• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH STEROID ANABOLIK METHANDIENONE TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH STEROID ANABOLIK METHANDIENONE TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH STEROID ANABOLIK METHANDIENONE TERHADAP

KUALITAS SPERMATOZOA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

Nurul Marfu’ah

Jurusan Farmasi UNIDA GONTOR

Pondok Modern Gontor Putri 1, Mantingan, Ngawi 63257 INDONESIA Nurul_marfuah@ymail.com

ABSTRAK

Steroid anabolik merupakan senyawa kimia derivat hormon testosteron yang biasanya digunakan dalam bidang medis, namun pada perkembangannya banyak disalahgunakan oleh para penggunanya. Methandienone merupakan salah satu jenis steroid anabolik yang banyak digunakan. Efek anaboliknya dapat meningkatkan pembentukan otot, namun efek androgeniknya dapat menekan sintesis hormon testosteron. Rendahnya hormon testosteron akan mengganggu spermatogenesis dan akhirnya menyebabkan penurunan kualiitas spermatozoa yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh steroid anabolik methandienone terhadap kualitas spermatozoa tikus putih (Rattus norvegicus). Pemeriksaan kualitas spermatozoa dilakukan pada epididimis kauda meliputi kecepatan, motilitas, viabilitas, dan morfologi spermatozoa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kualitas spermatozoa antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan secara statistik tidak berbeda nyata (P > 0,05). Meskipun demikian, rata-rata kualitas spermatozoa (kecepatan spermatozoa, persentase spermatozoa motil, persentase spermatozoa hidup, persentase spermatozoa normal) juga menunjukkan kecenderungan menurun. Kecepatan spermatozoa termasuk kategori normal karena spermatozoa mampu bergerak 1 – 4 mm/menit. Motilitas dan morfologi spermatozoa termasuk normal karena persentase spermatozoa motil dan spermatozoa normal menunjukkan hasil lebih dari 50%. Viabilitas spermatozoa pada kelompok perlakuan termasuk tidak normal karena persentase spermatozoa hidup menunjukkan hasil kurang dari 25%.

Kata kunci : steroid anabolik; methandienone; kualitas spermatozoa; tikus putih.

ABSTRACT

Anabolic steroids are chemical derivative of the testosterone hormone that are commonly used in medical field, but in development it is abused by its users. Methandienone is one type of anabolic steroid that widely used in the world. The anabolic effects can develop muscle formation, but the androgenic effect can suppress testosterone synthesis. Low testosterone will disrupt spermatogenesis and ultimately decrease the quality of spermatozoa production. This study aim to determine effect of anabolic steroid methandienone to quality of spermatozoa in albino rats (Rattus norvegicus). Examination of the quality of spermatozoa was performed on cauda epididymal include speed, motility, viability, and morphology of spermatozoa. The results of this study showed that the average quality of spermatozoa between the control group and the treatment group statistically was not significantly different (P > 0.05). However, average quality of spermatozoa (speed of spermatozoa, percentage of motile spermatozoa, percentage of alive spermatozoa, percentage of normal spermatozoa) also showed a declining trend. Speed of spermatozoa was normal because it is able to move in 1-4 mm/min. Motility and morphology of spermatozoa was normal because the percentage of motile spermatozoa and normal spermatozoa showed more than 50%. Viability of spermatozoa in the treatment group was abnormal because the percentage of alive spermatozoa showed less than 25%.

(2)

1. Pendahuluan

Steroid anabolik merupakan senyawa kimia derivat hormon testosteron (Chudik, 2003). Senyawa ini dalam bidang medis digunakan untuk pengobatan defisiensi testosteron, pubertas tertunda, anemia, kanker payudara, dan kerusakan jaringan oleh virus HIV. Penggunaan steroid anabolik pada per-kembangannya banyak disalahgunakan oleh atlet, binaragawan, dan pengguna lainnya untuk meningkatkan kemampuan atletik, kekuatan otot, dan memperbaiki penampilan. Dosis yang disalahgunakan biasanya 10 sampai 100 kali lebih tinggi dari dosis yang digunakan dalam kondisi medis (DEA, 2013). Penyalahgunaan ini sangat berbahaya karena dapat meng-akibatkan efek samping berupa maskulinisasi perempuan, ginekomastia pada laki-laki, atrofi testis, stretch mark, gangguan musculoskeletal, jerawat, gangguan hepar, gangguan kardiovaskular, gangguan perilaku dan kepribadian, kerusakan jaringan, cedera saraf, kelumpuhan, dan bahkan sampai kematian (Chudik, 2003).

Methandienone merupakan salah satu jenis steroid anabolik yang banyak digunakan untuk mendapatkan efek anaboliknya. Efek anabolik senyawa ini dapat meningkatkan pembentukan otot pada penggunanya, tetapi efek androgeniknya dapat menekan sintesis hormon testosteron (Llewellyn, 2007). Rendahnya kadar hormon testosteron dapat mengganggu proses spermatogenesis, menyebabkan atrofi testis, hipertrofi prostat, berkurangnya jumlah spermatozoa, bentuk abnormal pada spermatozoa,oligozoospermia, azoospermia, dan kelainan pada motilitas spermatozoa (Stojanovic dan Ostojic, 2012; Moos dkk., 2013).

Berdasarkan hal di atas, maka pada penelitian ini diteliti pengaruh steroid anabolik

methandienone terhadap kualitas

spermatogenesis tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar. Kualitas spermatozoa meliputi kecepatan, motilitas, viabilitas, dan morfologi spermatozoa.

2. Metodologi

Tikus putih jantan yang digunakan pada penelitian ini merupakan galur Wistar dengan umur 3 – 4 bulan, dan berat badan 200 – 250 gram. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitofarmasi, Jurusan Farmasi, FMIPA; Laboratorium Virologi dan Patologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan; dan Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana pada bulan September 2013 sampai Februari 2014. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Methandienone yang digunakan berupa tablet dengan dosis 0; 1,5; 3; 6; dan 12 mg/kg bb diberikan secara oral selama 50 hari.

Tikus putih dibius di dalam toples dengan menambahkan kapas yang telah ditetesi eter. Setelah itu tikus putih dibedah untuk diambil organ epididimis kanan bagian kauda. Epididimis kanan bagian kauda diletakkan pada cawan Petri berisi 10 ml larutan NaCl 0.9% selanjutnya dicacah menggunakan scapel sampai terbentuk suspensi (Nugraheni dkk., 2003). Pengamatan kecepatan gerak spermatozoa seperti yang dilakukan oleh Partodihardjo dalam Nugraheni dkk. (2003). Suspensi spermatozoa diambil menggunakan pipet untuk sel darah merah sampai skala 0,5 kemudian diteteskan pada pinggir Haemocytometer. Spermatozoa yang bergerak lurus dan cepat (gerak progresif) dicatat lama waktunya untuk menempuh jarak antara 2 sisi segi empat kecil pada Haemocytometer. Waktu yang diperlukan spermatozoa untuk menempuh jarak tersebut kemudian dikonversikan ke dalam satuan mikrometer/detik. Menurut Guyton (1990), spermatozoa dikategorikan normal jika mampu bergerak dengan kecepatan 1 – 4 mm/menit dengan gerakan garis lurus bukan melingkar. Pengamatan dilakukan menggunakan stop watch dan diulangi sebanyak 5 kali untuk masing-masing perlakuan dan ulangan, kemudian hasilnya dirata-rata.

Pengamatan motilitas spermatozoa dilakukan untuk mengetahui persentase spermatozoa yang motil. Pengamatan dilakukan dengan cara mengambil suspensi

(3)

spermatozoa dengan pipet untuk sel darah merah sampai skala 0,5 kemudian diteteskan pada pinggir Haemocytometer. Motilitas diklasifikasikan berdasarkan Suripto dkk. (2000) yaitu: sperma yang tidak bergerak sama sekali (kategori 0), sperma yang bergerak sangat lambat (kategori 1), sperma yang bergerak berkelok-kelok (kategori 2), dan sperma yang bergerak lurus dan cepat (kategori 3). Persentase spermatozoa yang motil ditentukan dengan cara menjumlahkan kategori 2 dan 3 dibagi dengan kategori 0+1+2+3 dikalikan 100%. Menurut WHO (1999), motilitas spermatozoa dikategorikan normal jika persentase spermatozoa motil lebih dari 50%. Jika persentase spermatozoa motil kurang dari 50% maka motilitas spermatozoa dikategorikan tidak normal atau disebut astenozoospermi. Pengamatan motilitas spermatozoa dilakukan pada 100 spermatozoa. Penghitungan menggunakan hand counter dan diulangi sebanyak 5 kali untuk masing-masing perlakuan dan ulangan, kemudian hasilnya dirata-rata.

Pengamatan viabilitas spermatozoa dilakukan untuk mengetahui persentase spermatozoa yang hidup. Pengamatan berdasarkan Musfiroh dkk. (2012), dilakukan dengan cara meneteskan suspensi spermatozoa di atas gelas objek, diwarnai dengan Eosine 1% lalu ditutup dengan gelas penutup kemudian diamati. Spermatozoa yang hidup tidak berwarna, sedangkan spermatozoa yang mati berwarna merah. Menurut (Agarwal dkk., 2008), viabilitas spermatozoa dikategorikan normal jika persentase spermatozoa hidup lebih dari 25%. Pengamatan viabilitas spermatozoa dilakukan pada 100 spermatozoa. Penghitungan menggunakan hand counter dan diulangi sebanyak 5 kali untuk masing-masing perlakuan dan ulangan, kemudian hasilnya dirata-rata.

Pengamatan morfologi spermatozoa dilakukan dengan cara meneteskan suspensi spermatozoa di atas gelas objek kemudian ditambahkan satu tetes Eosine 1%, selanjutnya ditutup dengan gelas penutup (Narayana dkk, 2002). Pengamatan morfologi spermatozoa meliputi spermatozoa yang normal maupun abnormal. Pengamatan morfologi abnormal spermatozoa dilakukan berdasarkan Oyeyemi

dan Adeniji (2009) serta Saba dkk. (2009) meliputi ekor menggulung, ekor mengganda, ekor memutar, ekor menekuk, ekor rudimenter, bagian tengah memutar, bagian tengah menekuk, bagian kepala normal tetapi tidak mempunyai ekor, dan bagian ekor normal tetapi tidak mempunyai kepala. Menurut Harlis (2011), abnormalitas spermatozoa dibagi menjadi dua, yaitu: primer dan sekunder. Abnormalitas primer disebabkan oleh penurunan kadar testosteron dan terjadi di dalam testis. Abnormalitas ini meliputi mikrocepali, kepala menekuk, kepala mengganda, kepala pipih, kepala tanpa akrosom dan bagian tengah menebal. Abnormalitas sekunder disebabkan adanya gangguan proses pematangan spermatozoa di dalam epididimis. Abnormalitas ini meliputi ekor melingkar, ujung ekor patah, dan droplet sitoplasma pada bagian kepala dan tengah. Menurut WHO (1999), morfologi spermatozoa dikategorikan normal jika persentase spermatozoa normal lebih dari 50%. Jika persentase spermatozoa normal kurang dari 50% maka morfologi spermatozoa dikategorikan tidak normal atau disebut teratozoospermi. Pengamatan morfologi spermatozoa dilakukan pada 100 spermatozoa. Penghitungan menggunakan hand counter dan diulangi sebanyak 5 kali untuk masing-masing perlakuan dan ulangan, kemudian hasilnya dirata-rata.

Seluruh pengamatan kualitas spermatozoa (kecepatan, motilitas, viabilitas dan morfologi) dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Morfologi dan viabilitas spermatozoa didokumentasikan menggunakan foto. Kecepatan dan motilitas spermatozoa didokumentasikan menggunakan video.

Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) satu arah dengan taraf signifikansi 5%. Program statistik yang digunakan untuk analisis adalah program Minitab 16.

3. Hasil dan Pembahasan

Data mengenai rata-rata kecepatan spermatozoa disajikan pada Tabel 1 dan hasil analisisnya pada Tabel 2. Hasil penelitian

(4)

menunjukkan bahwa rata-rata kecepatan spermatozoa antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan secara statistik tidak berbeda nyata (P > 0,05). Meskipun demikian, rata-rata kecepatan spermatozoa pada kelompok perlakuan cenderung menurun jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Mulai perlakuan 1,5 mg/kg bb sampai 12 mg/kg bb rata-rata kecepatan spermatozoa cenderung menurun masing-masing sebesar 18,7%; 22,1%; 22,9% dan 22;4%.

Tabel 1 Rata-Rata Kecepatan Spermatozoa dan Persentase Spermatozoa Motil

Keterangan : a = Tidak ada perbedaan yang signifikan pada taraf 5%

n = Jumlah hewan coba SD = Standar Deviasi

Tabel 2. Hasil Analisis Statistik Kecepatan Spermatozoa Source D F Seq SS Adj SS Adj MS F P Perlak uan 4 144, 11 144, 11 36,03 1,2 8 0,3 42 Error 10 282, 35 282, 35 28,24 Total 14 426, 46

Perlakuan n Mean Grouping SD

0 mg/kg bb 6 35.50 A 4,46

1,5 mg/kg bb 6 28.87 A 3,67

3 mg/kg bb 6 27.66 A 8,61

12 mg/kg bb 6 27.55 A 5,57

6 mg/kg bb 6 27.38 A 6,93

Tabel 3 Hasil Analisis Statistik Persentase Spermatozoa Motil Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Perlakuan 4 408,9 408,9 102,2 0,63 0,654 Error 10 1628,1 1628,1 162,8 Total 14 2037,0

Perlakuan n Mean Grouping SD

0 mg/kg bb 6 68.50 A 17,89

1,5 mg/kg bb 6 67.00 A 15,06

6 mg/kg bb 6 66.77 A 8,66

12 mg/kg bb 6 61.70 A 15,51

3 mg/kg bb 6 54.27 A 16,11

Hasil dari pengamatan motilitas spermatozoa menunjukkan rata-rata persentase spermatozoa motil yang disajikan pada Tabel 1 dan analisis statistiknya pada Tabel 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata persentase spermatozoa motil antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan secara statistik tidak berbeda nyata (P > 0,05). Meskipun demikian, rata-rata persentase spermatozoa motil pada kelompok perlakuan cenderung menurun jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Mulai perlakuan 1,5 mg/kg bb sampai 12 mg/kg bb rata-rata persentase spermatozoa motil cenderung menurun masing-masing sebesar 2,2%; 20,8%; 2,5% dan 9,9%. Persentase spermatozoa motil pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan menunjukkan hasil lebih dari 50% sehingga motilitas spermatozoa dikategorikan normal berdasarkan WHO (1999).

Hasil dari pengamatan viabilitas spermatozoa menunjukkan rata-rata persentase spermatozoa hidup yang disajikan pada Tabel 4 dan analisis statistiknya pada Tabel 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata persentase spermatozoa hidup antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan secara statistik tidak berbeda nyata (P > 0,05). Meskipun demikian, rata-rata persentase spermatozoa Perlaku an n (ek or) Kecepatan Spermatozoa Epididimis Kauda (µm/detik) ± SD Persentase Spermatozo a Motil (%) ± SD 0 mg/kg bb 6 35,50 ± 4,46 a 68,50 ± 17,89 a 1,5 mg/kg bb 6 28,87 ± 3,67 a 67,00 ± 15,06 a 3 mg/kg bb 6 27,67 ± 8,61 a 54,27 ± 16,11 a 6 mg/kg bb 6 27,38 ± 6,93 a 66,77 ± 8,66 a 12 mg/kg bb 6 27,55 ± 5,57 a 61,70 ± 15,51 a

(5)

hidup pada kelompok perlakuan cenderung menurun jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Mulai perlakuan 1,5 mg/kg bb sampai 12 mg/kg bb rata-rata persentase spermatozoa hidup cenderung menurun masing-masing sebesar 13,2%; 16,4%; 18,9% dan 25,9%.

Tabel 4. Rata-Rata Persentase Spermatozoa Hidup dan Spermatozoa Normal

Perlakuan n (ekor) Persentase Spermatozoa Hidup (%) ± SD Persentase Spermatozoa Normal (%) ± SD 0 mg/kg bb 6 27,03 ± 5,48 a 89,03 ± 5,94 a 1,5 mg/kg bb 6 23,47 ± 7,54 a 85,00 ± 3,82 a 3 mg/kg bb 6 22,60 ± 6,91 a 88,57 ± 4,78 a 6 mg/kg bb 6 21,93 ± 9,74 a 86,60 ± 2,07 a 12 mg/kg bb 6 20,03 ± 6,95 a 80,80 ± 4,48 a

Keterangan : a = Tidak ada perbedaan yang signifikan pada taraf 5%

n = Jumlah hewan coba SD = Standar Deviasi

Tabel 5. Hasil Analisis Statistik Persentase Spermatozoa Hidup Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Perlakuan 4 79,75 79,75 19,94 0,56 0,695 Error 10 353,95 353,95 35,39 Total 14 433,70

Perlakuan n Mean Grouping SD

0 mg/kg bb 6 27.03 A 5,48

1,5 mg/kg bb 6 23.47 A 7,54

3 mg/kg bb 6 22.60 A 6,91

6 mg/kg bb 6 21.93 A 9,74

12 mg/kg bb 6 20.03 A 6,95

Persentase spermatozoa hidup pada kelompok kontrol menunjukkan hasil lebih dari 25% sehingga viabilitas spermatozoa dikategorikan normal, sedangkan persentase spermatozoa hidup pada kelompok perlakuan menunjukkan hasil kurang dari 25% sehingga viabilitas spermatozoa dikategorikan tidak normal (Agarwal dkk., 2008). Ketidaknormalan viabilitas spermatozoa pada kelompok

perlakuan disebabkan oleh adanya senyawa kimia dimana dalam penelitian ini berupa steroid anabolik yang dapat merusak membran sel spermatozoa sehingga mempengaruhi tingkat permeabilitasnya dan menurunkan daya hidup (viabilitas) dari spermatozoa tersebut (Nugraheni dkk., 2003).

Tabel 6. Hasil Analisis Statistik Spermatozoa Normal Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Perlakuan 4 132,57 132,57 33,14 2,92 0,077 Error 10 113,61 113,61 11,36 Total 14 246,18

Perlakuan n Mean Grouping SD

0 mg/kg bb 6 89.03 A 5,94

3 mg/kg bb 6 88.57 A 4,78

6 mg/kg bb 6 86.60 A 2,07

1,5 mg/kg bb 6 85.00 A 3,82

12 mg/kg bb 6 80.80 A 4,48

Data mengenai rata-rata persentase spermatozoa normal disajikan pada Tabel 4 dan analisis statistiknya pada Tabel 6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata persentase spermatozoa normal antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan secara statistik tidak berbeda nyata (P > 0,05). Meskipun demikian, rata-rata persentse spermatozoa normal pada kelompok perlakuan cenderung menurun jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Mulai perlakuan 1,5 mg/kg bb sampai 12 mg/kg bb rata-rata persentase spermatozoa normal cenderung menurun masing-masing sebesar 4,5%; 0,5%; 2,7% dan 9,2%. Persentase spermatozoa normal pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan menunjukkan hasil lebih dari 50% sehingga morfologi spermatozoa dikategorikan normal berdasarkan WHO (1999).

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pemberian steroid anabolik methandienone dosis 0; 1,5; 3; 6 dan 12 mg/kg bb pada tikus putih jantan galur Wistar selama 50 hari menyebabkan kecenderungan penurunan

(6)

kualitas spermatozoa (kecepatan, motilitas, viabilitas, morfologi) yang tidak berbeda nyata.

Daftar Pustaka

1. Agarwal, A., Bragais, F.M., Sabanegh, E., 2008, Assessing Sperm Function. Urol. Clin. N. Am., 35, 157-171.

2. Chudik, S.C., 2003, Anabolic Steroid. (serial online), [cited 2013 Agust. 27].

Available from:

http://www.hoasc.com/pdf/R03-literature.pdf.

3. DEA (Drug Enforcement Administration), 2013, Anabolic Steroids. (serial online), [cited 2013 Sept. 15], Available from: http://www.anabolic_steroids.pdf.]

4. Guyton, A.C., 1990, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi 3, (Petrus Andrianto, Pentj.), Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran (EGC), p. 729-739.

5. Harlis, W.O., 2011, Morfologi Spermatozoa Epididimis Tikus (Rattus norvegicus, L.) Setelah Diperlakukan Ekstrak Herba Meniran (Phyllanthus niruri, L.). J. Paradigma, 15(1), 39-44.

6. Llewellyn, W., 2007, Anabolic Edisi 6. (serial online), [cited 2013 Agust. 18],

Available from:

Http://www.A2007_dianabol_profile.pdf. 7. Moos, J.L., Crosnoe, L.E., Kim, E.D.,

2013, Effect of Rejuvenation Hormones on Spermatogenesis,J. Fertility and Sterility, 5 (1), 1-8.

8. Musfiroh, M., Muslim, R., Wijayahadi, N., 2012, Pengaruh Minyak Nigella sativa terhadap Kualitas Spermatozoa Tikus Wistar yang Terpapar Asap Rokok, J. Indon. Med. Assoc., 62(5), 178-182.

9. Narayana, K., Souza, U.J.A D., Rao, K.P.S., 2002, Ribavirin-Induced Sperm Shape Abnormalities in Wistar Rat, J. Mutation Res/Gen Toxic and Env Mutagenesis, 513 (1-2), 193-196.

10.Nugraheni, T., Astirin, O.P., Widiyani, T., 2003, Pengaruh Vitamin C terhadap Perbaikan Spermatogenesis dan Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Tembakau (Nicotiana tabacum L.), J. Biofarmasi, 1(1), 13-19.

11.Oyeyemi, M.O., dan Adeniji, D.A., 2009, Morphological Characteristics and Haematological Studies in Wistar Rats Subjected to Prolonged Treatment of Chloramphenicol, Int. J. Morphol., 27(1), 7-11.

12.Saba, A.B., Oridupa, O.A., Oyeyemi, M.O., Osanyigbe, O.D., 2009, Spermatozoa Morphology and Characteristics of Male Wistar Rats Administered with Ethanolic Extract of Lagenaria breviflora Roberts, African J. Biotechnology, 8(7), 1170-1175. 13.Stojanovic, M.D., dan Ostojic, S.M., 2012,

Limits of Anabolic Steroids Application in Sport and Exercise,J. Intech., 1, 169-186. 14.Suripto, Sutasurya, L.A., Hasanuddin, Adi,

D.A., 2000, Pengaruh Prostaglandin F2α terhadap Fertilitas Tikus (Rattus norvegicus) Wistar Jantan. JMS, 5(2), 69-81.

15.WHO (World Health Organization, 1999, WHO Laboratory Manual, United Kingdom, Cambridge University Press.p.1-128.

Gambar

Tabel 3 Hasil Analisis Statistik Persentase
Tabel 5. Hasil Analisis Statistik Persentase

Referensi

Dokumen terkait

Pada kelompok kontrol gambaran histologis pankreas tikus putih sebagian besar menunjukkan hasil yang normal yaitu 7 sampel menunjukkan struktur yang normal dan

Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang bermakna (p<0.05) terhadap kuantitas dan kualitas spermatozoa tikus putih jantan dewasa (Rattus norvegicus) meliputi

Adanya perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan 1 pada motilitas dan morfologi dikarenakan peranan vitamin E sebagai antioksidan yang

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemberian madu dapat meningkatkan konsentrasi, motilitas, dan morfologi spermatozoa tikus wistar ( Rattus norvegicus ) yang diberi

Hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan signifikan pada motilitas spermatozoa antara kelompok perlakuan 1 dengan pemberian ekstrak buah pare ( Momordica

Uji komparabilitas digunakan untuk membandingkan rerata kualitas spermato- zoa yaitu motilitas spermatozoa, morfologi spermatozoa, dan konsentrasi spermatozoa antar

Variabel tergantung dalam penelitian ini ialah kualitas spermatozoa yang meliputi konsentrasi, motilitas, dan morfologi sedangkan variabel bebas ialah kelebihan

Hasil ini menyarankan bahwa setelah pemaparan obat nyamuk elektrik berbahan aktif transflutrin sebagian spermatozoa dengan motilitas normal berubah menjadi abnormal,