PERANAN TERNAK SAPI DI LAHAN PASANG SURUT
PENDAHULUAN
Dengan berkurangnya lahan subur untuk
kegiatan pertanian, maka pengembangan
perta-nian lebih diarahkan kepada pemanfaatan lahan
marginal seperti
lahan pasang surut di
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi clan Irian Jaya
(PUSLITBANQTAN, 1992) . Di Indonesia terclapat
33,39 juta hektar lahan rawa, 20,1 juta hektar
diantaranya merupakan lahan pasang surut
(WIJAYA ADHI et al., 1992) . Lahan pasang surut
yang clikembangkan untuk program transmigrasi
adalah Sumatera (840 .000 ha), Kalimantan
(400.000 ha), Sulawesi (2000 ha), clan Irian
Jaya seluas 500 hektar (EUROCONSULT et al.,
1991 dalam DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN
PANGAN, 1992) . Namun demikian Badan Litbang
Pertanian melalui Proyek SWAMPS-II hanya
melakukan penelitian di wilayah Surnatera clan
Kalimantan saja .
Telah dilakukan berbagai upaya agar lahan
pasang surut potensial dapat ditanami
diantara-nya adalah dengan melakukan reklamasi, baik
secara tradisional oleh petani maupun melalui
program transmigrasi. Introduksi ternak
merupa-kan salah satu alternatif untuk perbaimerupa-kan tanah
karena kotorannya dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk kandang. Selain itu ternak juga
merupa-kan sumber tenaga kerja untuk mengolah tanah
pertanian, akan tetapi hanya lahan-lahan
terten-tu saja yang direkomenclasikan unterten-tuk usaha
ter-nak, sehingga sangat terbatas sekali mengenai
informasi penelitian peternakan khususnya
ter-nak sapi di lahan pasang surut.
Hasil penelitian Badan Litbang Pertanian
menunjukkan bahwa dengan pengelolaan yang
tepat sesuai dengan karakterisasinya, lahan
pasang surut cukup produktif bagi
pengem-bangan pertanian (PROYEK SWAMPS-II, 1991) .
JENIS SAPI DAN PROSPEK
PENGEMBANGANNYA
Jenis sapi yang banyak berkembang
seba-gai ternak keria di lahan pasang surut baik di
Sumatera maupun di Kalimantan adalah sapi
HASTONO
Balai Penelitian Ternak P. O. Box 221, Bogor 16002
lokal clan sapi Bali . SOEDONO (1981) dalam
PRIYONO (1992) telah menghitung kemampuan
daerah pasang surut untuk mengembangkan
ternak sapi di Kalimantan Tengah dengan
peme-liharaan yang intensif dapat dipelihara t 9,7 unit
ternak/ha/tahun, dengan pemeliharaan yang
ku-rang intensif dapat dipelihara ± 3,2 unit ternak/
ha/tahun clan di Kalimantan Barat sebanyak
±1,3 unit ternak/ha/tahun yang dapat dipelihara
dengan pemeliharaan kurang intensif .
Seclang-kan hasil studi TAHAR et al. (1991) memperoleh
hasil bahwa di Karang Agung Ulu (Sumatera
Selatan) dapat menampung 1552 satuan ternak
atau 2217 ekor sapi, dengan pemanfaatan
lim-bah pertanian dapat meningkatkan populasi
ter-nak sebanyak 331 satuan terter-nak (472 ekor
sapi) . Pertumbuhan sapi lokal di lahan pasang
surut 200,4 gram per. hari (SETIADI et al.,
1990), sedangkan pertumbuhan sapi Bali
menu-rut HASTONO (1993) adalah 226,9 gram per hari
untuk sapi betina clan 267 gram per hari untuk
sapi jantan . Selain sebagai penghasil claging
yang baik, sapi Bali juga mudah beradaptasi
dengan lingkungan setempat clan sangat kuat
untuk mengolah tanah di daerah pasang surut,
sehingga dapat cligunakan sebagai sumber
tenaga kerja (SIHOMBING, 1991) . Oleh karena itu
petani lebih suka memelihara sapi Bali . Namun
demikian sapi lokal pun mempunyai kelebihan
yaitu lebih jinak, lebih mudah bekerja clan
beradaptasi terhadap temperatur yang tinggi
(SANTOSo et al., 1993) . Salah satu daerah
pa-sang surut di Sumatera Selatan (Karang Agung
Ulu) jumlah sapi Bali seclikit lebih banyak bila
clibandingkan dengan sapi lainnya seperti
terli-hat pada Tabel 1 .
Tabel 1 . Jumlah ternak sapi di Karang Agung Ulu (Januari 1991) Uraian Sumber : HASTONO (1993) Jumlah (ekor) Sapi Bali 71 Sapi Lokal 35 Sapi Persilangan 2
Sapi . Bali yang dapat dikerjakan 34 Sapi lokal yang dapat dikerjakan 8
Lebih jauh SANTOso et al. (1993) mengung-kapkan bahwa di lahan pasang surut jumlah pemilikan sapi bervariasi dengan kisaran 1-4 ekor/petani . Sistem pemilikannya ada yang pe-nuh dimiliki sendiri clan ada jugs yang berga-bung dengan petani lainnya atau gaberga-bungan ke-duanya (Tabel 2) .
Tabel2. Persentase peternak pada berbagai kategori pemilikan ternak kerja di lahan
pasang surut
Kategori Pemilikan Ternak Jumlah Peternak (%) Kerja (sapi)
Milik sendiri 78
Gabungan 18
Milik sendiri + Gabungan 4 Sumber : SANTOSO et al. (1993)
SAPI SEBAGAI PENGHASIL PUPUK KANDANG Sebagai hasil sampingan dari ternak sapi adalah kotorannya yang bermanfaat untuk pu-puk kandang, yaitu merupakan pupu-puk organik sebagai hasil dari campuran kotoran ternak tersebut dengan sisa-sisa hijauan pakan. Jumlah produksi clan kandungan unsur hara pupuk kandang sangat bergantung kepada jenis ternak clan jenis hijauan pakan ternak. Hasil pengamat-an ISMAIL et al. (1988) di lahan kering Batu Marta, Sumatera Selatan, mendapatkan bahwa rataan produksi kotoran ternak sapi sekitar 5,5-5,7 kg/ekor/hari. SETIADI et al. (1990) menyata-kan bahwa rata-rata hasil kotoran sapi lokal yang clipelihara petani kooperator di lahan pa-sang surut, Sumatera Selatan sebanyak 2,04 ton per ekor per tahun (5,6 kg/ekor/hari) . Kare-na data kotoran sapi pada waktu digembalakan tidak tercatat, maka produksi kotoran sapi ter-sebut di atas belum mencerminkan produksi yang sesungguhnya .
Dari hasil penelitian SEMALI et al. (1989) menunjukkan bahwa pupuk kandang sebagai bahan ameliorasi yang baik dapat meningkatkan produksi padi gogo di lahan sulfat masam . Demikian pula hasil penelitian hortikultura pada lahan sulfat masam menunjukkan bahwa pro-duksi bawang merah varietas Bima Brebes pada MH (musim hujan) 87/88 meningkat secara nyata dengan pemberian pupuk kandang 10 ton per hektar tanpa pengapuran, tetapi untuk bawang merah varietas Bima Brebes jika diberi
pupuk kandang dikombinasikan dengan kapur ternyata akan menurunkan hasil (TIM PENELITI PUSLITBANG HORTIKULTURA, 1988) .
Selanjutnya MAKARIM dalam SETIADI et al. (1990) juga menunjukkan bahwa produksi padi gogo Varietas Hawara Bunar yang ditanam jarak 20 x 20 cm clan pemberian pupuk kandang 10 ton/ha meningkatkan produksi lebih dari 60% pada lahan sulfat masam. Intensitas serangan penyakit daun Helminthosporium oryzae pada tanaman padi gogo di lahan sulfat masam dapat dikurangi dengan pemberian pupuk kandang. Pada tanaman kacang tanah pemberian pupuk kandang 10 ton/ha dikombinasikan dengan dengan kapur 3 ton/ha di lahan potensial MH (musim hujan) 86/87 menghasilkan polong ke-ring kacang tanah yang tinggi . Begitu pula un-tuk tanaman pakan, SEMALI et al. (1990) me-nunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang dapat meningkatkan produksi akan tetapi pengaruhnya tidak nyata terhadap peningkatan kandungan unsur dalam tanaman pakan ternak. Tingkat kesuburan tanah di lahan pasang surut pada umumnya rendah, khusus di Sumatera Selatan (Karang Agung Ulu) pH tanah rata-rata masih sangat rendah yaitu 3,6-4,0 clan di Kalimantan (Sakalagun) pH tanah mencapai 3,2 (PROYEK SWAMPS-II, 1991) . Pupuk kan-dang dapat memperbaiki kesuburan tanah, baik di lahan pasang surut maupun di lahan kering (SETIADI et al., 1990) .
Banyaknya hasil kotoran ternak tergantung pada besar tubuh clan korisumsi pakan . Secara umum produksi kotoran sapi clan kerbau bertu rut-turut sebanyak 6,5 clan 7 ton per ekor/ tahun . Kotoran ternak apabila dibuat kompos, produksi pupuknya lebih tinggi karena adanya penambahan sisa-sisa hijauan pakan 1,5 kali le-bih banyak (SETIADI et al., 1990) .
SAPI SEBAGAI TERNAK KERJA
Salah satu alternatif pemecahan tenaga ker-ja adalah dengan menggunakan ternak kerker-ja da-lam hal ini sapi. Apabila hanya mengandalkan tenaga manusia, petani lahan pasang surut hanya mampu mengolah lahan seluas lebih kurang 1,16 ha dalam setahun (NAJIATI, 1991) . Menurut SUPRIYO et al. (1995) bahwa tenaga kerja ternak mengolah tanah pada lahan pasang surut (lahan gambut) di Kalimantan Selatan mencapai 3-4 kali lebih cepat bila dibanding dengan tenaga manusia. Hasil pengamatan HASTONO (1995) menunjukkan bahwa
kemam-puan manusia mengolah tanah dengan menggu-nakan cangkul di lahan pasang surut, Sumatera Selatan setiap hari kerja mencapai luas antara 162,16 m2 sampai 214,28 m2 dengan rataan 181,17 m2 dengan lama kerja 7,07 jam per hari. KOMARUDIN clan IMTIAS (1990) menyatakan bahwa untuk mencangkul satu kali di lahan sulfat masam membutuhkan waktu 374 jam per hektar atau 187,16 m per hari pada waktu musim kemarau dengan lama kerja 7 jam per hari. Sedangkan penggunaan tenaga kerja ter-nak khususnya sapi dapat dilihat pada Tabel 5 .
Tabel 4. Rata-rata lama kerja mengolah tanah di lahan pa$ang surut
Sumber : SANTOSO et al. (1993)
Jenis sapi yang banyak digunakan petani la-han pasang surut untuk mengolah tanah adalah sapi Bali seperti terlihat pada Tabel 3. Sedang kan kemampuan kerjanya bervariasi tergantung kepada keadaan serta jenis tanah, pada lahan potensial dengan tipe genangan B (lahan ter-luapi hanya oleh air pasang besar) umumnya ta-nah pertanian berupa sawah, namun demikian masih terclapat bongkahan-bongkahan kayu se-hingga agak sulit apabila dilakukan pengolahan tanah dengan menggunakan ternak. Pada lahan sulfat masam umumnya dengan tipe genangan C/D (lahan tidak terluapi oleh air pasang, baik oleh pasang besar maupun oleh pasang kecil)
WARTAZOA Vol. 7 No. 2 Th. 1998
berupa tanah tegalan clan keadaan tanah agak seclikit keras .
Masih terbatasnya jumlah ternak untuk mengolah tanah menyebabkan jumlah hari kerja ternak per tahun meningkat seperti terlihat pada Tabel 3.
Lama kerja ternak mengolah lahan per hari di lahan pasang surut rata-rata 4,25 jam untuk membajak clan 4,2 jam untuk meratakan seperti terlihat pada Tabel 4.
Terlihat di lahan pasang surut ini diperlukan masa istirahat sapi dalam mengolah lahan lebih lama bila clibanding dengan pada lahan kering di Jawa Timur, yaitu untuk membajak diperlukan istirahat 0,5-1 jam clan untuk meratakan tanah diperlukan istirahat 1,3 jam (MA'SUM et al., 1993) . Sehingga masa kerja efektif yang dilaku-kan di lahan kering lebih singkat yaitu 2-4,5 jam/hari, dengan rata-rata 3,7 jam/hari . Demi-kian pula penelitian HASTONo et al. (1993), waktu kerja efektif rata-rata sapi Bali mengolah tanah di lahan potensial Karang Agung Ulu, mu-sim kemarau 1991 diperoleh sama yaitu 2,75 jam, tetapi masa istirahat lebih pendek yaitu 30-65 menit . Istirahat selama satu jam setelah be-kerja, menurut penelitian HARYONO et al. (1993) belum mampu memulihkan kondisi fisiologis sapi ke kondisi normal . Walaupun demikian, ker-ja selam 3 ker-jam mungkin masih clapat ditingkat-kan sehingga dapat mendekati kapasitas kerja di lahan kering, karena dari penelitian HARYONO tersebut, setelah bekerja 3 jam ini kenaikan suhu tubuh, frekuensi napas clan denyut jan-tung masih dalam batas penguasaan sistem termoregulasi ternak .
Kemampuan kerja sapi Bali mengolah lahan di lahan pasang surut bervariasi tergantung kepada keadaan tanahnya seperti tertera pada Tabel 5.
Tabel 3. Rata-rata penggunaan ternak kerja (sapi Bali) selama 1 tahun di lahan pasang surut Mengolah lahan sendiri
MK (HTK) (hari) MH (HTK) (hari) 29,5 21 Sumber : HASTONO (1993) Keterangan MK = musim kemarau MH = musim hujan HTK = hari ternak keria
Disewakan Jumlah
MK (HTK) (hari) MH (HTK) (hari)
39 20 109,5
(HTK) (hari) Kegiatan Membajak
(jam/hari) Meratakan(jam/hari)
Lama kerja total 4,25 4,2
Istirahat 1,50 1,9
Tabel 5.
Kemampuan kerja sepasang sapi mengolah tanah dengan menggunakan bajak di lahan pasang
surut
Sumber :
HASTONO (1995)Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa
kemam-puan kerja ternak sapi mengolah lahan seluas
satu hektar dapat diselesaikan dalam waktu
6,88-10,25 hari dengan lama kerja antara 3,5-5
jam per hari. Adanya perbeclaan ini disebabkan
oleh kondisi tanah yang berlainan . Pada tanah
sawah, pekerjaan mengolah tanah dengan
menggunakan ternak sapi seluas satu hektar
ha-nya membutuhkan waktu 6,88 hari bila
diban-dingkan dengan tanah keras yang
membu-tuhkan waktu 8,4 hari . Sedangkan yang paling
lama adalah pada tanah yang masih banyak
terclapat bongkahan-bongkahan kayu, sehingga
menghambat kecepatan ternak sapi dalam
melu-ku yang mengakibatkan waktu yang cliperlukan
untuk mengolah lahan seluas satu hektar lebih
lama lagi, yaitu 10,25 hari .
Apabila clibandingkan denngan tenaga
ma-nusia, maka tenaga ternak menjadi salah satu
pilihan para petani untuk mengolah lahan karena
kemampuan kerjanya .
SAPI SEBAGAI KOMODITAS PERDAGANGAN
Di Karang Agung Ulu pads umumnya
ter-nak sapi diperjualbelikan bukan untuk
clikon-sumsi dagingnya melainkan khusus sebagai
sumber tenaga kerja membantu petani agar
dapat menggarap lahan pertanian dalam skala
yang lebih luas . Sebagaimana telah diutarakan
Oleh
HASTONO(1995),
KOMARUDINclan
IMTIAS(1990) clan
SUPRIyoet al. (1995) tersebut di
atas, bahwa hasil olahan lahan pertanian
dengan menggunakan tenaga manusia jauh
lebih kecil bila clibanding dengan tenaga ternak.
Adanya jual beli ternak di lahan pasang surut ini
antara lain di Sumatera Selatan dapat dilihat
pada Tabel 6, yang menunjukkan bahwa
terjadi-nya fluktuasi jumlah pemilikan ternak sapi
sela-ma tahun 1991 .
Tipologi lahan
Tabel 6.
Keaclaan lahan
Sulfat masam Tanah tegalan
Potensial
Tanah sawah
Potensial
Banyak bongkahan kayu
Perkembangan populasi clan jumlah
pemilikan ternak sapi di lahan pasang
surut Sumatera Selatan (Karang
Agung
Ulu)pads tahun 1991
Sumber :
BALAI PENYULUH PERTANIAN KARANG AGUNG ULU 11991)SAPI SEBAGAI SALAH SATU SUMBER
PENDAPATAN PETANI
Selain memperoleh hasil dari usahatani padi
clan palawija, petani juga menclapatkan
tambah-an hasil dari memelihara ternak sapi. Sebagai
mana diutarakan oleh
SETIADIet al. (1990)
menyatakan bahwa penclapatan usaha ternak
sapi merupakan penerimaan dari pertambahan
bobot badan Waging) clan produksi kotoran
clikurangi biaya tenaga kerja untuk memelihara
sapi . Sedangkan curahan tenaga kerja per hari
sebagian untuk mencari rumput 0,34 HOK (hari
orang kerja), membersihkan kandang 0,10
HOK, clan merawat sapi 0,05 HOK. Selanjutnya
SETIADIet al. (1'990) mengasumsikan bahwa
pertambahan bobot badan clan produksi kotoran
Bulan
Jumlah sapi
(ekor)
Jumlah pemilik
(KK)
Januari
108
71
Juni
132
81
Juli
133
81
Agustus
154
81
September
159
81
Oktober
248
95
November
252
87
Desember
285
85
Daftar Acuan
Kapasitas kerja
(hari/ha)
Lama kerja (jam/hari)
KOMARUDIN
(1988)
8,4
5
HASTONO
(1993)
6,88
3,5
sapi memberikan pendapatan Rp 820,- per hari . Apabila upah kerja 1 HOK = Rp 1250,- maka biaya per hari untuk tenaga kerja adalah 0,49 x Rp 1250,- = Rp 612,50 . Dengan demikian pendapatan bersih per hari per ekor sapi adalah Rp 820,- - Rp 612,50 = Rp 207, 50.
Pendapatan dari memelihara sapi ini akan lebih besar bila ternak sapi tersebut disewakan sebagai ternak kerja mengolah lahan pertanian sebagaimana terlihat pada Tabel 3 di atas yang menunjukkan bahwa petani menyewakan ternak sapinya untuk bekerja mengolah lahan selama 53 hari ternak kerja (HTK) dalam setahun. KOMARUDIN dan IMTIAS (1990) menyatakan bah-wa upah ternak kerja per hari sebesar Rp5000. Maka pendapatan petani dari hasil menyewakan ternak selama setahun sebesar 53 x Rp 5000,-= Rp 265 .000,- per 2 ekor sapi atau Rp 363,-per hari 363,-per ekor. Jadi pendapatan petani secara keseluruhan dari hasil memelihara ternak sapi adalah sebesar Rp 207,50 + Rp 363,- = Rp 570, 50/hari/ekor .
PENGGUNAAN MEKANISASI PERTANIAN DENGAN TERNAK SAPI
Hasil studi PUSLITBANGTAN dalam PROYEK SWAMPS II (1991) menunjukkan bahwa dari sebanyak 1 .475 ekor ternak kerja yang terdapat di beberapa lokasi pasang surut Sumatera Selatan, hanya 154 ekor yang dipergunakan sebagai ternak kerja . Ternak kerja tersebut tidak dimanfaatkan untuk mengolah tanah karena ku-rang tersedianya alat pengolah tanah yang cocok untuk dipergunakan di daerah pasang surut tersebut.
Untuk mengatasi kendala seperti itu KOMARUDIN et a/. (1995) telah melakukan uji co-ba alat mesin pertanian (Alsintan) yang berupa berbagai macam gelebeg pada lahan potensial dan berbagai macam alat garu pada lahan sulfat masam yang ditarik dengan sepasang ternak sapi . Hasil uji coba menunjukkan bahwa baik gelebeg maupun alat garu dapat ditarik dengan baik oleh tenaga ternak.
KESIMPULAN
Lahan pasang surut adalah salah satu lahan marginal yang harus diupayakan agar tetap po-tensial untuk dapat ditanami. Salah satu upaya untuk menjaga produktivitas lahan pasang-surut adalah dengan melakukan reklamasi lahan,
dian-WARTAZOA Vol. 7 No. 2 Th. 1998
taranya dengan menggunakan pupuk kandang . Dengan adanya ternak sapi khusuwya sapi Bali yang dapat beradaptasi dengan baik di lahan pasang surut, selain memberikan kontribusi me-lalui kotorannya juga dapat dimanfaatkan seba-gai sumber tenaga kerja untuk mengolah lahan pertanian dengan menggunakan berbagai ma-cam alat mesin pertanian, sehingga dapat mem-bantu memperingan beban petani dalam meng-garap lahan pertanian dalam skala yang lebih luas dan memberikan tambahan penghasilan sebesar Rp 570,50 per hari per ekor ternak sapi yang dipeliharanya .
DAFTARPUSTAKA
BALAI PENYULUH PERTANIAN. 1991 . Laporan Tahunan 1991/1992. Balai Penyuluh Pertanian Wilayah Kerja Karang Agung Ulu, Sumatera Selatan. PRIYONO, B. E. 1992. Pemanfaatan lahan rawa pasang
surut untuk usaha perikanan terpadu. Risalah pertemuan nasional pengembangan pertanian lahan pasang surut dan lebak. Cisarua, 3-4 Maret 1992. Pengembangan Terpadu Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak . Puslitbang Tanaman Pangan . Badan Litbang Pertanian . Departemen Pertanian . Hal 265-272.
DIREKTORAT JENDERAL PERTANIAN TANAMAN PANGAN. 1992. Program dan langkah-langkah operasional pembangunan pertanian di lahan rawa . Risalah pertemuan nasional pengembangan pertanian lahan pasang surut dan lebak. Cisarua, 3-4 Maret 1992. Pengembangan Terpadu Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak . Puslitbang Tanaman Pangan . Badan Litbang Pertanian . Departemen Pertanian . Hal 39-52 .
HARYONO, S., HASTONO, B. SETIADI, M. H. TOGATOROP, A . SEMALI, dan T. HERAWATI . 1994. Pengaruh lama kerja terhadap temperatur rektal, frekuensi napas dan frekuensi pulsus sapi Bali dan sapi Lokal di lahan pasang Surut Sumatera Selatan. Kumpulan Hasil Penelitian Lahan Rawa, Buku I. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian . Hal. 161-165 .
HASTONO, S. HARYONO, T. HERAWATI, M . H. TOGATOROP, A . SEMALI, dan B. SETIADI. 1993. Kapasitas kerja ternak sapi Bali di lahan pasang surut Karang Agung Ulu Sumatera Selatan. Risalah Hasil Penelitian Lahan Pasang Surut dan Rawa, SWAMPS-11. Badan Litbang Pertanian . Departemen Pertanian . Hal 87-91 .
HASTONO . 1993. Pemanfaatan ternak sapi Bali dan kondisi biologisnya di lahan pasang Surut Sumatera Selatan. Risalah Hasil Penelitian
Proyek Penelitian Lahan Pasang Surut dan Rawa, SWAMPS-II . Badan Litbang Pertanian. Departe-men Pertanian .
HASTONO . 1995 . Sekelumit tentang sapi Bali jantan
muda yang dipekerjakan oleh peternak di lahan pasang surut Karang Agung Ulu Sumatera Selatan. Media Peternakan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor . Volume 19 nomor 2
tahun 1995 .
ISMAIL, I. G ., H . SUPRIADI, B. PRAWIRADIPUTRA, U. KUSNADI, A. DJAUHARI, dan Y . SUPRIATNA. 1988 .
Model usahatani tanaman ternak untuk mening katkan pendapatan petani transmigrasi lahan kering Batu Marta . Lokakarya Penelitian Sistem Usahatani. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.
KOMARUDIN danIMTIAS . 1990 . Prospek alat dan mesin
pertanian dalam pengelolaan lahan pasang surut. Usahatani di lahan pasang surut clan rawa. Risalah Hasil Penelitian Proyek SWAMPS II. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.
KOMARUDIN, T. ALIHAMSYAH, D. RIDWAN, dan I. G. ISMAIL . 1995 . Penampilan agro-teknis beberapa
tipe gelebeg dengan tenaga tarik ternak di lahan pasang surut Karang Agung Ulu, Sumatera Selatan. Teknologi Produksi dan Pengembangan Sistim Usahatani di Lahan Rawa . Kumpulan Hasil Penelitian Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu - ISDP. Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian. Hal . 275-283. KOMARUDIN, T. ALIHAMSYAH, D. RIDWN, A. KARYADI,
dan H. PRAMUJI. 1995 . Perancangan dan
penguji-an garu piringpenguji-an dengpenguji-an tenaga tarik ternak di lahan pasang surut. Teknologi Produksi clan Pe-ngembangan Sistem Usahatani di Lahan Rawa . Kumpulan Hasil Penelitian Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu - ISDP. Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian. Hal 285-292.
MANWAN, I ., I. G. ISMAIL, dan T . ALIHAMSYAH . 1992 .
Prospek dan langkah pengembangan pertanian lahan rawa pasang surut. Seminar Pengembang an Terpadu Kawasan Rawa Pasang Surut Indonesia. Kampus Darmaga, Institut Pertanian Bogor, 5September1992 .
MA'SUM, K., M. ALI YUSRAN,and E. TELENI . 1993 . East
Java in Draught Animal Systems in Indonesia . Draught Animal Manual. ACIAR DAP .
NAJIATI, S. 1991 . Kemampuan transmigran dalam
mengelola lahan di daerah pola tanaman pangan. Jurnal Litbang Transmigrasi . Hal27-32.
PROYEK PENELITIAN PERTANIAN LAHAN PASANG SURUT DAN RAWA SWAMPS-II. 1991 . Laporan Tahunan
1989/1990. Badan Litbang Pertanian.
Departe-men Pertanian . Januari 1991 .
PROYEK SWAMPS II . 1991 . Laporan Tahunan 1990/ 1991 .
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN . 1992 . Prospek clan langkah
pengem-bangan lahan pasang surut. Dalam : Makalah Seminar Pengembangan Terpadu Kawasan Rawa Pasang Surut di Indonesia. Institut Pertanian Bogor,5September 1992 .
SANTOSO, SUMANTO, dan R. DHARSANA . 1993. South Sumatera Transmigration Areas in Draught Animal Systems in Indonesia . Draught Animal Manual. ACIAR DAP.
SEMALI, A., B. SETIADI, M.H . TOGATOROP, P. SITORUS,
clan MURYANTO . 1989 . Potensi pakan ternak ruminansia di lahan pasang surut dan rawa, Sumatera Selatan. Proceeding Seminar Nasional Peternakan, September 1988 . Fak. Peternakan,
Univ. Andalas.
SEMALI, A., M.H . TOGATOROP, B . SETIADI, dan P.
SITORUS. 1990 . Potensi dan pengembangan pa-kan ternak di lahan pasang surut dan rawa . Risa lah Seminar Hasil Penelitian Proyek Penelitian Pasang Surut dan Rawa, SWAMPS-II. Hal 349-353 .
SETIADI, B., M.H. TOGATOROP, KOMARUDIN, dan P.
SITORUS. 1990. Penggunaan tenaga kerja dan
pupuk kandang dalam sistem usahatani lahan pasang surut. Risalah Seminar Hasil Penelitian Lahan Pasang Surut dan Rawa SWAMPS-II . Badan Litbang Pertanian . Departemen Pertanian. Hal333-341 .
SETIADI, B., M. H. TOGATOROP, dan MURYANTO . 1990 .
Introduksi usaha ternak sapi dalam sistem usahatani di daerah pasang surut. Usahatani di Daerah Pasang Surut dan Rawa. Risalah Seminar Hasil Penelitian Proyek Penelitian Pertanian Lahan Pasang Surut clan Rawa SWAMPS-11. Bogor, 19-21 September 1989 . Badan Litbang
Pertanian. Departemen Pertanian. 1990 . Hal 355-358 .
SWOMBING,D.T.H . 1991 . Evaluasi hasil penelitian clan
kajian pengembangan peternakan di lahan pa-sang surut dan rawa. Tidak dipublikasi.
SUPRIYO, A., B. PRAYUDI, M. THAMRIN, dan SUDIRMAN . 1995 . Penelitian pengembangan sistem
usaha-tani di lahan bergambut Sakalagun, Kalimantan Selatan 1992/93. Kumpulan hasil penelitian
teknologi produksi dan pengembangan sistem usahatani di lahan rawa. Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP . Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Hal 171-181 .
TAHAR, A., SANTOSO, SUMANTO, HASTONO, clan
HARYONO. 1991 . Daya dukung pakan Karang
Agung Ulu, Sumatera Selatan. Makalah Kerja no 3 Tahun 1991 . Tidak diterbitkan.
TIM PENELITI PUSLITBANG HORTIKULTURA . 1988 . Hasil
penelitian hortikultura menunjang farming sistem proyek Swamps-II. Hasil clan program penelitian sistem usahatani clan komponen penunjang proyek Swamps-II 1985/1988.Proyek Penelitian
WARTAZOA Vo1. 7 No. 2 Th. 1998
Pertanian Lahan Pasang Surut clan Rawa Swamps-II. Badan Penelitian clan Pengembangan Pertanian .
WIDJAYA ADHI, I.P .G ., K. NUGROHO, D.S . ARDI, clan A. S. KARAMA . 1992 . Sumber daya lahan pasang
surut, rawa, clan pantai . Potensi, keterbatasan pemanfaatan. Makalah utama disajikan pada pertemuan nasional pengembangan Pertanian lahan pasang surut clan rawa. Cisarua, 3-4 Maret