• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN SPEKTROSKOPI REFLEKTANSI DALAM PENGINDRAAN JAUH SENSOR OPTIS UNTUK EKSPLORASI MINERAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN SPEKTROSKOPI REFLEKTANSI DALAM PENGINDRAAN JAUH SENSOR OPTIS UNTUK EKSPLORASI MINERAL"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN SPEKTROSKOPI REFLEKTANSI DALAM PENGINDRAAN JAUH SENSOR OPTIS UNTUK EKSPLORASI MINERAL

Arie Naftali Hawu Hede*, Syafrizaldan Mohamad Nur Heriawan

Kelompok Keahlian Eksplorasi Sumber Daya Bumi, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung

*E-mail: [email protected] ABSTRAK

Spektroskopi reflektansi merupakan salah satu metode non-desktruktif dan tanpa kontak yang cepat dalam mengidentifikasi material dalam hal ini mineral dan batuan. Teknik ini menggunakan sifat reflektansi yang terjadi pada rentang gelombang elektromagnetik tampak hingga inframerah gelombang pendek (0,4–2,5 µm) dimana rentang gelombang ini juga memiliki kesesuaian dengan produk sensor optis seperti foto udara dan citra satelit multi-/hiperspektral. Tujuan dari kajian ini adalah untuk menganalisis pemanfaatan spektroskopi reflektansi yang digunakan dalam pengindraan jauh (indraja) dengan tujuan untuk eksplorasi mineral. Analisis terhadap respon spektral seperti bentuk absorpsi, posisi, dan reflektansi absolut untuk interpretasi jenis material dilakukan terhadap hasil pengukuran langsung menggunakan spektroradiometer. Hasil ini selanjutnya menjadi basis data dan disesuaikan guna keperluan pencitraan spektroskopi disamping menggunakan basis data yang sudah tersedia. Penelitian mengambil studi kasus pemetaan alterasi hidrotermal dan identifikasi mineral ikutan timah termasuk mineral pembawa unsur tanah jarang.Teknik pemetaan spektral yang didemonstrasikan antara lain spectral angle mapper, linear spectral unmixing, perbandingan dan komposit band, serta metode berbasis principal component analysis. Hasil kajian memperlihatkan kapabilitas penggunaan metode indraja berdasar prinsip reflektansi dalam memetakan daerah potensi mineral khususnya pada daerah terbuka. Hal yang perlu mendapat perhatian adalah pada daerah yang ditutupi tumbuhan penggunaan metode berbasis reflektansi memerlukan perlakuan khusus terutama untuk penekanan reflektansi tumbuhan terhadap mineral guna mengekstrak peta sebaran mineral. Dengan menggunakan metode analisis dan pemilihan citra dengan panjang gelombang yang tepat, pemetaan indraja menggunakan prinsip spektroskopi reflektansi menjadi salah satu inovasi dalam eksplorasi mengingat teknologi pencitraan yang juga terus berkembang.

Kata kunci: spektroskopi reflektansi, mineral, indraja, citra satelit

ABSTRACT

Reflectance spectroscopy is a rapid, non-destructive, and contact-free method of identifying materials like minerals and rocks. This technique uses the reflectance properties in the visible to shortwave infrared (0.4–2.5 µm) range of electromagnetic waves; this wave range is also compatible with optical sensor products such as aerial photographs and multi- or hyperspectral satellite imagery. The purpose of this study is to analyze the use of reflectance spectroscopy in remote sensing for mineral exploration. Analysis of elements of the spectral response, such as absorption shape, position, and absolute reflectance for material type interpretation, was carried out on reflectance measurement results using a spectroradiometer. These results then became a database that supplements existing spectral databases and can be used for remote detection using optical satellite imagery. Several case studies are reported, such as the mapping of hydrothermal alteration zones and tin-associated minerals including rare earth element-bearing minerals. The spectral mapping techniques demonstrated include the spectral angle mapper, linear spectral unmixing, band ratios and composites, and principal-component analysis-based methods. The

(2)

results demonstrate the possibility of using remote detection based on the reflectance principle in mapping areas with mineral potential, especially open areas. One point of concern is areas covered by vegetation; they require special treatment, especially for vegetation reflectance suppression in order to enhance mineral features and extract mineral distribution maps. By using the correct method of analysis and selecting the appropriate imagery in accordance with the band requirements, remote detection using the reflectance spectroscopy-based method is promising. This method could become a valuable innovation in exploration, given that imaging technology is also constantly evolving.

Keywords: reflectance spectroscopy, mineral exploration, remote sensing, satellite imagery

A. PENDAHULUAN

Terminologi spektroskopi mengacu pada ilmu yang mempelajari interaksi energi dalam bentuk radiasi elektromagnetik dengan material. Interaksi radiasi ini merupakan fungsi dari panjang gelombang yang dipantulkan (refleksi), diserap (emisi), atau dipancarkan (scattered) oleh material (Hauff, 2008). Spektroskopi reflektansi secara khusus mempelajari radiasi dalam bentuk reflektansi yang terjadi rentang spektrum gelombang tampak–inframerah dekat (visible–near-infrared/VNIR;0,4–1,3 µm) hingga inframerah gelombang pendek (shortwave infrared/SWIR; 1,3– 2,5 µm). Spektroskopi reflektansi merupakan salah satu metode non-destruktif yang cukup ampuh dalam untuk mengetahui informasi mineralogi.Spektra reflektansi setiap material memiliki bentuk/pattern yang berbeda. Spektroskopi reflektansi akan melihat secara detail dari bentuk ini baik dari nilai reflektansinya maupun perilaku absorpsi pada setiap panjang gelombang baik itu dalam rentang visible, near-infrared, dan shortwave infrared.

Prinsip dasar karakteristik pola spektral reflektansi setiap material yang dapat berbeda disebabkanatom-atom dan molekul-molekul tertentu menyerap energi sebagai fungsi dari struktur atom(Hauff, 2008). Properti spektral pada rentang VNIR disebabkan oleh transisi elektron, sedangkan pada SWIR fitur absorpsi merupakan fungsi dari komposisi mineral termasuk ikatan mineral. Penelitian spektral pada skala laboratorium telah mengidentifikasikan bahwa beberapa parameter pada respon spektral seperti bentuk absorpsi, posisi minimum, kedalaman absorpsi, lebar, luas daerah, reflektansi absolut, dan kombinasi dari berbagai parameter tersebut dapat digunakan untuk menganalisis informasi fisik material dan properti kimia seperti unsur mayor dan minor (pada beberapa kasus), kelimpahan, kelembaban, ukuran butir, dan lain-lain, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Spektroskopi reflektansi memiliki beberapa keunggulan seperti sifatnya yang sensitif terhadap benda yang berbentuk kristal maupun amorf dan dapat digunakan dengan jarak sangat dekat (laboratorium) maupun jarak sangat jauh (satelit). Hal ini dikarenakan rentang spektrum VNIR– SWIR sesuai dengan mayoritas citra sensor optis multi- dan hiperspektral dan data reflektansi dapat diturunkan dari digital number citra satelit. Kajian spektroskopi reflektansi inilah yang menjadi dasar untuk eksplorasi mineral dengan metode pengindraan jauh (indraja)(Hede et al., 2017; Sabins, 1999; van der Meer et al., 2012). Pencitraan spektroskopi saat ini semakin berkembang seiring dengan perkembangan citra satelit sensor optis. Data reflektansi pada rentang VNIR–SWIR telah banyak digunakan dalam eksplorasi, baik di bumi maupun eksplorasi luar angkasa, dan telah dikembangkan selama lebih dari tiga dekade ini untuk berbagai aplikasi pemetaan geologi sehingga telah dipertimbangkan sebagai teknik yang terbukti.Dengan berbagai citra sensor optis yang telah dikembangkan maupun direncanakan seperti Landsat 8, Sentinel-2, Hyperion (misi sudah berakhir), dan EnMAP (2020, Jerman), teknologi non-desktruktif ini dapat tersedia secara global untuk dapat memantau dan memetakan permukaan bumi yang kompleks ini, khususnya untuk

(3)

keperluan ekstraksi informasi parameter kimia dan fisika dari tanah dan batuan (Pour et al., 2013; Salamba et al., 2019; Werner et al., 2020).Jenis mineral/batuan yang terdapat dipermukaan dapat terindikasikan melalui kenampakan spektral dan distribusinya dapat dipetakan.

Kajian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik spektroskopi reflektansidan menganalisis pemanfaatan spektroskopi reflektansi yang digunakan dalam indraja dengan tujuan untuk eksplorasi mineral. Database yang dihasilkan juga dapat mendukung keperluan penelitian lanjutan termasuk integrasinya dengan metode eksplorasi lainnya. Untuk hal ini, database reflektansi didapatkan dengan menggunakan data yang diambil secara langsung menggunakan spektroradiometer Analytical Spectral Device (ASD) FieldSpec4pada rentang spektrum VNIR– SWIR untuk sampel yang telah dikumpulkan. Selain itu data reflektansi juga menggunakan data spectral librabry USGS yang digunakan sebagai pembanding. Selanjutnya database ini menjadi dasar dalam aplikasi indraja menggunakan sensor optis multi- dan hiperspektral untuk pemetaan mineral.

Studi kasus yang menjadi fokus penelitian ini adalah analisis mineral alterasi hidrotermal dan identifikasi mineral ikutan timah yang didalamnya termasuk mineral pembawa unsur tanah jarang (rare earth element/REE). Pemilihan kedua jenis analisis ini atas dasar beberapa pertimbangan antara lain sebagai berikut. Analisis alterasi hidrotermal merupakan salah satu kunci dalam mengindentifikasi kehadiran endapan yang terkait dengan hidrotermal termasuk endapan logam dan geothermal. Mineral penciri alterasi terbukti berhasil diidenfikasi melalui spektroskopi reflektansi terutama dalam rentang SWIR. Sedangkan pemilihan analisis mineral ikutan timah termasuk mineral pembawa unsur tanah jarang adalah beberapa mineral kelompok ini sensitive terhadap interaksi radiasi elektromagnetik dalam rentang VNIR.

B. LOKASI DAERAH PENELITIAN

B.1. Lapangan Panas Bumi Wayang Winduuntuk Analisis Mineral Alterasi

Analisis alterasi hidrotermal dilakukan pada lapangan panas bumi Wayang Windu, Pangalengan, Jawa Barat (Gambar 1a). Daerah ini memiliki tataguna dan tutupan lahan yang bervariasi, mulai dari perkebunan teh, lahan pertanian, pemukiman dan hutan. Secara geologi, lapangan panas bumi Wayang Windu merupakan daerah transisi antara dominasi uap dan cair (Bogie et al., 2008) dan terletak di bagian selatan lereng Gunung Malabar (gunung strato besar berkomposisi andesitik). Pada daerah ini merupakan rangkaian gunung api kecil yang membentang utara ke selatan yang di dalamnya ada Gunung Wayang, Gunung Windu dan Gunung Bedil. Tubuh gunungapi yang disusun oleh batuan-batuan volkanik berkomposisi andesit hingga basaltik. Terdapat tiga pola struktur dominan di lapangan panas bumi Wayang Windu antara lain sebagai berikut. Struktur pertama berarah timur laut-barat daya yang konsisten dengan sesar geser regional, struktur kedua berarah barat laut-tenggara yang memotong struktur timur laut sehingga membentuk ortogonal, dan struktur yang ketiga berarah utara timur laut-selatan barat daya yang teridentifikasi melalui kelurusan struktur permukaan dan formation imaging log. Sesar pengontrol persebaran mata air panas dan fumarol di daerah ini adalah sesar yang berarah timur laut-barat daya dan barat laut-tenggara. Alterasi hidrotermal yang berkembang adalah alterasi argilik lanjut dan propilitik (Salamba et al., 2019).

B.2. Bangka Selatan untuk Analisis Mineral Ikutan Timah

Studi kasus analisis mineral ikutan timah termasuk mineral pembawa REE dilakukan di daerah Bangka Selatan, Bangka Belitung (Gambar 1b). Sampel diambil dari beberapa lokasi diantaranya Nudur, Pompong, Gadung, dan Pengarem yang meliputi material aluvial timah, tailing, dan

(4)

konsentrat. Secara geologi, Pulau Bangka secara umum telah diketahui termasuk sebagai bagian dari sabuk timah Asia Tenggara yang berada pada Paparan Sunda. Secara geologi, pada daerah ini terdapat beberapa tubuh granit besar maupun kecil seperti formasi Granit Klabat yang merupakanterdiri dari granit biotit, granodiorit, dan granit genesan. Granit biotit merupakan granit tipe-S yang memiliki mineralisasi utama seperti kasiterit, monasit, xenotim, dan zirkon.

Gambar 1. (a) Peta lokasi daerah penelitian lapangan panas bumi Wayang Windu dan (b) lokasi penelitian di Bangka Selatan. Lingkaran kuning tua menunjukan sebaran pengambilan sampel. C. METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian ini dibagi menjadi dua bagian penting yaitu (1) kajian dan pembuatan database spektroskopi reflektansidan (2) pemetaan mineral dan batuan menggunakan indraja. Beberapa tahapan penelitian yang dilakukan antara lain pengambilan sampel batuan dan analisis laboratorium yang meliputi preparasi sampel batuan dan pengukuran untuk analisis reflektansi dan kandungan unsur serta mineral. Analisis reflektansi digunakan untuk mengidentifikasi kandungan mineral pada sampel secara cepat dan praktis serta tanpa merusak sampel (non-destructive) dengan menggunakan alat Analitical Spectral Device (ASD) FieldSpec4 yang diproduksi oleh Malvern Panalytical. Spesifikasi teknis ASD FieldSpec4 memiliki resolusi 3 nm pada 700 nm dan 8 nm pada 1400/2100 nm dengan rentang panjang gelombang keseluruhan 350–2500 nm. Pengambilan data reflektansi oleh ASD FieldSpec4 yang dilakukan pada suasana gelap dengan sumber energi berasal dari cahaya lampu halogen pada contact probe ukuran penyinaran diameter 1 cm (Gambar 2a). Sampel yang telah digerus hingga ukuran butir <0,25 mm agar homogen ditempatkan pada tempat gelas diameter 6 cm untuk pengukuran reflektansi (Gambar 2b).

Hasil pengukuran reflektansi selanjutnya digunakan dalam penyusunan database reflektansi spektroskopi termasuk mengukur data pita-pita spektrum (spectral bands) sampel. Selain itu juga dilakukan analisis pola absorpsi sampel untuk mengetahui kandungan mineral yang terdapat pada sampel yang hasilnya dicocokkan dengan data kuantitatif yang berasal dari analisis unsur dan mineral. Proses standar pengolahan data reflektansi sebagaimana yang ditunjukan pada Gambar 3a. Selain data primer, penelitian ini juga menggunakan basis data spektral milik United States Geological Survey (USGSspectral library) (Gambar 3b). Basis data USGS spectral library merupakan basis data yang paling banyak digunakan dalam penelitian mengenai reflektansi spektroskopi dan relatif lebih lengkap dibandingkan basis data yang lain.

(5)

Gambar 2. (a) Alat ASD FieldSpec4 (Malvern Panalytical) dan (b) contoh beberapa sampel yang ditempatkan pada gelas kaca.

Gambar 3. (a) Diagram alir pemrosesan data reflektansi. (b) Beberapa reflektansi mineral berdasar basis data USGS spectral library yang menjadi referensi.

Selanjutnya data reflektansi spektroskopi hiperspektral yang didapatkan akan menjadi basis bagi pemetaan daerah potensi mineral dengan menggunakan metode indraja. Beberapa metode pemetaan berbasis indraja yang dilakukan antara lain spectral angle mapper (SAM), linear spectral unmixing(LSU), dan berdasar metode principal component analysis(PCA). Secara singkat dapat dijelaskan metode-metode ini adalah sebagai berikut. SAM adalah metode klasifikasi yang digunakan untuk pemetaan dengan cara menghitung kesamaan spektral antara spektrum image (tidak diketahui) dengan referensi spektrum reflektansi. Metode LSU seringkali diimplementasikan terhadap permasalahan pixel campuran, meskipun secara teori tidak sempurna karena efek hamburan berlipat (multiple scattering) antar tipe tutupan lahan selalu diabaikan. Sedangkan metode berdasar PCA menggunakan kombinasi beberapa band atau perbandingan band untuk dapat meningkatkan reflektansi band-band yang berhubungan dengan material target(Carranza & Hale, 2002; Fraser & Green, 1987).

(6)

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

D.1. Spektroskopi Reflektansi Mineral Alterasi di Daerah Wayang Windu

Sampel yang berasal dari pemboran dangkal (0–3 m) dari beberapa lokasi dan mewakili beberapa formasi/satuan batuan antara lain Satuan Batuan Gunungapi Malabar-Tilu (Qmt), Satuan Batuan Gunungapi Muda (Qyw), Satuan Endapan Rempah Lepas Gunungapi Tua tak Teruraikan (Qopu), Satuan Andesit Waringin-Bedil atau Malabar Tua (Qwb), dan Satuan Batuan Gunungapi Muda (Qyw) (lihat Gambar 1a). Sampel-sampel tersebut dilakukan analisis mineralogi baik menggunakan metode spektroskopi reflektansi yang kemudian divalidasi dengan menggunakan analisis X-ray diffraction (XRD) memberikan hasil sebagai berikut. Berdasarkan hasil analisis XRD terhadap conto lapangan, didapat mineral silikat (albit, kaolinit, halosit, dan andesin), oksida (magnetit, gibsit, hematit, goetit, dan kristobalit) dan mineral sulfat. Sedangkan untuk data reflektansi dilakukan analisis dan pengelompokan data reflektansi (Gambar 4). Pengelompokan ini berdasarkan pertimbangan data hasil analisis XRD dan interpretasi mineral berdasar spektroskopi reflektansi. Kelompok 1 mewakili pola spektral mineral tipe alterasi argilik lanjut dengan penciri utama kaolinit dan monmorilonit. Kelompok 2 mewakili pola mineral tipe alterasi propilitik dengan penciri utama albit dan epidot. Sedangkan kelompok 3 mewakili pola spektral bukan termasuk keduanya (alterasi argilik lanjut maupun propilitik) yang mungkin berasal dari zona pelapukan dengan mineral pencirinya berupa halosit. Sebagai informasi tambahan data reflektansi juga dilakukan penyesuaian (resample) menurut band citra ASTER yang digunakan dalam analisis indraja (lihat Gambar 4).

Gambar 4. Hasil pengukuran reflektansi sampel dalam bentuk spektrum penuh (kiri) dan setelah di-resample menurut band citra ASTER (kanan).

(7)

Berdasarkan hasil tersebut, basis data reflektansi tersebut selanjutnya dilakukan pemetaan mineral sebaran alterasi menggunakan beberapa metode antara lain SAM, LSU, dan PCA. Data citra yang digunakan adalah citra sensor optis Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer (ASTER) yang diakuisisi pada 22 Agustus 2003. Citra ASTER adalah citra yang memiliki resolusi spasial antara hingga 15 m dan memiliki jumlah 9 band pada rentang VNIR– SWIR. Pemilihan citra ini didasarkan pada kemampuannya dalam mengindentifikasi mineral lempung yang sensitif pada rentang SWIR dibanding citra optis multispektral lainnya.

Hasil pemetaan dengan menggunakan metode SAM dan LSU memberikan hasil yang hampir serupa, meski dalam hal ini metode LSU memberikan sebaran spasial alterasi yang relatif lebih baik dibanding SAM (Gambar 5). Hal ini dikarenakan sebagian besar daerah merupakan daerah bervegetasi sedang hingga rapat. Metode SAM hanya berhasil mengindentifikasi sebaran mineral penciri pada daerah terbuka sedangkan metode LSU sudah mempertimbangan reflektansi vegetasi. Lebih lanjut, indikasi zona alterasi juga terkonfirmasi pada beberapa lokasi baik berdasar hasil analisis sampel di laboratorium. Indikasi zona sebaran tipe alterasi argilik lanjut, propilitik, dan pelapukan terpetakan hampir di semua formasi. Selain dari analisis sampel, indikasi zona sebaran argilik lanjut juga terkonfirmasi pada beberapa lokasi. Keberadaan zona sebaran tersebut berada pada zona sesar maupun di daerah manifestasi panas bumi.

Gambar 5. Peta sebaran zona alterasi berdasar (a) metode SAM dan (b) metode LSU. Selain metode SAM dan LSU, juga teknik peningkatan citra yang digunakan adalah metode directed PCA (DPCA) atau sering dikenal dengan teknik software defoliant dari dua buah band rasio citra yang lebih spesifik (Carranza & Hale, 2002; Fraser & Green, 1987). Input perbandingan band yang dipilih dalam metode ini merupakan cerminandua komponen, dimana komponen pertama mengandung informasi yang berhubungan dengan komponen-komponen yang menarik (seperti alterasi hidrotermal) dan komponen kedua mengandung informasi mengenai komponen yang mengganggu dalam hal ini indeks vegetasi. Penggunaan metode ini dilatarbelakangi oleh kemampuan metode tersebut dalam meminimalisir pengaruh dari vegetasi dalam kegiatan eksplorasi sebaran mineral di daerah yang bervegetasi dengan menggunakan metode penginderaan jauh.Tahapan metode ini dimulai dengan menentukan fitur-fitur yang menarik, dengan melakukan analisis spektral mineral daerah penelitian. Tabel 1 memperlihatkan input perbandingan band yang digunakan sebagai komponen vegetasi dan mineral untuk melakukan proses DPCA (band i/band j).

(8)

Mineral-mineral penciri alterasi yang digunakan yaitu albit, epidot, kaolinit, smektik, dan kuarsa. Proses selanjutnya adalah pengaplikasian teknik fuzzy logic yang bertujuan untuk menghasilkan kumpulan keanggotaan yang menjadi kriteria masukan, dimana kaolinit, kuarsa dan smektit dikategorikan kedalam anggota zona tipe alterasi argilik lanjut. Sedangkan albit, kuarsa dan epidot dikategorikan kedalam anggota zona tipe alterasi propilitik.

Tabel1. Band ratio vegetasi dan mineral di permukaan daerah penelitian. Keterangan: band sesuai band citra ASTER.

Mineral band vegetasi band mineral

Albit b3/b2 b5/b8

Epidot b3/b2 b5/b2

Kaolinit b3/b2 b3/b5

Kuarsa b3/b2 b7/b2

Smektit b3/b2 b4/b6

Gambar 6. Perbandingan peta sebaran zona alterasi argilik lanjut, propilitik, pelapukan, dan peta indeks vegetasi.

(9)

Hasil pemetaan zona alterasi dengan metode DPCA memberikan hasil yang lebih baik dibanding kedua metode sebelumnya, dimana hal ini dibuktikan dengan hasil yang terkonfirmasi lebih banyak (Gambar 6). Hal ini sesuai dengan hasil analisis XRD dan spektral spektroskopi beberapa conto lapangan yang mengindikasikan sebaran tipe alterasi maupun produk pelapukan. Zona sebaran tipe alterasi argilik lanjut dan propilitik dengan menggunakan metode DPCA terhadap daerah penelitian ini menyebar di semua formasi (Qmt, Qwb, Qopu dan Qyw) dan terpetakan terhadap daerah yang memiliki indeks vegetasi berdasar normalized difference vegetation index (NDVI) sebesar 0,15– 0,45 (lower dense–dense) (lihat Gambar 6).

D.1. Spektroskopi Reflektansi Mineral Ikutan Timah

Identifikasi mineral dengan reflektansi spektroskopi memberikan alternatif identikasi mineral dan melengkapi informasi yang ada. Sebagaimana material lainnya, mineral ikutan timah termasuk mineral pembawa REE memiliki karakteristik khusus yang menyebabkannya dapat dilacak melalui spektroskopi reflektansi. Khusus untuk mineral pembawa REE, kebanyakan hadir dalam bentuk butiran halus dan sangat sulit diidentifikasi pada sampel tanpa bantuan alat (telanjang mata). Hal ini menyebabkan reflektansi spektroskopi sangat sering digunakan untuk mengidentifikasi mineral pembawa REE. Mineral pembawa REE secara umum memiliki pola absorpsi yang rumit namun dapat terdiagnosa pada rentang spektral VNIR sampai dengan SWIR.

Secara umum, hasil analisis spektroskopi reflektansi untuk sampel yang berasal dari Bangka Selatan memberikan pola umum kehadiran mineral terkait batuan granit antara lain kasiterit, besi termasuk besi oksida, kelompok mineral lempung, dan mineral pembawa REE (Gambar 7). Berdasar hasil interpretasi reflektansi, kehadiran mineral pembawa REE kebanyakan hadir dalam fraksi ukuran yang lebih halus. Hal ini juga terkonfirmasi dari hasil analisis kadar menggunakan analisis inductively coupled plasma mass spectrometry.

Gambar 7. Hasil pengukuran reflektansi dan interpretasi komposisi mineral untuk sampel yang berasal dari Bangka Selatan pada berbagai variasi ukuran butir.

(10)

Mineral pembawa REE antara lain monasit, xenotime, dan zirkon memiliki pola reflektansi spektroskopi seluruh sampel menunjukan kemiripan. Mineral-mineral ini memiliki fitur spektral yang khas dimana terdapat adanya fitur absorpsi (penyerapan) pada panjang gelombang VNIR(Hede et al., 2019; Turner, 2015). Dari hasil analisis beberapa panjang gelombang yang dapat menjadi kunci identifikasi kehadiran mineral ikutan timah antara lain 480, 525, 580, 650, 670, 740, 800, 815, 915, 980, 1,000, 1,120, and 1,140 nm. Hal ini dapat diindikasikan sebagai adanya kehadiran mineral yang sama dan dominan dari seluruh jenis sampel. Dari hasil interpretasi, mineral kuarsa yang memiliki fitur absorpsi pada panjang gelombang sekitar 525–740 nm, 1400 nm dan 2200 nm tergambar hampir pada seluruh pola spektral sampel yang diperoleh. Selain itu, fitur absorpsi pada panjang gelombang tersebut berkorelasi dengan keterdapat mineral lempung yang memiliki fitur absorpsi pada panjang gelombang yang sama khususnya pada rentang SWIR. Mineral lempung yang umum muncul pada sampel adalah kaolinite dan monmorilonite mengingat sampel yang diperoleh merupakan sampel hasil pelapukan dari batuan beku asam yang kaya akan mineral feldspar dan silika. Selain itu fitur absorpsi pada panjang gelombang VNIR (490–1000 nm) dapat mengindikasikan keberadaan mineral besi contohnya hematit, ilmenite serta ghoetit.

Jika dilihat lebih detail lagi khusus untuk sampel yang mengandung mineral pembawa REE terdapat fitur absorpsi (absorption centre) yaitu pada panjang gelombang 748 nm, 803 nm dan 872 nm (Gambar 8a). Ketiga fitur ini dapat berkaitan dengan kehadiran Nd yang dimana Nd merupakan pathfinder dari REE (Purwadi et al., 2019; Turner, 2015). Untuk mengetahui lebih lanjut, fitur absorpsi yang diantaranya absorption depth dan absorption area dikorelasikan dengan konsentrasi Nd. Berdasarkan hasil korelasi absorption feature dan konsentrasi Nd menunjukan korelasi positif sempurna dengan nilai korelasi diatas >0,61. Lebih lanjut fakta ini menunjukan fitur absorpsi pada rentang panjang gelombang ini sesuai dengan band panjang gelombang untuk citra satelit sensor optis Sentinel-2 khususnya pada band 8a (~864 nm)Reflektansi spektroskopi di resampling ke resolusi spektral citra, spektral tersebut dinormalisasi continuum removal sehingga terlihat fitur absorpsi pada resolusi spektral citra yang menjadi ciri kehadiran Nd pada sampel. Fitur absorpsi Nd yang berada pada panjang gelombang ~872 nm berhubungan dengan Band 8a (~864 nm) pada Sentinel-2 (Gambar 8b). Hal ini memberi peluang bagi penggunaan citra Sentinel-2 didalam memetakan sebaran mineral pembawa REE.

Gambar 8. a. Fitur absorpsi pada panjang gelombang 748 nm, 803 nm dan 872 nm yang kemungkinan disebabkan adanya kehadiran Nd.b. Reflektansi spektroskopi sampel TL-2 yang

diresamping ke resolusi spektral sentinel-2. E.KESIMPULAN

(11)

1. Kajian ini memperlihatkan potensi penggunaan spektroskopi reflektansi dalam pemetaan menggunakan indraja.

2. Hasil penelitian menujukkan bahwa data spekra reflektansi dapat digunakan dalam interpretasi mineral yang dapat menjadi kunci kehadiran mineral alterasi hidrotermal dan mineral ikutan timah termasuk mineral pembawa REE.

3. Database hasil pengukuran reflektansi sampel dapat digunakan lebih luas dalam analisis pemetaan mineral menggunakan citra satelit yang mengaplikasikan metode pemetaan yang tepat dan sesuai target mineral dan keadaan lapangan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Muhammad Sholeh dan Muhammad Anugrah Firdaus yang telah membantu dalam pengambilan data laboratorium. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada PT Timah Tbk. dan program Science and Technology Research Partnership for Sustainable Development kerjasama Institut Teknologi Bandung dan Kyoto University, Jepang yang telah membantu pengambilan sampel dan analisis laboratorium. Juga terima kasih sebesar-besarnya kepada PERHAPI karena telah menyelenggarakan TPT XXIX PERHAPI 2020. Penelitian ini sebagian didanai oleh Kementrian Riset dan Teknologi melalui skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi 2020 dan Program Riset Institut Teknologi Bandung 2020.

DAFTAR PUSTAKA

Bogie, I., Kusumah, Y. I., & Wisnandary, M. C. (2008): Overview of the Wayang Windu geothermal field, West Java, Indonesia, Geothermics, 37(3), 347–365.

Carranza, E. J. M. dan Hale, M. (2002): Mineral imaging with Landsat Thermatic Mapper data for hydrothermal alteration mapping in heavily vegetated terrane, International Journal of Remote Sensing.

Fraser, S. J. dan Green, A. A. (1987): A software defoliant for geological analysis of band ratios, International Journal of Remote Sensing, 8(3), 525–532.

Hauff, P. (2008): An overview of VIS-NIR-SWIR field spectroscopy as applied to precious metals exploration, Arvada, Colorado: Spectral International Inc, 80001, 303–403.

Hede, A. N. H., Firdaus, M. A., Prianata, Y. L. O., Heriawan, M. N., Syafrizal, S., Syaeful, H., & Lubis, I. A. (2019). Spektroskopi Reflektansi Sampel Tanah dan Batuan yang Mengandung Mineral Pembawa Unsur Tanah Jarang dan Radioaktif, Eksplorium.

Hede, A. N. H., Koike, K., Kashiwaya, K., Sakurai, S., Yamada, R., dan Singer, D. A. (2017): How can satellite imagery be used for mineral exploration in thick vegetation areas? Geochemistry, Geophysics, Geosystems.

Pour, A. B., Hashim, M., dan van Genderen, J. (2013): Detection of hydrothermal alteration zones in a tropical region using satellite remote sensing data: Bau goldfield, Sarawak, Malaysia, Ore Geology Reviews, 54, 181–196.

Purwadi, I., van der Werff, H., dan Lievens, C. (2019): Reflectance spectroscopy and geochemical analysis of rare earth element-bearing tailings: A case study of two abandoned tin mine sites in Bangka Island, Indonesia. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation.

Sabins, F. F. (1999): Remote sensing for mineral exploration, Ore Geology Reviews, 14(3–4), 157– 183.

Salamba, K. E., Hede, A. N. H., dan Heriawan, M. N. (2019): Identification of alteration zones using a Landsat 8 image of densely vegetated areas of the Wayang Windu Geothermal field, West Java, Indonesia, IOP Conference Series: Earth and Environmental Science.

Turner, D. J. (2015): Reflectance spectroscopy and imaging spectroscopy of rare earth element-bearing mineral and rock samples, The University of Columbia.

(12)

van der Meer, F. D., van der Werff, H. M., van Ruitenbeek, F. J., Hecker, C. A., Bakker, W. H., Noomen, M. F., dan Woldai, T. (2012): Multi- and hyperspectral geologic remote sensing: A review, International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation, 14(1), 112– 128.

Werner, T. T., Mudd, G. M., Schipper, A. M., Huijbregts, M. A. J., Taneja, L., dan Northey, S. A. (2020): Global-scale remote sensing of mine areas and analysis of factors explaining their extent. Global Environmental Change, 60, 102007.

Gambar

Gambar 1. (a) Peta lokasi daerah penelitian lapangan panas bumi Wayang Windu dan (b) lokasi  penelitian di Bangka Selatan
Gambar 3. (a) Diagram alir pemrosesan data reflektansi. (b) Beberapa reflektansi mineral berdasar  basis data USGS spectral library yang menjadi referensi
Gambar 4. Hasil pengukuran reflektansi sampel dalam bentuk spektrum penuh (kiri) dan setelah di- di-resample menurut band citra ASTER (kanan)
Gambar 5. Peta sebaran zona alterasi berdasar (a) metode SAM dan (b) metode LSU.
+4

Referensi

Dokumen terkait