• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perawatan dan Pencegahan Cedera Olahraga (P3K)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perawatan dan Pencegahan Cedera Olahraga (P3K)"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

1 Dosen Pembimbing: Drs. ABDURRAHMAN, M.Kes

DI SUSUN

OLEH :

M. HATTA

1006104020116

JURUSAN PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BANDA ACEH

2013

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa pula shalawat beserta salam kepada seseorang yang telah berjasa bagi dunia, yang tidak lain adalah Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita semua dari alam yang tidak berilmu dan berakhlak menuju ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan berakhlak seperti yang kita rasakan saat ini.

Alhamdulillah, dengan izin Allah saya telah menyelesaikan sebuah makalah dengan Judul “Pencegahan Dan Perawatan Pada Cedera Olahraga” yang dibimbing oleh Pak Abdurrahman., M.Kes. Makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah P3K - PC Di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala - Banda Aceh.

Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, untuk itu kepada kawan – kawan, kritik dan saran yang membangun kiranya dapat di keluarkan, demi penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini sangat bermanfaat bagi kita semua baik penulis maupun untuk generasi yang akan datang.

Wassallam. . .

Banda Aceh, 17 Mei 2013

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Tujuan Penulisan ... 4

1.3. Manfaat Penulisan ... 4

BAB II PRINSIP-PRINSIP PENCEGAHAN CEDERA 2.1. Faktor Fasilitas ... 5

2.1.1. Pengertian Fasilitas ... 5

2.1.2. Jenis-Jenis Fasilitas dan Usaha Pencegahan Cedera Karena Fasilitas ... 6

2.2. Penggunaan Sarana Pelindung ... 7

2.2.1. Pengertian Sarana Pelindung ... 7

2.2.2. Jenis-Jenis Sarana Pelindung ... 8

2.3. Faktor Kebugaran Jasmani ... 8

2.3.1. Pengertian Kebugaran Jasmani ... 8

2.3.2. Komponen-Komponen Kebugaran Jasmani ... 10

2.3.3. Bentuk Latihan Fisik ... 12

2.3.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebugaran Jasmani .... 15

2.4. Faktor Psikologi ... 17

2.4.1. Pengertian Psikologi Olahraga ... 18

2.4.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Psikologi ... 19

2.5. Pengertian Latihan-Latihan Progresif ... 27

2.6. Faktor Prilaku Olahraga ... 28

2.7. Warming Up/Pemanasan ... 29

2.8. Cooling Down/Pendinginan ... 29

BAB III KLASIFIKASI CIDERA OLAHRAGA 3.1. Pengertian Cedera ... 30

3.2. Pengertian Cedera Olahraga ... 32

3.3. Jenis Cedera Olahraga ... 35

(4)

BAB IV PRINSIP DASAR PENANGANAN DAN PERAWATAN CEDERA

4.1. Prinsip Penanganan Pertama ... 52

4.2. Perawatan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) ... 55

4.2.1. Pertolongan Dan Perawatan Korban ... 55

4.2.2. Evakuasi Korban ... 80

4.2.3. Kotak P3K ... 81

4.2.4. Obat-Obatan ... 82

4.3. Penyebab dan Pencegahan pada Cedera Olahraga ... 85

4.3.1. Penyebab Cedera Olahraga ... 86

4.3.2. Pencegahan Cedera ... 88

4.4. Perawatan dan Pengobatan Cedera Olahraga ... 90

4.5. Sport Massage (Pijat Olahraga) ... 96

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 104

5.2. Saran ... 105 DAFTAR PUSTAKA

(5)

1 1.1.Latar Belakang Masalah

Olahraga sebagai salah satu model karya cipta manusia yang merupakan suatu bentuk aktivitas fisik dengan berbagai dimensi yang kompleks. Keterkaitan antara kegiatan berolahraga dengan keberadaan manusia adalah suatu hal yang tidak dipisahkan. Berawal dari gerak dan bergerak manusia selanjutnya dikembangkan menjadi perilaku yang bermakna dan memiliki tujuan tertentu. adapun bentuknya jika dihubungkan dengan perilaku manusia, maka tujuannya akan menjadi luas dan dalam. Hal ini karena manusia memiliki berbagai potensi dan kelebihan dibanding dengan mahluk lain.

Oleh sebab itu olahraga perlu semakin ditingkatkan dan dimasyarakatkan sebagai salah satu cara untuk memasyarakatkan olahraga dan mengolah-ragakan masyarakat. Untuk itulah perlu ditingkatkan penyediaan sarana dan prasarana untuk meningkatkan kegiatan berolahraga, termasuk para pendidik, pelatih dan pembina. Kenyataan menunjukkan bahwa dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat sekarang ini, telah mempercepat terjadinya perubahan dalam kehidupan masyarakat pada umumnya dan khususnya di bidang olahraga. Perubahan dan perkembangan dalam bidang olahraga tersebut, terjadi persaingan untuk meningkatkan prestasi di bidang olahraga melalui berbagai pendekatan. Salah satu pendekatan yang efektif dan dapat dipertanggung jawabkan adalah melalui penelitian.

(6)

Bagi atlet yang aktif melakukan olahraga tertentu (misalnya atlet pro), dituntut untuk memiliki sekelompok otot yang lebih kuat daripada bagian otot-otot yang lainnya. Respon tubuh terhadap adanya permintaan ini adalah dengan melalui sekelompok otot tertentu untuk berkontraksi dengan lebih keras. Hal ini meruakan perubahan dari penyesuaian tubuh yang sangat positif tentunya, karena perubahan ini memungkinkan terjadinya perbaikan selama melakukan latihan. Disamping itu, ada segi negatifnya juga. Setiap jenis olahraga menekankan adanya kontraksi (kerja otot) hanya pada sekelompok otot tertentu, sehingga hal ini dapat menyebabkan kontraksi otot hanya pada bagian otot tersebut saja menjadi lebih kuat, sedangkan otot-otot yang lainnya relatif lebih lemah.

Kelompok otot yang ada pada tubuh biasanya berkontraksi secara berpasangan. Misalnya, otot biceps pada lengan akan berkontraksi menekuk (fleksi) pada siku, sedangkan otot triceps menegangkan (meluruskan) siku. Otot yang berkontraksi secara berpasangan (berlawanan) seperti tersebut dinamakan otot-otot antagonis. Banyak sekali pasangan otot seperti ini pada tubuh. Oleh karena itu, senantiasa menjaga keseimbangan di antara otot-otot tersebut agar unit-unit otot dapat berfungsi secara efesien.

Apabila program latihan yang dilakukan lebih menekankan hanya pada salah satu dari sekelompok otot yang saling berpasangan tersebut, maka akan menimbulkan cedera. Cedera ini disebabkan karena salah satu pasangan otot menjadi lebih kuat atau lebih kencang daripada otot-otot pasangannya. Cedera otot dapat juga terjadi pada otot yang lebih kuat maupun otot yang lebih lemah.

(7)

Cedera sering dialami oleh seorang atlet, seperti cedera goresan, robek pada ligamen, atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut biasanya memerlukan pertolongan yang profesional dengan segera. Banyak sekali permasalahan yang dialami oleh atlet olahraga, tidak terkecuali dengan sindrom ini. Sindrom ini bermula dari adanya suatu kekuatan abnormal dalam level yang rendah atau ringan, namun berlangsung secara berulang-ulang dalam jangka waktu lama. Jenis cedera ini terkadang memberikan respon yang baik bagi pengobatan sendiri.

Tak ada yang menyangkal jika olahraga baik untuk kebugaran tubuh dan melindungi kita dari berbagai penyakit. Namun, berolahraga secara berlebihan dan mengabaikan aturan berolahraga yang benar, malah mendatangkan cedera yang membahayakan dirinya sendiri.

Cedera akibat berolahraga paling kerap terjadi pada atlet, tak terkecuali atlet senior. Biasanya itu terjadi akibat kelelahan berlebihan karena panjangnya waktu permainan (misalnya ada babak tambahan) atau terlalu banyaknya partai pertandingan yang harus diikuti.

Cara yang lebih efektif dalam mengatasi cedera adalah dengan memahami beberapa jenis cedera dan mengenali bagaimana tubuh kita memberikan respon terhadap cedera tersebut. Juga, akan dapat untuk memahami tubuh kita, sehingga dapat mengetahui apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya cedera, bagaimana mendeteksi suatu cedera agar tidak terjadi parah, bagaimana mengobatinya dan kapan meminta pengobatan secara profesional (memeriksakan diri ke dokter).

(8)

Perawatan dan pencegahan cedera di perguruan tinggi. Khususnya para mahasiswa pendidikan jasmani. Proposal ini mencakup agar mahasiswa mampu melaksanakan dan faham tentang prinsip-prinsip, faktor-faktor perawatan cedera dalam olahraga serta dapat mempraktekkanya pada saat menempuh perkuliahan maupun setelah lulus dan menjadi guru pendidikan jasmani di sekolah.

1.2.Tujuan Penulisan

Tujuan utama dalam mempelajari tentang cedera olahraga adalah supaya mahasiswa atau guru pendidikan jasmani mengetahui bagaimana menangani cedera olahraga dan bagaiman mencegahnya. Untuk tidak menjadi kabur tentang perbedaan banyak ragam jenis cedera maka perlu diberikan penjelasan tentang pengertian cedera. Bisa meningkatkan wawasan terhadap pencegahan dan perawatan cedera olahraga/P3K. Mengenal secara mendalam tentang macam-macam cedera olahraga. Dapat menjelaskan penyebab dan pencegahan cedera olahraga/P3K. Mampu menyampaikan informasi dan menunjukkan tata cara pengobatan cedera olahraga. Dan bisa mengetahui apa saja yang bisa dilakukan untuk mencegah cedera olahraga.

1.3.Manfaat Penulisan

Didalam karya tulis ini kita dapat mengetahui manfaat dari olahraga, dan dapat mengetahui cedera yang timbul akibat aktivitas olahraga. Baik cedera yang ringan, sedang dan berat. Oleh karena itu seorang guru harus memahami dan mengetahui cara mencegah dan mengatasi cedera yang diakibatkan karena aktivitas olahraga, supaya dapat meringankan terjadinya cedera olahraga.

(9)

5 2.1.Faktor Fasilitas

2.1.1. Pengertian Fasilitas

Fasilitas adalah segala sesuatu yang dapat memudahkan dan memperlancar pelaksanaan suatu usaha dapat berupa benda-benda maupun uang. Lebih luas lagi tentang pengertian fasilitas dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat memudahkan dan memperlancar pelaksanaan segala sesuatu usaha. Adapun yang dapat memudahkan dan melancarkan usaha ini dapat berupa benda-benda maupun uang, jadi dalam hal ini fasilitas dapat disamakan dengan sarana yang ada di sekolah. Fasilitas bila kurang atau tidak memadai, design yang jelek dan kurang baik akan mudah terjadinya cedera.

Sarana prasarana olahraga adalah suatu bentuk permanen, baik itu ruangan di luar maupun di dalam. Contoh : cymnasium, lapangan permainan, kolam renang, dsb. (Wirjasanto 1984:154). Pengertian sarana prasarana tidak seperti yang di atas, namun ada beberapa pengertian lain menurut sumber yang berbeda pula. Sarana prasarana olahraga adalah semua sarana prasarana olahraga yang meliputi semua lapangan dan bangunan olahraga beserta perkengkapannya untuk melaksanakan program kegiatan olah raga.

Sarana olahraga adalah sumber daya pendukung yang terdiri dari segala bentuk dan jenis peralatan serta perlengkapan yang digunakan dalam kegiatan olah raga. Prasarana olahraga adalah sumber daya pendukung yang terdiri dari tempat

(10)

olahraga dalam bentuk bangunan di atasnya dan batas fisik yang statusnya jelas dan memenuhi persyaratanyang ditetapkan untuk pelaksanaan program kegiatan olah raga. Dari beberapa pengertian di atas dapat diartikan bahwa sarana prasarana oloahraga adalah sumber daya pendukung yang terdiri dari segala bentuk jenis bangunan/tanpa bangunan yang digunakan untuk perlengkapan olah raga. Sarana prasarana olahraga yang baik dapat menunjang pertumbuhan masyarakat yang baik.

2.1.2. Jenis-Jenis Fasilitas dan Usaha Pencegahan Cedera Karena Fasilitas

Usahakan suatu keadaan sekitar fasilitas olahraga yang aman :

1) Singkirkanlah batu, pecahan kaca, debu di lintasan atau tempat yang akan dipergunakan. Hal ini akan mengurangi terjadinya luka lecet atau iris.

2) Ratakan permukaan dan tutuplah lubang-lubang yang ada, untuk mencegah kecelakaan, jatuh dan “sprain” dari pergelangan kaki.

3) Menyediakan ruang lebih yang cukup setelah garis finis atau sekitar lapangan pertandingan, misalnya dengan menyingkirkan penghalang-penghalang, penonton dan kursi-kursi.

Fasilitas olahraga yang tidak memadai akan lebih mudah mengakibatkan cedera, maka fasilitas olahraga harus diperhatikan pada saat ingin melakukan aktifitas olahraga. Seperti :

a. Lapangan b. Stadion c. Hall d. GOR

(11)

e. Gelenggang f. Treack And Field g. Udara h. Sungai i. Danau j. Laut k. Pantai l. lapangan hijau

2.2.Penggunaan Sarana Pelindung

2.2.1. Pengertian Sarana Pelindung

Sarana pelindung adalah alat-alat yang digunakan saat berolahraga seperti proteksi badan, jenis olahraga yang bersifat body contack, serta jenis olahraga yang khusus lainnya.

Sarana pelindung yang standart punya peranan penting dalam mencegah cedera. Kerusakan alat sering menjadi penyebab cedera pula, contoh yang sederhan seperti sepatu. Sepatu adalah salah satu bagian peralatan/pelindung kaki dalam berolahraga yang mendapat banyak perhatian para ahli. Masing-masing cabang olahraga umumnya mempunyai model sepatu dengan cirinya sendiri. Yang paling banyak dibicarakan adalah sepatu olahraga lari. Hal ini di hubungkan dengan dominanya olahraga lari, baik yang berdiri sendiri maupun sebagai bagian dari orang lain.

(12)

2.2.2. Jenis-Jenis Sarana Pelindung

Sarana pelindung adalah peralatan yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan cabang olahraga, yang akan menghindari terjadinya cedera, sarana pelindung yang harus diperhatikan untuk melindungi bagian tubuh adalah sebagai berikut :

1. Pelindung kepala : Helm, helmet, haed guard 2. Pelindung muka : Masker

3. Pelindung mata : Gogleus 4. Pelindung hidung : Nose Clip 5. Pelindung gigi : Gum shield 6. Pelindung leher : Neck guard 7. Pelindung tangan : Glop

8. Pelindung badan : Body profector 9. Pelindung paha / tungkai : Leg guard 10. Pelindung lutut : Knee Pads

11. Pelindung alat kelamin : Genital profector 12. Pelindung tulang kering : Skin decker 13. Pelindung kaki : Sepatu

2.3.Faktor Kebugaran Jasmani

2.3.1. Pengertian Kebugaran Jasmani

Kebugaran jasmani adalah kesanggupan dan kemampuan tubuh melakukan penyesuaian (adaptasi) terhadap pembebasan fiisk yang diberikan kepadanya (dari

(13)

kerja yang dilakukan sehari-hari) tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan. Tidak menimbulkan kelelahan yang berarti maksudnya ialah setelah seseorang melakukan suatu kegiatan/aktivitas, masih mempunyai cukup semangat dan energi untuk menikmati waktu senggangnya dan untuk kebutuhan-keperluan lainnya yang tajam.

Di bawah ini akan ada beberapa ahli yang menjelaskan tentang apa sebenarnya kebugaran jasmani itu.

Menurut Judith Rink dalam Mochamad Sajoto (1988: 43), bahwa kebugaran jasmani merupakan kemampuan seseorang menyelesaikan tugas sehari-hari dengan tanpa mengalami kelelahan berarti, dengan pengeluaran energi yang cukup besar, guna memenuhi kebutuhan geraknya dan menikmati waktu luang serta untuk memenuhi keperluan darurat bila sewaktu-waktu diperlukan. Djoko Pekik (2004: 2), bahwa kebugaran jasmani merupakan kemampuan seseorang melakukan kerja sehari-hari secara efisien tanpa timbul kelelahan yang berlebihan sehingga masih menikmati waktu luangnya.

Sedangkan menurut Engkos Kosasih (1985: 10), kebugaran jasmani adalah suatu keadaan seseorang yang mempunyai kekuatan (strength), kemampuan (ability), kesanggupan, dan daya tahan untuk melakukan pekerjaannya dengan efisien tanpa kelelahan. Rusli Lutan (2002: 7), kebugaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugas fisik yang memerlukan kekuatan, daya tahan, dan fleksibilitas. Menurut Depdikbud (1997: 4), kebugaran jasmani pada hakekatnya berkenaan dengan kemampuan dan kesanggupan fisik seseorang untuk melaksanakan tugasnya sehari-hari secara efisien dan efektif dalam waktu yang relatif lama tanpa

(14)

menimbulkan kelelahan yang berarti, dan masih memiliki tenaga cadangan untuk melaksanakan aktivitas lainnya.

T. Cholik Muthohir (1999) dalam Ismaryati (2006: 40), menyatakan bahwa kebugaran jasmani merupakan kondisi yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk melakukan tugas dengan produktif tanpa mengalami kelelahan yang berarti.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kebugaran jasmani merupakan komponen seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari dengan efisien tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk melakukan aktivitas selanjutnya.

2.3.2. Komponen-Komponen Kebugaran Jasmani

Komponen-komponen kebugaran jasmani merupakan satu kesatuan dan memiliki keterkaitan yang sangat erat antara satu dengan yang lain, dan masing-masing komponen memiliki ciri-ciri tersendiri serta memiliki fungsi pokok atau berpengaruh pada kebugaran jasmani seseorang.

Agar seseorang dapat dikatakan tingkat kondisi fisiknya baik atau tingkat kebugaran jasmaninya baik, maka status setiap komponen kebugaran jasmani harus dalam katagori yang baik.

Menurut Sajoto (1995 : 8) menjelaskan 10 komponen kebugaran jasmani, yaitu sebagai berikut :

a. Kekuatan (Strenght) : Kekuatan adalah komponen kondisi fisik seseorang tentang kemampuannya dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu bekerja.

(15)

b. Daya Tahan (Endurance) : Dalam hal ini dikenal dua macam daya tahan, yaitu :

1. Daya Tahan Umum (General Endurance) yaitu kemampuan seseorang dalam mempergunakan system jantung, paru-paru dan peredaran darahnya secara efektif dan efisien untuk menjalankan kerja secara terus-menerus yang melibatkan kontraksi sejumlah otot-otot dengan intensitas tinggi dalam waktu yang cukup lama.

2. Daya Tahan Otot (Local Endurence) yaitu kemampuan seseorang dalam mempergunakan ototnya untuk berkontraksi secara terus-menerus dalam waktu yang relatif lama dalam bean tertentu.

c. Daya Tahan Otot (Muscular Powor) : Daya tahan otot adalah kemampuan seseorang untuk mempergunakan kekuatan maksimum yang dikerahkan dalam waktu yang sependek-pendeknya.

d. Kecepatan (Speed) : Kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu sesingkat-singkatnya.

e. Daya Lentur (Flexibility) : Daya lentur adalah efektifitas seseorang dalam penyesuaian diri untuk segala aktifitas dengan penguluran tubuh yang lebih luas.

f. Kelincahan (Agility) : Kelincahan adalah kemampuan seseorang mengubah posisi diarea tertentu. Seseorang yang mampu mengubah satu posisi yang berbeda dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi yang baik berarti kelincahannya cukup baik.

(16)

g. Koordinasi (Coordination) : Koordinasi adalah kemampuan seseorang mengintegrasikan bermacam-macam gerakan yang berbeda kedalam pola gerakan tunggal secara efektif.

h. Keseimbangan (Balance) : Keseimbangan adalah kemampuan seseorang mengendalikan organ-organ syaraf otot.

i. Ketepatan (Accuracy) : Ketepatan adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan gerak-gerak bebas terhadap suatu sasaran.

j. Reaksi (Reaction) : Reaksi adalah kemampuan seseorang untuk segera bertindak secepatnya dalam menanggapi rangsangan yang ditimbulkan lewat indera.

2.3.3. Bentuk Latihan Fisik

Latihan peningkatan kondisi fisik, Kondisi fisik atlet memegang peranan yang sangat penting dalam suatu program latihan. Program latihan kondisi fisik haruslah direncanakan secara baik dan sistematis, ditujukan untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan kemampuan fungsional dari sistem tubuh sehingga dengan demikian memungkinkan atlet untuk mencapai prestasi yang lebih baik.

1. Latihan Daya Tahan (Aerobik dan Anaerobik)

Kemampuan daya tahan dan stamina dapat dikembangkan melalui kegiatan lari dan gerakan-gerakan lain yang memiliki nilai aerobik. Biasakan pemain menyenangi latihan lari selama 40-60 menit dengan kecepatan yang bervariasi. Tujuan latihan ini adalah meningkatkan kemampuan daya tahan aerobik dan daya tahan otot. Artinya, pemain dipacu untuk berlari dan

(17)

bergerak dalam waktu lama dan tidak mengalami kelelahan yang berarti. Selanjutnya proses latihan lari ini ditingkatkan kualitas frekuensi, intensitas, dan kecepatan, yang akan berpengaruh terjadinya proses anaerobik (stamina) pemain. Artinya, pemain itu mampu bergerak cepat dalam tempo lama dengan gerakan yang tetap konsisten dan harmonis.

2. Latihan Kekuatan

Pemain bulutangkis sangat membutuhkan aspek kekuatan. Berdasarkan analisis dan cukup dominan pemain melakukan gerakan-gerakan seperti meloncat ke depan, ke belakang, ke samping, memukul sambil loncat, melakukan langkah lebar dengan tiba-tiba. Semua gerak ini membutuhkan kekuatan otot dengan kualitas gerak yang efisien. Cara terbaik untuk meningkatkan kemampuan kekuatan ini adalah berlatih menggunakan beban atau dengan kata lain latihan beban (weight training). Sebaiknya sebelum melakukan program latihan beban sesungguhnya, disarankan agar pemain lebih dulu mengenal berbagai bentuk gerakan seperti:

a. Mendorong (push up, pull up) b. Bangun tidur, angkat kaki

c. Memperkuat otot punggung, pinggang

d. Jongkok berdiri untuk membina kekuatan tungkai – loncat-loncat di tempat atau sambil bergerak.

Proses selanjutnya adalah meningkatkan kualitas geraknya dengan menggunakan beban (weight training) yang sebenarnya. Dianjurkan untuk

(18)

tidak melakukan atau berlatih loncat di tempat yang keras karena akan berdampak terjadinya sakit, cedera pada bagian lutut, dan pinggang.

3. Latihan Kecepatan

Cara untuk bergerak cepat adalah melatih kecepatan tungkai/kaki. Aspek kecepatan juga bermakna pemain harus cekatan dalam mengubah arah gerak dengan tiba-tiba, tanpa kehilangan momen keseimbangan tubuh (agilitas). Bentuk-bentuk latihannya antara lain:

a. Lari cepat dalam jarak dekat

b. Lari bolak-balik, jarak enam meter (shuttle run)

c. Tingkatkan kualitas latihan dengan menggunakan beban, rintangan, dan lain-lain.

d. Jongkok-berdiri dan diikuti lari cepat dalam jarak dekat pula. 4. Latihan Kelenturan/Fleksibilitas

Fleksibilitas adalah komponen kesegaran jasmani yang sangat penting dikuasi oleh setiap atlet. Dengan karakteristik gerak serba cepat, kuat, luwes namun tetap bertenaga, pembinaan kelenturan tubuh harus mendapat perhatian khusus.Latihan fleksibilitas harus mendapat porsi yang cukup. Orang yang kurang lentur rentan mengalami cedera di bagian otot dan daerah persendian. Di samping itu, gerakannya cenderung kaku sehingga banyak menggunakan energi, kurang harmonis, kurang rileks, dan tidak efisien.Latihan-latihan peregangan dengan kualitas gerakan yang benar memacu komponen otot dan persendian mengalami peregangan yang optimal. Oleh karena itu, fleksibilitas ini harus dilatih dengan tekun dan sistematis.

(19)

2.3.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebugaran Jasmani

Kondisi fisik adalah merupakan prinsip kunci dalam pencegahan cidera pada olahraga. Kondisi fisik yang baik akan mencegah terjadinya cidera pada waktu melakukan aktifitas olahraga. Juga akan mengurangi keparahan apabila mendapatkan cidera. Kemampuan maksimal dari penampilan seorang olahragawan akan diperoleh dengan kecukupan dalam kekuatan otot dan keseimbangan, power, daya tahan, kordinasi neuromuskuler, fleksibilitas sendi, daya tahan kardiovaskuler, dan komposisi tubuh yang sesuai untuk olahraga.

Menurut Perry Howard (1997: 37-38) faktor-faktor yang mempengaruhi kebugaran jasmani adalah: umur, jenis kelamin, somatotipe, atau bentuk badan, keadaan kesehatan, gizi, berat badan, tidur atau istirahat, dan kegiatan jasmaniah. Penjelasan secara singkat sebagai berikut:

1. Umur

Setiap tingkatan umur mempunyai keuntungan yang sendiri. Kebugaran jasmani dapat ditingkatkan pada hampir semua usia.

2. Jenis kelamin

Masing-masing jenis kelamin memiliki keuntungan yang berbeda. Secara hukum dasar wanita memiliki potensi tingkat kebugaran jasmani yang lebih tinggi dari pria..

3. Somatotipe atau bentuk tubuh

Kebugaran jasmani yang baik dapat dicapai dengan bentuk badan apapun sesuai dengan potensinya.

(20)

4. Keadaan kesehatan

Kebugaran jasmani tidak dapat dipertahankan jika kesehatan badan tidak baik atau sakit.

5. Gizi

Makanan sangat perlu, jika hendak mencapai dan mempertahankan kebugaran jasmani dan kesehatan badan. Makanan yang seimbang (12% protein, 50% karbohidrat, 38 % lemak) akan mengisi kebutuhan gizi tubuh. 6. Berat badan

Berat badan ideal dan berlebihan atau kurang akan dapat melakukan perkerjaan dengan mudah dan efesien.

7. Tidur dan istirahat

Tubuh membutuhkan istirahat untuk membangun kembali otot-otot setelah latihan sebanyak kebutuhan latihan di dalam merangsang pertumbuhan otot. Istirahat yang cukup perlu bagi badan dan pikiran dengan makanan dan udara.

8. Kegiatan jasmaniah atau fisik.

Kegiatan jasmaniah atau fisik yang dilakukan sesuai dengan prinsip latihan, takaran latihan, dan metode latihan yang benar akan membuat hasil yang baik. Kegiatan jasmani mencegah timbulnya gejala atrofi karena badan yang tidak diberi kegiatan. Atrofi didefinisikan sebagai hilang atau mengecilnya bentuk otot karena musnahnya serabut otot. Pada dasarnya dapat terjadi baik secara fisiologi maupun patologi. Secara fisiologi, atrofi otot terjadi pada otot-otot yang terdapat pada anggota gerak yang lama tidak

(21)

digunakan seperti pada keadaan anggota gerak yang dibungkus dengan gips. Atrofi ini sering disebut disuse atrofi. Sebaliknya, secara patologi atrofi otot dibagi menjadi 3, yaitu: atrofi neurogenik, atrofi miogenik, dan atrofi artogenik. Atrofi neurogenik timbul akibat adanya lesi pada komponen motorneuron atau akson (Sidharta, 2008).

2.4.Faktor Psikologi

Seorang atlet maupun penghobi olahraga harus memiliki mental bertanding yang baik. Mental bertanding yang baik menyangkut kepercayaan diri yang tinggi tetapi tidak sombong, tidak mudah cemas/grogi, tidak mudah marah/emosi tinggi dan sebagainya. Oleh karena itu pemantapan mental bertanding seorang atlet sangatlah penting untuk ditingkatkan, yaitu dengan cara diantaranya sebagai berikut :

Melakukan pendekatan-pendekatan psikologis. Dimana lebih baik hal ini dapat kita lakukan pada seorang atlet sejak masa usia dini sehingga atlet memiliki bekal mental yang tangguh.

Dalam pelatihan olahraga, cara pelatih merancang situasi latihan, cara pelatih menetapkan sasaran, serta sikap dan perilaku pelatih dalam kepelatihannya dapat mempengaruhi partisipasi atlet ke dalam olahraga. Pelatih tidak hanya berperan dalam situasi olahraga, namun seringkali juga pelatih memiliki pengaruh terhadap aspek lain dalam kehidupan si atlet. Demikian pentingnya peran pelatih dalam olahraga , karena itu pelatih sangat berperan sebagai pembina mental atlet

(22)

2.4.1. Pengertian Psikologi Olahraga

Psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang jiwa dan semua aspek tingkah laku manusia baik aspek kognitif, afektid, ataupun psikomotor. Psikologi juga mempersoalkan inti dari jiwa manusia dan nilainya bagi manusi itu sendiri serta disekitarnya.

Olahraga adalah Perilaku gerak manusia yang bersifat universal yang tidak hanya berorientasi pada fisik semata, namun juga aspek psikisnya.

Psikologi Olahraga menurut para ahli sebagai berikut :

o Psikologi olahraga adalah ilmu yang mempelajari tentang faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi partisipasi dalam olahraga dan latihan serta pengaruh-pengaruh psikologis yang diperoleh dari partisipasi olahraga tersebut. (Williams dan Straub, 1993).

o Psikologi olahraga adalah studi ilmiah tentang individu dan perilakunya dalam olahraga dan latihan. (Gould dan Weinberg, 1995).

o Psikologi olahraga adalah sebuah bidang kajian yang menerapkan prinsip-prinsip psikologi dalam setting olahraga. (Kontos dan Feltz, 2008).

o Psikologi olahraga adalah sebuah bidang kajian yang menerapkan prinsip-prinsip psikologi dalam setting olahraga, baik penampilan individual maupun tim, ditandai oleh sejumlah interaksi dengan individu lain dan situasi-situasi eksternal yang menstimulasinya. (Singer, 1980; Sudibyo, 1989)

Jadi psikologi olahraga secara umum adalah : Ilmu yang mempelajari kejiwaan dan tingkah laku para pelaku olahraga baik atlet, official, pelatih, dan juga suporter. Dan memahami aspek-aspek psikologi melalui olahraga.

(23)

2.4.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Psikologi

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi psikologi dalam proses hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling memengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.

1. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis.

a. Faktor Fisiologis

Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam :

1) Keadaan Jasmani

Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena itu keadaan tonus jasmani sangat mempengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.

Cara untuk menjaga kesehatan jasmani antara lain adalah :

a) Menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk kedalam tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan

(24)

mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu , dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar,

b) Rajin berolah raga agar tubuh selalu bugar dan sehat, c) Istirahat yang cukup dan sehat.

2) Keadaan Fungsi Jasmani/Fisiologis.

Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca indra. Panca indra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula dalam proses belajar, merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehinga manusia dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh karena itu, baik pendidik maupun peserta didik perlu menjaga panca indra dengan baik, baik secara preventif maupun secara yang bersifat kuratif. Dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodic, mengonsumsi makanan yang bergizi, dan lain sebagainya.

b. Faktor Psikologis

Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan peserta didik, motivasi , minat, sikap dan bakat.

(25)

1) Kecerdasan /intelegensia siswa

Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas manusia.

Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar peserta didik, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi inteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru/dosen, orang tua, dan lain sebagainya. Sebagai faktor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru/dosen professional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasannya.

Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orang tua dan guru atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater. Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana, amat superior, superior, rata-rata, atau

(26)

mungkin malah lemah mental. Informasi tentang taraf kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk memprediksi kemampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik akan membantu mengarahkan dan merencanakan bantuan yang akan diberikan kepada peserta didik.

2) Motivasi

Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar peserta didik. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.

Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motaivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu seperti membaca buku. Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar antara lain adalah:

a) Dorongan ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang lebih luas; b) Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan

(27)

c) Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain sebagainya.

d) Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain.

Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang dating dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untauk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungansecara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.

3) Minat

Secara sederhana, minat (interest) nerrti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003) minat bukanlah istilah yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.

Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat peserta didik agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.

(28)

Untuk membangkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Antara lain, pertama, dengan mebuat materi yang akan dipelajarai semenarik mingkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desai pembelajaran yang membebaskan siswa mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar.

4) Sikap

Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relative tetap terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebaginya, baik secara positif maupun negative (Syah, 2003).

Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negative dalam belajar, pendidik sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang professional dan bertanggungjawab terhadap profesi yang dipilihnya. yang dipelajari bermanfaat bagi diri peserta didik.

5) Bakat

Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimilki seorang siswa untauk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satukomponen

(29)

yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.

Karena belajar juga dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu,maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimilki oleh anaknya atau peserta didiknya, anatara lain dengan mendukung,ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.

2. Faktor Eksternal

Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial.

a. Lingkungan Sosial

1) Lingkungan social pendidikan, seperti guru/dosen, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.

2) Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang

(30)

kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.

3) Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.

b. Lingkungan non sosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah;

1) Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terlambat.

2) Faktor instrumental,yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabus dan lain sebagainya.

(31)

3) Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga denganmetode mengajar guru, disesuaikandengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan konsdisi siswa.

2.5.Pengertian Latihan-Latihan Progresif

Latihan progresip adalah latihan-latihan yang menguntungkan pada saat dadakan. Perlu ditekankan prinsip-prinsip pemberian beban lebih yang bertahap dan prinsip spesifisitas dari latihan .

Pemilihan metode yang tepat adalah meliputi efisiensi gerakan yang sesuai, efketifitas program latihan, termasuk FITT (frekwensi, Intensitas, Time, Tipe) yang adekuat. Gerakan yang salah harus dikoreksi dan dengan dasar gerakan yang baik.

1. Latihan progresif untuk lari lintas alam, perlombaan atletik tes Pola NAPFA (lihat Bab 6) memerlukan waktu minimal 4 sampai 6 minggu (sebaiknya paling tidak 8 sampai 12 minggu).

2. Petunjuk resep „FITT‟ dapat diterapkan untuk latihan – latihan progresif ini :  F = Frekuensi : 3 sampai 5 hari setiap minggu

 I = Intensitas : Mulailah dengan 60 % sampai 75 % dari denyut jantung maksimal yang sebenarnya atau yang diperkirakan menurut umur. Tingkatkan sampai 70 % - 85 %.

(32)

 T = Tipe aktivitas : Aerobik (misalnya jogging), kalistenik (misalnya pere-gangan, menyentuh jari kaki) dan latihan yang spesifik terhadap perlombaan (misalnya nomor – nomor tes NAPFA).

 T = Time (Waktu) : Setiap kali mulailah dengan berlatih 5 sampai 15 menit; tingkatkan sampai 30 – 60 menit.

Tabel 1. Perkiraan Denyut Jantung Maksimal (DMJ) untuk setiap latihan olahraga Umur (thn) DJM 60 % - 75 % DJM 70 % - 85 % DJM 10 210 125 – 160 150 – 180 20 200 120 – 150 140 – 170 30 190 115 – 140 130 – 160 40 180 110 – 135 125 – 150 50 170 100 – 130 120 – 145 60 160 95 – 120 110 -135

Salah satu cara untuk mengukur denyut jantung permenit ialah dengan menghitung denyut jantung atau nadi selama 6 detik dan kalikan hasilnya 10 kali :

Denyut permenit = Denyut dalam 6 detik x 10

Kecepatan peningkatan latihan bergantung pada tingkat kebugaran awal dari orang yang bersangkutan dan pada responnya terhadap program latihan tersebut.

2.6.Faktor Prilaku Olahraga

“Aksi sama dengan reaksi”, oleh karena itu :

1. Perilaku yang tidak sportif menimbulkan respon yang sama atau lebih jelek lagi.

2. Kekuatan (dan oleh karena itu juga cedera yang sama seringkali diderita baik oleh pelaku maupun oleh calon korbannya. Sebagai contoh niat untuk menendang garas lawan dengan kaki sering menyebabkan cedera pada garas sendiri.

(33)

2.7.Warming Up/Pemanasan

Pemanasan sebelum melakukan latihan yang berat dapat membantu mencegah terjadinya cedera. Latihan ringan selama 3-10 menit akan menghangatkan otot sehingga otot lebih lentur dan tahan terhadap cedera. Metode pemanasan yang aktif lebih efektif daripada metode pasif seperti air hangat, bantalan pemanas, ultrasonik atau lampu infra merah. Metode pasif tidak menyebabkan bertambahnya sirkulasi darah secara berarti.

Latihan peregangan tampaknya tidak mencegah cedera, tetapi berfungsi memperpanjang otot sehingga otot bisa berkontraksi lebih efektif dan bekerja lebih baik. Untuk menghindari kerusakan otot karena peregangan, hendaknya peregangan dilakukan setelah pemanasan atau setelah berolah raga, dan setiap gerakan peregangan ditahan selama 10 hitungan.

2.8.Cooling Down/Pendinginan

Pendinginan adalah mengurangi latihan secara bertahap sebelum latihan dihentikan. Pendinginan mencegah terjadinya pusing dengan menjaga aliran darah. Jika latihan yang berat dihentikan secara tiba-tiba, darah akan terkumpul di dalam vena tungkai dan untuk sementara waktu menyebabkan berkurangnya aliran darah ke kepala. Pendinginan juga membantu membuang limbah metabolik (misalnya asam laktat dari otot), tetapi pendinginan tampaknya tidak mencegah sakit otot pada hari berikutnya, yang disebabkan oleh kerusakan serat-serat otot.

(34)

30 3.1.Pengertian Cedera

Cedera adalah suatu akibat daripada gaya-gaya yang bekerja pada tubuh atau sebagian daripada tubuh dimana melampaui kemampuan tubuh untuk mengatasinya, sehingga mengakibatkan rasa sakit menimbulkan cacat, luka dan rusak pada otot atau sendi serta bagian lain dari tubuh gaya-gaya ini bisa berlangsung dengan cepat atau jangka lama. Harus diingat bahwa setiap orang dapat terkena celaka yang bukan karena kegiatan olahraga, biarpun kita telah berhati-hati tetapi masih juga celaka, tetapibila kita berhati-hati kita akan bisa mengurangi resiko celaka tersebut.

Cedera adalah hasil suatu tenaga berlebihan yang dilimpahkan pada tubuh dan tubuh tidak dapat menahan atau menyesuaikan dirinya. Latihan olahraga apapun tidak terlepas dari kemungkinan mendapatkan cedera. Cedera dapat dibedakan berdasarkan berat/ringannya dan berdasarkan waktu terjadinya.

1. Berdasarkan berat dan ringannya, cedera dapat dibagi atas :

a. Cedera ringan :

Biasanya tidak ada kerusakan yang berarti pada jaringan tubuh, misalnya hanya nyeri di otot atau kram otot. Cedera ini tidak memerlukan penanganan khusus, biasanya dapat sembuh sendiri setelah istirahat.

(35)

b. Cedera berat :

Terjadinya cedera serius pada jaringan tubuh sehingga perlu penanganan khusus, misalnya robeknya otot, tendon, ligamen atau patah tulang.

2. Berdasarkan waktu terjadinya, Cedera dapat dibagi atas :

a. Cedera akut

Cedera akut adalah cedera yang baru saja terjadi yang diikuti tanda-tanda lokal seperti nyeri, panas, bengkak dan terganggunya fungsi tubuh yang cedera tersebut. Untuk menangani cedera ini diperlukan pertolongan pertama pada cedera.

b. Cedera kronik

Yaitu cedera yang dapat dimulai oleh suatu episode akut yang jika tidak ditangani dengan benar akan tetap menimbulkan keluhan berulang. Cedera kronik dapat berupa :

1) Cedera overuse (pemakaian yang berlebihan, berulang-ulang dan dalam waktu yang lama).

2) Robekan-robekan kecil tapi berulang.

3) Penyembuhan yang tidak sempurna setelah suatu episode akut.

Biasanya cedera kronik ini dapat menamatkan karier seorang atlet, karena itu diagnosis serta penanganan yang tepat di lapangan sangat mutlak untuk keberhasilan penyembuhan cedera.

(36)

3.2.Pengertian Cedera Olahraga

Cedera Olahraga adalah rasa sakit yang ditimbulkan karena olahraga, sehingga dapat menimbulkan cacat, luka dan rusak pada otot atau sendi serta bagian lain dari tubuh.

Pengertian cedera olahraga adalah rasa saikit/gangguan pada sistem otot atau rangka tubuh yang disebabkan oleh kegiatan olahraga, rasa sakit yang ditimbulkan karena olahraga, sehingga dapat menimbulkan cacat, luka dan rusak pada otot atau sendi serta bagian lain dari tubuh.

Ada beberapa pengertian cedera menurut para ahli sebagai berikut:

1. Menurut Syamsuri E (1984 : 36), cedera adalah memar atau luka, atau dislokasi dari otot, sendi atau tulang yang disebabkan oleh kecelakaan, benturan (bodycontac) atau gerakan yang berlebihan sehingga otot, tulang, atau sendi tidak dapat menahan beban atau menjalankan tugasnya.

2. Menurut G. La. Cava (1995 : 145) cedera dalam dunia olahraga yaitu rusaknya jaringan (lunak atau keras) baik otot, tulang, atau persendian yang disebabkan oleh kesalahan teknis, benturan atau aktifitas yang melebihi batas beban latihan (overtraining) yang dapat menimbulkan rasa sakit atau nyeri dan atau akibat dari kelebihan latihan dalam memberikan pembebeanan yang terlalu berat (overload) sehingga otot, tulang, atau persendian tidak lagi dalam keadaan atau posisi anatomis (dislokasi).

3. Menurut Hadianto W (1995 : 11) cedera dalam olahraga adalah segala macam cedera yang timbul pada waktu latihan ataupun pada watu pertandingan.

(37)

Kegiatan olahraga yang sekarang terus dipacu untuk dikembangkan dan ditingkatkan bukan hanya olahraga prestasi atau kompetisi, tetapi olahraga juga untuk kebugaran jasmani secara umum. Kebugaran jasmani tidak hanya punya keuntungan secara pribadi, tetapi juga memberikan keuntungan bagi masyarakat dan negara. Oleh karena itu kegiatan olahraga sekarang ini semakin mendapat perhatian yang luas.

Bersamaan dengan meningkatnya aktivitas keolahragaan tersebut, korban cedera olahraga juga ikut bertambah. Sangat disayangkan jika hanya karena cedera olahraga tersebut para pelaku olahraga sulit meningkatkan atau mempertahankan prestasi. “Cedera Olahraga” adalah rasa sakit yang ditimbulkan karena olahraga, sehingga dapat menimbulkan cacat, luka dan rusak pada otot atau sendi serta bagian lain dari tubuh.

Cedera olahraga jika tidak ditangani dengan cepat dan benar dapat mengakibatkan gangguan atau keterbatasan fisik, baik dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari maupun melakukan aktivitas olahraga yang bersangkutan. Bahkan bagi atlet cedera ini bisa berarti istirahat yang cukup lama dan mungkin harus meninggalkan sama sekali hobi dan profesinya. Oleh sebab itu dalam penaganan cedera olahraga harus dilakukan secara tim yang multidisipliner.

Cedera olahraga dapat digolongkan 2 kelompok besar :

a. Kelompok kerusakan traumatik (traumatic disruption) seperti : lecet, lepuh, memar, leban otot, luka, “stram” otot, “sprain” sendi, dislokasi sendi, patah tulang, trauma kepala-leher-tulang belakang, trauma tulang

(38)

pinggul, trauma pada dada, trauma pada perut, cedera anggota gerak atas dan bawah.

b. Kelompok “sindroma penggunaan berlebihan” (over use syndromes), yang lebih spesifik yang berhubungan dengan jenis olahraganya, seperti : tenis elbow, golfer‟s elbow swimer‟s shoulder, jumper‟s knee, stress fracture pada tungkai dan kaki.

Didalam menangani cedera olahraga (sport injury) agar terjadi pemulihan seorang atlet untuk kembali melaksanakan kegiatan dan kalau perlu ke prestasi puncak sebelum cedera. Kita ketahui penyembuhan penyakit atau cedera memerlukan waktu penyembuhan yang secara alamiah tidak akan sama untuk semua alat (organ) atau sistem jaringan ditubuh, selain itu penyembuhan juga tergantung dari derajat kerusakan yang diderita, cepat lambat serta ketepatan penanggulangan secara dini.

Dengan demikian peran seseorang yang berkecimpung dalam kedokteran olahraga perlu bekal pengetahuan mengenai penyembuhan luka serta cara memberikan terapi agar tidak menimbulkan kerusakan yang lebih parah, sehingga penyembuhan serta pemulihan fungsi, alat dan sistem anggota yang cedera dapat dicapai dalam waktu singkat untuk mencapai prestasi kembali, maka latihan untuk pemulihan dan peningkatan prestasi sangat diperlukan untuk mempertahankan kondisi jaringan yang cedera agar tidak terjadi penecilan otot (atropi). Agar selalu tepat dalam menangani kasus cedera maka sangat diperlukan adanya pengetahuan tentang macam-macam cedera.

(39)

3.3.Jenis Cedera Olahraga

Secara umum cedera olahraga diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu : 1. Cedera tingkat 1 (cedera ringan)

Pada cedera ini penderita tidak mengalami keluhan yang serius, namun dapat mengganggu penampilan atlet. Misalnya: lecet, memar, sprain yang ringan. 2. Cedera tingkat 2 (cedera sedang)

Pada cedera tingkat kerusakan jaringan lebih nyata berpengaruh pada performance atlet. Keluhan bias berupa nyeri, bengkak, gangguan fungsi (tanda-tanda inplamasi) misalnya: lebar otot, straing otot, tendon-tendon, robeknya ligament (sprain grade II).

3. Cedera tingkat 3 (cedera berat)

Pada cedera tingkat ini atlet perlu penanganan yang intensif, istirahat total dan mungkin perlu tindakan bedah jika terdapat robekan lengkap atau hamper lengkap ligament (sprain grade III) dan IV atau sprain fracture) atau fracture tulang.

4. Strain dan Sprain

Strain dan sprain adalah kondisi yang sering ditemukan pada cedera olahraga.

a. Strain

Straing adalah menyangkut cedera otot atau tendon. Straing dapat dibagi atas 3 tingkat, yaitu :

(40)

1) Tinkat 1 (ringan)

Straing tingkat ini tidak ada robekan hanya terdapat kondisi inflamasi ringan, meskipun tidak ada penurunan kekuatan otot, tetapi pada kondisi tertentu cukup mengganggu atlet. Misalnya straing dari otot hamstring (otot paha belakang) akan mempengaruhi atlet pelari jarak pendek (sprinter), atau pada baseball pitcher yang cukup terganggu dengan strain otot-otot lengan atas meskipun hanya ringan, tetapi dapat menurunkan endurance (daya tahannya).

2) Tingkat 2 (sedang)

Strain pada tingkat 2 ini sudah terdapat kerusakan pada otot atau tendon, sehingga dapat mengurangi kekuatan atlet.

3) Tingkat 3 (berat)

Straing pada tingkat 3 ini sudah terjadi rupture yang lebih hebat sampai komplit, pada tingkat 3 diperlukan tindakan bedah (repair) sampai fisioterapi dan rehabilitasi.

b. Sprain

Sprain adalah cedera yang menyangkut cedera ligament. Sprain dapat dibagi 4 tingkat, yaitu :

1) Tingkat 1 (ringan)

Cedera tingkat 1 ini hanya terjadi robekan pada serat ligament yang terdapat hematom kecil di dalam ligamen dan tidak ada gangguan fungsi.

(41)

2) Tingkat 2 (sedang)

Cedera sprain tingkat 2 ini terjadi robekan yang lebih luas, tetapi 50% masih baik. Hal ini sudah terjadi gangguan fungsi, tindakan proteksi harus dilakukan untuk memungkinkan terjadinya kesembuhan. Imobilisasi diperlukan 6-10 minggu untuk benar-benar aman dan mungkin diperlukan waktu 4 bulan. Seringkali terjadi pada atlet memaksakan diri sebelum selesainya waktu pemulihan belum berakhir dan akibatnya akan timbul cedera baru lagi.

3) Tingkat 3 (berat)

Cedera sprain tingkat 3 ini terjadinya robekan total atau lepasnya ligament dari tempat lekatnya dan fungsinya terganggu secara total. Maka sangat penting untuk segera menempatkan kedua ujung robekan secara berdekatan.

4) Tingkat 4 (Sprain fraktur)

Cedera sprain tingkat 4 ini terjadi akibat ligamennya robek dimana tempat lekatnya pada tulang dengan diikuti lepasnya sebagian tulang tersebut.

3.4.Cedera yang Lazim Terjadi dalam Olahraga

Jenis cedera dalam olahraga biasanya dibedakan berdasarkan bagian tubuh yang terkena, yaitu pada bagian kulit, otot/tendon, tulang, ligamen/sendi, kepala, mata, hidung dan telinga.

(42)

1. Cedera Kulit

a. Luka lecet

Luka jenis ini biasanya terjadi akibat pergeseran dengan benda keras yang menyebabkan lecetnya permukaan kulit.

b. Luka robek

Luka jenis ini biasanya terjadi akibat kecelakaan pada olahraga kontak badan dan biasanya disertai perdarahan.

Tindakan untuk menghentikan perdarahan :

1) Angkat bagian yang luka lebih tinggi dari badan. 2) Tekan bagian yang luka.

3) Tutup bagian yang luka dengan balut tekan.

4) Untuk mengobati lukanya : Bersihkan dengan air, tutup dengan kasa steril, bawa atlet ke llinik untuk perawatan lebih lanjut.

c. Luka lepuh (blister)

Luka lepuh biasanya terjadi karena pergesekan kulit dengan benda keras yang menyebabkan melepuhnya kulit.

Tindakan untuk mengobati luka lepuh :

1) Bersihkan sekitar lepuh, tutup dengan plester lebar, jangan pecahkan lepuh.

2) Bila lepuh sudah pecah, bersihkan luka dan beri cairan antiseptik, tutup dengan kassa steril dan balut.

(43)

2. Cedera Otot/Tendon

a. Kejang otot

Terjadi bila otot tanpa sengaja berkontraksi dan dapat menyebabkan sakit. Selain itu kejang otot dapat disebabkan oleh.

1) Peregangan yang berlebihan

2) Dehidrasi (kehilangan cairan dan elektrolit lewat keringat) 3) Lelah yang berlebihan.

Tindakan : peregangan dan pijat (massage) ringan. b. Nyeri otot setelah melakukan aktivitas fisik

Terjadi setelah beberapa jam melakukan latihan Pencegahan dan tindakan :

1) Berat latihan harus ditingkatkan secara bertahap

2) Bila sudah merasakan nyeri yang ringan latihan tetap diteruskan dengan latihan yang dimodifikasi.

3) Pijatan dengan hati-hati dan dengan penghangat disekitar otot yang nyeri. c. Memar (hematome)

Terjadi perdarahan pada otot akibat benturan dan biasanya juga disertai memar pada kulit.

Tindakan : Segera menempel es pada tempat yang memar untuk mengurangi pembengkakan. Pada hari ke 3 berikan kompres hangat untuk mempercepat penyerapan bekuan darah.

(44)

d. Otot robek (strain)

Cedera yang terjadi pada otot dan tendon (otot robek) sehingga mengakibatkan perdarahan dan hilang kekuatannya. Cedera ini dapat terjadi karena waktu :

1) Memaksakan otot diregang melampaui kemampuannya; 2) Melakukan gerakan yang kurang benar;

3) Latihan peregangan yang tidak cukup atau tidak benar.

Gejala dan diagnosa : Nyeri yang tajam terasa pada saat cedera tejadi dan berulang pada waktu otot yang bersangkutan berkontraksi. Biasanya bila otot istirahat rasa nyeri berkurang, dan 24 jam setelah cedera tampak memar karena perdarahan dalam otot yang rusak.

Penanganan otot robek : 1) Istirahat

2) Mendinginkan daerah yang terkena cedera 3) Membalut daerah yang cedera

4) Elevasi tungkai

Orang yang cedera baru diperbolehkan melakukan aktifitas olahraga kembali jika sama sekali tidak ada nyeri atau bengkak pada otot yang cedera, Sekali fungsi dan kelenturan otot dari sendi yang berdekatan kembali, program latihan dapat diberikan. Ini biasanya terjadi setelah 3 – 16 minggu.

(45)

3. Cedera Ligamen/Sendi

Stabilitas sendi dipengaruhi faktor aktif dan pasif. Faktor aktif oleh aktifitas otot dan faktor pasif dipelihara oleh ligamen. Tanpa stabilitas pasif yang adekuat sendi tidak mungkin berfungsi normal.

Cedera ligamen terjadi bila sendi dipaksa melakukan gerakan melebihi range of movement (ROM) normal. Robekan dapat mengenai berbagai jumlah serat. Jika robekan hanya mengenai beberapa serat ligamen sehingga stabilitas tidak terganggu, hal ini disebut robekan tidak komplit (sprain ringan). Sedangkan jika robekan mengenai hampir seluruh serat ligamen dan stabilitas terganggu, ini disebut robekan komplit (sprain sedang sampai berat). Robekan ligamen dapat disertai dengan perdarahan yang menyebar ke jaringan sekitarnya dan terlihat sebagai memar. Cedera ligamen pada olahraga paling sering terjadi pada tumit, lutut, siku, pergelangan tangan dan bahu.

a. Sprain

Cedera sprain terjadi pada ligamen dimana dua otot teregang melampaui gerakan yang normal. Hal ini menimbulkan pembengkakan.

Penanganan :

Segera menempelkan es pada tempat cedera selama 15 menit dan diulang setiap 4 jam sampai 24 jam, setelah itu dilanjutkan dengan kompres panas. Setelah bengkak menghilang baru boleh melakukan latihan lagi.

Gejala dan diagnosa :

1) Perdarahan menyebabkan memar, bengkak, dan nyeri tekan diseputar sendi yang terlibat.

(46)

2) Nyeri bila tungkai diberi pembebanan atau digerakkan. 3) Kestabilan sendi tergantung dari luasnya cedera. b. Dislokasi (cerai sendi)

Semua persendian dikelilingi oleh kapsula dan ligamen. Bila terjadi dislokasi paling tidak kapsula dan ligamen terobek dan kadang-kadang tulang rawan sendi terkena.

Penanganan :

1) Sendi yang bersangkutan diistirahatkan dan di kompres es( RICE ) 2) Kirim ke rumah sakit.

3) Pembatasan gerak pada daerah yang cedera bervariasi antara 1-6 minggu. 4) Dislokasi sering berulang pada sendi bahu dan lutut, ini karena

penanganan atau rehabilitasi yang kurang sempurna. 4. Cedera tulang (diskontinuitas atau patah tulang)

Patah tulang adalah suatu keadaan dimana tulang retak atau patah yang dapat dipastikan dengan pemeriksaan rontgen.

Gejala umum patah tulang :

1) Adanya reaksi radang setempat (bengkak dan memar)

2) Terjadi fungsiolesi (bagian yang patah tidak dapat digerakkan) karena nyeri.

3) Nyeri tekan pada tempat yang patah. 4) Perubahan bentuk tulang (deformitas)

Cedera tulang harus dianggap cedera yang cenderung membahayakan karena dapat mengenai jaringan lunak disekitamya. Lokasi jenis olahraga

(47)

menentukan letak patah tulang, seperti patah tungkai bawah bagian bawah sering pada pemain sepakbola sedangkan patah lengan dan pergelangan tangan sering pada pesenam.

Jenis patah tulang :

a. Patah tulang terbuka. Terdapat kerusakan kulit, ujung tulang menonjol keluar sehingga mudah terjadi infeksi.

b. Patah tulang tertutup (tidak terjadi kerusakan kulit). Patah tulang yang sering dijumpai, yaitu patah yang terjadi pada :

1) Clavicula (tulang selangka) 2) Humerus (lengan atas)

3) Radius dan Ulna (lengan bawah) 4) Karpalia (pergelangan tangan) 5) Costae (iga/rusuk)

6) Femur (tulang paha) 7) Patela (tempurung lutut) 8) Tibia dan Fibula

Pertolongan pertama pada cedera patah tulang : a. Menghentikan perdarahan.

b. Mencegah infeksi dengan menutup luka memakai kassa steril.

c. Membatasi pergerakan dengan bidai pada bagian yang patah. Pada keadaan minim usahakan jangan banyak bergerak. Cedera lengan atas dibalutkan ke badan dan cedera tungkai bawah diikatkan dengan tungkai sebelahnya. d. Penanganan cedera dengan metode RICE.

(48)

e. Segera bawa ke Rumah sakit.

Perawatan setelah pengobatan : Latihan aktif menggunakan otot harus menyertakan seluruh bagian tubuh untuk menjaga kondisi jantung dan paru secara umum dan mencegah pengecilan otot. Otot-otot daerah cedera dapat dilatih secara berlawanan (isometrik).

5. Cedera Kepala

Bisa mengakibatkan pusing kepala, sempoyongan bahkan sampai tidak sadar. Pemain yang tidak sadar sampai jangka waktu lebih dari 10 detik tidak boleh melanjutkan pertandingan.

a. Gegar Otak (Komosio Cerebri)

Kehilangan kesadaran tanpa kelainan otak. Gejala: Mual, muntah, pusing, tidak sadar/pingsan.

Tindakan :

1) Secepatnya mengeluarkan pemain dari lapangan. 2) Tidurkan terlentang tanpa bantal, kepala dimiringkan.

3) Periksa refleks pupil (orang orangan mata) jika besarnya tidak sama berarti ada kelainan jaringan otak.

4) Kirim ke Rumah sakit. b. Memar otak (Kontusio cerebri)

Kehilangan kesadaran disertai kerusakan jaringan otak. Gejala: Muntah, tidak sadar beberapa menit sampai beberapa hari, lupa akan kejadian yang lalu(amnesia).

(49)

Tindakan :

1) Tidurkan terlentang tanpa bantal, kepala dimiringkan. 2) Mulut dan hidung dibersihkan dari muntahan.

3) Dagu ditarik kedepan supaya pangkal lidah tidak jatuh ke belakang dan menutupi jalan nafas.

4) Segera bawa ke Rumah sakit. 6. Cedera Mata

Terjadi pada permainan yang mempergunakan benda yang bergerak cepat, bisa rnenyebabkan kebutaan. Semua cedera mata sebaiknya dikirim ke dokter spesialis mata. Benda asing pada mata: Mata sering kemasukan debu, pasir dan sebagainya yang dapat menyebabkan mata menjadi merah, berair kadang bengkak dan sakit.

Tindakan :

a. Korban jangan menggosok-gosok mata yang sakit

b. Tengadahkan kepala korban, pegang kelopak mata atas dan bawah sehingga mata yang sakit terbuka.

c. Untuk menghilangkan kotoran pada mata mula-mula cobalah menyiram mata dengan air bersih atau membuka tutup (mengedipkan-edipkan) mata dalam mangkuk yang berisi air bersih. Bila tidak berhasil coba diangkat kotoran dengan kapas yang dipilin.

d. Kotoran yang ada dibagian hitam mata jangan coba caba diangkat, tutup mata dengan kasa steril dan bawa ke dokter.

(50)

7. Cedera Hidung

1) Terjadi karena trauma tumpul

2) Perdarahan terjadi karena pecahnya pembuluh darah. 3) Dapat disertai dengan patahnya tulang rawan hidung. Gejala : Keluar darah dari hidung disertai nyeri. Tindakan :

1) Usahakan penderita tetap duduk tegak bila mungkin.

2) Pijit cuping hidung dengan ibu jari dan telunjuk selama kira kira 10 menit, kecuali jika terjadi retak pada tulang hidung tidak boleh dipijit.

3) Kompres hidung dengan memasukkan kapas dan ganti setiap 1 jam. 4) Jika perdarahan belum berhenti, bawa ke rumah sakit.

8. Cedera Telinga

Dapat menyebabkan perdarahan pada telinga dalam atau menyebabkan robeknya selaput gendang. Bila kemudian menyebabkan keluhan telinga berdengung terus menerus atau tidak dapat mendengar dengan baik sebaiknya dikonsultasikan ke ahli telinga.

9. Cedera Bahu

Penyebab utama cedera bahu adalah penggunaan berlebihan. Sering terjadi pada olahraga tennis, lempar dan berenang. Keseleo sering terjadi pada sendi bahu karena kepala sendi yang masuk kedalam mangkok sendi kurang dari separuhnya dan hanya diperkuat oleh ligamen dan otot otot bahu saja.

Tanda-tanda : Lengkung bahu hilang, Bahu tidak dapat digerakkan, Pertolongan:

(51)

1) Lengan digantung dengan kain segitiga (mitella) 2) Segera bawa ke rumah sakit.

3) Dalam keadaan terpaksa, dapat juga ditolong dengan menggunakan metode Stimson yaitu : Atlet dibaringkan tertelungkup sambil bagian lengannya yang keluar dari bonggol sendi menggantung ke bawah ditepi tempat tidur. Kemudian diberi beban yang diikatkan pada lengan bawah dan pergelangan tangan. Setelah beberapa jam bonggol sendi akan masuk dengan sendirinya.

10. Cedera Siku

Cedera pada siku seperti cedera pada sendi-sendi lain pada umumnya terjadi karena trauma atau penggunaan yang berlebihan.

Tennis elbow

Cedera ini memang kebanyakan diderita oleh pemain tennis, tetapi dapat pula diderita oleh atlet lain antara lain pemain badminton, tennis meja, squas, golf.

Gejala:

a. Nyeri pada bagian luar/dalam siku.

b. Pergelangan tangan lemah sehingga sukar untuk memegang cangkir, membuka pintu mobil, memeras pakaian dan berjabat tangan.

c. Tempat nyeri atau cedera dapat ditentukan secara jelas dengan menekan pada daerah siku.

Pengobatan :

a. Kompres dingin dilakukan selama 2 hari untuk mengurangi nyeri dan radang.

(52)

b. Istirahatkan lengan yang sakit dan hindarkan gerakan yang menimbulkan rasa nyeri pada siku.

c. Setelah 2 hari beri kompres panas untuk mempercepat penyembuhan d. Bila atlet sudah tidak merasa nyeri lagi sewaktu berjabat tangan, latihan

sudah dapat dimulai. 11. Cedera Lutut

Cedera ini sering terjadi karena sendi lutut termasuk sendi yang tidak stabil. Stabilitas sendi ini sangat tergantung pada kekuatan ligamen dan otot otot yang berjalan disekitarnya. Disamping itu sendi lutut merupakan sendi yang paling sering menerima beban berat.

a. Cedera Pada Meniskus

Gejala:

1) Sakit pada lutut, lebih lebih bila membawa beban. 2) Sendi terkunci

3) Sendi terasa lemah 4) Sendi berisi cairan

Penyebab : trauma, pemakaian alat latihan yang berlebihan (overuse), puntiran yang berlebihan.

Pengobatan :

1) Menggunakan metode RICE 2) Awasi tanda tanda shock

3) Bagian yang cedera tidak boleh digerakkan

(53)

5) Segera kirim ke rumah sakit. 6) Berikan obat-obatan analgetika.

b. Runner's Knee (Chondromacia Patellae) :

Rasa sakit di belakang tempurung lutut yang dimulai lambat-lambat. Biasanya terjadi pada usia 12 – 35 tahun.

Tanda tanda :

1) Rasa sakit pada bagian dalam tempurung lutut yang akan lebih terasa bila jalan, lari jongkok, loncat,

2) Kadang kadang terasa lumpuh. Penyebab :

1) Ketidak seimbangan otot 2) Trauma pada lutut

3) Peregangan yang berlebihan pada lutut, misal sewaktu jogging, sprint, sepak bola.

Pengobatan :

1) Pergunakan sistem RICE

2) Jangan jongkok atau naik tangga 3) Setelah 3 – 4 hari, dikompres panas 4) Balut dengan perban elastik.

12. Cedera Pergelangan Kaki

Tendo achiles sering mengalami cedera (strain) akibat penarikan yang berlebihan dari otot betis.

Gambar

Tabel  1.    Perkiraan  Denyut  Jantung  Maksimal  (DMJ)  untuk  setiap  latihan  olahraga  Umur (thn)  DJM  60 % - 75 %  DJM  70 % - 85 % DJM  10  210  125 – 160  150 – 180  20  200  120 – 150  140 – 170  30  190  115 – 140  130 – 160  40  180  110 – 135
Tabel 1 : Pembagian terapi panas menurut kedalaman penetrasinya.

Referensi

Dokumen terkait