Wawasan Agribisnis
Kelas C
22 Februari 2017
FASE PEMBANGUNAN
Contents
1. Keragaan
2. Fase Pertanian Indonesia
4. Sektor Pertanian dalam Struktur Ekonomi Indonesia
3. Simpulan Fase Pertanian Indonesia
5. Pertanian Masa Depan
Pertanian Indonesia:
”Hidup enggan, mati tak mau”
KERAGAAN
Tahun 1980-an:
- Pertanian Indonesia menjadi primadona atau leading sector - Penyumbang PDRB sebesar 70%
- Pencipta lapangan kerja 52% Permasalahan
- Kesemrawutan sistem pertanian - Tidak terdapat visi jangka panjang - Pertanian menjadi terpuruk
- Tidak lagi berperan pada sektor perekonomian
- Hanya sebagai pelengkap atau pengganjal sektor lain (adjusting atau following sector
KERAGAAN
Satu dekade lebih terakhir
- Sebagian besar subsektor pertanian mengalami kemerosotan kinerja - Petani mengalami pemiskinan secara dramatis
- Ketergantungan pada impor pangan dan produk pertanian lain
- Pada masa krisis, Indonesia pernah menjadi penerima bantuan pangan terbesar di dunia
Tahun 1980 dan 1990
- Negara tetangga pernah belajar pertanian di Indonesia - Negara tersebut yaitu: Malaysia, Thailand, dan Vietnam
KERAGAAN
• Indonesia yang pada awal abad ke-19 merupakan eksportir gula terbesar kedua dunia (setelah Kuba) kini berbalik menjadi importir gula terbesar kedua dunia. Beras yang dulu swasembada, kini juga harus impor.
• Hal yang sama terjadi untuk produk pangan penting lain, seperti jagung dan kedelai, serta produk horti-kultura, seperti buah-buahan dan tanaman hias, se-perti pisang, jeruk, durian, dan mangga.
• Dulu, kita bisa memenuhi sendiri kebutuhan dalam negeri, bahkan ekspor, kini produk impor menyerbu bukan saja untuk konsumsi hotel, restoran, dan supermarket, tetapi juga rumah tangga.
Fase Pertanian Indonesia
Faktor yang mempengaruhi jatuh bangun sektor pertanian: - sistem nilai,
- kemajuan ilmu pengetahuan, - perubahan teknologi,
- kebijakan ekonomi makro, dan
- strategi pembangunan ekonomi yg diterapkan pemerintah.
Setelah mengalami fase-fase kritis masa revolusi hingga pertengahan tahun 1960-an, menurut beberapa pakar pertanian, Indonesia sebenarnya cukup berhasil membangun fondasi atau basis pertumbuhan ekonomi yang baik pada tahun 1970-an dengan terintegrasinya pembangunan pertanian dalam kebijakan ekonomi makro.
Pada tahun 1980-an sempat tercapai swasembada beras
Pada akhir tahun 1980-an dan 1990-an terjadi fase dekonstruktif sektor pertanian karena proteksi berlebihan terhadap industri yang mengorbankan pertanian Faktor yang mempengaruhi jatuh bangun sektor pertanian:
FASE PEMBANGUNAN PERTANIAN
INDONESIA
Pembangunan Pertanian Indonesia Bisa Dibagi Dalam Enam Fase, yaitu:
Fase 1
Fase Revolusi (1945-1965)Fase 2
Fase Konsolidasi (1967-1978)Fase 3
Tumbuh Tinggi (1978-1986)Fase 4
Fase Dekonstruksi (1986-1997)Fase 5
Fase Krisis (1997-2001)FASE 1: FASE REVOLUSI (1945-1965)
Langkah awal Pemerintah membangun pertanian:
melakukan nasionalisasi perkebunan dan
perusahaan milik eks pemerintahan kolonial Belanda
dan Jepang.
Pertanian pangan belum mampu meningkatkan
kesejahteraan rakyat hingga akhir tahun 1950-an.
Produksi dan produktivitas padi baru meningkat
setelah gerakan intensifikasi dibakukan menjadi
Bimbingan Massal pada awal tahun 1960-an.
Gerakan intensifikasi baru menemukan
momen-tumnya dengan adanya Demonstrasi Massal berupa
plot-plot percontohan dari para peneliti/mahasiswa
tingkat akhir IPB pada lahan petani di pantai utara
Jawa.
Apalagi, pada saat yang sama juga bermunculan
berbagai varietas unggul baru padi, gandum, jagung,
dan tanaman biji-bijian lainnya.
FASE 2: FASE KONSOLIDASI (1967-1978)
Sektor pertanian tumbuh 3,39%
->
Subsektor tanaman pangan tumbuh 3,58%
Subsektor perkebunan tumbuh 4,53%
Produksi beras mencapai di atas 2 juta ton pada tahun 1970-an
produktivitas berhasil ditingkatkan menjadi dua kali lipat dari tahun 1963, yakni menjadi 2,5-3 ton per hektar.
Tiga kebijakan penting pertanian diterapkan pada masa ini
, yakni
intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi, yang didukung
kemampuan meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian.
Peletakan fondasi pembangunan pertanian
Pembangunan infrastruktur vital pertanian oleh Pemerintah,
seperti sarana irigasi, jalan, dan industri pendukung, seperti
semen dan pupuk.
Fase 2: Fase konsolidasi (1967-1978)
• Pembenahan institusi ekonomi, seperti:
– konsolidasi kelompok tani hamparan,
– koperasi unit desa, dan
– koperasi pertanian lainnya,
– terobosan skema pendanaan,
– sistem latihan dan kunjungan sebagai andalan
sistem penyuluhan.
• Reformasi Spektakuler di bidang ekonomi
– Peranan kredit pertanian (bersubsidi),
keterjangkauan akses finansial hingga pelosok
pedesaan
Fase 3:
Fase Tumbuh Tinggi (1978-1986)
Fase yang cukup penting bagi ekonomi pertanian
Indonesia.
Sektor pertanian tumbuh di atas 5,7% karena
strategi pembangunan ekonomi yang berbasis
pertanian.
Produksi pangan, perkebunan, perikanan, dan
peternakan meningkat, dengan pertumbuhan
6,8%.
Peningkatan peran riset/iptek dalam pertanian
Lonjakan kinerja produksi, terutama pangan,
seperti beras, jagung, dan biji-bijian lainnya
Program Revolusi Hijau dan revolusi teknologi
pangan
Meningkatkan produktivitas pangan hingga 5,6%
dan memungkinkan
Tercapainya swasembada pangan pada tahun
1984. Ketika itu, daerah produksi padi identik
dengan kesejahteraan pedesaan.
Fase 3: Fase tumbuh tinggi (1978-1986).
Kelemahan:
• Revolusi Hijau melalui sistem monokultur yang
dipaksa di semua wilayah yang secara geografis
sangat beragam dan secara tradisional selama ini
mampu sub sisten dengan bahan makanan pokok lain,
seperti jagung, ubi, dan sagu menyebabkan
ketahanan pangan sangat rentan terhadap perubahan
iklim dan mengakibatkan ekologi memburuk.
• Revolusi Hijau juga memunculkan ketergantungan
petani kecil dan buruh tani pada tuan tanah dan pada
input pertanian yang mahal dari luar, seperti bibit,
Fase 4: Fase Dekonstruksi (1986-1997)
Akibat kebijakan yang diterapkan sebelum dan selama periode ini, sektor pertanian mengalami kontraksi pertumbuhan hingga di bawah 3,4% per tahun. Para perumus kebijakan dan ekonom mengacuhkan sektor ini sehingga pertanian terbengkalai.
Anggapan telah dicapainya keberhasilan swasembada pangan telah memunculkan persepsi bahwa pembangunan pertanian akan bergulir dengan sendirinya (taken for granted) dan melupakan prasyarat pemihakan dan kerja keras seperti yang dilakukan pada periode sebelumnya.
Masa gelap pertanian semakin kental dengan adanya kebijakan teknokratik pembangunan ekonomi yang mengarah pada strategi industrialisasi footloose secara besar-besaran pada awal tahun 1990-an.
Sejak 1980-an, berbagai komponen proteksi untuk sektor industri diberikan sehingga industri dan manufaktur tumbuh di atas dua digit per tahun. Saat itu muncul keyakinan Indonesia telah mampu bertransformasi dari negara agraris menjadi negara industri.
Kebijakan Pemerintah
• Menyedot seluruh sumberdaya dari sektor pertanian ke industri karena proyek-proyek pertanian dianggap tak bisa mendatangkan hasil secepat industri/investasi di perkotaan.
• Kebijakan pangan murah yang ada didesain untuk mensubsidi industri dengan cara menjaga harga barang-barang tetap terjangkau oleh upah para pekerja di perkotaan.
• Upaya proteksi besar-besaran secara sistematis terhadap industri itu membuat profitabilitas usaha pertanian tergerogoti, memicu kemerosotan investasi dan produktivitas di sektor pertanian, serta merapuhkan basis pertanian di tingkat yang paling dasar atau petani di pedesaan.
• Kebijakan pertanian yang sangat distortif sehingga meresahkan masyarakat. contoh, upaya memangkas rantai tata niaga komoditas dengan mendirikan lembaga pemasaran baru yang kental dengan aroma perburuan rente oleh pelaku ekonomi dan birokrasi yang sangat sentralistik.
• Kebijakan ini mengakibatkan ambruknya kesejahteraan petani dan melencengnya pembangunan di Indonesia.
Fase 5: Fase Krisis (1997-2001)
Pertanian yang sedang terpuruk harus
menanggung dampak krisis, yakni menyerap
limpahan tenaga kerja sektor informal dan
perkotaan, dan harus menjadi penyelamat
ekonomi Indonesia.
Ketergantungan petani pada input produksi
mahal dari luar akibat kebijakan di masa lalu,
menjadi bumerang pada saat panen gagal
akibat kekeringan atau saat krisis ketika keran
impor ditutup untuk menghemat devisa,
subsidi pupuk dicabut dan invasi beras dari
luar menyerbu pasar domestik, baik dalam
bentuk bantuan pangan murah, beras
selundupan maupun impor.
Fase 6 : Transisi & Desentralisasi
(2001-sekarang)
Fase transisi dan Desentralisasi
(2001-sekarang). Ini fase yang serba tidak jelas
bagi para pelaku ekonomi dan bagi sektor
pertanian Indonesia. Pembangunan
pertanian pada era desentralisasi, yang
mestinya diterjemahkan menjadi
peningkatan basis kemandirian daerah dan
wewenang daerah untuk lebih leluasa
melakukan kombinasi strategi pemanfaatan
keunggulan komparatif dan kompetitif,
ternyata tidak berjalan.
Pembangunan sektor pertanian di tangan
pemerintah daerah semakin terabaikan.
Sektor Pertanian dalam Struktur
Ekonomi Indonesia
Simpulan Fase Pertanian Indonesia
Dari gambaran periodisasi pembangunan pertanian dapatdisimpulkan naik turunnya pertanian sangat terkait dengan kebijakan ekonomi makro.
Tidak ada kebijakan yang konsisten, sistematis, dan terencana untuk mengembangkan sektor pertanian, dengan menjadikan pembangunan pertanian sebagai bagian penting dari kebijakan pembangunan ekonomi nasional dan pengu-rangan kemiskinan secara keseluruhan.
Juga tidak ada kebijakan secara sadar untuk menjadikan keunggulan komparatif di sektor pertanian sebagai dasar membangun industri berbasis pertanian.
Pertanian Masa Depan:
Masalah Pangan dan Enerji
• Pangan
– Bagaimana menyediakan pangan
penduduk dunia yang terus meningkat
– Ketersediaan sumberdaya terbatas
Data Penduduk Dunia dan
Ketersediaan Lahan
Penduduk Dunia • Tahun 1350 : 300 Jt • Tahun 1700 : 600 Jt • Tahun 1800 : 900 Jt • Tahun 1900 : 1,6 M • Tahun 1950 : 2,4 M • Tahun 1985 : 5 M • Tahun 2005 : 6 M • Tahun 2020 : 8 M • Tahun 2050 : 9 M Lahan Pertanian • Tahun 1980 : 0,32 ha/Kapita • Tahun 1990 : 0,29 ha/Kapita • Tahun 2000 : 0,25 ha/Kapita • Tahun 2005 : 0,24 ha/KapitaPertanian Mendatang
• Enerji
– Bagaimana menyediakan enerji
terbarukan bagi kebutuhan dunia
industri
– Ketersediaan BBM sebagai enerji tak
terbarukan semakin langka dan
menimbulkan dampak negatif terhadap
bumi
Enerji tak terbarukan Enerji Terbarukan
Peran Pertanian dalam Pengembangan Enerji Terbarukan: - Etanol - Biofuel - Bio-diesel, dll Permintaan produk pertanian