• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN PERENCANAAN JALAN SEI KUPANG - MANGGALAU (PR - 3) 

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN PERENCANAAN JALAN SEI KUPANG - MANGGALAU (PR - 3) "

Copied!
88
0
0

Teks penuh

PERENCANAAN JALAN SEI KUPANG - MANGGALAU (PR - 3) 

LAPORAN PENDAHULUAN

JL.H. Pentul No.17 Radio Dalam Jakarta Selatan Telp/Fax 021-7659046 Email : cdm_1996@rocketmail.com

JL.H. Pentul No.17 Radio Dalam Jakarta Selatan Telp/Fax 021-7659046 Email : cdm_1996@rocketmail.com

K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D I R E K T O R A T J E N D E R A L B I N A M A R G A PERENCANAAN DAN PENGAWASAN JALAN NASIONAL P R O V I N S I K A L I M A N T A N S E L A T A N

Daftar Isi

Daftar Isi ii

Daftar Tabel iv

Daftar Gambar v

Pengantar vii

BAB - 1 GAMBARAN UMUM 8

1.1. LATAR BELAKANG 8

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN 8

1.3. DATA KONTRAK 9

1.4. LINGKUP DAN TAHAPAN PEKERJAAN 9

1.5. GAMBARAN UMUM LOKASI PEKERJAAN 10

1.5.1. Kondisi Geografis 10

1.5.2. Keadaan Sosial Budaya 11

1.5.3. Kondisi Iklim 11

1.5.4. Kondisi Hidrologi 12

1.6. PETA LOKASI PEKERJAAN 12

1.7. SISTEMATIKA LAPORAN PENDAHULUAN 13

BAB - 2 METODOLOGI 14

2.1. UMUM 14

2.2. TAHAPAN PELAKSANAAN PEKERJAAN 15

2.3. PEKERJAAN PERSIAPAN 16

2.4. STUDI PENDAHULUAN 17

2.4.1. INVENTARISASI DATA DAN STUDI TERDAHULU 17

2.4.2. PENYUSUNAN RENCANA KERJA 17

2.4.3. PENYUSUNAN LAPORAN PENDAHULUAN 17

2.5. SURVAI DAN PENYELIDIKAN LAPANGAN 19

2.5.3. SURVEY HIDROLOGI 22

2.5.4. SURVEY GEOTEKNIK 23

2.6. ANALISIS DATA 24

2.6.1. PENGUKURAN DAN PEMETAAN TOPOGRAFI 24

2.6.2. PENYELIDIKAN TANAH DAN SUMBER MATERIAL 27

2.6.3. HIDROLOGI 28

2.6.4. ANALISA LALU-LINTAS 34

2.7. PERENCANAAN JALAN 39

2.7.1. PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 39

2.7.2. PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR 46

2.7.3. DESAIN PERKERASAN TAMBAHAN 53

2.7.4. PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU 57

2.8. DESAIN DRAINASE 78

2.8.1. INTENSITAS CURAH HUJAN 78

2.8.2. PERIODE ULANG DAN CLEARANCE 78

2.8.3. PERHITUNGAN DEBIT RENCANA 78

2.9. GAMBAR PERENCANAAN AKHIR 79

2.10. PERKIRAAN BIAYA KONSTRUKSI 81

2.11. DOKUMEN LELANG 81

2.12. LAPORAN – LAPORAN 81

BAB - 3 RENCANA KERJA 83

3.1. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERSONIL 83

3.2. STRUKTUR ORGANISASI TIM PERENCANA 84

3.3. PROGRAM KERJA 85

3.4. JADWAL RENCANA KERJA 85

Tabel 2.1. Standar Perencanaan ... 15

Tabel 2.2 Jumlah Jalur Berdasarkan Lebar Perkerasan ... Error! Bookmark not defined. Tabel 2.3. Koefesien Distribusi Kendaraan (C) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 2.4. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan ... Error! Bookmark not defined. Tabel 2.5. Pelebaran Jari-Jari ... 40

Tabel 2.6. Panjang Kritis Suatu Kelandaian ... 44

Tabel 2.7. Faktor Distribusi Lajur ... 49

Tabel 2.8. Tingkat Reliabilitas ... 50

Tabel 2.9. Nilai Penyimpangan Normal Standar ... 51

Tabel 2.10. Koefisien Drainase ... 51

Tabel 2.11. Indeks Permukaan Awal ... 52

Tabel 2.12. Indeks Permukaan Akhir ... 52

Tabel 2.13. Koefisien Kekuatan Relatif ... 53

Tabel 2.14. Langkah-langkah Perencanaan Tebal Perkerasan Beton Semen ... 60

Tabel 2.15. Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan dan koefisien distribusi (C) kendaraan niaga pada lajur rencana ... 61

Tabel 2.16. Faktor pertumbuhan lalu-lintas ( R) ... 63

Tabel 2.17. Faktor Keamanan Beban (FKB) ... 64

Tabel 2.18. Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Tanpa Bahu Beton ... 68

Tabel 2.19. Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Dengan Bahu Beton ... 69

Tabel 2.20. Periode Ulang Curah Hujan Maksimum dan Clearance ... 79

Gambar 1.1 Peta Lokasi Pekerjaan ... 13

Gambar 2.1. Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan ... 18

Gambar 2.2. Pencapaian Kemiringan ... 41

Gambar 2.3. Tikungan Gabungan dan Tikungan Balik ... 42

Gambar 2.4. Titik Sambung Tikungan Gabungan dan Tikungan Balik ... 43

Gambar 2.5. Panjang Lengkung Vertikal ... 45

Gambar 2.6. Sistem perencanaan perkerasan beton semen... 59

Gambar 2.7. Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan beton semen ... 66

Gambar 2.8. CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah ... 66

Gambar 2.9. Analisis fatik dan beban repetisi ijin berdasarkan rasio tegangan, dengan /tanpa bahu beton ... 71

Gambar 2.10. Analisis erosi dan jumlah repetisi beban ijin, berdasarkan faktor erosi,tanpa bahu beton ... 71

Gambar 2.11. Analisis erosi dan jumlah repetisi beban berdasarkan faktor erosi, dengan bahu beton ... 72

Gambar 2.12. Contoh Grafik Perencanaan, Fcf = 4,25 Mpa, Lalu Lintas Dalam Kota, Tanpa Ruji, FKB = 1,2 ... 74

Gambar 2.13. Contoh Grafik Perencanaan, Fcf = 4,25 Mpa, Lalu Lintas Dalam Kota, Tanpa Ruji, FKB = 1,1 ... 74

Gambar 2.14. Contoh Grafik Perencanaan, Fcf = 4,25 Mpa, Lalu Lintas Dalam Kota, Dengan Ruji, FKB = 1,1 ... 75

Gambar 2.15. Contoh Grafik Perencanaan, Fcf = 4,25 Mpa, Lalu Lintas Dalam Kota, Dengan Ruji, FKB = 1,2 ... 75

Gambar 2.16. Contoh Grafik Perencanaan, Fcf = 4,25 Mpa, Lalu Lintas Luar Kota, Tanpa Ruji, FKB = 1,1 ... 76

Gambar 2.17. Contoh Grafik Perencanaan, Fcf = 4,25 Mpa, Lalu Lintas Luar Kota, Tanpa Ruji, FKB = 1,2 ... 76

Gambar 2.18. Contoh Grafik Perencanaan, Fcf = 4,25 Mpa, Lalu Lintas Luar Kota, Dengan Ruji, FKB = 1,1 ... 77

Gambar 2.19. Contoh Grafik Perencanaan, Fcf = 4,25 Mpa, Lalu Lintas Luar Kota, Dengan Ruji, FKB

= 1,2 ... 77

Gambar 3.1. Struktur Organisasi Konsultan Perencana ... 85

Gambar 3.2. Jadwal Rencana Kerja ... 87

Pengantar

Laporan Pendahuluan ini disusun sebagai salah satu bentuk persyaratan teknis kontrak pengadaan jasa konsultan perencana antara PT. CIPTA DIAN MITRATAMA dengan Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, Satuan Kerja NVT Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Provinsi Kalimantan Selatan, untuk Pekerjaan Perencanaan Jalan Sei Kupang - Manggalau.

Laporan Pendahuluan ini dimaksudkan sebagai bahan informasi kepada pemilik pekerjaan mengenai konsep dan metodologi teknis pelaksanaan pekerjaan, struktur organisasi konsultan perencana serta rencana kerja yang akan dilaksanakan.

Laporan Pendahuluan ini secara garis besar berisi tentang uraian umum lingkup pekerjaan jasa konsultan perencana, uraian metodologi pelaksanaan survai lapangan, uraian metodologi desain dan analisa teknis perencanaan jalan raya, uraian jadwal kegiatan, uraian jadwal mobilisasi personil serta data pendukung pelaksanaan pekerjaan. Demikian laporan Pendahuluan ini disampaikan, semoga dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam tahapan perencanaan selanjutnya.

Konsultan Perencana PT. CIPTA DIAN MITRATAMA

Ir. Mochammad Taufiq  Team leader

BAB -1 GAMBARAN UMUM

1.1.  LATAR BELAKANG

Program Pembinaan Jaringan Jalan merupakan salah satu upaya Pemerintah Republik Indonesia dalam menunjang pencapaian sasaran Pembangunan Nasional. Pembinaan Jaringan Jalan sangat terkait dengan pemerataan pembangunan beserta hasil-hasilnya melalui Pengembangan Prasarana Jalan yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi jalan sesuai dengan laju pertumbuhan lalu lintas yang diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Selatan.

Untuk mengantisipasi peningkatan arus lalu lintas dimasa yang akan datang, Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, Satuan Kerja NVT Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Provinsi Kalimantan Selatan mengadakan jasa konsultansi perencanaan, untuk pekerjaan Perencanaan Jalan Sei Kupang - Manggalau.

Berdasarkan Peta Jaringan Nasional Provinsi Kalimantan Selatan, ruas jalan tersebut merupakan bagian dari Ruas Jalan Lintas Selatan Kalimantan, yang menghubungkan Kota Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan dengan Perbatasan Provinsi Kalimantan Timur

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dari Jasa Konsultansi ini adalah untuk menghasilkan Rencana Teknik Akhir (Detail Engineering Desain) ruas jalan tersebut diatas, yang efisien dan efektif, lengkap dengan gambar dan dokumentasi lainnya yang diperlukan, sesuai dengan Standar dan Kerangka Acuan Kerja yang telah ditetapkan.

Jasa Konsultansi ini secara umum bertujuan untuk menciptakan sarana infrastruktur jalan yang memadai antar kota dan antar provinsi di Pulau Kalimantan, serta optimalisasi fungsionalitas ruas jalan tersebut diatas sehingga dapat mendukung perkembangan

Sementara Tujuan Khusus dari Jasa Konsultansi ini adalah tersedianya dokumen perencanaan teknis untuk ruas jalan tersebut diatas, sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan pembangunan fisik untuk ruas jalan tersebut.

1.3. DATA KONTRAK

1. Nama Pekerjaan : Perencanaan Jalan Sei Kupang - Manggalau (PR-3)

2. Pemilik : SNVT P2JN Provinsi Kalimantan Selatan

3. Konsultan : PT. CIPTA DIAN MITRATAMA

4. Alamat Konsultan : Jl. Radio Dalam Raya H. Achmad No.17

Gandaria Utara – Kebayoran Baru Jakarta Selatan

5. Nomor Kontrak : KU.08.08/P2JN-KS/PR-3/060314.59

6. Tanggal Kontrak : 6 Maret 2014

7. Nilai Kontrak : Rp. 889.460.000

8. Nomor SPMK : KU.08.09/P2JN-KS/SPMK/PR-3/060314.110

9. Tanggal SPMK : 6 Maret 2014

10. Masa Pelaksanaan : 180 Hari Kalender

11. Akhir Kontrak : 1 September 2014

12. Lokasi Pekerjaan : Kabupaten Kota Baru Provinsi Kalimantan Selatan

13. Ruas Jalan : Sei Kupang – Manggalau (N.36.013)

(KM 311+000 BJM – KM 368+000 BJM)

1.4. LINGKUP DAN TAHAPAN PEKERJAAN

Lingkup Pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh Konsultan Perencana sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja, secara garis besar dapat dibagi sebagai berikut :

1. Pekerjaan Lapangan

 Survey Pendahuluan  Survey Topografi  Survey Lalu Lintas  Survey Hidrologi  Penyelidikan Tanah

2. Analisa dan Perencanaan Teknis

 Analisa Lalu Lintas dan Kapasitas Jalan

 Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan  Analisa Hidrologi

 Perencanaan Bangunan Pelengkap  Penyusunan Gambar Teknis  Penyusunan Laporan Teknis

 Perhitungan Perkiraan Kuantitas dan Biaya  Penyusunan Dokumen Lelang

Jasa pelayanan teknik yang akan diberikan oleh Tim Konsultan, dibagi menjadi beberapa tahapan sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja yang telah ditetapkan. Adapun tahapan-tahapan pekerjaan yang akan dilaksanakan Konsultan meliputi :

1. Tahap Persiapan dan Mobilisasi. 2. Tahap Pengumpulan Data Sekunder 3. Tahap Survai Pendahuluan.

4. Tahap Survai Lapangan.

5. Tahap Analisa dan Perencanaan Teknik. 6. Tahap Penggambaran.

7. Tahap Perhitungan Kuantitas dan Perkiraan Biaya. 8. Tahap Penyusunan Dokumen Lelang.

1.5. GAMBARAN UMUM LOKASI PEKERJAAN

1.5.1. Kondisi Geografis

Secara geografis Kabupaten Kota Baru terletak di antara: 1021’49'' – 4010’14'' Lintang Selatan dan 114019’13'' – 116033’28'' Bujur Timur. Kabupaten Kota Baru adalah salah satu kabupaten dari 13 (tiga belas) kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan yang terletak persis di sebelah timur Laut Provinsi Kalimantan Selatan.

 Selat Makasar di sebelah Timur.  Kabupaten Banjar di sebelah barat.

 Provinsi Kalimantan Timur di sebelah utara

Kabupaten yang beribukota di kota Pulau Laut Kepulauan ini memiliki 21 (dua puluh satu) Kecamatan yaitu Kecamatan Pamukan Selatan, Pamukan Utara, Sungai Durian, Kelumpang Barat, Sampanahan, Kelumpang Utara, Kelumpang Tengah, Kelumpang Hulu, Hampang, Kelumpang Selatan, Kelumpang Hilir, Pulau Laut Utara, Pulau Laut Tengah, Pulau Laut Timur, Pulau Sebuku, Pulau Laut Barat, Pulau Laut Selatan, Pulau Laut Kepulauan, Pulau Sembilan dan Pulau Laut Tanjung Selayar.

Kabupaten Kota Baru memiliki luas wilayah sebesar 9.442,46 km2 (944.246 Ha) dengan populasi berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 sebesar 290.142 jiwa.

1.5.2. Keadaan Sosial Budaya

Sebagian besar penduduk adalah berasal dari suku Banjar dan suku Bugis yang beragama Islam. Penduduk pada umumnya bertempat tinggal di daerah pesisir dan sepanjang sungai utama. Penduduk lainnya adalah suku Dayak yang bermukim di daerah pedalaman dan pada umumnya masih menganut kepercayaan Kaharingan. Pendatang baru dari Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Barat merupakan transmigran di daerah tersebut yang menempati Kecamatan Kelumpang Hulu, Kelumpang Hilir Kelumpang Barat, Kelumpang Utara. Mata pencaharian penduduk terutama bertani dan sebagai nelayan, lapangan pekerjaan lain adalah sebagai pekerja di perkebunan kelapa sawit, karet, kelapa hibrida, sebagian di pertambangan dan juga mendulang emas, intan serta mencari hasil hutan seperti rotan dan kayu

1.5.3. Kondisi Iklim

Dari hasil pantauan Stasiun Meteorologi Stagen, selama tahun 2012 kelembaban udara rata – rata berkisar antara 86 persen sampai 93 persen dengan kelembaban maksimum tertinggi sebesar 98 persen di bulan Juli dan Agustus.

Sedangkan kelembaban minimum terendah terjadi di bulan Februari sebesar 76 persen. Sedangkan temperatur udara rata – rata selama tahun 2012 berkisar antara 26,10 C dan 27,30 C, dengan suhu udara maksimum tertinggi pada bulan Oktober sebesar 34,20 C dan minimum terendah sebesar 15,40 C di bulan Juni. Jumlah curah hujan tertinggi terjadi di bulan Juli yaitu 608,6 mm. Sedangkan Jumlah hari hujan terbanyak yaitu selama 30 hari terjadi di bulan Oktober. 1.5.4. Kondisi Hidrologi

Wilayah Kalimantan Selatan juga banyak dialiri sungai. Sungai tersebut antara lain Sungai Barito, Sungai Riam Kanan, Sungai Riam Kiwa, Sungai Balangan, Sungai Batang Alai, Sungai Amandit, Sungai Tapin, Sungai Kintap, Sungai Batulicin, Sungai Sampanahan dan sebagainya. Umumnya sungai-sungai tersebut berpangkal pada pegunungan Meratus dan bermuara di Laut Jawa dan Selat Makasar.

1.6. PETA LOKASI PEKERJAAN

Berdasarkan Peta Jaringan Jalan Nasional Provinsi Kalimantan Selatan, lokasi untuk ruas jalan ini dapat diuraikan sebagai berikut :

Ruas Jalan Sei Kupang (Km 311+000 BJM) – Manggalau (Km 368+000 BJM), No Ruas 013, Terletak di Kabupaten Kota Baru, Provinsi Kalimantan Selatan, merupakan bagian dari Jaringan Jalan Lintas Selatan Kalimantan. Panjang Jalan berdasarkan Kepmen PU Nomor 631/KPTS/M/2009 tanggal 31 Desember 2009 adalah 57 Km.

Untuk lebih jelasnya lokasi ruas jalan dapat dilihat pada gambar 1.1. Peta Lokasi Pekerjaan.

Gambar 1.1 Peta Lokasi Pekerjaan

1.7. SISTEMATIKA LAPORAN PENDAHULUAN

Laporan Pendahuluan ini secara sistematis disusun dalam bab – bab sebagai berikut :

Bab I : Gambaran Umum

Menguraikan secara umum latar belakang pekerjaan, Maksud dan Tujuan Pekerjaan, Lingkup Pekerjaan serta Lokasi Pekerjaan.

Bab II : Metodologi

Berisi Metodologi yang akan dilaksanakan oleh Tim Konsultan baik dalam pekerjaan Survey Lapangan maupun Analisa dan Perencanaan Teknis.

Bab III : Rencana Kerja

Berisikan susunan personil, tugas dan tanggung jawab personil, jadwal mobilisasi personil serta rencana kerja tim Konsultan Perencana.

Sei Kupang – Manggalau (N.013) KM. 311+000 BJM – KM. 368+000 BJM

BAB -2 METODOLOGI

2.1. UMUM

Untuk dapat melaksanakan suatu pekerjaan dengan hasil yang baik, maka sebelumnya perlu dibuat suatu pendekatan teknis agar dapat dilaksanakan secara sistematis dan praktis, sehingga tercapai sasaran efisiensi biaya, mutu dan waktu kerja.

Seperti telah dijelaskan didalam Kerangka Acuan Kerja (TOR), maka di dalam pelaksanaan pekerjaan ini, Konsultan akan menggunakan standar – standar perencanaan yang dapat dilihat pada tabel 2.1. Standar Perencanaan

No Dokumen Uraian

1. SNI 19-9001:2001 Standar Nasional Indonesia tentang Sistem Manajemen Mutu

2. NSPM No. 010 / PW / 2004 Pedoman Pengukuran Topografi untuk Pekerjaan Jalan dan Jembatan Buku 1 s/d Buku 4

3. SNI. 03-1743-1989 Standar Nasional Indonesia tentang Pemeriksaan Daya Dukung Tanah Dasar Dengan Dynamic Cone Penetrometer

4. MKJI 1997 Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

5. NSPM No. 038/TBM/1997 Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota

6. 02/M/BM/2013 Manual Desain Perkerasan Jalan

7. PD. T-05-2005-B Pedoman Teknik Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan 

No Dokumen Uraian

9. NSPM 008/T/BNKT/1990 No. Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan

10. Permen 19/PRT/M/2011 PU. No Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan

11. NSPM No. 028/T/BM/1995 Panduan Analisa Harga Satuan

12. Kepmen 257/KPTS/2004 PU No. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Tentang Dokumen Pelelangan Standar

13. PP No. 34 Tahun 2006 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Jalan

Tabel 2.1. Standar Perencanaan

2.2. TAHAPAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Dalam pelaksanaan pekerjaan ini, Konsultan merancang tahapan pelaksanaan pekerjaan sebagai berikut :

1. Pekerjaan Persiapan

2. Studi Pendahuluan

 Penyusunan rencana kerja

 Penyusunan Rencana Mutu Kontrak  Inventarisasi data & studi terdahulu

3. Survai Dan Penyelidikan Lapangan 

 Survai pendahuluan

 Penyusunan Laporan Pendahuluan  Survai topografi

 Survai inventarisasi jalan  Survai hidrologi

4. Analisa Data

 Analisa data dan pemetaan topografi  Analisa data tanah dan sumber material  Analisa hidrologi

 Penyusunan laporan survey teknis

5. Perencanaan Teknis 

 Geometrik Jalan

 Rencana Perkerasan Jalan  Utilitas Umum & Drainase  Perlengkapan Jalan  Manajemen Lalu Lintas

6. Gambar Perencanaan Akhir 

 Penyusunan gambar rencana  Penyusunan Draft Laporan Akhir

7. Perkiraan Kuantitas dan Biaya 

 Perhitungan volume pekerjaan fisik

 Penyusunan Laporan Rencana Anggaran Biaya

8. Dokumen Lelang dan Laporan Akhir 

 Penyusunan spesifikasi teknis pekerjaan  Penyusunan laporan dokumen Lelang  Penyusunan Laporan Akhir

Bagan alir strategi pelaksanaan pekerjaan ini dapat dilihat pada Gambar 2.1. Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan. Secara jelas uraian dari masing-masing tahapan kegiatan tersebut diuraikan pada sub-bab berikut :

2.3. PEKERJAAN PERSIAPAN

Sebelum pelaksanaan suatu pekerjaan, maka perlu dilaksanakan pekerjaan persiapan, baik mengenai kelengkapan administrasi, personil pelaksana, sarana transportasi, peralatan, dan segala aspek dalam kaitan pelaksanaan pekerjaan. Konsultan akan menyiapkan program kerja untuk dikoordinasikan dengan pihak pemberi tugas. Maksud dari koordinasi ini adalah untuk menyamakan pandangan antara konsultan dengan pihak pemberi sehingga pelaksanaan pekerjaan ini tidak mengalami hambatan.

2.4. STUDI PENDAHULUAN

2.4.1. INVENTARISASI DATA DAN STUDI TERDAHULU

Setelah tugas dari masing-masing tenaga ahli dipahami, maka konsultan akan segera melaksanakan kegiatan pengumpulan data, informasi dan laporan yang ada hubungan-nya dengan studi untuk mempelajari kondisi daerah proyek secara keseluruhan guna mempersiapkan rencana tindak lanjut tahap berikutnya. Konsultan akan mengunjungi kantor-kantor instansi pemerintah maupun swasta yang sekiranya mengelola data yang diperlukan. Untuk kelancaran pekerjaan ini, maka sangat diperlukan surat pengantar dari pihak Direksi Pekerjaan untuk keperluan tersebut. Dari hasil studi meja akan disusun program kerja Perencanaan Jalan tersebut diatas.

2.4.2. PENYUSUNAN RENCANA KERJA

Hasil penelaahan data akan dituangkan dalam rencana konsultan yang meliputi rencana kegiatan survai dilapangan maupun kegiatan analisis dan evaluasi data. Rencana kerja ini meliputi :

a. Struktur organisasi serta tenaga pelaksana penanganan pekerjaan b. Rencana waktu penanganan pekerjaan

c. Rencana penugasan personil serta peralatan yang akan digunakan dalam penanganan pekerjaan

2.4.3. PENYUSUNAN LAPORAN PENDAHULUAN

Hasil – hasil dari studi pendahuluan akan dituangkan dalam bentuk laporan pendahuluan

Gambar 2.1. Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan START PERSIAPAN Perumusan Masalah Metodologi Sesuai dengan KAK TIDAK LAPORAN PENDAHULUAN SURVAI PENDAHULUAN YA MASUKAN PENGGUNA JASA SURVAI TOPOGRAFI PENYELIDIKAN

TANAH SURVAI HIDROLOGI

SURVAI INVENTARISASI JALAN SURVAI LALU LINTAS GAMBAR TOPOGRAFI ANALISA MEKANIKA

TANAH ANALISA HIDROLOGI

DATA INVENTARISASI JALAN ANALISA KAPASITAS JALAN PRADESAIN Layout Plan Tipikal Potongan Melintang LAPORAN- LAPORAN

SURVAI

DESAIN

Desain Geometrik & Perkerasan Jalan Desain Bangunan Pelengkap

Gambar Rencana LAPORAN RAB DOKUMEN TENDER Spesifikasi Teknis Gambar Rencana Dokumen Lelang MASUKAN PENGGUNA JASA

LAPORAN AKHIR DAN DOKUMEN TENDER

STOP

MASUKAN PENGGUNA JASA

RENCANA ANGGARAN BIAYA Perkiraan Kuantitas Perkiraan Biaya Pekerjaan

MASUKAN PENGGUNA JASA LAPORAN DESAIN

2.5. SURVAI DAN PENYELIDIKAN LAPANGAN

2.5.1. SURVAI PENDAHULUAN

Survai Pendahuluan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

a. Menyiapkan peta dasar yang berupa Peta Topografi skala 1:100.000 / 1:50.000 dan peta-peta pendukung lainnya (Peta Geologi, Tata Guna tanah dll).

b. Mempelajari lokasi pekerjaan dan pencapaiaan, serta titik awal dan titik akhir pekerjaan.

c. Mempelajari kondisi eksisting ruas jalan secara umum seperti jenis perkerasan, kondisi terrain, kondisi lalu lintas dan tata guna lahan sekitarnya. d. Inventarisasi stasiun-stasiun pengamatan curah hujan pada lokasi pekerjaan

melalui stasiun-stasiun pengamatan yang telah ada ataupun pada Jawatan Meteorologi setempat.

e. Membuat foto dokumentasi lapangan per 1 km, serta pada lokasi-lokasi yang penting.

f. Mengumpulkan data, berupa informasi mengenai harga satuan bahan dan biaya hidup sehari-hari.

g. Mengumpulkan informasi umum lokasi sumber material (quarry) yang diperlukan untuk pekerjaan konstruksi.

h. Membuat laporan lengkap perihal pada butir a s/d h dan memberikan saran-saran yang diperlukan untuk pekerjaan survai teknis selanjutnya.

Hasil dari survai pendahuluan dan pengumpulan data-data yang menunjang dalam pelaksanaan pekerjaan ini akan dituangkan dalam bentuk laporan Survai Pendahuluan.

2.5.2. SURVAI TOPOGRAFI

LINGKUP PEKERJAAN

Lingkup Pekerjaan Pengukuran Topografi untuk perencanaan jalan terdiri dari beberapa bagian pekerjaan yaitu :

a. Persiapan

c. Pekerjaan perintisan untuk pengukuran d. Pekerjaan pengukuran yang terdiri dari :

 Pengukuran titik kontrol horizontal (Polygon) dan vertikal (Waterpass)  Pengukuran situasi/detail

 Pengukuran penampang memanjang dan melintang  Pengukuran-pengukuran khusus

PENGUKURAN TITIK KONTROL HORIZONTAL

Metodologi Pengukuran Titik Kontrol Horizontal dilaksanakan sebagai berikut :  Pengukuran titik kontrol dilakukan dalam bentuk poligon

 Sisi poligon atau jarak antar titik poligon maksimal 100m, diukur dengan pegas ukur (meteran) atau alat ukur jarak elektronis

 Patok-patok untuk titik-titik poligon adalah patok kayu, sedang patok-patok untuk titik ikat adalah patok dari beton

 Sudut-sudut poligon diukur dengan alat ukur Theodolith dengan ketelitian dalam secon (yang mudah/umum dipakai adalah Theodolith jenis T2 Wild Zeis atau yang setingkatan)

 Ketelitian untuk poligon adalah sebagai berikut :

 Kesalahan sudut yang diperbolehkan adalah 10” akar jumlah titik poligon  Kesalahan azimuth pengontrol tidak lebih dari 5”

 Pengamatan matahari dilakukan pada titik awal proyek pada setiap jarak 5 Km (kurang lebih 60 titik poligon) serta pada titik akhir pengukuran.

 Setiap pengamatan matahari dilakukan dalam 4 seri rangkap (4 biasa dan 4 luar biasa)

PENGUKURAN TITIK KONTROL VERTIKAL

Metodologi Pengukuran Titik Kontrol Vertikal dilaksanakan sebagai berikut :  Jenis alat yang dipergunakan untuk pengukuran ketinggian adalah Waterpass

Orde II

 Untuk pengukuran ketinggian dilakukan dengan double stand dilakukan 2 kali berdiri alat

 Batas ketelitian tidak boleh lebih besar dari 10 akar D mm. Dimana D adalah panjang pengukuran (Km) dalam 1 (satu) hari

 Rambu ukur yang dipakai harus dalam keadaan baik dalam arti pembagian skala jelas dan sama

 Setiap pengukuran dilakukan pembacaan rangkap 3 (tiga) benang dalam satuan milimeter

 Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT) dan Benang Bawah (BB), Kontol pembacaan : 2BT = BA + BB

 Referensi levelling menggunakan referensi lokal

PENGUKURAN SITUASI 

Metodologi Pengukuran Situasi dilaksanakan sebagai berikut :  Pengukuran situasi dilakukan dengan sistem tachymetri

 Ketelitian alat yang dipakai adalah 30” (sejenis dengan Theodolith T0)

 Pengukuran situasi daerah sepanjang rencana jalan harus mencakup semua keterangan-keterangan yang ada didaerah sepanjang rencana jalan tersebut  Untuk tempat-tempat jembatan atau perpotongan dengan jalan lain

pengukuran harus diperluas (lihat pengukuran khusus)

 Tempat-tempat sumber mineral jalan yang terdapat disekitar jalur jalan perlu diberi tanda diatas peta dan difoto (jenis dan lokasi material)

PENGUKURAN PENAMPANG MEMANJANG DAN MELINTANG

Pengukuran penampang memanjang dan melintang dimaksudkan untuk menentukan volume penggalian dan penimbunan. Metodologi pengukuran dilaksanakan sebagai berikut :

1. Pengukuran Penampang Memanjang

 Pengukuran penampang memanjang dilakukan sepanjang sumbu rencana jalan

 Peralatan yang dipakai untuk pengukuran penampang sama dengan yang dipakai untuk pengukuran titik kontrol vertikal

2. Pengukuran Penampang Melintang

 Pengukuran penampang melintang pada daerah yang datar dan landai dibuat setiap 50 m dan pada daerah-daerah tikungan/ pegunungan setiap 25 m

 Lebar pengukuran penampang melintang 100 m ke kiri-kanan as jalan  Khusus untuk perpotongan dengan sungai dilakukan dengan ketentuan

khusus (lihat pengukuran khusus)

 Peralatan yang dipergunakan untuk pengukuran penampang melintang sama dengan yang dipakai pengukuran situasi

PEMASANGAN PATOK

Untuk Pemasangan Patok Pengukuran dilapangan dilaksanakan sebagai berikut :  Patok-patok dibuat dengan ukuran 10 x 10 x 75 cm dan harus dipasang setiap

1 Km dan pada perpotongan rencana jalan dengan sungai (2 buah seberang menyeberang). Patok beton tersebut ditanam kedalam tanah dengan kedalaman 15 cm

 Baik patok-patok beton maupun patok-patok poligon diberi tanda BM dan nomor urut.

 Untuk memudahkan pencarian patok pada pohon-pohon disekitar patok diberi cat atau pita atau tanda-tanda tertentu.

 Baik patok poligon maupun patok profil diberi tanda cat kuning dengan tulisan hitam yang diletakkan disebelah kiri kearah jalannya pengukuran.  Khusus untuk profil memanjang titik-titiknya yang terletak disumbu jalan

diberi paku dengan dilingkari cat kuning sebagai tanda.

2.5.3. SURVEY HIDROLOGI 

LINGKUP PEKERJAAN

Lingkup Pekerjaan Survey Hidrologi untuk perencanaan jalan terdiri dari beberapa bagian pekerjaan yaitu :

 Menyiapkan peta topografi dengan skala 1:250.000 serta peta situasi dengan skala 1:1000

 Mencari sumber data iklim yang valid, yaitu dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).

 Memilah dan memilih data iklim terutama data curah hujan, yang berkesesuaian dengan lokasi proyek.

 Melakukan survey lapangan dan merekam hasilnya dalam catatan menyangkut saluran samping, gorong-gorong dan jembatan.

 Saluran samping dicatat kondisi eksistingnya dan kondisi pengembangan sesuai kebutuhan yang diakibatkan perubahan guna lahan

 Gorong-gorong dicatat kondisi eksistingnya menyangkut diameter, kondisi fungsi, kondisi terakhir aliran air.

 Jembatan eksisting dicatat kondisi dimensi lebar bentang dan kondisi terkhir struktur atas dan strukstur bawah, dilihat kebutuhan penanganan pemeliharaan dan peningkatan jika perlu.

 Data iklim dan curah hujan digunakan sebagai input dalam perhitungan debit banjir rencana untuk menentukan ukuran dimensi saluran, gorong-gorong dan aspek struktur serta jagaan jembatan, yang akan dilaporkan dalam buku Perhitungan Disain.

2.5.4. SURVEY GEOTEKNIK

LINGKUP PEKERJAAN

Lingkup Pekerjaan Survey Geoteknik untuk perencanaan jalan meliputi :  Pengambilan contah tanah dan Test Pit.

 Pemeriksaan lokasi sumber material  Penyelidikan tanah dengan tes DCP

METODOLOGI 

1. Penyelidikan Test Pit

Penyelidikan Test Pit dilakukan pada setiap jenis satuan tanah atau setiap 1 Km yang berbeda dengan kedalaman 1-2 meter. Pada setiap lokasi Test Pit dilakukan pengamatan deskripsi struktur dan jenis tanah, juga dilakukan pengambilan sampel tanah baik contoh tanah terganggu maupun tidak terganggu yang akan diselidiki di Laboratorium.

2. Pemeriksaan Lokasi Sumber Material

Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui informasi mengenai bahan-bahan perkerasan yang dapat dipakai untuk pelaksanaan pekerjaan

3. Pemeriksaan dengan Tes DCP

Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan nilai CBR lapisan tanah dasar yang dilakukan pada bagian ruas jalan yang belum diaspal atau telah mengalami kerusakan parah. Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :

 Pemeriksaan dilakukan dalam interval 200 m

 Pemeriksaan dilakukan pada sumbu jalan dan permukaan tanah lapisan dasar

 Pemeriksaan dilakukan hingga kedalaman 90 cm dari permukaan lapisan tanah dasar kecuali bila dijumpai lapisan tanah yang sangat keras.

 Selama pemeriksaan dicatat kondisi khusus, seperti cuaca, drainase, timbunan, waktu dan sebagainya

 Semua data yang diperoleh dicatat dalam formulir pemeriksaan DCP Test.

2.6. ANALISIS DATA

2.6.1. PENGUKURAN DAN PEMETAAN TOPOGRAFI

Analisis data lapangan (perhitungan sementara) akan segera dilakukan selama Team Survai masih berada di lapangan, sehingga apabila terjadi kesalahan dapat segera dilakukan pengukuran ulang. Setelah data hasil perhitungan sementara memenuhi persyaratan toleransi yang ditetapkan dalam Spesifikasi teknis selanjutnya akan dilakukan perhitungan data defenitif kerangka dasar pemetaan dengan menggunakan metode perataan kuadrat terkecil.

1. Perhitungan Poligon

Kriteria toleransi pengukuran poligon kontrol horizontal yang ditetapkan dalam spesifikasi teknis adalah koreksi sudut antara dua kontrol azimuth = 20". Koreksi setiap titik poligon maksimum 10" atau salah penutup sudut maksimum 30"  n dimana n adalah jumlah titik poligon pada setiap kring. Salah penutup koordinat maksimum 1 : 2.000. Berdasarkan kriteria toleransi diatas, proses analisis perhitungan sementara poligon akan dilakukan menggunakan metode Bowdith dengan prosedur sebagai berikut:

Salah penutup sudut:

Salah penutup koordinat:

Dalam hal ini:

dimana : S : sudut ukuran poligon d : jarak ukuran poligon

i : nomor titik poligon ( i = 1,2,3, ... n )

Proses perhitungan data definitif hasil pengukuran poligon kerangka kontrol horizontal akan dilakukan dengan metode perataan kuadrat terkecil parameter. Prinsip dasar perataan cara parameter adalah setiap data ukur poligon (sudut dan jarak) disusun sebagai fungsi dari parameter koordinat yang akan dicari. Formula perataan poligon cara parameter dalam bentuk matriks adala sebagai berikut :

V = A X - L

X = [ AT .P.A ]-1 . [ AT .P.L ]

X = X° + X

Dimana : V : matrik koreksi pengukuran

A : matrik koefisien pengukuran X : matrik koreksi parameter

fs = s - (n + 2) x 180 < 30" n i = 1 n 1 0

fs = s - (n + 2) x 180 < 30" n i = 1 n 1 0

fd = d - < - 1 : 2000 i = 1 n 1

fd = (d . sin ) + (d . Cos ) = + S i = 1 n 1 i 2 i = 1 n 1 i 2 i

1800

L : matrik residu persamaan pengukuran

X° : matrik harga pendekatan parameter koordinat X : matrik harga koordinat defeinitif

P : matrik harga bobot pengukuran

2. Perhitungan Waterpass

Kriteria teknis pengukuran waterpass yang ditetapkan dalam spesifikasi teknis yakni tiap seksi yang diukur pulang-pergi mempunyai ketelitian 10 mm  D (D = panjang seksi dalam km). Berdasarkan kriteria tersrbut dapat diformulasikan cara analisis data ukur waterpass pada setiap kring sebagai berikut :

dimana : fh : salah penutup beda tinggi tiap kring waterpass

n : beda tinggi ukuran

i : nomor slag pengukuran waterpass ( i = 1,2,3....n ) Setelah dianalisis keseluruhan data waterpass kerangka kontrol vertikal memenuhi persyaratan toleransi akan dilakukan proses perhitungan definitif dengan menggunakan metode kuadrat terkecil seperti pada poligon.

3. Perhitungan Azimuth Matahari

Formula perhitungan Azimuth arah dengan metode pengamatan tinggi matahari adalah sebagai berikut :

     cos cosh* sin sinh* sin A sin S A  

dimana : A : azimut matahari  : azimut ke target

S : sudut horizontal antara matahari dan target  : deklinasi

h : tinggi matahari

 : lintang tempat pengamatan.

fh = n

Apabila hasil perhitungan data pengamatan matahari tersebut tidak memenuhi kriteria ketelitian 5" yang ditetapkan dalam spesifikasi teknis, maka akan dilakukan pengamatan ulang.

Perhitungan dan Penggambaran topografi secara garis besar mengikuti kaidah-kaidahnya antara lain :

1. Perhitungan koordinat poligon utama didasarkan pada titik-titik ikat yang dipergunakan.

2. Penggambaran titik-titik poligon akan didasarkan pada hasil perhitungan koordinat. Penggambaran titik-titik poligon tersebut tidak boleh secara grafis. 3. Gambar ukur yang berupa gambar situasi akan digambar pada kertas

milimeter dengan skala 1: 1.000 dan interval kontur 1 m.

4. Ketinggian titik detail akan tercantum dalam gambar ukur begitu pula semua keterangan-keterangan yang penting.

5. Titik ikat atau titik mati serta titik-titik baru akan dimasukkan dalam gambar dengan diberi tanda khusus. Ketinggian titik tersebut perlu juga dicantumkan.

2.6.2. PENYELIDIKAN TANAH DAN SUMBER MATERIAL 

Analisis dan evaluasi data yang diperoleh dari penyelidikan tanah dan sumber material akan dilakukan analisis laboratorium.

Analisis Laboratorium Mekanika Tanah dipakai untuk mengetahui sifat-sifat teknis tanah, khususnya tanah lunak. Evaluasi hasil penyelidikan lapangan dan analisis laboratorium selanjutnya digunakan untuk mengetahui penyebaran dan sifat-sifat teknis tanah. Berdasarkan hal tersebut dapat ditentukan parameter desain untuk perhitungan daya dukung pondasi dan kestabilan tanggul saluran maupun tanggul banjir. Semua penyelidikan di laboratorium dilakukan menurut prosedur ASTM dengan beberapa modifikasi yang disesuaikan dengan keadaan di lapangan.

CONTOH TANAH TERGANGGU (DISTURBED SAMPLE)

Penyelidikan terhadap contoh tanah terganggu yang diambil dari lubang uji meliputi:

1. Berat Jenis Tanah

2. Atterberg Limits (Consistency) 3. Gradasi Butiran.

4. Percobaan pemadatan (Compaction test) 5. Uji konsolidasi (Consolidation test)

6. Uji gaya geser langsung ( Direct shear test ). 7. Uji CBR Laboratorium

2.6.3. HIDROLOGI

Tahapan analisis data hidrologi secara garis besar dapat dikelompokkan dalam beberapa golongan meliputi :

ANALISIS DATA CURAH HUJAN

Analisis data curah hujan dimaksudkan untuk memperoleh debit banjir rancangan dan debit andalan. Data curah hujan yang mewakili adalah data-data dari stasiun terdekat dengan lokasi. Analisis dilakukan pada data curah hujan 1 harian, 2 harian, 3 harian, setengah bulanan dan bulanan selama tahun pencatatan pada masing-masing stasiun curah hujan sesuai dengan kriteria perencanaan yang dibutuhkan.

Urutan pengolahan data curah hujan dapat dilihat berikut ini : 1. Mengisi Data Hujan yang Kosong

Pemilihan metode berdasarkan karakteristik data yang tersedia. Berikut ini disajikan 2 (dua) metode yang dapat dipakai untuk pengisian data hujan yang kosong.

a) Metode Ratio Normal

Metode Ratio Normal dinyatakan dengan rumus sebagai berikut: r = 1/3 {R/RA . rA + R/RB . rB + R/RC . rC}

dimana : R : Curah hujan rata-rata setahun di tempat pengamatan R yang datanya akan dilengkapi rA, rB, rC : Curah hujan di tempat pengamatan RA, RB, RC RA, RB, RC : Curah hujan rata-rata setahun pada stasiun A,

b) Metode Inversed Square Distance

Untuk mengisi data curah hujan yang hilang dapat dilakukan dengan memperbandingkan terhadap data curah hujan yang dicatat pada stasiun curah hujan terdekat. Pengisian data dengan metode ini dihitung dengan telah memperban-dingkan jarak antara stasiun curah hujan yang diisi terhadap stasiun curah hujan yang berdekatan. Data hujan dipilih dari stasiun-stasiun yang mewakili areal dominan sehingga data yang dihasilkan dapat digunakan untuk kebutuhan perencanaan.

2. Pengujian Data Curah Hujan

Data hasil perbaikan tersebut, tidak dapat langsung dipakai untuk kebutuhan perencanaan. Data tersebut perlu dilakukan pengujian dalam kelangsungan pencatatannya. Parameter yang biasa digunakan untuk menganalisis adalah reabilitas data dan konsistensi data. Di dalam suatu deret data pengamatan hujan bisa terdapat non homogenitas dan ketidaksesuaian (inconsistensy) yang dapat menyebabkan penyimpangan pada hasil perhitungan. Non homogenitas bisa disebabkan oleh berbagai faktor seperti: perubahan mendadak pada sistem hidrologis, misalnya karena adanya pembangunan gedung-gedung atau tumbuhnya pohon-pohonan, gempa bumi dan lain-lain, pemindahan alat ukur, perubahan cara pengukuran (misalnya berhubung dengan adanya alat baru atau metode baru) dan lain-lain. Konsistensi data curah hujan dari suatu tempat pengamatan dapat diselidiki dengan Teknik Garis Massa Ganda (Double Mass Curve Technique). Caranya dengan membuat kurve hubungan antara kumulatif hujan tahunan masing-masing stasiun dengan kumulatif hujan tahunan rata-rata. Data yang menunjukkan hubungan garis lurus dan tidak terjadi penyimpangan menunjukkan curah hujan konsisten dan tidak perlu dikoreksi.

3. Distribusi Curah Hujan Pada DAS

Untuk mendapatkan gambaran mengenai distribusi hujan di seluruh Daerah Aliran Sungai, maka dipilih beberapa stasiun yang tersebar di seluruh DAS. Stasiun terpilih adalah stasiun yang berada dalam cakupan areal DAS dan memiliki data pengukuran iklim secara lengkap. Metode yang dapat dipakai untuk menentukan curah hujan rata-rata adalah metode Thiessen dan Arithmetik. Untuk keperluan pengolahan data curah hujan menjadi data debit diperlukan data Curah Hujan Bulanan, sedangkan untuk mendapatkan Debit Banjir Rancangan diperlukan analisis data dari curah hujan Harian Maksimum.

a) Metode Thiessen

Pada metode Thiessen dianggap bahwa data curah hujan dari suatu tempat pengamatan dapat dipakai untuk daerah pengaliran di sekitar tempat itu. Metode perhitungan dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan demikian tiap stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu wilayah poligon tertutup An. Perbandingan luas poligon untuk setiap stasiun yang besarnya An/A.

b) Metode Arithmetik

Pada metode aritmetik dianggap bahwa data curah hujan dari suatu tempat pengamatan dapat dipakai untuk daerah pengaliran di sekitar tempat itu dengan merata-rata langsung stasiun penakar hujan yang digunakan.

c) Metode Ishoyet

Menggunakan peta Ishoyet, yaitu peta dengan garis-garis yang menghubungkan tempat-tempat dengan curah hujan yang mana. Besar curah hujan hujan rata-rata bagi daerah seluruhnya didapat dengan mengalikan CH rata-rata diantara kontur-kontur dengan luas darah antara kedua kontur, dijumlahkan dan kemudian dibagi luas seluruh daerah. CH rata-rata di antara kontur biasanya diambil setengah harga dari kontur.

ANALISIS FREKUENSI DATA DEBIT 

Analisis data curah hujan dapat dilakukan pada data curah hujan ataupun data debit sesuai dengan kebutuhan perencanaan. Metode yang dapat dipakai untuk analisis frekuensi dapat dilihat berikut ini :

1. Metode Gumbell

Masing-masing metode memiliki syarat keandalan dan ketepatan pemakaiannya. Pemilihan metode berdasarkan karakteristik data yang ada, yang diperlihatkan dengan besaran statistik cv (koefisien variasi, ck (Koefisien kurtosis) dan cs (koefisien asimetri). Di bawah ini diuraikan dua buah rumus yang sering dipakai dalam perhitungan yaitu metode E.J. Gumbell dan Log Pearson III dengan rumus sebagai berikut :

1. Distribusi Gumbel

Sifat sebaran dari distribusi ini adalah :

a) Cs 1,4 b) Ck 5,4

Apabila koefisien asimetri (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck) dari data hujan mendekati nilai tersebut, maka sebaran Gumbel dapat digunakan.

Rumus : Xtr = Xt ± K.Sx

Dimana : Xtr : Besarnya Curah hujan untuk periode ulang Tr tahun

Xt : Curah hujan rata-rata selama tahun

pengamatan Sx : Standard deviasi

K : Faktor frekuensi Gumbell Ytr : -ln (-ln(1-1/tr))

Sn dan Yn adalah fungsi dari banyaknya sample. 2. Metode Log Pearson Type III

Sifat dari distribusi ini adalah :

a) Cs = O b) Ck = 4 - 6

Apabila koefisien asimetri (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck) dari data hujan mendekati nilai tersebut, maka sebaran log Pearson type III dapat digunakan. Distribusi frekuensi Log Pearson Type III dihitung dengan menggunakan rumus :

Dimana: log X : logaritma rata-rata sample. s1 : standar deviasi

G : koefisien yang besarnya tergantung dari koefisien kepencengan (Cs).

Dengan semakin berkembangnya pemakaian software maka selain dengan cara perhitungan manual seperti di atas saat ini telah dikembangkan program Flow Freq untuk kepentingan analisis frekuensi. Input data berupa data curah hujan atau data debit sepanjang tahun pengamatan yang tersedia dan output berupa grafik analisis frekuensi dengan metode-metode seperti yang telah disebutkan di muka. Metode terpilih berdasarkan simpangan terkecil yang dihasilkan oleh salah satu metode tersebut. Selanjutnya besarnya debit atau curah hujan rancangan yang dikehendaki dapat ditarik dari garis yang terbentuk dalam grafik hubungan probabilitas, kala ulang dan debit/curah hujan tersebut.

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN

Analisis debit banjir rancangan dimaksudkan untuk mengetahui besar banjir rancangan dan hidrograf banjir rancangan yang akan digunakan sebagai dasar perencanaan tinggi jembatan dari muka air banjir di sungai. Perhitungan debit banjir rancangan dapat dilakukan dengan analisa frekuensi dari data-data debit banjir maksimum tahunan yang terjadi, dalam hal ini data yang tersedia sebaiknya tidak kurang dari 10 tahun terakhir berturut-turut. Jika data debit banjir maksimum tahunan yang terjadi selama 10 tahun terakhir berturut-turut tidak tersedia, maka debit banjir rancangan dapat diperkirakan dari data-data curah hujan harian maksimum tahunan yang terjadi di stasiun-stasiun yang ada di daerah pengaliran sungai. Metode ini dikenal dengan “analisa curah hujan - limpasan” dengan mempergunakan rumus-rumus empiris dan hidrograf satuan sintetis. Data-data yang diperlukan untuk menghitung debit banjir rancangan adalah data curah hujan rancangan dan data karakteristik DPS (Daerah Pengaliran Sungai). Dalam perencanaan ini metode-metode yang dapat dipergunakan yaitu antara lain:

2. Metode Rasional oleh Weduwen

Penggunaan berbagai metode ini disesuaikan dengan ketersediaan data curah hujan, iklim, jenis tanah, karakteristik daerah, luas daerah dan sebagainya.

1. Metode Rasional oleh Haspers

Metode perkiraan debit banjir secara empiris seperti Haspers, Weduwen mempunyai rumus dasar sebagai berikut:

Q = . . q . A dimana :

Q : debit maksimum (m3/det)  : koefisien pengaliran

 : koefisien reduksi

q : curah hujan maksimum (m3/det/km2) A : luas daerah pengaliran (km2)

: 1/ : 1 +

t : 0,1 . L0,8 . (H/L)-0,3 jam Jika t < 2 jam,

R :

Jika 2 jam < t < 19 jam, R =

Jika 19 jam < t < 30 hari, R = 0,707 . R24-max .  ( t + 1 ) q = R / ( 3,6 . t ) (m3/det/km2) Q =  .  . q . A (m3/det) 1 0 012 1 0 075 0 7 0 7   , . , . , , A A t t A t    3 710 15 12 0 4 2 3 4 , . . , . / t R t R t . , .( ).( ) max max 24 24 2 1 0 0008 260 2       t R t . 24 max 1  

2. Metode Rasional oleh Weduwen

Metode ini sesuai untuk sungai dengan luas daerah pengaliran kurang dari 100 km2. Persamaannya adalah:

Q = C . . R . A dimana :

Q : debit banjir rancangan (m3/det)

 =

t : waktu konsentrasi t =

C =

S : kemiringan sungai rata-rata

A : luas daerah pengaliran (km2)

2.6.4. ANALISA LALU-LINTAS

Analisa Volume Lalu Lintas

Analisis volume lalu lintas didasarkan pada survey faktual. Untuk keperluan desain, volume lalu lintas dapat diperoleh dari :

1. Survey lalu lintas aktual, dengan durasi minimal 7 x 24 jam. Pelaksanaan survey agar mengacu pada Pedoman Survei Pencacahan Lalu Lintas dengan Cara Manual Pd T-19-2004-B atau dapat menggunakan peralatan dengan pendekatan yang sama.

2. Hasil – hasil survey lalu lintas sebelumnya.

3. Untuk jalan dengan lalu lintas rendah dapat menggunakan nilai perkiraan dari Tabel 2.5.

Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas

Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data – data pertumbuhan historis atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lain yang valid, bila

120 1 9 120     f t A A . 0 476 2 0 375 0 125 0 25 , . . , , , A Q S 1 4 1 7   , .  R

2011 – 2020 > 2021 – 2030

Arteri dan Perkotaan (%) 5 4

Kolektor Rural (%) 3,5 2,5

Jalan Desa (%) 1 1

Tabel 2.2. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas Minimum Desain

Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dihitung sebagai berikut:

R = Dimana

R = faktor pengali pertumbuhan lalu lintas i = tingkat pertumbuhan tahunan (%) UR = umur rencana (tahun)

Pengaruh Alihan Lalu Lintas (Traffic Diversion)

Untuk analisis lalu lintas pada ruas jalan yang didesain harus diperhatikan faktor alihan lalu lintas yang didasarkan pada analisis secara jaringan dengan memperhitungkan proyeksi peningkatan kapasitas ruas jalan yang ada atau pembangunan ruas jalan baru dalam jaringan tersebut, dan pengaruhnya terhadap volume lalu lintas dan beban terhadap ruas jalan yang didesain.

Faktor Distribusi Lajur dan Kapasitas Lajur

Faktor distribusi lajur untuk kendaraan niaga (truk dan bus) ditetapkan dalam Tabel 4.2. Kapasitas pada lajur desain tidak boleh melampaui kapasitas lajur selama umur rencana. Kapasitas lajur mengacu kepada Permen PU No.19/PRT/M/2011 mengenai Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan berkaitan Rasio Volume Kapasitas (RVK) yang harus dipenuhi.

Jumlah Lajur setiap arah

Kendaraan niaga pada lajur desain (% terhadap populasi kendaraan niaga)

1 100

2 80

3 60

4 50

Tabel 2.3. Faktor Distribusi Lajur

Perkiraan Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Factor)

Perhitungan beban lalu lintas yang akurat sangatlah penting. Beban lalu lintas tersebut diperoleh dari :

1. Studi jembatan timbang/timbangan statis lainnya khusus untuk ruas jalan yang didesain;

2. Studi jembatan timbang yang telah pernah dilakukan sebelumnya dan dianggap cukup representatif untuk ruas jalan yang didesain;

3. Tabel 2.5.

4. Data WIM Regional yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Teknik.

Jika survey beban lalu lintas menggunakan sistem timbangan portabel, sistem harus mempunyai kapasitas beban satu roda gamda minimum 18 ton atau kapasitas beban satu sumbu minimum 35 ton. Data yang diperoleh dari sistem Weigh in Motion hanya bisa digunakan bila alat timbang tersebut telah dikalibrasi secara menyeluruh terhadap data jembatan timbang.

Beban Sumbu Standar

Beban sumbu 100 kN diijinkan di beberapa ruas yaitu untuk ruas jalan Kelas I. Namun demikian nilai CESA selalu ditentukan berdasarkan beban sumbu standar 80 kN.

Beban Sumbu Standar Kumulatif

Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Single Axle Load (CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur

ESA = (Σjenis kendaraan LHRT x VDF x Faktor Distribusi) CESA = ESA x 365 x R

Dimana

ESA : lintasan sumbu standar ekivalen (equivalent standard axle) untuk 1 (satu) hari

LHRT : lintas harian rata – rata tahunan untuk jenis kendaraan tertentu CESA : Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana R : faktor pengali pertumbuhan lalu lintas

Perkiraan Lalu Lintas untuk Jalan dengan Lalu Lintas Rendah

Untuk jalan dengan lalu lintas rendah, jika data lalu lintas tidak tersedia atau diperkirakan terlalu rendah untuk mendapatkan desain yang aman, maka nilai perkiraan dalam Tabel 2.4. dapat digunakan

Deskripsi Jalan LHRT dua arah Kend berat (% dari lalu lintas) Umur Renc ana (th) Pertum buhan Lalu Lintas (%) Faktor Pertumb uhan lalu lintas Kelompok Sumbu/ Kendaraan Berat Kumulatif HVAG ESA /HVAG (overloaded) Lalin desain Indikatif (Pangkat 4) Overloaded Jalan desa minor dg akses kendaraan berat terbatas 30 3 20 1 22 2 14.454 3,16 4,5 x 104 Jalan kecil 2 arah 90 3 20 1 22 2 21.681 3,16 7 x 10 4 Jalan lokal 500 6 20 1 22 2,1 252.945 3,16 8 x 105 Akses lokal daerah industri atau quarry 500 8 20 3.5 28,2 2,3 473.478 3,16 1,5 x 106 Jalan kolektor 2000 7 20 3.5 28,2 2,2 1.585.122 3,16 5 x 106

Jenis Kendaraan

Uraian Konfigurasi sumbu

Muatan2 yang diangkut Kelom pok sumbu Distribusi tipikal (%)

Faktor Ekivalen Beban (VDF) (ESA / kendaraan) Semua kendaraan bermotor Semua kendaraan bermotor kecuali sepeda motor Klasifi kasi Lama Alterna tif VDF4 4 Pangkat VDF5 5 Pangkat 1 1 Sepeda Motor 1.1 2 30,4

2 , 3, 4 2, 3, 4 Sedan / Angkot / pickup /

station wagon 1.1 2 51,7 74,3 KENDAR A A N N IA G A 5a 5a Bus kecil 1.2 2 3,5 5,00 0,3 0,2 5b 5b Bus besar 1.2 2 0,1 0,20 1,0 1,0

6a.1 6.1 Truk 2 sumbu–cargoringan 1.1 muatan umum 2

4,6 6,60

0,3 0,2

6a.2 6.2 Truk 2 sumbu- ringan 1.2 tanah, pasir, besi, semen 2 0,8 0,8

6b1.1 7.1 Truk 2 sumbu–cargo sedang 1.2 muatan umum 2

- - 0,7 0,7

6b1.2 7.2 Truk 2 sumbu- sedang 1.2 tanah, pasir, besi, semen 2 1,6 1,7

6b2.1 8.1 Truk 2 sumbu- berat 1.2 muatan umum 2

3,8 5.50

0,9 0,8

6b2.2 8.2 Truk 2 sumbu- berat 1.2 tanah, pasir, besi, semen 2 7,3 11,2

7a1 9.1 Truk 3 sumbu - ringan 1.22 muatan umum 3

3,9 5,60

7,6 11,2

7a2 9.2 Truk 3 sumbu - sedang 1.22 tanah, pasir, besi, semen 3 28,1 64,4

7a3 9.3 Truk 3 sumbu - berat 1.1.2 3 0,1 0,10 28,9 62,2

7b 10 Truk 2 sumbudan trailer

penarik 2 sumbu 1.2-2.2 4 0,5 0,70 36,9 90,4

7c1 11 Truk 4 sumbu - trailer 1.2 - 22 4 0,3 0,50 13,6 24,0

7c2.1 12 Truk 5 sumbu- trailer 1.22 - 22 5

0,7 1,00 19,0 33,2

7c2.2 13 Truk 5 sumbu- trailer 1.2 - 222 5 30,3 69,7

7c3 14 Truk 6 sumbu- trailer 1.22 - 222 6 0,3 0,50 41,6 93,7

2.7. PERENCANAAN JALAN

Perencanaan jalan direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan baik dari segi teknis maupun ekonomis. Adapun tahapan dalam perencanaan jalan tersebut meliputi:

1. Perencanaan geometrik jalan 2. Perencanaan tebal perkerasan

2.7.1. PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

ALINYEMEN HORIZONTAL

Alinemen horizontal harus ditentukan sebaik-baiknya dan harus dihindari dari pengaruh tergenangnya jalan oleh air serta pekerjaan galian atau timbunan yang berlebihan, dan hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah apabila dikemudian hari akan dilakukan perubahan alinemen horizontal maupun vertikal tidak terlalu sulit dan dengan biaya yang murah.

1. Jari-Jari Lengkung Minimum

Jari-jari lengkung minimum akan ditentukan berdasarkan kemiringan tikungan maksimum dan koefisien gesekan melintang maksimum dengan rumus sebagai berikut:

 

f i

127 V R 2  

dimana : R : jari-jari minimum, m V : kecepatan rencana, km/jam f : koefisien gesekan samping

i : superelevasi, %

Jari-jari minimum untuk kecepatan rencana yang bersangkutan yang ditunjuk-kan dalam tabel dibawah ini ditentuditunjuk-kan dengan nilai ‘f’ yang direkomendasi-kan berkisar antara 0,14 sampai dengan 0,17.

Harus diingat bahwa jari-jari tersebut di atas bukanlah bukanlah harga jari-jari yang diinginkan tetapi merupakan nilai kritis untuk kenyamanan mengemudi dan keselamatan. Dan perlu diperhatikan bila suatu tikungan yang tajam harus diusahakan untuk jalan yang lurus dan diadakan perubahan bertahap.

2. Panjang Jari-Jari Minimum

Untuk menjamin kelancaran mengemudi, tikungan harus cukup panjang sehingga diperlukan waktu 6 detik atau lebih untuk melintasinya. Untuk menghitung panjang jari-jari lengkung minimum digunakan rumus sebagai berikut :

v * t L dimana : L : panjang jari-jari, m

t : waktu tempuh, detik = 6 dtk. v : kecepatan rencana, m/dtk 3. Pelebaran pada Tikungan

Jalan kendaraan pada tikungan perlu diperlebar untuk menyesuaikan dengan lintasan lengkung yang ditempuh kendaraan. Nilai pelebaran yang ditunjukkan pada Tabel berikut didasarkan atas pengelompokan jalan raya. Di sini kendaraan rencana adalah semitrailer untuk Kelas 1 dan truk unit tunggal untuk Kelas 2, Kelas 3 dan Kelas 4.

4. Kemiringan Melintang

Untuk drainase permukaan, jalan dengan alinemen lurus membutuhkan kemiringan melintang normal 3 % untuk aspal beton atau perkerasan beton dan 3,0 – 5,0 % untuk perkerasan macadam atau jenis perkerasan lainnya dan jalan batu kerikil.

Jari-jari Lengkungan R (m) Pelebaran per lajur (m) Kelas 1 Kelas 1, 2, 3  280 >  150 150 >  100 100 >  70 70 >  50 160 >  90 90 >  60 60 >  45 45 >  32 32 >  26 26 >  21 21 >  19 19 >  16 16 >  15 0.25 0.50 0.75 1.00 1.25 1.50 1.75 2.00 2.25

5. Superelevasi

Nilai superelevasi yang tinggi mengurangi gaya geser ke samping dan menjadikan pengemudi pada tikungan lebih nyaman. Tetapi, batas praktis berlaku untuk itu. Ketika bergerak perlahan mengintari suatu tikungan dengan superelevasi tinggi, maka bekerja gaya negatiff ke samping dan kendaraan dipertahankan pada lintasan yang tepat hanya jika pengemudi mengemudikannya ke sebelah atas lereng atau berlawanan dengan arah lengkung mendatar. Nilai pendekatan untuk tingkat superelevasi maksimum adalah 8 %.

6. Pencapaian Kemiringan

Ada 2 metode untuk pencapaian kemiringan (gambar 2.2.). Umumnya, (a-1) atau (b-1) lebih disukai daripada (a-2) atau (b-2).

Pencapaian kemiringan harus dipasang, di dalam lengkung peralihan. Bilamana tidak dipasang lengkung peralihan, pencapaian kemiringan harus dipasang sebelum dan sesudah lengkung tersebut.

(a-1) (b-1)

A A

A’ A’

(a-2) (b-2)

(a) jalan 2 lajur (b) jalan 4 lajur

Gambar 2.2. Pencapaian Kemiringan

7. Lengkung Peralihan

Lengkung peralihan dipasang pada bagian awal, di ujung dan di titik balik pada lengkungan untuk menjamin perubahan yang tidak mendadak jari-jari

A B B’ B B’ B B’ C1 C2 B B’ C1 C2 A’ A

lengkung, superelevasi dan pelebaran tikungan. Lengkung peralihan juga membantu penampilan alinemen. Lengkung clothoide umumnya dipakai untuk lengkung peralihan. Guna menjamin kelancaran mengemudi, panjang lengkung peralihan yang ditunjukkan pada tabel dibawah adalah setara dengan waktu tempuh 3 detik, panjang lengkung peralihan ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

 

v/3,6

*t t * v L  

 

dimana : L : panjang minimum lengkung peralihan, m v : kecapatan rencana, km/jam

t : waktu tempuh 3,0 detik

8. Tikungan Gabungan dan Tikungan Balik

Tikungan gabungan adalah gabungan tikungan dengan putaran yang sama dengan jari-jari yang berlainan yang bersambungan langsung (lihat gambar dibawah). Sedangkan tikungan balik adalah gabungan tikungan dengan putaran yang berbeda dan bersambung langsung

Gambar 2.3. Tikungan Gabungan dan Tikungan Balik

Dalam hal perbedaan jari-jari pada lengkung yang berdampingan tidak melampaui 1:1,5 maka lengkung bisa dihubungkan langsung hingga membentuk lengkung seperti gambat di atas. Keadaan ini tidak dikehendaki, karena pengemudi mungkin mendapat kesulitan, paling tidak akan mengurangi kenyamanan dalam mengemudi. Pada prinsipnya lengkung peralihan harus dipasang titik balik (lihat gambar dibawah ini). Suatu garis

Gambar TIKUNGANGABUNGAN R3 R1 R1 R2 Gambar TIKUNGANBALIK R1 R1 R2 R2 lurus yang dipasang pada titik balik untuk pencapaian kemiringan dapat membantu lengkung gabungan.

G a m b a r L E N G K U N G P E R A L I H A N y a n g d i p a s a n g p a d a L E N G K U N G G A B U N G A N R 1 R 1 R 2 R 2 R 3 R 1 R 1 R 2 R 4 G a m b a r L E N G K U N G P E R A L I H A N y a n g d i p a s a n g p a d a L E N G K U N G B A L I K

Gambar 2.4. Titik Sambung Tikungan Gabungan dan Tikungan Balik

9. Jarak Pandang Henti

Jarak pandang henti juga merupakan hal yang menonjol untuk keamanan dan kenyamanan mengemudi, meskipun sebaiknya panjangnya diambil lebih besar. Jarak pandang henti disetiap titik sepanjang jalan raya sekurang-kurangnya harus memenuhi jarak yang diperlukan oleh rata-rata pengemudi atau kendaraan untuk berhenti.

Jarak pandang henti adalah jumlah dua jarak, jarak yang dilintasi kendaraan sejak saat pengemudi melihat suatu benda yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat rem diinjak dan jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraan sejak saat penggunaan rem dimulai.

Untuk menghitung jarak pandang henti tersebut didekati dengan rumus sebagai berikut: f * g * 2 6 , 3 * 3,6 V D 2               V t

dimana : D : jarak pandang henti minimum, m V : kecepatan rencana, km/jam t : waktu tanggap 2,50 detik

g : kecepatan garvitasi = 9,80 m/det2

f : koefesien gesekan membujur = 0,3 sampai 0,4 E : ruang bebas samping (lihat gambar)

ALINYEMEN VERTIKAL

Alinemen Vertikal harus ditentukan sebaik-baiknya dan harus dihindari dari pengaruh tergenangnya jalan oleh air serta pekerjaan galian atau timbunan yang berlebihan, dan hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah apabila dikemudian hari akan dilakukan perubahan alinemen horizontal maupun vertikal tidak terlalu sulit dan dengan biaya yang murah.

1. Kelandaian

Walaupun hampir semua mobil penumpang dapat mengatasi kelandaian 8 sampai 9% tanpa kehilangan kecepatan yang berarti, tetapi pada kendaraan truk akan kelihatan dengan nyata. Untuk menentukan kelandaian maksimum, kemampuan menanjak sebuah truk bermuatan maupun biaya konstruksi harus diperhitungkan.

Kelandaian maksimum mutlak ditetapkan 4 % lebih tinggi daripada nilai maksimum standar.

Suatu batas untuk panjang kelandaian yang melebihi maksimum standar, ditandai bahwa kecepatan sebuah truk bermuatan penuh akan lebih rendah dari separuh kecepatan rencana atau untuk jika persneling ‘rendah’ terpaksa harus dipakai. Keadaan kritis demikian tidak boleh berlangsung terlalu lama. Untuk menentukan panjang kritis pada suatu kelandaian menggunakan tabel dibawah ini:

KECEPATAN RENCANA, KM/JAM

80 60 40

5 %, 500 m 6 %, 500 m 8 % , 420 m

6 %, 500 m 7 %, 500 m 9 % , 340 m

7 %, 500 m 8 %, 420 m 10 %, 250 m

2. Lengkung Vertikal

Untuk menyerap guncangan dan jarak pandang henti, lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang ada perubahan kelandaiannya. Lengkung vertikal biasanya diberikan sebagai lengkung parabola sederhana, yang ukurannya ditentukan oleh panjangnya, tepatnya panjang lengkung harus sama dengan panjang A-B-C, namun secara praktis lengkung tersebut begitu datar sehingga panjang A-B-C sama dengan jarak datar A-B (lihat gambar).

Gambar 2.5. Panjang Lengkung Vertikal

Rumus yang digunakan untuk menghitung Panjang Lengkung Vertikal Cembung adalah sebagai berikut:

        398 * D L 2 vc

dimana : Lvc : panjang lengkung vertikal cembung, m D : jarak pandang henti, m

 : perbedaan aljabar untuk kelandaian, i1 - i2, %

Sedangkan rumus untuk menghitung Panjang Lengkung Vertikal Cekung adalah sebagai berikut:

        360 * V Lvs 2 Jarak Pandangan

Panjang Lengkung Vertikal Cembung A C i1 B i2 Jarak Pandangan i1 i2

Panjang Lengkung Vertikal Cekung A

dimana : Lvs : panjang lengkung vertikal cekung, m V : laju kecepatan rencana, km/jam

 : perbedaan aljabar untuk kelandaian, i1 – i2, %

2.7.2. PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR

Desain sruktur perkerasan yang fleksibel pada dasarnya ialah menentukan tebal lapis perkerasan yang mempunyai sifat-sifat mekanis yang telah ditetapkan sedemikian sehingga menjamin bahwa tegangan-tegangan dan regangan-regangan pada semua tingkat yang terjadi karena beban lalu-lintas, pada batas-batas yang dapat ditahan dengan aman oleh bahan tersebut.

Langkah-langkah utama yang harus diikuti dalam perencanaan perkerasan jalan baru, ialah :

1. Tentukan Umur Rencana dari Tabel 2.1.

2. Tentukan nilai-nilai CESA4 untuk umur desain yang terpilih

3. Tentukan Nilai Traffic Multiplier (TM)

4. Hitung CESA5 = TM x CESA4

5. Tentukan Tipe Perkerasan dari Tabel 2.8. atau dari pertimbangan biaya

6. Tentukan seksi - seksi subgrade yang seragam dan daya dukung subgrade

7. Tentukan struktur pondasi jalan dari Tabel 2.9

8. Tentukan Struktur perkerasan yang memenuhi syarat dari Bagan Desain 3 atau 3A atau Bagan Desain Lainnya

9. Periksa Apakah setiap hasil perhitungan secara struktur sudah cukup kuat menggunakan manual Pd T-01-2002-B.

10. Tentukan Standar Drainase bawah permukaan yang dibutuhkan.

11. Tetapkan Kebutuhan daya dukung tepi perkerasan

Tabel 2.8. Pemilihan Jenis Perkerasan

Tabel 2.9. Desain Pondasi Jalan

Struktur Perkerasan Bagan

Desain

CESA420 tahun (juta) (pangkat 4 kecuali disebutkan lain) 0 – 0.5 0.1 – 4 4 - 10 10 – 30 > 30

Perkerasan kaku dengan lalu lintas berat 4 2 2 2

Perkerasan kaku dengan lalu lintas

rendah (desa dan daerah perkotaan) 4A 1, 2

AC WC modifikasi atau SMA modifikasi

dengan CTB 3 2

AC dengan CTB 3 2

AC tebal≥ 100 mm dengan lapis pondasi

berbutir 3A 1, 2

AC tipis atau HRS diatas lapis pondasi

berbutir 3 1, 2

Burda atau Burtu dng LPA Kelas A atau Kerikil Alam

Gambar 5

3 3

Lapis Pondasi Soil Cement Gambar 6 1 1

Perkerasan tanpa penutup Gambar 7 1

CBR Tanah Dasar Kelas Kekuatan Tanah Dasar Prosedur Desain Pondasi Uraian Struktur Pondasi Jalan

Lalu Lintas Lajur Desain Umur Rencana 40 tahun

(juta CESA5)

< 2 2 - 4 > 4 Tebal minimum peningkatan tanah dasar

≥ 6 SG6

Perbaikan tanah dasar meliputi bahan stabilisasi kapur atau

timbunan pilihan (pemadatan berlapis ≤200 mm tebal lepas)

Tidak perlu peningkatan

5 SG5 100

4 SG4 A 100 150 200

3 SG3 150 200 300

2.5 SG2,5 175 250 350

Tanah ekspansif (potential swell > 5%) AE 400 500 600

Perkerasan lentur diatas tanah lunak5 SG1 aluvial1 B Lapis penopang (capping layer) (2)(4) 1000 1100 1200 Atau lapis penopang

dan geogrid(2)(4) 650 750 850

Tanah gambut dengan HRS atau perkerasan Burda untuk jalan kecil (nilai

minimum – peraturan lain digunakan)

D Lapis penopang

berbutir(2)(4) 1000 1250 1500

1. Nilai CBR lapangan. CBR rendaman tidak relevan (karena tidak dapat dipadatkan secara mekanis). 2. Diatas lapis penopang harus diasumsikan memiliki nilai CBR ekivalen tak terbatas 2,5%.

3. Ketentuan tambahan mungkin berlaku, desain harus mempertimbangkan semua isu kritis.

4. Tebal lapis penopang dapat dikurangi 300 mm jika tanah asli dipadatkan (tanah lunak kering pada saat konstruksi.

5. Ditandai oleh kepadatan yang rendah dan CBR lapangan yang rendah di bawah daerah yang dipadatkan

Gambar 2.6. Bagan Desain 3 (Standar 02/M/BM/2013)

Gambar 2.7. Bagan Desain 3A (Standar 02/M/BM/2013)

Pemeriksaan Desain menggunakan Manual Desain Perkerasan Jalan Pd T-01-2002-B. Parameter-parameter sebagai perencanaan tebal perkerasan lentur adalah sebagai berikut:

STRUKTUR PERKERASAN

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8

Lihat Bagan Desain 5 & 6 Lihat Bagan Desain 4 untuk alternatif > murah3

Pengulangan beban sumbu desain 20 tahun terkoreksi di lajur desain (pangkat 5)(106 CESA 5) < 0,5 0,5 - 2,0 2,0 -4,0 4,0 - 30 30 - 50 50 - 100 100 - 200 200 - 500 Jenis permukaan berpengikat HRS, SS, Pen Mac HRS ACkasaratau AChalus AC kasar

Jenis lapis Pondasi dan

lapis Pondasi bawah Lapis Pondasi Berbutir A Cement Treated Base (CTB) KETEBALAN LAPIS PERKERASAN (mm)

HRS WC 30 30 30 HRS Base 35 35 35 AC WC 40 40 40 50 50 Lapisan beraspal AC BC5 135 155 185 220 280 CTB atau LPA Kelas A CTB4 150 150 150 150 150 LPA Kelas A2 150 250 250 150 150 150 150 150

LPA Kelas A, LPA Kelas B atau kerikil alam

atau lapis distabilisasi dengan CBR >10% 150 125 125

STRUKTUR PERKERASAN

FF1 FF2 FF3 FF4

ESA 5(juta) untuk UR 20 tahun di lajur desain

0,8 1 2 5

TEBAL LAPIS PERKERASAN (mm)

AC WC 50 40 40 40

AC BC lapis 1 0 60 60 60

AC BC lapis 2/ AC Base 0 0 80 60

AC BC lapis 3/ AC Base 0 0 0 75

LPA Kelas A lapis 1 150 150 150 150

LPA Kelas A lapis 2/ LPA Kelas B 150 150 150 150

LPA Kelas A , LPA Kelas B atau kerikil alam atau lapis distabilisasi dengan CBR

>10%

1. Umur Rencana

Jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu untuk diberi lapisan permukaan yang baru.

2. Angka Ekivalen (E)

Angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lbs).

3. Lalu Lintas pada Lajur Rencana (w18)

Lalu lintas pada lajur rencana diberikan dalam kumulatif beban sumbu standar selama umur rencana, yang dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

w18 = D0 x DL x w18

Dimana :

D0 = Faktor distribusi arah DL = Faktor distribusi lajur

w18 = Beban gandar standar kumulatif untuk dua arah

Pada umumnya D0 diambil 0.5, sementara faktor distribusi lajur dapat dilihat pada tabel 2.10. Faktor Distribusi Lajur

Jumlah lajur per arah % beban gandar standar dalam lajur rencana

1 100

2 80 – 100

3 60 – 80

4 50 - 75

4. Reliabilitas (R)

Merupakan upaya untuk menyertakan derajat kepastian ke dalam proses perencanaan untuk menjamin bermacam – macam alternatif perencanaan dapat bertahan selama selang waktu yang direncanakan. Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam – macam klasifikasi jalan dapat dilihat pada tabel 2.11.

Klasifikasi Jalan Rekomendasi Tingkat Reliabilitas

Perkotaan Antar Kota

Bebas Hambatan 85 – 99.9 80 – 99.9

Arteri 80 – 99 75 – 95

Kolektor 80 – 95 75 – 95

Lokal 50 – 90 50 - 80

Tabel 2.11. Tingkat Reliabilitas

5. Standar Deviasi Keseluruhan (So)

Deviasi Standar (So) harus dipilih yang mewakili kondisi setempat. Rentang nilai So adalah 0,40 – 0,50

6. Penyimpangan Normal Standar (ZR)

Nilai Penyipangan Normal Standar berdasarkan Reliabilitas dapat dilihat pada tabel 2.12.

7. Koefisien Drainase

Kualitas drainase pada perkerasan lentur diperhitungkan dalam perencanaan dengan menggunakan koefisien kekuatan relatif yang dimodifikasi. Faktor untuk memodifikasi koefisien drainase ini adalah koefisien drainase (m). Tabel 2.13. memperlihatkan nilai koefisien drainase yang merupakan fungsi dari kualitas drainase dan persen waktu selama setahun struktur perkerasan akan dipengaruhi oleh kadar air yang mendekati jenuh.

R (%) ZR 50 - 0,000 60 - 0,253 70 - 0,524 75 - 0,674 80 - 0,841 85 - 1,037 90 - 1,282 91 - 1,340 92 - 1,405 93 - 1,476 94 - 1,555 95 - 1,645 96 - 1,751 97 - 1,881 98 - 2,054 99 - 2,327 99,9 - 3,090 99,99 - 3,750

Tabel 2.12. Nilai Penyimpangan Normal Standar

Kualitas Drainase Persen waktu perkerasan dipengaruhi oleh Kadar air yang mendekati jenuh

< 1 % 1 – 5 % 5 – 25 % > 25 % Excellent 1.40 – 1.30 1.35 – 1.30 1.30 – 1.20 1.20 Good 1.35 – 1.25 1.25 – 1.15 1.15 – 1.00 1.00 Fair 1.25 – 1.15 1.15 – 1.05 1.00 – 0.80 0.80 Poor 1.15 – 1.05 1.05 – 0.80 0.80 – 0.60 0.60 Very poor 1.05 – 0.95 0.80 – 0.75 0.60 – 0.40 0.40

Tabel 2.13. Koefisien Drainase

Gambar

Gambar 1.1 Peta Lokasi Pekerjaan
Tabel 2.1. Standar Perencanaan
Gambar 2.1. Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan STARTPERSIAPANPerumusan MasalahMetodologiSesuai denganKAKTIDAKLAPORANPENDAHULUANSURVAI PENDAHULUANYA MASUKAN PENGGUNA JASASURVAI TOPOGRAFIPENYELIDIKAN
Tabel 2.3. Faktor Distribusi Lajur
+7

Referensi

Dokumen terkait