BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dora Jane Hamblin menyatakan bahwa kota adalah tempat yang dihuni secara permanen oleh suatu kelompok yang lebih besar dari suatu klan. Dan dikota terdapat suatu pembagian kerja, yang kemudian melahirkan kelompok-kelompok social dengan diferensiasi fungsi, hak, dan tanggung-jawab (Hamblin dalam Adrisijanti 2000, 3). Selanjutnya Jones menambahkan dalam mendefinisikan kota yang menyangkut unsur keluasan wilayah, kepadatan penduduk yang bersifat heterogen dan bermata pencaharian, serta fungsi administrative, ekonomi budaya yang secara keseluruhan terwujud dalam fisik kota dan membentuk ciri-ciri fisiknya( Jones, 1966: 11 dalam Adrisijanti 2000:3).
Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota tidak lepas dari faktor politis, ekonomis,geografis, kosmologis dan magis religious (Tjandrasasmita, 1975: 153 dalam Adrisijanti 200: 23). Walaupun demikian pada dasarnya kota memiliki ciri-ciri universal yang berhubungan dengan asal pertumbuhannya, lokasi,ekologi, dan unsur sosialnya.sementara ada pendapat yang lain mengatakan bahwa factor-faktor ekonomi, politik, teknologi, dan social sering dianggap mendasari tumbuhnya suatu kota (Adrisijanti 2000: 23).
Kota Solo atau Surakarta sebagai kota pusat Pemerintahan Kerajaan Mataram Islam tak lepas pertumbuhan juga dipengaruhi oleh asal pertumbuhan (kota Bandar perdagangan) yang berlokasi ditepi sungai bengawan solo yang berfungsi sebagai urat nadi perdagangan Jawa Tengah dan Jawa Timur sejak Majapahit (lokasi, ekologi dan sosial) yang menjadikan tumbuhnya masyarakat dagang. Dalam perkembangannya kekuatan Politik yang masuk dalam kepentingan-kepentingan perdagangan dunia telah mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya kekuatan yang menguasai sumber-sumber daya alam yang melimpah di pulau Jawa dan wilayah Kerajaan Mataram pada khususnya.
Kebudayaan merupakan keseluruhan aspek kehidupan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni , moral, hukum, adat, kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai bagian dari kehidupan dan sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan diwujudkan dalam bentuk tata kehidupan yang merupakan kegiatan manusia yang mencerminkan nilai budaya yang dikandungnya. Pada dasarnya, tata kehidupan dalam masyarakat tertentu merupakan pencerminan yang konkrit dari nilai budaya yang bersifat abstrak. Indonesia memiliki sekian banyak budaya nasional yang juga memiliki sejarah yang beragam mengenai budaya nasional tersebut, mulai dari pada jaman Hindu-Buddha, Islam, Kolonialisme, hingga memasuki jaman kemerdekaan. Dari sekian banyak budaya Nasional yang dimiliki Indonesia, salah satu yang perlu mendapatkan perhatian adalah benda-benda Cagar Budaya. Benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.Sehingga, perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan nasional oleh suatu bangsa. Menurut Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan, Windu Nuryanti, menegaskan bahwa saat ini ada dua puluh ribu benda cagar budaya , dan baru enam ribu benda cagar budaya yang sudah tercatat oleh pemerintah. Untuk tindakan pelestarian benda cagar budaya, Negara bertanggung jawab dalam pengaturan perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan Cagar Budaya. Perlindungan hukum merupakan hal yang penting dalam upaya melindungi dan menjaga keutuhan benda-benda cagar budaya dari kepunahan dan kerusakan. Perlindungan hukum didasarkan pada aturan-aturan atau norma-norma hukum, terutama yang tercantum dalam peraturan undangan. Dengan adanya suatu peraturan perundang-undangan yang jelas, maka akan memberikan kepastian hukum dan arah tindakan yang tepat tentang hal-hal apa dan bagaimana yang harus dilakukan dalam menangani dan menyelesaikan berbagai persoalan yang ditemui secara konkrit di lapangan. Perlindungan hukum yang berkaitan dengan Benda Cagar Budaya terdapat pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dalam Undang-Undang tersebut, tujuan dari pelestarian
Cagar Budaya adalah melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia, meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui Cagar Budaya, memperkuat kepribadian bangsa, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mempromosikan warisan budaya kepada masyarakat Internasional. Ketentuan dalam Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang No.11 tahun 2010 menyatakan bahwa “Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah mempunyai tugas melakukan Perlindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Cagar Budaya. ”Berkaitan dengan hal tersebut, maka pemerintah daerah mempunyai tugas dan kepentingan di bidang arkeologi dan harus berwawasan perlindungan terhadap Cagar Budaya, agar kelestarian sumber daya arkeologi selalu terjaga dan dapat diwariskan kepada generasi mendatang. Visi pelestarian Cagar Budaya yang dilakukan harus berdaya guna pada aspek perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan, serta mampu memberdayakan masyarakat dalam rangka mendukung penguatan jati diri dan karakter bangsa. (Lib.ui.ac.id.pemanfaatan Cagar Budaya dan bangunan kuno bersejarah diakses pada tanggal 2/11/2015 pukul 15.00 wib).
Salah satu kota yang memiliki potensi Cagar Budaya yang besar adalah Kota Surakarta. Keberagaman Benda Cagar Budaya di Kota Surakarta tidak terlepas dari sejarah panjang kota yang dijuluki sebagai Spirit of Java ini, dimulai dari zaman kerajaan, penjajahan, hingga zaman kemerdekaan. Pada tahun 2013, Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) Pemerintah Kota Surakarta telah mendata sedikitnya ada 70 bangunan di Kota Surakarta yang merupakan benda Cagar Budaya. Benda-benda Cagar Budaya yang terdapat di Kota Surakarta juga berperan dalam memajukan sektor pariwisata, melestarikan nilai historical, dan melestarikan budaya asli setempat. Benda Cagar Budaya di Kota Surakarta yang menjadi objek wisata utama kota ini diantaranya adalah Keraton Kasunanan Surakarta, Pura Mangkunegaran, Taman Balekambang, Museum Radyapustaka, dan lain sebagainya. Dalam era otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki hak dan kewajiban dalam pengelolaan Benda Cagar Budaya seperti dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Pemerintah Kota Surakarta sebagai salah satu bagian dari Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya memiliki kewajiban untuk
melaksanakan pengelolaan Cagar Budaya. Dalam menjalankan Undang-Undang tersebut, pemerintah daerah memerlukan instrumen peraturan pelaksanaannya dalam bentuk Perda (Peraturan Daerah). Namun, pemerintah Kota Surakarta hingga saat ini belum memiliki Peraturan Daerah mengenai Benda Cagar Budaya dan hanya bertahan dalam status Rancangan Peraturan Daerah. Keberadaan Cagar Budaya selain dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010, Cagar Budaya merupakan aset negara yang menyangkut kepentingan umum, hal ini menurut Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Akan tetapi, dalam implementasi Undang-Undang tersebut, pemerintah Kota Surakarta belum mampu menjalankan secara maksimal. Hal ini terbukti dengan adanya sengketa berkepanjangan dalam pengelolaan Benda Cagar Budaya antara pemerintah dan swasta yang dalam hal ini adalah Kasus Benteng Vastenburg, dan Taman Sriwedari. Selain permasalahan perihal sengketa kepemilikan Cagar Budaya, pengelolaan Benda Cagar Budaya di Kota Surakarta juga semakin terlihat kurang baik. Indikator pengelolaan Benda Cagar Budaya yang semakin terlihat kurang baik terlihat pada banyaknya Benda Cagar Budaya yang kurang terawat dan dengan kondisi yang memprihatinkan. Dari berbagai permasalahan mengenai pengelolaan Benda Cagar Budaya tersebut, dapat diketahui bahwa dalam pengimplementasian Undang-Undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, peran pemerintah daerah dalam menjalankan amanat Undang-Undang dianggap masih belum mampu untuk melakukannya. Agar pengimplementasian tersebut dapat berjalan secara maksimal, diperlukan perbaikan-perbaikan perihal sikap pemerintah administrasi negara dalam menjalankan fungsinya untuk mengelola berbagai aset daerah dan juga aset-aset Cagar Budaya yang lain yang dimiliki oleh swasta. Sebagai solusi konkrit untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, terdapat beberapa alternatif solusi diantaranya adalah maksimalisasi peran pemerintah daerah sendiri dalam pengelolaan benda Cagar Budaya, mengadakan publik private partnership dengan pihak swasta pemilik benda Cagar Budaya untuk melestarikan benda Cagar Budaya. (ejurnal.its.ac.id> teknik > article > viewfile diakses pada tanggal 2/11/2015 pukul 15.00 wib). Apabila public private partnership dapat dijalankan,
maka diharapkan pengimplementasian dari Undang-Undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dapat berjalan dengan maksimal.saya mencoba untuk memberikan penjelasan-penjelasan secara mendetail mengenai solusi alternatif untuk memaksimalkan pengelolaan Benda Cagar Budaya oleh pemerintah daerah Kota Surakarta.oleh karena itu pentingnya implementasi Undang-Undang No 11 tahun 2010 pada Cagar Budaya ponten dalam rangka kepastian hukum dan pemerintahan yang baik. Sehingga penulis tertarik menulis gagasan penulisan hukum yang berjudul IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA PADA CAGAR BUDAYA PONTEN
DIKOTA SURAKARTA DALAM RANGKA MEWUJUDKAN
KEPASTIAN HUKUM DAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK.
B. Perumusan Masalah
Untuk memperjelas agar permasalahan yang ada dapat dibahas secara lebih terarah dan sesuai dengan sasaran yang diharapkan, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1) Bagaimana Implementasi Undang-Undang No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya pada Cagar Budaya Ponten di Kota Surakarta dalam rangka mewujudkan kepastian hukum dan tata pemerintahan yang baik?
2) Apa hambatan dalam implementasi Undang-Undang No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya pada Cagar Budaya Ponten di Kota Surakarta dalam rangka mewujudkan kepastian hukum dan tata pemerintahan yang baik?
C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian harus memiliki tujuan yang jelas sehingga dapat memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut.Terdapat dua macem tujuan yang dikenal dalam suatu penelitian, yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif.Tujuan objektif merupakan tujuan yang berasal dari tujuan penelitian itu
sendiri, sedangkan tujuan subjektif berasal dari penulis. Adapun tujuan objektif dan subjektif yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1) Tujuan Objektif
a) Untuk mengetahui implementasi Undang-Undang NO 11 TAHUN 2010 di kota Surakarta dalam rangka kepastian hukum dan tata pemerintahan yang baik.
b) Untuk mengetahui hambatan dalam implementasi Undang-Undang NO 11 TAHUN 2010 di kota Surakarta dalam rangka kepastian hukum dan tata pemerintahan yang baik. 2) Tujuan Subjektif
a) Untuk memenuhi syarat akademis guna memperoleh gelar strata 1 (sarjana) dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b) Untuk menerapkan ilmu dan teori hukum yang telah penulis peroleh agar dapat memberikan manfaat bagi penulis dan masyarakat pada umumnya serta memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dibidang hukum.
D. Manfaat Penelitian
Salah satu aspek penting dalam kegiatan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelestarian cagar budaya di kota Surakarta dalam rangka kepastian hukum dan tertib hukum administrasi negara, penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat empiris, dimana penulis berkeinginan untuk memberikan gambaran maupun pemaparan mengenai obyek penelitian. Jenis data yang digunakan data primer dan sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan adalah bahan-bahan kepustakaan, peraturan perundang-undangan, jurnal, makalah, artikel, dan bahan dari internet serta sumber lain yang terkait. Tehnik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi lapangan dengan langsung menuju
ke obyek penelitian dan studi kepustakaan untuk memperoleh landasan teori yang berkaitan dengan penelitian. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan,yaitu dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang pelestarian cagar budaya.
a) Manfaat teoritis:
1) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu Hukum Administrasi Negara terutama berkaitan dengan aspek pelestarian cagar budaya dan tata ruang di kota Surakarta.
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan informasi ilmiah, khususnya mengenai pelestarian dan tata ruang cagar budaya di kota Surakarta.
b) Manfaat praktis
1) Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis,sekaligus untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu hukum yang diperoleh selama berada di bangku kuliah
2) Untuk memberikan masukan bagi semua pihak yang berkepentingan serta memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti
3) Meningkatkan daya penalaran, daya kritis, dan membentuk pola pikir ilmiah sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu-ilmu diperoleh
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu,, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala
bersangkutan sudah barang tentu dalam peneliti hukum dapat melakukan aktivitas-aktivitas untuk mengungkapkan “ kebenaran hukum “ yang dialakukan secara terencana-secara metedologis, sistematis konsisren-atau secara kebetulan misalnya dengan mendasarkan diri pada keadaan atau metode untung-untungan (trial and error) dalam aktivitasnya tersebut oleh karena itu kiranya tidak jarang suatu aktivitas untuk mencari “kebenaran hukum “ lebih didasarkan atas penghormatan pada suatu pendapat atau penemuan yang telah dihasilkan oleh seseorang atau lembaga tertentu yang karena otoritas atau kewibawaan ini tidak jarang tanpa melakukan pengujian terhadap temuan-temuannya. Ataupun lebih didasarkan pada usaha-usaha yang dilakukan sekedar melalui pengalaman-pengalaman belaka.aktivistas yang seperti inipun kerapkali mengabaikan metode dan sistematika, disamping tidak didasarkan pada pemikiran yang mantap (Bambang Sunggono ,2014 :38).
Istilah “metodologi” berasal dari kata “metode” yang berarti “ jalan ke”. Dengan ini metode penelitian dapat diartikan dengan logika dari penelitian ilmiah melalui studi terhadap prosedur dan tekni penelitian melalui suatu sistem dari prosedur dan penelitian (Soerjono Soekanto,2010: 5-6).
Arti Metodologi menurut Robert Bogdan dan Steven J. Taylor pada tahun 1975 dalam buku Soerjono Soekanto (2010: 6) adalah
“….The process, principles and procedures by which we approach problems and seek answer. In the social sciences the term applies to how one conduct research ”
Artinya, proses, prinsip dan prosedur yang kita mendekati masalah dan mencari jawaban.Dalam ilmu-ilmu sosial istilah berlaku untuk bagaimana seseorang melakukan penelitian.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metedologi merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada di dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan (Soerjono Soekanto, 2010: 6-7).
1. Jenis Penelitian
empiris.Penelitian hukum empiris atau sosiologis, yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto 2010: 52).
Pada penulisan hukum ini, penulis turun langsung ke lapangan dalam hal ini ke Dinas Tata Ruang Balaikota Surakarta untuk mengetahui tata ruang Cagar Budaya dikota Surakarta
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan kulitatif. Dalam pendekatan kualitatif terdapat bentuk penelitian terpancang yaitu penelitian kualitatif yang sudah menentukan fokus penelitiannya berupa variabel utamanya yang akan dikaji berdasarkan pada tujuan dan minat penelitian sebelum masuk ke lapangan studinya. Dalam proposal, penelitian sudah menentukan terlebih dahulu fokus tidak melepaskan variabel fokusnya dari sifat holistik sehingga bagian-bagian yang diteliti tetap diusahakan pada posisi yang saling berkaitan bagian-bagian dari konteks secara keseluruhan guna menentukan makna yang lengkap (H.B. Sutopo, 2006: 30-40).
Penulisan menggunakan pendekatan ini, dikarenakan pada penelitian yang penulis bahas telah menentukan fokus penelitiannya. Hal ini didasarkan pada tujuan penelitian yakni mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pelestarian Cagar Budaya dikota Surakarta.
3. Lokasi penelitian
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini maka penulis mengambil lokasi penelitian di Kantor Dinas Tata Ruang Cagar budaya balaikota Surakarta yang beralamat Jalan Jendral Sudirman No. 2, Kota Surakarta, Fax 0271-641494, Email: bag-umum@surakarta.go.id Jawa Tengah.
4. Sumber Data Penelitian
Berdasarkan sumbernya, jenis data dibedakan menjadi data primer dan data sekunder. Data yang diperoleh langsung dari masyarakat disebut data primer, sedangkan data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan ialah data sekunder (Soerjono Soekanto, 2010: 51). Data yang diperoleh dan diolah dalam penelitian hukum empiris adalah data primer dan data sekunder, yang terdiri dari:
a) Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dan dikumpulkan secara langsung dari lapangan yang menjadi objek penelitian atau diperoleh melalui wawancara dengan Ibu Widi Hastuti, SH.M.hum KA sie pemeliharaan. Cagar Budaya Dinas Tata Ruang Kota Surakarta yang berupa keterangan atau fakta-fakta atau juga bisa disebut dengan data yang diperoleh dari sumber yang pertama (Soerjono Soekanto, 2010: 12). Data primer dari penelitian ini akan diperoleh dari hasil wawancara dengan pegawai pada kepala tata ruang cagar budaya dikota surakarta
b) Data Sekunder
Dalam penelitian ini data yang digunakan penelitian adalah data yang dikumpulkan oleh orang lain. Pada waktu penelitian dimulai data telah tersedia. Apabila diingat akan hierarki data primer dan sekunder terhadap situasi yang sebenarnya maka data primer lebih dekat dengan situasi yang sebenarnya daripada data skunder. Disamping itu, data sekunder sudah given atau begitu adanya, karena tidak diketahui metode pengambilan atau validitasnya. Dari pengertian tersebut, maka sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder. Sumber data sekunder ini merupakan sumber data yang mendukung sumber data primer, yaitu literature dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
permasalahan yang diteliti penulis, antara lain: 1) Bahan hukum primer
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan yang harus diurutkan berdasarkan hierarki. Bahan hukum primer yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 b. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah
d. Undang-Undang 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
e. Undang-Undang 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
f. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2013 Tentang Pelestarian Cagar Budaya
g. Surat Keputusan Walikota Surakarta Nomor 646/32-c/1/2013 Tentang Penetapan Ponten Mangkunegaran VII di Kelurahan Kestalan sebagai Cagar Budaya yang dilindungin Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
h. Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 646/166/1997 tentang penetapan Bangunan- bangunan dan kawasan kuno bersejarah di kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta yang dilindungi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
2) Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang diperoleh dari data tertulis yang diambil dari lokasi penelitian, buku-buku atau literatur-literatur hukum, makalah, publikasi elektronik maupun bentuk-bentuk lain yang berkaitan dengan penelitian empiris.
3) Bahan hukum tersier
Bahan Hukum Tersier, yaitu data yang bertujuan memberikan petunjuk maupun penjelasan atau bersifat menunjang terhadap bahan primer dan sekunder (Soerjono Soekanto, 2010 : 25). Sebagai contoh Kamus Besar Bahasa Indonesia, ensiklopedia dan bahan-bahan yang memiliki kaitan dengan masalah yang akan diteliti
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan faktor penting dalam hal menentukan kualitas penelitian. Teknik pengumpulan data dalam suatu penelitian yang bersifat deskriptif merupakan sesuatu bagian yang penting karena anak digunakan dalam memperoleh data secara lengkap dan sesuai. Sehingga dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang akan dipergunakan oleh penulis adalah sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk memperoleh informasi dan keterangan dari responden baik itu dengan tatap muka maupun tidak (H.B. Sutopo, 2006: 190). Penelitian yang dilakukan menggunakan wawancara secara terpimpin, yaitu pertanyaan-pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelum dilakukan wawancara (H.B. Sutopo, 2006: 193). Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan pegawai Dinas Tata Ruang Balai Kota Surakarta.
b. Studi Kepustakaan
Teknik pengumpulan data sekunder dengan menggunakan studi kepustakaan, yaitu dengan mempelajari buku-buku literatur, pengaturan terdahulu, dan bahan kepustakaan lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti (Soerjono Soekanto, 2012:12).
6. Teknis Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif dengan menggunakan, mengelompokkan, dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan, kemudian dihubungkan dengan teori-teori, asas-asas, dan kaidah-kaidah hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan. Dalam teknik analisis ini terdapat tiga komponen utama, antara lain (H.B.Sutopo 2006: 113-116).
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses penyeleksian, penyederhanaan, dan abstraksi data yang diperoleh dari catatan tulis yang terdapat di lapangan.
b. Penyajian Data
Penyajian data merupakan rangkaian informasi yang memungkinkan untuk suatu kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. Selain berbentuk sajian dengan kalimat, sajian data dapat ditampilkan dengan berbagai jenis gambar,kajian kegiatan dan tabel.
c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Penarikan kesimpulan berdasarkan atas semua hal yang terdapat dalam reduksi data dan sajian yang meliputi berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencatatan, pernyataan, konfigurasi yang mungkin berkaitan dengan data (H.B.Sutopo, 2002:91-95). Penarikan yang didasarkan pada apa yang terdapat dalam reduksi dan juga penyajian data.
7. Pendekatan Penelitian
Penelitian Hukum ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam pendekatan kualitatif terdapat bentuk penelitian terpancang yaitu penelitian kualitatif yang sudah menentukan fokus penelitiannya berupa
variabel utamanya yang akan dikaji berdasarkan pada tujuan dan inat penelitian sebelum peneliti masuk ke lapangan studinya. Dalam proposal, peneliti sudah menentukan terlebih dahulu fokus dari variabel tertentu. Akan tetapi dalam hal ini peneliti tetap tidak melepaskan variabel fokusnya dari sifat holistik sehingga bagian-bagian yang diteliti tetap diusahakan pada posisi yang saling berkaitan dengan bagian-bagian dari konteks secara keseluruhan guna menemukan makna yang lengkap (H.B. Sutopo, 2006: 30-40).
Penulis menggunakan pendekatan ini, dikarenakan pada penelitian penulis bahas telah menentukan fokus penelitiannya. Hal ini didasarkan pada tujuan penelitian yakni mengenai implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang pelestarian Cagar Budaya di kota Surakarta
E. Sistematika Penulisan Hukum
Dalam memberikan gambaran secara menyelururh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum ini, maka penulis menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari empat bab dimana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini. Adapun sistematikannya penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis berusaha memberikan gambaran awal mengenai penelitian yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, dan sistematika penulisan hukum untuk dapat lebih memberikan pemahaman terhadap isi penelitian.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan mengenai kerangka dari teori maupun kerangka pemikiran. Kerangka teori berisi tinjauan tentang hukum
lingkungan, tinjauan tentang lingkungan hidup, tinjauan pelestarian Cagar Budaya, tinjauan tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan mencoba untuk mengemukakan pembahasan dari rumusan masalah yang ada, yaitu mengenai bagaimana Implementasi Undang-Undang No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya di kota Surakarta
BAB IV: PENUTUP
Bab ini akhir dari penelitian ini yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari yang telah dilakukan dan saran-saran sebagai tindak lanjut dari kesimpulan tersebut.