• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, maka tidak ada air dan perairan alami yang murni. Tetapi didalamnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. tersebut, maka tidak ada air dan perairan alami yang murni. Tetapi didalamnya"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan senyawa yang bersifat pelarut universal, karena sifatnya tersebut, maka tidak ada air dan perairan alami yang murni. Tetapi didalamnya terdapat unsur dan senyawa yang lain. Dengan terlarutnya unsur dan senyawa tersebut, terutama hara mineral, maka air merupakan faktor ekologi bagi makhluk hidup. Walaupun demikian ternyata tidak semua air dapat secara langsung digunakan memenuhi kebutuhan makhluk hidup, tetapi harus memenuhi kriteria dalam setiap parameternya masing-masing

Berbagai sumber air yang dipergunakan untuk keperluan hidup dan kehidupan dapat tercemar oleh berbagai sumber pencemaran. Limbah dari makhluk hidup, seperti manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan dapat menjadi penyumbang pencemaran terhadap air yang akan dipergunakan, baik untuk keperluan makhluk hidup maupun untuk keperluan kehidupan yang lain. Keberadaan Zat-zat beracun atau muatan bahan organik yang berlebih akan menimbulkan gangguan terhadap kualitas air. Keadaan ini akan menyebabkan oksigen terlarut dalam air berada pada kondisi yang kritis, atau merusak kadar kimia air.

Kehidupan mikroorganisme, seperti ikan dan hewan air lainnya, tidak terlepas dari kandungan oksigen yang terlarut di dalam air, tidak berbeda dengan manusia dan mahluk hidup lainnya yang ada di darat, yang juga memerlukan oksigen dari udara agar tetap dapat bertahan. Air yang tidak mengandung oksigen tidak dapat memberikan kehidupan bagi mikro organisme, ikan dan hewan air lainnya. Oksigen

(2)

yang terlarut di dalam air sangat penting artinya bagi kehidupan. Untuk memenuhi kehidupannya, manusia tidak hanya tergantung pada makanan yang berasal dari daratan saja (beras, gandum, sayuran, buah, daging, dll), akan tetapi juga tergantung pada makanan yang berasal dari air (ikan, kerang, cumi-cumi, rumput laut, dll).

Tanaman yang ada di dalam air, dengan bantuan sinar matahari, melakukan fotosintesis yang menghasilkan oksigen. Oksigen yang dihasilkan dari fotosintesis ini akan larut di dalam air. Selain dari itu, oksigen yang ada di udara dapat juga masuk ke dalam air melalui proses difusi yag secara lambat menembus permukaan air. Konsentrasi oksigen yang terlarut di dalam air tergantung pada tingkat kejenuhan air itu sendiri. Kejenuhan air dapat disebabkan oleh koloidal yang melayang di dalam air oleh jumlah larutan limbah yang terlarut di dalam air. Selain dari itu suhu air juga mempengaruhi konsentrasi oksigen yang terlarut di dalam air. Tekanan udara dapat pula mempengaruhi kelarutan oksigen di dalam air. Tekanan udara dapat pula mempengaruhi kelarutan oksigen di dalam air karena tekanan udara mempengaruhi kecepatan difusi oksigen dari udara ke dalam air.

Kemajuan industri dan teknologi seringkali berdampak pula terhadap keadaan air lingkungan, baik air sungai, air laut, air danau maupun air tanah. Dampak ini disebabkan oleh adanya pencemaran air yang disebabkan oleh berbagai hal seperti yang telah diuraikan di muka. Salah satu cara untuk menilai seberapa jauh air lingkungan telah tercemar adalah dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air.

Pada umumnya air lingkungan yang telah tercemar kandungan oksigennya sangat rendah. Hal itu karena oksigen yang terlarut di dalam air diserap oleh

(3)

mikroorganisme untuk memecah/mendegradasi bahan buangan organik sehingga menjadi bahan yang mudah menguap (yang ditandai dengan bau busuk). Selain dari itu, bahan buangan organik juga dapat bereaksi dengan oksigen yang terlarut di dalam air organik yang ada di dalam air, makin sedikit sisa kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya. Bahan buangan organik biasanya berasal dari industri kertas, industri penyamakan kulit, industri pengolahan bahan makanan (seperti industri pemotongan daging, industri pengalengan ikan, industri pembekuan udang, industri roti, industri susu, industri keju dan mentega), bahan buangan limbah rumah tangga, bahan buangan limbah pertanian, kotoran hewan dan kotoran manusia dan lain sebagainya.

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian DO, COD dan BOD serta bagaimana metode pengukuran dan fungsi DO, COD dan BOD sebagai parameter dalam perairan terutama dalam menentukan kualitas air serta pencemaran yang terjadi.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang disebut dengan Dissolved Oxygen (DO), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Biochemical Oxygen Demand (BOD) ?

1.2.2 Bagaimanakah dampak yang ditimbulkan jika terjadi kelimpahan atau

kekurangan Dissolved Oxygen (DO), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Biochemical Oxygen Demand (BOD) di perairan? serta tingkat pencemaran yang terjadi di perairan?

(4)

1.2.3 Bagaimanakah prinsip kerja dari penentuan kadar Dissolved Oxygen (DO), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Biochemical Oxygen Demand (BOD) dalam sampel air?

1.2.4 Bagaimana langkah menentukan kandungan Dissolved Oxygen (DO), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Biochemical Oxygen Demand (BOD) dalam sampel air, serta reaksi yang terjadi?

1.2.5 Bagaimana cara menghitung kadar Dissolved Oxygen (DO), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Biochemical Oxygen Demand (BOD) dalam sampel air?

1.3 Tujuan

Melalui makalah ini diharapkan pembaca mengetahui tentang:

1.3.1 Pengertian Dissolved Oxygen (DO), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Biochemical Oxygen Demand (BOD) .

1.3.2 Dampak yang ditimbulkan jika terjadi kelimpahan atau kekurangan Dissolved Oxygen (DO), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Biochemical Oxygen Demand (BOD) di perairan serta tingkat pencemaran yang terjadi di perairan. 1.3.3 Prinsip kerja dari penentuan kadar Dissolved Oxygen (DO), Chemical

Oxygen Demand (COD), dan Biochemical Oxygen Demand (BOD) dalam sampel air.

1.3.4 Langkah dalam penentuan Dissolved Oxygen (DO), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Biochemical Oxygen Demand (BOD) pada sampel air, serta reaksi yang terjadi.

1.3.5 Cara menghitung kadar Dissolved Oxygen (DO), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Biochemical Oxygen Demand (BOD) dalam sampel air.

(5)

1.4 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode kepustakaan dengan telaah pada buku-buku atau sumber. Hal ini dapat dijadikan sumber atau referensi serta memiliki ketersambungan atau keterkaitan materi dengan kajian atau pokok bahasan dalam makalah ini.

(6)

BAB II

DAFTAR PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum

2.1.1 Oksigen terlarut (OT) atau Dissolved Oxygen (DO)

Oksigen merupakan parameter yang sangat penting dalam air. Sebagian besar makhluk hidup dalam air membutuhkan oksigen untuk mempertahankan hidupnya, baik tanaman maupun hewan air, bergantung kepada oksigen yang terlarut. Ikan merupakan makhluk air dengan kebutuhan oksigen tertinggi, kemudian invertebrata, dan yang terkecil kebutuhan oksigennya adalah bakteri.

Keseimbangan oksigen terlarut (OT) dalam air secara alamiah terjadi secara berkesinambungan. Mikoorganisme sebagai makhluk terkecil dalam air, untuk pertumbuhannya membutuhkan sumber energi yaitu unsur karbon (C) yang dapat diperoleh dari bahan organik yang berasal dari tanaman, ganggang yang mati, maupun oksigen dari udara.

Bahan organik tersebut oleh mikroorganisme akan duraikan menjadi karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). CO2 selanjutnya dimanfaatkan oleh tanaman dalam air untuk proses fotosintesis membentuk oksigen, dan seterusnya. Oksigen yang dimanfaatkan untuk proses penguraian bahan organik tersebut akan diganti oleh oksigen yang masuk dari udara maupun dari sumber lainnya secepat habisnya oksigen terlarut yang digunakan oleh bakteri atau dengan kata lain oksigen yang diambil oleh biota air selalu setimbang dengan oksigen yang masuk dari udara maupun dari hasil fotosintesa tanaman air.

(7)

Apabila pada suatu saat bahan organik dalam air menjadi berlebih sebagai akibat masuknya limbah aktivitas manusia (seperti limbah organik dari industri), yang berarti suplai karbon (C) melimpah, menyebabkan kecepatan pertumbuhan mikroorganisme akan berlipat ganda, yang berati juga meningkatnya kebutuhan oksigen, sementara suplai oksigen dari udara jumlahnya tetap. Pada kondisi seperti ini, kesetimbangan antara oksigen yang masuk ke air dengan yang dimanfaatkan oleh biota air tidak setimbang, akibatnya terjadi defisit oksigen terlarut dalam air. Bila penurunan oksigen terlarut tetap berlanjut hingga nol, biota air yang membutuhkan oksigen (aerobik) akan mati, dan digantikan dengan tumbuhnya mikroba yang tidak membutuhkan oksigen atau mikroba anerobik. Sama halnya dengan mikroba aerobik, mikroba anaerobik juga akan memanfatkan karbon dari bahan organik. Dari respirasi anaerobik ini terbentuk gas metana (CH4) disamping terbentuk gas asam sulfida (H2S) yang berbau busuk.

Masuknya zat terlarut lain dalam air mengganggu kelarutan oksigen dalam air

(8)

2.1.2 Biological Oxygen Demand (BOD)

BOD merupakan parameter yang umum dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran bahan organik pada air limbah. BOD yaitu banyaknya oksigen yang dibutuhkan bakteri aerobik untuk menguraikan bahan organi di dalam air melalui proses oksidasi biologis (biasanya dihitung selam waktu 5 hari pada suhu 20 oC). Semakin tinggi nilai BOD di dalam air limbah, semakin tinggi pula tingkat pencemaran yang ditimbulkan.

Biological Oxygen Demand (BOD) adalah suatu analisis empiris yang mencoba mendekati secara global proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat organis yang tersuspensi dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendisain sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah. Apabila sesuatu badan air dicemari oleh zat organik, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan. Keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau busuk pada air.

Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen di dalam air, dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerob. Sebagai hasil oksidasi akan terbentuk karbon dioksida, air dan Reaksi oksidasi dapat dituliskan sebagai berikut:

(9)

Atas dasar reaksi tersebut, yang memerlukan kira-kira 2 hari dimana 50% reaksi telah tercapai, 5 hari supaya 75% dan 20 hari supaya 100% tercapai maka pemeriksaan BOD dapat dipergunakan untuk menaksir beban pencemaran zat organik.

BOD merupakan salah satu indikator yang menyatakan dampak biologis dari jasad organik yang hidup di air, dan merupakan salah satu parameter kualitas air. Kajian mengenai parameter kualitas air telah banyak dilakukan, namun untuk parameter BOD belum banyak studi yang dilakukan khususnya menggunakan data citra Landsat. Model perhitungan BOD ini dikembangkan dari model perhitungan parameter kualitas air antara lain, dari pengertian dasar tentang kelarutan oksigen di air yang bergantung pada temperatur.

2.1.3 Chemical Oxygen Demand (COD)

COD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi secara kimia bahan organik di dalam air. COD juga merupakan parameter yang umum dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran bahan organik pada air limbah. Uji COD dapat dilakukan lebih cepat dari pada uji BOD, karena waktu yang diperlukan hanya sekitar 2 jam.

Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (O2 mg) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat–zat organik yang ada dalam 1 liter sampel air. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat–zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mokrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.

(10)

Oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen yang terkandung didalam air dan diukur dalam satuan ppm. Oksigen yang terlarut ini dipergunakan sebagai tanda derajat pengotor air baku. Semakin besar oksigen yang terlarut, maka menunjukkan derajat pengotoran yang relatif kecil. Rendahnya nilai oksigen terlarut berarti beban pencemaran meningkat sehingga koagulan yang bekerja untuk mengendapkan koloida harus bereaksi dahulu dengan polutan-polutan dalam air menyebabkan konsusmsi bertambah.

Chemical Oxygen Demand (COD) yaitu jumlah oksigen (O2 mg) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam sampel air dimana peoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent). Angka yang ditunjukkan COD merupakan ukuran bagi pencemaran air dari zat-zat organik yang secara alamiah dapat mengoksidasi melalui proses mikrobiologis dan dapat juga mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Sebagian besar zat organis melalui tes COD ini dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih. Adapun reaksi yang terjadi:

CaHbOc + Cr2O72- + H+ → CO2 + H2O + 2 Cr3+

Perak Sulfat Ag2SO4 ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercapat reaksi. Sedangkan merkuri sulfat ditambahkan untuk menghilangkan gangguan klorida yang umumnya terdapat di dalam air buangan. Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organis hampir teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr2O7 yang sesudah direfluks masih harus tersisa. K2Cr2O7 yang tersisa dalam larutan tersebut digunakan untuk menentukan berapa oksigen yang telah terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi dengan ferro amonium sulfat (FAS). Indikator

(11)

ferroin yang digunakan akhir titrasi yitu saat warna hijau – biru larutan menjadi coklat – merah.

Analisis COD berbeda dengan analisa BOD, namun perbandingan antar angka COD dengan angka BOD dapat ditentukan, seperti pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Perbandingan Rata – Rata Angka BOD5/COD Untuk Beberapa Jenis Air.

Jenis Air BOD5/COD

Air buangan domestik(penduduk) 0,40 – 0,60

Air buangan domestik setelah pengendapan primer 0,60 Air buangan setelah pengolahan secara biologis 0,20

Air sungai 0,10

Dalam analisa COD, kadar klorida (Cl-) sampai 2000 mg/l di dalamn sampel dapat menjadi gangguan karena dapat menjadi ganguan karena dapat mengganggu kerjanya kualitas Ag2SO4, dan pada keadaan tertentu turut teroksidasi oleh dikromat, sesuai dengan reaksi yang terjadi seperti contoh berikut ini:

6 Cl- + Cr

2O72- + 14 H+ → 3 Cl2 + 2 Cr3+ + 7H2O. Gangguan ini dapat dihilangkan dengan penambahan HgSO4 pada sampel.

Adapun keuntungan dengan penambahan tes COD dibandingkan tes BOD5, antara lain:

- Memakan waktu ± 3 jam, sedangkan BOD5 memakan waktu 5 hari;

- Untuk menganalisa COD antara 50 – 800 mg/l, tidak dibutuhkan pengenceran sampel, sedangkan BOD5 selalu membutuhkan pengenceran;

- Ketelitan dan ketepatan (reprodicibilty) tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari tes BOD5;

- Gangguan zat yang bersifat racun tidak menjadi masalah.

Sedangkan kekurangan dari tes COD adalah tidak dapat membedakan antara zat yang sebenarnya yang tidak teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi secara

(12)

biologis. Hal ini disebabkan karena tes COD merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologis, sehingga suatu pendekatan saja. Untuk tingkat ketelitian pinyimpangan baku antara laboratorium adalah 13 mg/l. Sedangkan penyimpangan maksimum dari hasil analisa dalam suatu laboratorium sebesar 5% masih diperkenankan.

Chemical Oxygen Demand (COD) dapat dihitung sebagai berikut : COD sebagai mg O2 = (A – B)N x 8000 . Dimana :

A = ml FAS untuk blanko. B = ml FAS untuk sampel N = normalitas FAS

2.2 Quality assurence DO, BOD, dan COD 2.2.1 Persiapan Alat

Dalam penelitian ini diperlukan alat-alat yang dibutuhkan dalam keberlangsungan penelitian. Alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut:

 Botol sampling sebanyak 14 buah, digunakan untuk pengambilan sampel air laut di sebanyak 14 titik.

 GPS, digunakan untuk mengetahui dan menentukan koordinat titik sampling.  Kertas lakmus, digunakan untuk mengetahui kadar pH air laut tersebut.

Thermometer, digunakan untuk mengukur suhu air laut.

2.2.2 Pengumpulan data

Pengumpulan data dibagi menjadi dua aspek yang masing-masing aspek memiliki data primer dan sekunder. Data primer didapatkan dari wawancara dan survei di wilayah penelitian. Data sekunder yang dipilih digunakan untuk membantu proses penelitian ini meliputi data dan pet gambaran umum, data curah hujan, data

(13)

pemanfaatan perairan pantai Tuban dan profil perairan Tuban, dan Data industri dan data kegiatan usaha di pantai utara Tuban.

Penenentuan titik sampling

Jumlah titik dan lokasi yang diperlukan untuk data yang dianggap mewakili, didasarkan pada perhitungan estimasi penyebaran (dispersi) limbah ke laut, dari titik masukannya. Dispersi ini didasarkan asumsi laut dalam keadaan steady (tidak dipengaruhi turbulensi dan arus laut yang besar) dan didasarkan laju dispersi pencemar di air/laut. Secara garis besar titik pengambilan contoh yang diperlukan: a) Titik masukan limbah (kualitas limbah yang masuk ke laut), dari data-data

penelitian dan data skunder yang pernah ada. Data ini difungsikan untuk memperdalam analisis pengaruh pencemaran kegiatan di sekitar pantai terhadap kualitas air laut/pantai

b) Titik di daerah percampuran sempurna (arah vertikal) limbah dengan laut. Pengambilan sampling di daerah ini yaitu berjarak 500 m dari tepi wilayah pesisir pantai. Data ini menggambarkan rata-rata kualitas laut di daerah studi.

c) Titik di daerah lebih ke tengah, yang dianggap pengaruh limbah sudah kecil atau tidak signifikan (berdasarkan perhitungan dispersi). Untuk pengambilan sampling daerah ini berjarak lebih dari 1 km dari tepi wilayah pesisir . Data ini difungsikan sebagai kontrol atau kualitas background air laut.

Pengambilan dilakukan di daerah yang diperkirakan sebagai daerah masukan pencemar ke laut (misalkan muara sungai, sekitar pipa pembuangan limbah, pertemuan drainase dengan laut, dan sebagainya). Untuk kawasan dengan masukan limbah yang diperkirakan laten dan non point source (merata di suatu kawasan, misal

(14)

di daerah pelabuhan, TPI, pasar & kawasan nelayan, dsb), maka lokasi pengambilan di perkirakan di sekitar kawasan tersebut diambil secara acak (sepanjang pantai). Untuk areal ke tengah laut diperkirakan dengan perhitungan dispersi pencemar (dan dengan pengamatan lapangan) yang dianggap mulai homogen antara masukan limbah dengan air laut penerimanya. Asumsi homogen yang digunakan adalah homogen secara vertikal (sesuai dengan kedalaman air rata-rata daerah pasang surut), karena tidak mungkin memperkirakan homogen horisontal tanpa batas. Sebagai kontrol, kualitas air laut lepas, sampel diambil pada bagian agak tengah (pada daerah bukan pasang surut) yang diperkirakan tidak terpengaruh oleh masukan limbah-limbah yang teridentifikasi. Pemilihan lokasi uji sampel didasarkan pada keterwakilan terhadap kegiatan yang ada di laut, yang dapat memberi pengaruh terhadap kualitas air.

2.2.3 Perlakuan Sampel

Sampel air di lokasi yang berbeda dikumpulkan untuk analisis laboratory dan diberi label segera di lapangan. Sampel diangkut dalam wadah berisi es sebelum dibawa ke laboratorium. Sebaiknya sampel dianalisis segera atau disimpan pada temperatur ≤ 40 untuk memantau status sampel dari parameter sumber pencemaran.

(15)

2.3 Metode Pengukuran DO, BOD, dan COD 2.3.1 Analisis Oksigen Terlarut

Kadar oksigen terlarut metode penentuanya sama dengan kadar oksigen biologis. Analisisnya ditentukan dengan metoda elektrokimia menggunakan alat DO meter AZ 8563 dan nilainya dinyatakan dalam ppm, Atau bisa juga ditentukan kadarnya menggunakan metode titrasi winkler.

a. Metode Winkler

Prinsip dari metode winkler ini menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 dan larutan NaOH-KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4 atau HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan kemudian dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan menggunakan indikator amilum. Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan:

MnCl2 + NaOH Mn(OH)2 + 2NaCl

2Mn(OH)2 + O2 2MnO2 + 2H2O

MnO2 + 2 KI +2H2O Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH

I2 + 2 NaS2O3 Na2S4O6 + 2 NaI b. Metode Elektrokimia

Metode elektrokimia menggunakan peralatan DO meter. Untuk menganalisa kadar BOD dan OD dengan alat ini adalah dengan menganalisa kadar DO hari nol dan selanjutnya menganalisa kadar DO hari ke-5. Selanjutnya kadar BOD dapat dianalisa dengan mengurangkan selisih keduanya. Cara penentuan oksigen terlarut dengan metode elektrokimia adalah cara langsung untuk menentukan oksigen terlarut

(16)

dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya adalah menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara kesulurahan elektroda ini dilapisi dengan membran palstik yang bersifat semi permeabel terhadap oksigen. Reaksi kimia yang terjadi adalah sebagia berikut:

Katoda: O2 + 2 H2O + 4 e

4OH-Anoda : Pb + 2 OH- PbO + H2O + 2 e

Hasil Analisis kadar DO

Tabel 1. Kisaran, rerata (x), Standar deviasi (SD) dan koefisien Variasi ((CV) (%)) oksigen terlarut di perairan Kema, bulan April dan Mei 2010

Dari Tabel 1 terlihat bahwa kadar oksigen terlarut pada bulan April relatif lebih rendah dibandingkan bulan Mei. Kadar oksigen terlarut pada bulan April berkisar antara 3,46-4,99 ppm dengan rata-rata 4,22±0,34 ppm. Sedangkan pada bulan Mei berkisar antara 4,03-6,25 ppm dengan rata-rata 5,25±0,72 ppm. Perbedaan rata-rata kadar oksigen antara bulan April dan Mei adalah 1,03 ppm. Kadar oksigen terlarut bulan April dan Mei cukup bervariasi dengan nilai koefisien variasi (CV) masing-masing 8,12% dan 13,73%. Rendahnya kadar oksigen terlarut pada bulan April di perairan ini disebabkan karena air lautnya keruh. Kondisi perairan pada saat pengamatan terjadi hujan akibat limbah-limbah dan kotoran yang berasal dari darat masuk ke peraiaran ini melalui aliran-aliran air tawar. Dengan demikian banyak oksigen yang diperlukan untuk penguraiannya, baik secara biologis maupun kimiawi. Sebaliknya pada bulan Mei kadar oksigen relatif tinggi, karena pada saat pengamatan

(17)

perairan kondisi airnya jernih dan perairan bersih sehingga proses fotosintesis bisa berlangsung dengan baik.

Gambar 1. Distribusi oksigen terlarut (ppm) lapisan permukaan di perairan Kema, April 2010.

Gambar 2. Distribusi oksigen terlarut (ppm) lapisan permukaan di perairan Kema, Mei 2010.

Sebaran oksigen terlarut pada bulan April menunjukkan nilai antara 3,86-4,26 ppm mendominasi hampir seluruh perairan ini. Nilai oksigen <3,86 ppm dijumpai di bagian selatan perairan dekat pantai sedangkan nilai oksigen >4,66 ppm berada jauh

(18)

dari pantai (Gambar 1). Sebaran oksigen pada bulan Mei menunjukkan nilai <5,43 ppm mendominasi hampir sebagian perairan, sebarannya mulai dari perairan dekat pantai, depan muara sungai (estuari); yaitu sungai Kema dan Tasikoki menuju ke laut lepas. Sebaran nilai oksigen antara 5,43-6,13 ppm mendominasi perairan bagian selatan dan menyebar jauh dari pantai (Gambar 2). Dari Gambar 1 dan 2 terlihat dengan jelas bahwa nilai oksigen terendah di perairan ini dijumpai pada daerah pantai dekat muara sungai (estuari) dan nilai oksigen yang tinggi berada pada staiun yang jauh dari pantai.

Rendahnya kardar oksigen di daerah pantai dekat muara sungai (estuari), erat kaitannya dengan kekeruhan air laut dan juga diduga disebabkan semakin bertambahnya aktivitas mikroorganisme untuk menguraikan zat organik menjadi zat anorganik yang menggunakan oksigen terlarut (bioproses) di perairan ini. Sedangkan tingginya kadar oksigen terlarut di perairan lepas pantai, dikarenakan airnya jernih sehingga dengan lancarnya oksigen yang masuk kedalam air tanpa hambatan melalui proses difusi dan proses fotosintesi. Berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh Nybakken (1988), bahwa secara horizontal diketahui oksigen terlarut semakin ke arah laut maka kadar oksigen terlarut akan semakin menurun juga. Namun hal ini tidak menjadi suatu patokan (ketentuan), tergantung pada perairan itu sendiri kaitannya terhadap kandungan oksigen terlarut.

Kadar oksigen terlarut di dalam massa air nilainya adalah relatif dan bervariasi, biasanya berkisar antara 6-14 ppm (Connel dan Miller, 1995). Secara keseluruhan kadar oksigen terlarut di perairan ini berkisar antara 3,46-6,25 ppm dengan rata-rata 4,73±0,76 ppm, relatif lebih rendah dibandingkan dengan kadar

(19)

oksigen terlarut di lapisan permukaan laut umumnya. Kadar oksigen di permukaan laut yang normal berkisar antara 5,7-8,5 ppm (Sutamihardja, 1978). Kadar oksigen di perairan laut yang tercemar ringan di lapisan permu-kaan adalah 5 ppm (Sutamihardja, 1978). Kementerian Lingkungan Hidup menetapkan nilai ambang batas oksigen terlarut untuk kehidupan biota laut adalah ≥5 ppm berkisar antara 20-30oC relatif masih baik untuk kehidupan ikan-ikan, bahkan apabila dalam perairan tidak terdapat senyawa-senyawa yang bersifat toksik (tidak tercemar) kandungan oksigen sebesar 2 ppm sudah cukup untuk mendukung kehidupan organisme perairan (Swingle dalam Salmin, 2005). Dengan demikian dilihat dari kadar oksigen terlarutnya dapat dikatakan bahwa perairan ini relatif belum tercemar oleh senyawa-senyawa organik dan masih baik untuk kehidupan biota laut.

Perbandingan Metode Winkler dan DO meter

Kelebihan dan kelemahan metode Winkler dalam menganalisa BOD melalui penganalisaan oksigen terlarut terlebih dahulu adalah metode Winkler lebih analitis, teliti, dan akurat. Hal yang peru diperhatikan pada titrasi iodometri adalah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tiosulfat dan penambahan indikator amilum. Apabila semuanya tapat, maka akan didapatkan hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat.

Sedangkan cara DO meter harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat digital peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasi hasil yang didapatkan.

Kelemahan metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut adalah dimana dengan cara Winkler penambahan indikator amilum harus dilakukan pada saat titik

(20)

akhir titrasi agar amilum tidak membungkus iod. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan karena I2 mudah menguap.

2.3.2 Analisis Kadar Oksigen Biologis

Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan oksigen terlarut awal (DOi) dari sampel segera setelah pengambilan contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap (20 oC) yang sering disebut dengan DO5. Selisih DOi dan DO5 (DOi - DO5) merupakan nilai BOD yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/L). Pengukuran oksigen dapat dilakukan secara analitik dengan cara titrasi (metode Winkler, iodometri) atau dengan menggunakan alat yang disebut DO meter yang dilengkapi dengan probe khusus.

Jadi pada prinsipnya dalam kondisi gelap, agar tidak terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen, dan dalam suhu yang tetap selama lima hari, diharapkan hanya terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganime, sehingga yang terjadi hanyalah penggunaan oksigen, dan oksigen tersisa ditera sebagai DO5. Yang penting diperhatikan dalam hal ini adalah mengupayakan agar masih ada oksigen tersisa pada pengamatan hari kelima sehingga DO5 tidak nol. Bila DO5 nol maka nilai BOD tidak dapat ditentukan. Pada prakteknya, pengukuran BOD memerlukan kecermatan tertentu mengingat kondisi sampel atau perairan yang sangat bervariasi, sehingga kemungkinan diperlukan penetralan pH, pengenceran, aerasi, atau penambahan populasi bakteri. Pengenceran dan/atau aerasi diperlukan agar masih cukup tersisa oksigen pada hari kelima. Secara rinci metode pengukuran BOD

(21)

diuraikan dalam APHA (1989), Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991) atau referensi mengenai analisis air lainnya.

Karena melibatkan mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai bahan organik, maka analisis BOD memang cukup memerlukan waktu. Oksidasi biokimia adalah proses yang lambat. Dalam waktu 20 hari, oksidasi bahan organic karbon mencapai 95 – 99 %, dan dalam waktu 5 hari sekitar 60 – 70 % bahan organik telah terdekomposisi (Metcalf & Eddy, 1991). Lima hari inkubasi adalah kesepakatan umum dalam penentuan BOD. Bisa saja BOD ditentukan dengan menggunakan waktu inkubasi yang berbeda, asalkan dengan menyebutkan lama waktu tersebut dalam nilai yang dilaporkan (misal BOD7, BOD10) agar tidak salah dalam interpretasi atau memperbandingkan. Temperatur 20 oC dalam inkubasi juga merupakan temperatur standard. Temperatur 20 oC adalah nilai rata rata temperatur sungai beraliran lambat di daerah beriklim sedang (Metcalf & Eddy, 1991) dimana teori BOD ini berasal. Untuk daerah tropik seperti Indonesia, bisa jadi temperatur inkubasi ini tidaklah tepat. Temperatur perairan tropic umumnya berkisar antara 25 – 30 oC, dengan temperatur inkubasi yang relatif lebih rendah bisa jadi aktivitas bakteri pengurai juga lebih rendah dan tidak optimal sebagaimana yang diharapkan. Ini adalah salah satu kelemahan lain BOD selain waktu penentuan yang lama tersebut.

2.3.3 Analisis Kadar Oksigen Kimia

Metode pengukuran COD sedikit lebih kompleks, karena menggunakan peralatan khusus reflux, penggunaan asam pekat, pemanasan, dan titrasi (APHA, 1989, Umaly dan Cuvin, 1988). Peralatan reflux diperlukan untuk menghindari berkurangnya air sampel karena pemanasan. Pada prinsipnya pengukuran COD

(22)

adalah penambahan sejumlah tertentu kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan. Kelemahannya, senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi (De Santo, 1978), sehingga dalam kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin sedikit ‘over estimate’ untuk gambaran kandungan bahan organik. Bilamana nilai BOD baru dapat diketahui setelah waktu inkubasi lima hari, maka nilai COD dapat segera diketahui setelah satu atau dua jam. Walaupun jumlah total bahan organik dapat diketahui melalui COD dengan waktu penentuan yang lebih cepat, nilai BOD masih tetap diperlukan. Dengan mengetahui nilai BOD, akan diketahui proporsi jumlah bahan organik yang mudah urai (biodegradable), dan ini akan memberikan gambaran jumlah oksigen yang akan terpakai untuk dekomposisi di perairan dalam sepekan (lima 5 hari) mendatang. Lalu dengan memperbandingkan nilai BOD terhadap COD juga akan diketahui seberapa besar jumlah bahan-bahan organik yang lebih persisten yang ada di perairan

(23)

Peralatan reflux untuk pengukuran COD (sumber: Boyd, 1979)

Prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan

Metoda standar penentuan kebutuhan oksigen kimiawi atau Chemical Oxygen Demand (COD) yang digunakan saat ini adalah metoda yang melibatkan penggunaan oksidator kuat kalium bikromat, asam sulfat pekat, dan perak sulfat sebagai katalis.

Kepedulian akan aspek kesehatan lingkungan mendorong perlunya peninjauan kritis metoda standar penentuan COD tersebut, karena adanya keterlibatan bahan-bahan berbahaya dan beracun dalam proses analisisnya. Berbagai

(24)

usaha telah dilakukan untuk mencari metoda alternatif yang lebih baik dan ramah lingkungan.

Perkembangan metoda-metoda penentuan COD dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori. Pertama, metoda yang didasarkan pada prinsip oksidasi kimia secara konvensional dan sederhana dalam proses analisisnya. Kedua, metoda yang berdasarkan pada oksidasi elektrokatalitik pada bahan organik dan disertai pengukuran secara elektrokimia.

KOK= Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand = COD) adalah jumlah oksidan Cr2O72- yang bereaksi dengan contoh uji dan dinyatakan sebagai mg O2 untuk tiap 1000 ml contoh uji. Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh uji dioksidasi oleh Cr2O72- dalam refluks tertutup menghasilkan Cr3+. Jumlah oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg /L) diukur secara spektrofotometri sinar tampak. Cr2O72- kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 400 nm dan Cr3+ kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 600 nm. Untuk nilai KOK 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L ditentukan kenaikan Cr3+ pada panjang gelombang 600 nm. Pada contoh uji dengan nilai KOK yang lebih tinggi, dilakukan pengenceran terlebih dahulu sebelum pengujian. Untuk nilai KOK lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L ditentukan pengurangan konsentrasi Cr2O72- pada panjang gelombang 420 nm.

Metode Pekerjaan

Dipipet 10 ml sampel dan dimasukan kedalam tabung COD, ditambahkan 0,2g HgSO4 dan beberapa batu didih, ditambahkan 5 ml larutan K2Cr2O7 0,25 N, ditambahkan 15 mL asam sulfat-perak secara perlahan-lahan sambil didinginkan

(25)

dalam air pendingin, dihubungkan dengan pendingin liebig, didihkan diatas COD destriction block selama 2 jam, didinginkan dan dicuci dibagian dalam dari pendingin sampai volume 70 mL dimasukan kedalam Erlenmeyer, ditambahkan 2-3 tetes indikator ferroin, dititrasi dengan larutan FAS 0,05 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah kecoklatan, dilakukan perlakuan yang sama untuk blanko.

COD (mg/L O2) =

Dimana; A = Volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk blanko, ml B = Volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk sampel, ml C = Volume sampel, ml

Pada analisa COD sebagian besar zat organis melalui tes COD dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih

CaHbOc + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + Cr3+

Zat organis berwarna kuning warna hijau

Selama reaksi yang berlangsung ± 2 jam, uap direfluks dengan alat kondensor agar zat organis volatile tidak lenyap keluar. Perak sulfat Ag2SO4 ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi, Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organishabis teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr2O7masih harus tersisa sesudah direfluks. K2Cr2O7 yang tersisa didalam larutan tersebut digunakan untuk menentukan beberapa oksigen yang telah terpakai. Sisa K2Cr2O7tersebut ditentukan melalui titrasi dengan fero ammonium sulfat (FAS), dimana reaksi berlangsung adalah sebagai berikut :

6 Fe2++ Cr

(26)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Dissolved Oxygen (DO), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup dalam air. Oksigen terlarut (dissolved oxygen, disingkat DO) atau sering juga disebut dengan kebutuhan oksigen (Oxygen demand) merupakan salah satu parameter penting dalam analisis kualitas air (Ficca. 2009).

Dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air dapat ditentukan seberapa jauh tingkat pencemaran air lingkungan telah terjadi. Dapat diketahui dengan menggunakan uji COD dan BOD.

Sedangkan COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2,Cr2,O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (Agnes Anita, 2005). Dengan kata lain COD merupakan jumlah oksigen terlarut yang digunakan untuk mengurai bahan organik yang terkandung dalam perairan.

(27)

BOD singkatan dari Biochemical Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen biologi untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan didalam air limbah oleh mikroorganisme. Dalam hal ini buangan organik akan dioksidasi oleh mikroorganisme didalam air limbah, proses ini adalah alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan dan untuk mendesain sistem pengolahan secara biologis (Agnes Anita, 2005)

a. Kelimpahan

Tinggi rendahnya pencemaran pada suatu perairan sangat mempengaruhi kadar oksigen pada saat pemecahan bahan organik. Jika DO diatas 5ppm dan BOD antara 0-10 maka tingkat pencemarannya rendah. Jika DO antara 0-5ppm dan BOD antara 10-20 maka tingkat pencemarannya sedang. Dan jika DO 0ppm dan BOD 25 maka tingkat pencemarannya tinggi. Kelimpahan di suatu perairan bergantung pada pencemaran yang terjadi oleh zat organik, selama proses oksidasi bakteri menghabiskan oksigen terlarut dan mengakibatkan ikan mati (Wirosarjono, 1974) b. Peranan

BOD dan COD mempunyai peranan penting dalam perairan, yaitu sebagai parameter penentuan kualitas suatu perairan, apakah perairan tersebut tercemar atau tidak. Selain itu, kandungan BOD dan COD dalam air dapat membantu mikroorganisme dalam mengurai bahan-bahan organik di perairan. Selain itu, Oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik (Salmin, 2005).

(28)

c. Manfaat

Oksigen terlarut dalam perairan bermanfaat untuk pernapasan organisme dalam perairan dan proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan. Oksigen dimanfaatkan oleh ikan guna pembakaran untuk menhasilkan aktivitas, pertumbuhan, reproduksi dll.

d. Bahaya

Semakin banyak bahan organic dalam air, maka semakin besar BODnya sedangkan DO akan semakin rendah. Air yang bersih adalah jika tingkat DOnya tinggi, sedangkan BOD dan zat padat terlarutnya rendah. Apabila kadar oksigen terlarut berkurang mengakibatkan hewan-hewan yang menempati perairan tersebut akan mati. Dan jika kadar BOD dan COD meningkat menyebabkan perairan menjadi tercemar (Hilda Zulkifli, 2009).

e. Standart Baku Mutu

Standart Baku Mutu adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuhan atau benda lainnya. Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan.Standart baku mutu berfungsi untuk mengatakan atau menilai bahwa lingkungan telah rusak atau tercemar (SK Gubernur Jatim, 2002). Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun. Kandungan oksigen terlarut ini

(29)

sudah cukup untuk mendukung kehidupan organism. Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 %.

Dalam peraturan pemerintah no. 82 Thaun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan engendalian Pencemaran Air, kriteria kualitas air untuk air baku air minum (air kelas 1) nilai BOD dan COD dibatasi masing – masing tidak boleh lebih dari 2 mg/L dan 10 mg/L sebagai nilai KMnO4.

B. Prinsip Pemeriksaan BOD dan COD

COD (Chemical Oxygen Demand = Kebutuhan Oksigen Kimia) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organic yang ada dalam sampel air, dimana pengoksidasi K2 Cr2 O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air (Anonim, 2011).

Oksidi-reduktometri merupakan salah satu macam titrasi. Oksidi-reduktometri adalah metode titrimetri berdasarkan reaksi reduksi dan oksidasi dari titran dan titrat. Oksidi-reduktometri digunakan untuk analisis logam dalam suatu persenyawaan dan analisis senyawa organik. Oksidimetri adalah teknik titrasi yang menggunakan titran sebagai suatu oksidator. Salah satu teknik ini adalah permanganometri. Pada metode ini, titran yang digunakan adalah ion permanganat, khususnya dalam bentuk garam

(30)

kalium permanganat. Ion permanganat bertindak sebagai oksidator dengan hasilreaksi berupa ion Mn 2+ (Rezki, 2010).

Biological Oxygen Demand (BOD) atau Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air Sedangkan angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organik yang terlarut dan sebagian zat-zat organik yang tersuspensi dalam air. Melalui kedua cara tersebut dapat ditentukan tingkat pencemaran air lingkungan (Habib, 2011).

Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat bereaksi dengan I- (iodide) untuk menghasilkan iod, iod yang terbentuk secara kuantitatif dapat dititrasi dengan larutan tiosulfat. Dari pengertian diatas maka titrasi iodometri adalah dapat dikategorikan sebagai titrasi kembali. Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (kadang-kadang dinamakan iodometr i), adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia (Dinda, 2010)

Perbedaan dari kedua cara uji oksigen terlarut di dalam air secara garis besar yaitu chemical oxygen demand adalah kapasitas air untuk menggunakan oksigen selama peruraian senyawa organik terlarut dan mengoksidasi senyawa anorganik seperti amonia dan nitrit. Sedangkan biological (biochemical) oxygen demand adalah kuantitas oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme aerob dalam menguraikan senyawa organik terlarut. Jika BOD suatu air tinggi maka dissolved oxygen (DO) menurun karena oksigen yang terlarut tersebut digunakan oleh bakteri.

(31)

Selain itu kemampuan air untuk membersihkan pencemaran juga ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air. Oleh sebab pengukuran parameter ini sangat dianjurkan disamping paramter lain seperti BOD dan COD. Di dalam air, oksigen memainkan peranan dalam menguraikan komponen-komponen kimia menjadi komponen yang lebih sederhana. Oksigen memiliki kemampuan untuk beroksida dengan zat pencemar seperti komponen organik sehinggazat pencemar tersebut tidak membahayakan. Oksigen juga diperlukan oleh mikroorganisme, baik yang bersifat aerob serta anaerob, dalam proses metabolisme. Dengan adanya oksigen dalam air, mikroorganisme semakin giat dalam menguraikan kandungan dalam air (Rizki, 2010).

Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter kimia seperti aksigen terlarut (DO). Semakin banyak jumlah DO (dissolved oxygen ) maka kualitas air semakin baik. Jika kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi. Satuan DO dinyatakan dalam persentase saturasi.Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasibahan ± bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen. dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasilfotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000).

(32)

1. Penentuan kadar Dissolved Oxygen (DO)

Sejumlah tertentu, oksigen dalam air direaksikan dengan Mn2+ dalam suasana basa, MnO2 yang terbentuk direduksi oleh KI berlebih, I2 yang terbentuk yang ekivalen dengan MnO2 serta O2 dititrasi dengan Na2S2O3 standar dengan bantuan indikator amylum sampai warna biru tepat hilang. Pada TE, mEk I2 = mEk MnO2 = mEk O2 = mEk S2O32-, sehingga ppm oksigen dapat dihitung.

2. Penentuan kadar Chemical Oxygen Demand (COD)

Zat organik dalam sampel air dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7 standar berlebih dalam suasana asam dan panas. Kemudian K2Cr2O7 sisa dititrasi dengan larutan (NH4)2Fe(SO4)2 oleh bantuan indikator ferroin sampai terjadi perubahan warna dari biru hijau menjadi merah kecoklatan.

D. Langkah Kerja

a. Penentuan Kadar Dissolved Oxygen (DO)

1. Masukkan sampel air kedalam sebuah labu iod yang telah diketahui volumenya, isi hingga penuh dan tutup rapat (tidak terdapat gelembung udara).

2. Dengan pipet ukur, tambahkan 2 mL larutan MnSO4 dan 2 mL larutan alkali iodida azida (penambahan zat-zat tersebut dimulai dari dasar botol).

3. Tutup rapat labu dengan hati-hati dan kocok selama 1 menit lalu biarkan endapannya turun.

4. Lalu tuangkan supernatan secara dekantasi kedalam labu yang lain, kemudian tambahkan kedalam endapan melalui dinding botol 12 mL H2SO4 6N.

5. Kocok, kemudian titrasi dengan larutan standar Na2S2O3 + 0,025 N. Tambahkan 5 mL larutan kanji apabila titrasi hampir selesai, lanjutkan titrasi sampai warna biru tepat hilang.

(33)

6. Tambahkan pula 12 mL H2SO4 6N kedalam supernatan, jika timbul warna coklat dari I2, titrasi segera dengan larutan standar Na2S2O3 + 0,025 N.

7. Hitung ppm O2 dalam sampel.

8. Lakukan langkah 1-7 secara duplo.

b. Penentuan Kadar Chemical Oxygen Demand (COD)

1. Masukkan 50 mL sampel air ke dalam labu didih 500 mL.

2. Tambahkan 25,00 mL larutan K2Cr2O7 + 0,1 N kemudian tambahkan 10 mL H2SO4 pekat dengan hati-hati melalui dinding labu.

3. Masukkan beberapa butir batu didih, kemudian aduk campuran dengan jalan menggoyangkan labu dengan hati-hati.

4. Kemudian refluks campuran selama 2 jam.

5. Dinginkan, bilasi alat reflux (pendingin) tiga kali dengan sedikit air bebas zat organik dan cairan dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer 500 mL kemudian encerkan hingga isinya menjadi 300 mL dengan air bebas zat organik.

6. Tambahkan 15 tetes indikator ferroin, kemudian titrasi dengan larutan standar (NH4)2Fe(SO4)2 + 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari biru hijau menjadi merah kecoklatan.

7. Lakukan penetapan blanko terhadap K2Cr2O7 dengan perlakuan seperti di atas, dan sampel diganti dengan air bebas zat organik.

(34)

E. Reaksi dan perhitungan

a. Reaksi pada Penentuan Kadar Dissolved Oxygen (DO)

MnSO4(aq)+ 2KOH(aq) → Mn(OH)2(s)+ K2SO4(aq) 2Mn(OH)2(s) + O2(aq) → 2MnO2(s) + 2H2O(l)

MnO2(s) + 2I-(aq) + 4H+(aq) → Mn2+(aq)+ I2(aq)+ 2H2O(l) I2(aq) + amylum(aq) → I2amyl(aq)

I2amyl(aq)+ 2Na2S2C3(aq) → Na2S4O6(aq) + 2NaI(aq) +amylum(aq)

Perhitungan :

ppm O2 = x V Na2S2O3 x [Na2S2O3] x BE O2

b. Reaksi pada Penentuan Kadar Chemical Oxygen Demand (COD)

CxHyOz (aq) + Cr2O7 2-(berlebih)(aq) → Cr3+(aq) + CO2(g) + H2O(l) Cr2O72-(aq) + 6Fe2+-(aq) + 14H+(aq) → 6Fe3+(aq) + 2Cr3+(aq) +7H2O(l) Fe2+(aq) + 3Ph(aq) [ FePh

3 ]2+(aq) Perhitungan :

COD = ( V blanko – V titrasi) x [FAS] x 8000 - fc

Volume Sampel

Fc = faktor koreksi klorida (ppm Cl- x 0,23) 1000

(35)

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah sebagai berikut:

 DO, singkatan dari Dissolve oxygen adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh organisme laut dalam melangsungkan kehidupannya

(36)

 BOD singkatan dari Biological Oxygen Demand, adalah kebutuhan oksigen biologis untuk memecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme.

 COD, singkatan dari Chemical Oxygen Demand, adalah kebutuhan oksigen kimia untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air.

 Analisis kadar DO dapat dilakukan menggunakan metode titrasi dan metode elektrokimia menggunakan alat DO-meter.

 Analisis kadar BOD dilakukan dengan menggunakan metode Winkler, titrasi iodometri.

 Analisis kadar COD dilakukan menggunakan metode Winkler, iodometri, dengan tambahan alat reflux.

 Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup dalam air. Oksigen terlarut (dissolved oxygen, disingkat DO) atau sering juga disebut dengan kebutuhan oksigen (Oxygen demand) merupakan salah satu parameter penting dalam analisis kualitas air (Ficca. 2009).

 Dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air dapat ditentukan seberapa jauh tingkat pencemaran air lingkungan telah terjadi. Dapat diketahui dengan menggunakan uji COD dan BOD.

 Sedangkan COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2,Cr2,O7 digunakan sebagai sumber oksigen

(37)

(oxidizing agent) (Agnes Anita, 2005). Dengan kata lain COD merupakan jumlah oksigen terlarut yang digunakan untuk mengurai bahan organik yang terkandung dalam perairan.

 BOD singkatan dari Biochemical Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen biologi untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan didalam air limbah oleh mikroorganisme. Dalam hal ini buangan organik akan dioksidasi oleh mikroorganisme didalam air limbah, proses ini adalah alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan dan untuk mendesain sistem pengolahan secara biologis (Agnes Anita, 2005)

 Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun. Kandungan oksigen terlarut ini sudah cukup untuk mendukung kehidupan organism. Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 %.

 Dalam peraturan pemerintah no. 82 Thaun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan engendalian Pencemaran Air, kriteria kualitas air untuk air baku air minum (air kelas 1) nilai BOD dan COD dibatasi masing – masing tidak boleh lebih dari 2 mg/L dan 10 mg/L sebagai nilai KMnO4

(38)

Penulis menyarankan dalam menganalisis zat pencemar apabila nilai DO, BOD dan COD suatu perairan masih normal atau memenuhi baku mutu, belum dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi pencemaran, bila parameter kunci lainnya tidak diketahui. Karena bila parameter lainnya telah meningkat dan melebihi baku mutu, maka berarti ada indikasi pencemaran di perairan

DAFTAR PUSTAKA

A.R Agnes & Azizah R. 2005. Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS dan MPN Coliform Pada Air Limbah, Sebelum dan Sesudah Pengolahan di RSUD Nganjuk.

(39)

Bhadja, P., dan Vaghela, A., 2013, Seasonal variations in seawater quality of two tourism affected shores off South Saurashtra Coastline, India, International Journal of Advanced Research, 1(2): 29-34.

Erari, S.S., Mangimbulude, J., Dan Lewerissa, K., 2012, Pencemaran Organik Di Perairan Pesisir Pantai Teluk Youtefa Kota Jayapura, Papua (Organic Waste In The Youtefa Bay Shoreline Of Jayapura, Papua), Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa, ISBN : 978-979-028-550-7.

Hariyadi Sigid. 2004. BOD dan COD Sebagai Parameter Pencemaran Air dan Baku Mutu Air Limbah.

Ojekunle, Z.O., Makinde, A.A., dan Ogunyemi, I., 2011, Analytical Investigation of Pollutants in Lagos Coastal Waters Nigeria, Advances in Analytical Chemistry, 1(1): 8-11.

Simon Dan Patty, 2013, Distribusi Suhu, Salinitas Dan Oksigen Terlarut Di Perairan Kema, Sulawesi Utara, Jurnal Ilmiah Platax, 1(3), ISSN: 2302-3589.

Sharma, P., dan Gupta, S., 2014, Study of amount of Oxygen (BOD, OD, COD) in water and their effect on fishes, American International Journal of Research in Formal, Applied & Natural Sciences, 14-343.

Az, Hijrah Darwis. 2012. “Laporan Praktikum COD BOD”. http://hijrah-darwis.blogspot.com/2012/02/laporan-praktikum-cod-bod.html.

Sevendfive, Avenged. 2013. “ Analisa Do dan BOD”.

Gambar

Tabel 1. Kisaran, rerata (x), Standar deviasi (SD) dan koefisien Variasi ((CV) (%)) oksigen  terlarut di perairan Kema, bulan April dan Mei 2010
Gambar 1. Distribusi oksigen terlarut (ppm) lapisan permukaan di perairan Kema, April 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Saran yang perlu dilakukan dari penelitian ini yaitu identifikasi senyawa aktif dari ekstrak etanol daun keladi tikus (Typhonium flagelliforme), kemangi (Ocimum sanctum L), dan

alveolaris maksila, terletak antara kedua gigi insisif sentral atas atau titik proyeksi paling bawah dan paling anterior maksila.. „ Insisif superior (Is), ujung

Tiga pertanyaan dalam penelitian ini adalah : Faktor-faktor apa yang mendorong publik memanfaatkan ruang terbuka kawasan Kampus Bulaksumur untuk aktivitasnya: Mengapa

Namun karena persepsi mahasiswa terhadap mata kuliah mekanika fluida adalah mata kuliah dengan tingkat kesulitan tinggi seperti matematika, maka minat

Berdasarkan kondisi dan permasalahan tersebut, maka tantangan pembangunan Iptek dalam tahun 2006 adalah: (1) merumuskan sinergisme kebijakan pembangunan iptek dengan sisi demand

Kuvassa on esitetty kaikki tapaustutkimuksen lentokoneet jotka ovat olleet alle 15 kilometrin etäisyydellä 40 dBZ:n tutkaheijastuvuuden arvoista.. X-akselilla on

Outsourcing memungkinkan suatu perusahaan memindahkan pekerjaan- pekerjaan rutin dalam perusahaan untuk dikerjakan oleh pihak lain di luar perusahaan. Dengan menyerahkan

Produk perbankan Islam harus disajikan pertama, produk tersebut harus sah dan tidak menyebabkan kebodohan pikiran dalam bentuk apapun. Kedua, produk harus