin mendengar dan tidak mendukung; mereka hanya mau berbagi jika terdapat beberapa kesepakatan dengan advokator; mereka yang tidak ingin berbagi kekuatan; mereka yang melindungi jagoan mereka atau mereka yang mungkin berkonflik secara terbuka dengan advokator.

b. Menetapkan Unsur-unsur Pokok Advokasi Sosial

Unsur-unsur pokok advokasi sosial, sangat diperlukan sebelum memilih strategi, karena banyak informasi yang bisa dijadikan pertimbangan. Menurut Fahrudin (2010), dalam advokasi sosial terdapat unsur-unsur pokok kegiatan yaitu:

1) Memilih Tujuan Advokasi Sosial

Masalah yang dihadapai mungkin saja sangat kompleks. Karena itu, agar berhasil, tujuan umum advokasi harus dipersempit sampai pada tujuan yang didasarkan pada jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut ini : Dapatkah masalah ini mengajak berbagai kelompok bersama-sama membentuk koalisi yang kuat? Apakah tujuannya mungkin tercapai? Apakah tujuannya benar-benar menangani masalah itu?

2) Menggunakan Data dan Penelitian untuk Advokasi Sosial

Data dan penelitian merupakan hal yang sangat penting untuk membuat keputusan yang tepat ketika memilih masalah yang akan ditangani, mengidentifikasi solusi bagi masalah tersebut, dan menentukan tujuan yang realistis. Data yang lengkap dan akurat juga dapat menjadi argumentasi yang

(12)

kuat. Dengan data dapatkah kita mencapai tujuan dengan realistis? Data apa yang dapat digunakan untuk mendukung suatu argumentasi ?

3) Mengidentifikasi Sasaran Advokasi Sosial

Jika masalah dan tujuannya telah dipilih, usaha advokasi itu harus diarahkan kepada orang-orang yang memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan misalnya staf, penasihat, orang tua-tua yang berpengaruh, media, dan masyarakat. Siapa para pengambil keputusan yang dapat membuat tujuan umum kita menjadi kenyataan? Siapa dan apa yang mempengaruhi para pengambil keputusan ini?

4) Mengembangkan dan Menyampaikan Pesan Advokasi Sosial

Sasaran advokasi yang berbeda-beda memberikan tanggapan terhadap pesan yang berbeda pula.. Misalnya, seorang anggota legislatif di daerah mungkin tergerak hatinya ketika ia tahu betapa banyak orang di wilayahnya yang menaruh kepedulian terhadap suatu isu. Seorang Menteri Kesehatan mungkin akan bertindak ketika kepadanya disajikan data terperinci tentang masih tingginya angka kematian ibu melahirkan di suatu daerah. Atau, seorang Menteri Pendidikan terkejut dan segera memanggil para pembantunya rapat ketika ia memperoleh masukkan dari satu LSM tentang tingginya angka putus sekolah anak-anak SD di suatu propinsi, sementara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah mencanangkan kebijakan dan program wajib belajar 9 tahun secara nasional. Pesan apakah yang perlu sampai kepada sasaran advokasi pilihan demi kepentingan suatu kegiatan advokasi?

5) Membentuk Koalisi

Seringkali kekuatan advokasi terdapat pada beberapa orang, atau beberapa lembaga yang mendukung tujuan umum kita. Khususnya di Indonesia dimana demokrasi dan advokasi merupakan fenomena yang relatif baru, melibatkan sejumlah besar orang yang mewakili kepentingan yang berbeda-beda dapat memberikan jaminan keamanan bagi advokasi maupun untuk membentuk dukungan politik. Di dalam suatu organisasi sekalipun, pembentukan koalisi,

(13)

misalnya melibatkan orang dan berbagai bagian di dalam menyusun program baru, dapat membantu membentuk kesepakatan untuk bertindak. Siapa lagi yang akan diundang untuk bergabung ke dalam kasus Anda? Siapa lagi yang dapat menjadi rekan Anda? Misalnya, untuk mendorong Pemerintah segera menyerahkan kepada DPR Rancangan Undang-Undang Kekerasan dalam Rumah Tangga (RUU KDRT), berbagai organisasi perempuan di masyarakat, membentuk koalisi dan melakukan berbagai lobby kepada berbagai pihak.

6) Membuat Presentasi yang Persuasif

Kesempatan untuk mempengaruhi sasaran advokasi yang merupakan tokoh kunci seringkali terbatas. Seorang anggota DPR mungkin memberikan kepada kita satu kesempatan bertemu untuk mendiskusikan masalah yang kita advokasi, atau seorang menteri mungkin hanya mempunyai waktu lima menit di dalam suatu konferensi untuk berbicara dengan kita. Persiapan yang cermat dan mendalam untuk membuat argumen yang meyakinkan dan gaya penyajian mungkin dapat mengubah kesempatan yang sempit itu menjadi advokasi yang berhasil. Jika mendapat kesempatan untuk bertemu dengan pengambil keputusan, apa yang hendak kita katakan, dan bagaimana kita akan mengatakannya?

7) Mengumpulkan Dana untuk Advokasi

Sebagian besar kegiatan, termasuk advokasi, memerlukan sumber dana. Usaha untuk melakukan advokasi secara berkelanjutan dalam waktu yang panjang berarti menyediakan waktu dan energi dalam mengumpulkan dana atau sumber daya yang lain untuk mendukung tugas advokasi kita. Bagaimana kita dapat mengumpulkan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan usaha advokasi ini?

8) Mengevaluasi Usaha Advokasi

Bagaimana kita tahu bahwa kita telah berhasil di dalam mencapai tujuan advokasi ? Bagaimana strategi advokasi dapat ditingkatkan? Untuk menjadi

(14)

pelaksana advokasi yang efektif diperlukan umpan balik dan evaluasi terus-menerus..

Strategi Advokasi Sosial

Setelah menganalisa siapa yang menjadi oposisi, advokator sosial biasanya menetapkan satu dari ketiga kategori tersebut atau kombinasi dari ketiganya. Adapun ketiga strategi yang ada sesuai dengan jenis oponennya, sebagai berikut:

a. Kolaborasi

Keberhasilan strategi ini dipengaruhi oleh jenis oponen pada kategori yang ke 1 tersebut diatas. Jenis oponen pada tingkat ini tersebar dan intensitasnya tidak tinggi, kekuatan mereka mungkin ada, dan masih terdapat batasan antara advokator dan oponen. Advokator akan berbagi informasi dengan oponen melalui penggunaan data yang rasional dan empiris. Komunikasi diantara dua kelompok ini terbuka dan terus terang. Pemecahan masalah yang menjadi penekanannya adalah dengan bekerjasama dan berbagi tugas secara adil. Komite atau kelompok yang memiliki kewenangan dapat dibentuk untuk tujuan yang saling menguntungkan. Semangat dalam kolaborasi ini adalah advokator dan oponen biasanya kompromi dan negosiasi solusi jika terdapat perbedaan yang mencolok. Setelah adanya kerjasama maka akan terjadi kesepakatan-kesepakatan diantara kedua belah pihak.

b. Kampanye

Strategi ini digunakan efektif jika oponennya termasuk dalam kategori ke 2 tersebut diatas. Oposisi pada tingkat ini merefleksikan ketidaksetujuan yang besar, sedikit sekali mau berbagi tentang nilai-nilai, perbedaan sikap, dan hubungannya renggang serta dingin. Advokator dapat merasakan secara natural ada minat dari pihak oposisi dengan menunjukkan perubahan-perubahan. Strategi kampanye berdasarkan bujukan dan upaya meyakinkan pihak oposisi melalui sentuhan logis dan emosional. Strategi ini mencoba memodifikasi sikap dan

(15)

nilai-nilai yang kurang dari pihak oponen dengan cara membangkitkan sesuatu hal yang sudah ada dalam diri oponen, yaitu advokator meningkatkan prinsip-prinsip / kepercayaan yang para oponen pegang. Dalam strategi kampanye ini terdapat proses mendidik tetapi tidak secara rasional dan empirikal yang tegas. Advokator sosial biasanya melakukan negosiasi, tawar menawar, dan menggunakan politik untuk mempengaruhinya sesuai dengan tingkat oposisinya.

c. Kontes

Strategi ini efektif bagi jenis oponen yang termasuk pada kategori ke 3 tersebut diatas. Tingkat oposisinya jelas sangat tinggi, tidak mendukung, sedikit mendukung jika terdapat beberapa hal yang bisa terkoneksikan, dan biasanya menunjukkan sikap perlawananyang tinggi. Advokator sosial mengharapkan adanya perubahan perilaku bukan pada kepercayaannya atau nilai-nilainya. Mereka akan menerapkan tekanan dari sumber-sumber politik atau “grasroots”, melalui konfrontasi publik, yang didalamnya memuat posisi para oposisi dengan dalam ranah hukum, atau kekuatan partisipan. Sikap advokator sosial menjadi tidak kooperatif, penuh dengan pelecehan-pelecehan, menggunakan boikot atau sanksi, pelanggaran perilaku normatif, atau pelanggaran norma hukum. Beberapa strategi kontes mengandung resiko bagi pekerja sosial dan PPKS, dan mereka harus terinformasikan melalui kesepakatan antara advokator sosial dan PPKS sebelumnya tentang kegiatan yang mengandung resiko tinggi. Dalam hal ini, tidak tepat memdiskusikan perilaku yang sesuai dengan kode etik pekerja sosial.

Intinya, advokasi sosial harus menganalisa pihak oposisi dan menyesuaikan mereka dengan kategori strateginya. Tidak akan pernah ada strategi yang sempurna, tetapi proses penyeleksian strategi yang akan digunakan merupakan salah satu kiat yang dapat mempengaruhi pihak oposisi.

Selain strategi – strategi tersebut diatas, Netting, et al (1998) mendeskripsikan model strategi lainnya yang fokus pada kebijakan, program, proyek, personal dan atau praktik. Netting, et.al menganjurkan para advokator sosial untuk

(16)

melakukan analisis pada semua pihak yang terlibat, dan menggiring mereka untuk berubah melalui pengetahuan tentang pemilihan strategi yang tepat.

a. Kebijakan.

Advokator sosial mencoba untuk mengubah suatu kondisi dengan mempengaruhi kebijakan pemerintah, lembaga, atau asosiasi untuk menghasilkan outcome yang diharapkan. Keberadaan kebijakan-kebijakan tersebut mungkin saja sangat kaku dan ingin dimodifikasi. Kebijakan baru mungkin dibutuhkan dengan menekankan pada kondisi terakhir yang terjadi. Hal ini disebabkan kebijakan yang tampak menjadi pedoman para pengambil keputusan telah diimplementasikan dalam tindakan dengan menggunakan sumber-sumber yang ada, atau bisa saja dengan melakukan perubahan pada bagian dari kebijakan sebagai salah satu strategi yang paling baik.

b. Program.

Advokator sosial seringkali mencoba untuk merubah program yang disponsori oleh penyedia layanan sebab program tersebut sangat lemah dalam administrasi, tidak sensitif pada kebutuhan PPKS, sumber-sumber yang ada tidak bisa diakses oleh PPKS tertentu, atau gagal meraih tujuan umum yang ditelah ditetapkan. Program yang baru seringkali mengusulkan untuk merubah kondisi-kondisi. Advokator sosial harus mampu memutuskan untuk mengintervensi program yang tidak sesuai.

c. Proyek.

Advokator sosial disarankan agar dengan adanya batasan waktu untuk berupaya mengimplementasikan proyek dengan menekankan pada permasalahan PPKS daripada menciptakan model yang berskala besar yang mungkin lebih mahal atau kontroversial atau kedua-duanya. Sebuah proyek akan lebih fleksibel dan eksperimental, apabila pola penyesuaiannya dapat dimonitoring.

d. Personal.

Advokator sosial menyimpulkan bahwa perubahan personal dibutuhkan dalam rangka menghasilkan outcome yang diinginkan. Kondisi-kondisi yang

(17)

memungkinkan untuk memutasikan personal-personalnya jika terdapat beberapa pekerja dengan mudah terjebak dalam konflik, organisasi yang tidak berjalan sesuai dengan tujuan, kurangnya pelatihan, atau tidak efisiennya keterampilan-keterampilan kunci yang dimiliki. Advokasi pekerjaan sosial seharusnya lebih berhati-hati saat mendapatkan dukungan dari para administrasi yang tidak terkenal karena bisa menyebabkan terjadinya resiko bagi mereka sendiri, PPKS dan kolega.

e. Praktisi.

Advokator seringkali ingin merubah cara lembaga dalam melakukan kegiatannya. Praktisi ini bukan polisi; mereka adalah prosedur dan peraturan yang biasanya menyangkut pemberian layanan pada PPKS atau berinteraksi dengan PPKS.

Advokator sosial dapat menggabungkan beberapa pendekatan strategi Netting, dkk (1998) diatas dan mengintegrasikannya dengan penilaian mereka akan isunya serta menentukan pilihan atas strategi yang akan digunakan.

Taktik

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa antara strategi dan taktik merupakan suatu proses yang bersinergi saat akan melakukan advokasi dalam pekerjaan sosial. Adapun yang dimaksudkan dengan taktik adalah langkah-langkah yang terperinci untuk melaksanakan strategi secara keseluruhan (Bobo et al, 1996). Artinya dalam taktik tergambarkan adanya kegiatan yang dilakukan setiap saat, berjangka pendek, memuat teknik-teknik tertentu untuk merancangkan perilaku-perilaku tertentu pula dalam kaitannya untuk melakukan adaptasi perubahan.

Dalam advokasi pekerjaan sosial, taktik-taktik ini terbagi menjadi tiga kelompok besar sesuai dengan strateginya, seperti terlihat dalam tabel dibawah ini:

(18)

No Jenis Strategi Jenis Taktik

1. Kolaborasi 1. Melakukan penelitian dan studi terhadap isu tertentu

2. Mengembangkan fakta-fakta dan membuat usulan

alternatif kegiatan.

3. Menciptakan pelaksana tugas-tugas atau subkomite

4. Melakukan workshop

5. Komunikasi secara rutin dengan pihak oposisi.

2. Kampanye 1. Lobi dengan para pengambil keputusan

2. Mendidik publik

3. Bekerja dengan media massa

4. Mengorganisasikan penulisan untuk kampanye

5. Memonitor lembaga-lembaga dan para pengambil

keputusan

6. Merancangkan taktik pemaksaan

7. Membangun komunikasi dengan pihak oposisi

3. Kontes 1. Mencari negosiator dan mediator

2. Mengorganisasikan demonstrasi besar

3. Mengkoordinasikan kegiatan boikot, pemogokan,

dan petisi

4. Mengorganisasikan ketidakpatuhan masyarakat sipil

dan pertahanan yang pasif

5. Merancang ekspose di media.

7. Tahapan Advokasi Sosial

Advokasi sosial merupakan proses dinamis yang menyangkut seperangkat pelaku, gagasan, agenda dan politik yang selalu berubah. Walaupun demikian, menurut Fahrudin (2010), bahwa proses yang bersifat multi faset ini dapat dibagi menjadi lima tahap: mengidentifikasi masalah, merumuskan dan memilih solusi,

(19)

membangun kesadaran, tindakan kebijakan, dan evaluasi. Tahap-tahap ini hendaknya dipandang lentur atau cair, karena tahap-tahap tersebut mungkin saja terjadi bersamaan atau berurutan, dan prosesnya sendiri mungkin saja berhenti atau berbalik.

Tahap pertama

Tahap ini yaitu mengidentifikasi masalah untuk mengambil tindakan kebijakan. Tahap ini juga mengacu pada penetapan agenda. Bisa ada masalah yang tidak terbatas jumlahnya yang perlu diperhatikan, tetapi tidak semuanya harus mendapat tempat di dalam agenda tindakan. Pekerja sosial masyarakat advokat harus menentukan masalah mana yang perlu dituju dan diusahakan untuk mencapai lembaga yang menjadi sasaran agar diketahui bahwa isu tersebut memerlukan tindakan.

Tahap kedua

Pada tahap ini dilakukan perumusan solusi. Pekerja sosial yang berperan sebagai advokat dan pelaku kunci yang lain mengusulkan solusi mengenai permasalahan tersebut dan memilih salah satu yang layak ditangani secara politis, ekonomis, dan sosial.

Tahap ketiga

Tahap ini yaitu membangun kemauan politik untuk bertindak menangani isu dan mendapatkan solusinya merupakan bagian terpenting dari advokasi. Tindakan pada tahap ini meliputi membentuk koalisi, menemui para pengambil keputusan, membangun kesadaran dan meyampaikan pesan secara efektif.

Tahap keempat

Tahap ini adalah melaksanakan kebijakan: terjadi jika masalahnya telah diketahui, solusinya diterima dan ada kemauan politik untuk bertindak, semuanya secara serentak. Keadaan tumpang tindih in biasanya merupakan suatu “celah peluang” yang

(20)

dapat lenyap dengan cepat yang harus ditangkap oleh pekerja sosial advokat.. Pemahaman akan proses pengambilan keputusan dan strategi advokasi yang mantap akan meningkatkan kemungkinan terciptanya celah peluang untuk bertindak.

Tahap kelima

Pada tahap ini, adalah evaluasi. Kegiatan advokasi yang baik harus menilai efektivitas dari usahanya yang telah berjalan dan menentukan sasaran baru berdasarkan pengalaman mereka. Para penyumbang pikiran dan institusi yang menerima perubahan kebijakan secara periodik perlu mengevaluasi efektivitas perubahan tersebut.

8. Peranan-Peranan Pekerja Sosial

Dalam melakukan advokasi sosial, terdapat beberapa peranan yang secara umum dilakukan oleh pekerja sosial, meliputi:

a. Menginformasikan kepada penerima pelayanan akan haknya untuk mendapatkan

seorang atau beberapa orang pendamping.

b. Mendampingi para pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial.

c. Mendengarkan secara empati segala permasalahan pemerlu pelayanan

kesejahteraan sosial sehingga pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial merasa aman didampingi oleh pendamping

d. Memberikan dengan aktif penguatan secara psikologis dan fisik kepada pemerlu

pelayanan kesejahteraan sosial.

Sedangkan peranan secara khusus dalam advokasi sosial, adalah:

a. Membantu menganalisis dan mengartikulasikan isu kritis yang berkaitan dengan

pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial maupun permasalahan-permasalahan yang terkait.

b. Membantu pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial untuk memahami dan

melakukan refleksi atas isu tersebut untuk selanjutnya dijadikan leason learn

(21)

c. Membangkitkan dan merangsang diskusi dan aksi kegiatan yang berarti dalam rangka memperoleh dukungan dari berbagai pihak dalam penyelesaian masalah pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial.

d. Merubah kebijakan yang selalu membuat program-program yang berpihak pada

para pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial.

9. Indikator Advokasi Sosial

Untuk mengetahui sejauhmana pelaksanaan advokasi sosial, terdapat beberapa indikator, yaitu:

a. Hak dan kebutuhan dasar pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial dapat

dilakukan secara cepat, tepat waktu, tepat sasaran dan tepat kebutuhan.

b. Terselesaikannya kasus dan masalah yang dihadapi oleh pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial melalui rujukan, aksesibilitas dan fasilitasi serta upaya yang dilakukan oleh petugas advokasi.

c. Tersedianya kebijakan dan managemen penanganan masalah yang memihak pada

pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial.

d. Terpenuhinya kebutuhan dasar pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial untuk

hidup secara layak sebagai bentuk pelayanan perlindungan sosial

10. Nilai dalam Advokasi Sosial

Advokasi sosial mengandung beberapa nilai yang digunakan, diantaranya: a. Hak dan martabat individual (dignity andright of the individual)

b. Pemberian suara kepada yang tidak kuasa (giving voice to the powerless) c. Penentuan diri sendiri (self-determination)

d. Pemberdayaan dan perspektif penguatan

e. (empowerment and strengthsperspective) f. Keadilan sosial (social justice)

(22)

Demikian, bahwa dalam melaksanakan kegiatan advokasi sosial, yang penting adalah memahami terlebih dahulu, apa yang menjadi permasalahannya dan apa yang menjadi kebutuhan serta memetakan sumber-sumber yang bisa diajak melakukan koalisi untuk mendukung apa yang menjadi tujuannya.

Sumber Bacaan:

1. Armando Morales and Bradford W. Sheafor. 1983. Social Work: A Profession of

many Faces. Ally and Bacon Inc.

2. Charles D. Garvin and Brett A. Seaburry. 1984. Interpersonal Practice in Social Work: Processes and Procedures. Prentice – Hall, Inc.

3. Charles Zastrow. 1982. Introduction to Social Welfare Institutions, Social Problems, Services and Current Issues. The Dorsey Press.

4. Donald Brieland, Lela B. Costin, Charles R. Artherton and Contributors. 1975.

Contemporary Social Work: An Introduction to Social Work and Social Welfare. Mc-Graw Hill.

5. Fahrudin, Adi. 2010. Advokasi Pekerjaan Sosial. Stks Bandung.

6. Jim Ife. 2002. Community Development. Pearson Education Australia Pty Limitea.

7. Ritu R. Sharma. 2004. Pengantar Advokasi, Panduan dan latihan (alih bahasa P. Soemitro).Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

8. Schneider, Robert L. & Lester, Lori. 2001. Social Work Advocacy: A New Framework for Action. United States:Brooks/Cole Publishing Company.

(23)

SOAL-SOAL ADVOKASI SOSIAL

1. Upaya pembelaan yang dilakukan pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial

guna menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar, yang apabila hal ini tidak dipernuhi dapat mengancam kelangsungan hidup pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial, disebut: (JAWABAN C)

a. Advokasi absolut

b. Advokasi hukum

c. Advokasi sosial

d. Advokasi jamak

2. Sebagai pekerja sosial, perlu memberikan jaminan bahwa pelayanan yang diberikan tidak membeda-bedakan latar belakang pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial baik : suku, agama, etnis, ras, dan lain-lain. Hal ini termasuk prinsip: (JAWABAN B)

a. Non-confortatif b. Non-diskriminatif c. Non-creative d. Non-jugmental

3. Kegiatan yang dilakukan seorang pekerja sosial untuk membantu pemerlu

pelayanan kesejahteraan sosial agar mampu menjangkau sumber atau

pelayanan sosial yang telah menjadi haknya, termasuk pada, (JAWABAN B)

a. Advokasi Kelas

b. Advokasi Kasus

c. Advokasi Sosial

(24)

4. Setiap tugas advokasi sosial yang dijalankan harus bebas dari segala kepentingan, merupakan prinsip, (JAWABAN A)

a. Independensi b. Akuntabel c. Tuntas d. Eligible

5. Pendampingan yang dilakukan oleh seorang pekerja sosial, menunjukkan

beberapa pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial tidak mendapatkkan program pelayanan sosial karena tidak masuk kriteria program, padahal seharusnya mereka mendapatkan program tersebut. Pendamping melakukan advokasi sosial, dan dinyatakan berhasil melakukan advokasi dengan indikator, sebagai berikut: (JAWABAN C)

a. Bentuk pelayanan sosial seadanya terpenuhi pada kebutuhan dasar pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial.

b. Beberapa kasus dan masalah yang dihadapi oleh pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial tidak terselesaikan.

c. Terpenuhinya hak dan kebutuhan dasar pemerlu pelayanan kesejahteraan

sosial secara tepat dan cepat

(25)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini difokuskan pada karakteristik dan spesifikasi standar dengan pengujian minyak solar terhadap sifat penguapan (uji distilasi dan uji flash point) dan

UUKPKPU secara tegas menyatakan bahwa pernyataan kepailitan tidak menghilangkan pelaksanaan hak preferen yang diberikan oleh undang-undang dalam ketentuan Pasal 56 ayat

penelitian ini dibagi dalam dua kelompok yakni; kelompok intervensi menerima 1 kapsul ekstrak daun kelor 800 mg/hari dan besi+folat 60 mg/hari, sedangkan kontrol

Diantara uji pembedaan adalah uji perbandingan pasangan (paired comparation test) dimana para panelis diminta untuk menyatakan apakah ada perbedaan antara dua contoh

Mekanisme penurunan indeks plak pada penelitian ini merupakan kombinasi dari efek pengunyahan permen karet yang efektif dalam merangsang laju aliran saliva sehingga

Merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan relief- relief (tetapi bukan merupakan riwayat yang lengkap ) yang dimulai dari turunnya Sang Buddha dari

Penelitian Hadiyan dan Fiani pada tahun 2016 tentang Adaptabily and Growth Performance of Sandalwood (Santalum album Linn.) Ex-situ Conservation in Gunungkidul

a. Memberikan kesempatan kepada para mahasiswa yang cakap dan giat belajar, agar dapat menyelesaikan studi dalam waktu sesingkat mungkin. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa