• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Agroindustri Karet Alam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Agroindustri Karet Alam"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

4.1 Kondisi Situasional

Sistem agroindustri karet alam merupakan rangkaian industri dari hulu ke hilir yang membentuk struktur rantai pasok guna menghasilkan berbagai barang pada industri hilir. Produk yang dihasilkan agroindustri karet alam sebagai hasil pengolahan bahan baku dari kebun dikelompokkan menjadi produk 1) karet untuk bahan baku industri barang jadi karet padat seperti ban dan komponen 2) lateks untuk bahan baku industri barang jadi lateks seperti sarung tangan.

Agroindustri karet alam berdasarkan kepemilikan dikelompokan atas atas 1) perkebunan besar milik negara, 2) perkebunan besar milik swasta dan 3) perkebunan rakyat. Perkebunan besar umumnya memiliki pabrik dengan fasilitas produksi yang mampu menghasilkan komoditas primer berbentuk lateks pekat, dan karet jenis sheet, creepe dan karet spesifikasi teknis. Pada penelitian ini agroindustri yang menjadi fokus penelitian adalah agroindustri perkebunan besar milik negara yaitu PT Perkebunan Nusantara VIII dan PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk. sebagai perkebunan besar swasta. Untuk mendapatkan gambaran kondisi agroindustri karet spesifikasi teknis secara lebih komprehensif, pada sub bab selanjutnya dipaparkan beberapa aspek yang terkait dengan objek yang dikaji pada penelitian ini.

4.1.1 Agroindustri Karet Alam

Agroindustri karet alam merupakan industri yang mengolah lateks atau koagulum menjadi berbagai produk primer karet alam. Bahan baku untuk memproduksi karet alam diperoleh dari getah hasil penyadapan batang tanaman Hevea Brasiliensis. Getah yang terdapat terdapat pada lapisan kambiun batang karet disadap untuk menghasilkan cairan segar bewarna putih sampai kekuningan yang disebut dengan lateks. Komponen utama lateks adalah senyawa hidrokarbon dan sejumlah kecil bagian bukan karet seperti lemak, glikolipida, fosfolipida, protein, karbohidrat, bahan anorganik. Kadar karet kering lateks berkisar 35 % yang dipengaruhi oleh faktor umur tanaman, musim dan tenggang waktu penyadapan (Tanaka, 1998 dalam Utama, 2003)

(2)

Lateks hasil sadapan diolah menjadi berbagai jenis barang yang dapat dikelompokkan menjadi barang jadi karet dan barang jadi lateks. Pemekatan lateks hasil sadapan menghasilkan lateks pekat dan lateks dadih yang dijadikan sebagai bahan baku barang jadi lateks seperti karet busa, sarung tangan dan lain-lain. Selain untuk menghasilkan lateks pekat concentrate latex), cairan lateks merupakan bahan baku untuk menghasilkan karet berkualitas tinggi seperti Ribbed Smoked Shee (RSS), Standar Indonesian Rubber (SIR) bermutu tinggi seperti SIR- 3CV, SIR-3L dan lainnya. Lateks yang telah menggumpal pada umumnya digunakan untuk membuat SIR berkualitas rendah seperti SIR-10, SIR-20 dan beberapa jenis karet lain. Pohon industri karet yang menggambarkan pemanfaatan hasil tanaman karet dapat dilihat pada Gambar 15.

Agroindustri karet alam sebagai pemasok bahan baku untuk berbagai keperluan industri tumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan total ekspor karet alam (Tabel 2) menunjukan peningkatan dari tahun 2005 sampai 2008, namun mengalami penurunan pada tahun 2009 karena dampak krisis keuangan global. Pada tahun 2010 kembali terjadi peningkatan ekspor seiring membaiknya perekonomian dunia.

Tabel 2 Ekspor karet alam Indonesia tahun 2005 – 2010 (metrik ton)

(3)
(4)

Penurunan total ekspor pada tahun 2009 sebesar 13,25% merupakan dampak krisis global pada tahun 2008, yang mengakibatkan penurunan kinerja industri dari negara pengimpor karet alam seperti Amerika Serikat. Setelah tahun 2009 sejalan dengan membaiknya krisis ekonomi, terjadi peningkatan ekspor karet alam. Pada tahun tahun 2010 ekspor karet alam Indonesia meningkat sebesar 18,11% atau senilai 360.652 metrik ton dibanding nilai ekspor tahun 2009. Sumbangan ekspor terbesar adalah jenis karet spesifikasi teknis yang dikenal dengan Standar Indonesian Rubber (SIR) dengan jenis mutu SIR 3L, SIR 3CV, SIR 10 dan SIR 20. Grafik perbandingan ekspor setiap jenis mutu SIR disajikan pada Gambar 16.

Gambar 16 Ekspor karet alam Indonesia ( Gapkindo 2011)

Jenis karet spesifikasi teknis yang memiliki nilai ekspor tertinggi adalah SIR 20 mencapai 2.165.148 ton atau 92% dari keseluruhan total ekspor karet. Volume permintaan negara pengimpor terhadap TSR 20 meningkat seiring dengan pertumbuhan industri otomotif. Menurut Honggokusumo (2011), tahun 2010 produksi kendaraan bermotor dunia mencapai 62.279.000 unit dan meningkat menjadi 75.368.000 unit pada tahun 2011. Peningkatan sebesar 21% didorong oleh meningkatnya daya beli masyarakat setelah krisis pada tahun 2008. Peningkatan produksi kendaraan bermotor, mendorong peningkatan kebutuhan industri ban terhadap TSR 20, sehingga mendorong pergerakan harga TSR 20 mendekati harga komoditas sheet (RSS 3) seperti disajikan pada Gambar 17.

-500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Vol u m e Expo rt (M et ri c Ton )

Ekspor Karet Alam Indonesia

Latex Concentrate Ribbed smoked sheet *) Standard Indoesian Rubber

(5)

Gambar 17 Perkembangan harga karet, minyak mentah dan nilai tukar JPY/USD (Honggokusumo, 2011)

4.1.2 Karet Spesifikasi Teknis

Karet Spesifikasi Teknis (Technically Specified Rubber, TSR) adalah jenis karet alam, yang dalam perdagangan Internasional dikenal dengan nama block rubber. TSR merupakan karet alam dalam bentuk balok yang berasal dari lateks segar maupun koagulum lapang. Di Indonesia karet spesfikasi teknis sering disebut sebagai karet remah (crumb rubber). Berbeda dengan di Indonesia dalam perdagangan karet Internasional crumb rubber adalah karet alam yang berasal dari hasil pencacahan barang bekas yang berasal dari berbagai produk hilir karet alam seperti ban bekas. Karet spesifikasi teknis dalam perdagangan karet di Indonesia dikenal juga dengan nama Standard Indonesian Rubber (SIR).

Indonesia sebagai penghasil karet nomor dua dunia, sejak tahun 1969 memiliki skema Standard Indonesian Rubber yang disingkat dengan SIR. Skema SIR memiliki tingkat mutu dengan parameter mutu sesuai dengan ketetapan

(6)

Standar Nasional Indonesia, yang disajikan pada Tabel 3. Parameter mutu yang utama sebagai pembeda setiap jenis SIR adalah kadar kotoran dan indeks yang plastisitas (PRI).

Tabel 3. Skema Standard Indonesian Rubber (SIR) (SNI 06-1903-1990)

Keterangan :

*) CV-50 : 45-55, CV-60 : 55-65, CV-70 : 65-75

**) Disertakan rheograph dari karakteristik vulkanisasinya

a)

Koagulum lateks tipis adalah lateks segar yang digumpalkan dengan asam fomiat, kemudian digiling dengan ketebalan 1.5-2 cm

b) Koagulum lapangan adalah jenis-jenis bahan olah karet, baik dari perkebunan rakyat maupun perkebunan

besar yang tercantum dalam Standar Pertanian Indonesia yaitu sit angin, slab tipis, lump mangkok dan gumpalan lainnya berupa getah sadap, getah pohon yang selama penyimpanannya tidak boleh direndam dengan air atau terkena sinar matahari langsung.

PRI= Plasticity Retention Index Po= Initial Plasticity SIR=Standard Indonesian Rubber

SKEMA Lateks Kebun Koagulum Lateks Tipis a) Koagulum

Lapangan b) SIR 3CV SIR 3L SIR 3WF SIR 5 SIR 10 SIR 20 Kadar kotoran, % maks.(b/b) 0.03 0.03 0.03 0.05 0.10 0.20 Kadar abu, % maks.(b/b) 0.50 0.50 0.50 0.50 0.75 1.00 Zat menguap, % maks.(b/b) 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 PRI, minimum 60 75 75 70 60 50 Po, minimum - 30 30 30 30 30 Nitrogen, % aks..(b/b) 0.60 0.60 0.60 0.60 0.60 0.60 Visk.ASHT maks.,Wallace 8 - - - - - VM, ML(1+4) 100˚ C *) - - - - - Warna, Lovibond - 6 - - - - Curing Charac-teristic **) **) **) - - - Warna lambang pada kemasan

Hijau Hijau Hijau Hijau garis

coklat

Coklat Merah

Warna palstik pembungkus

Transparan Transparan Transparan Transparan Transparan Transparan Tebal plastik, mm 0.02-0.04 0.02-0.04 0.02-0.04 0.02-0.04 0.02-0.04 0.02-0.04 Titik leleh plastik,

min.˚C 108 108 108 108 108 108

(7)

Indonesia merupakan pengekspor karet spesifikasi teknis terbesar dunia, dibandingkan dengan negara penghasil karet utama seperti Malaysia dan Thailand (Tabel 4). Besarnya nilai ekspor TSR Indonesia adalah sumbangan dari perkebunan rakyat yang sebagian besar menghasilkan koagulum sebagai bahan baku karet spesifikasi teknis kualitas rendah seperti SIR 10 dan SIR 20. Berbeda dengan Thailand yang mengembangkan RSS sebagai produk unggulan, sehingga menjadikan Thailand sebagai negara penghasil karet terbesar di dunia.

Tabel 4 Ekspor TSR dari Indonesia, Malaysia dan Thailand (ribu ton)

Tahun Indonesia Malaysia Thailand

2003 1.590,4 849,4 912,6 2004 1.707,4 1.008,1 998,0 2005 1.685,6 1.056,0 1.109,3 2006 1.953,3 1.064,0 1.069,3 2007 2.122,3 952,0 1.103,8 2008 2.148,5 861,8 1.132,1 2009 1.905,0 617,4 950,6 Sumber : IRSG (2010)

Berdasarkan perkembangan tahun 2003 - 2009, jumlah ekspor TSR yang dihasilkan oleh tiga negara penghasil karet (Indonesia, Malaysia dan Thailand) mengalami peningkatan yang signifikan (Gambar 18). Sumbangan ekspor TSR Indonesia merupakan hasil pengolahan dari perkebunan rakyat.

Gambar 18 Grafik perbandingan ekspor karet spesifikasi teknis (IRSG, 2010) -500.0 1,000.0 1,500.0 2,000.0 2,500.0 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Indonesia Malaysia Thailand ekspor (metrik ton)

(8)

Nilai ekspor terbesar dari jenis SIR adalah SIR 20 yang banyak digunakan dalam industri ban dan industri komponen karet. Grafik perbandingan ekspor setiap jenis SIR mengacu kepada perkembangan ekspor karet alam Indonesia (Tabel 2) ditunjukkan pada Gambar 19. Porsi ekspor SIR 20 sekitar 83% dari keseluruhan nilai ekspor karet alam.

Gambar 19 Ekspor karet alam jenis SIR (Gapkindo, 2011)

Tingginya kebutuhan industri hilir terhadap karet spesifikasi teknis mendorong pergerakan harga baik dalam pasar fisik maupun pasar berjangka. Karet spesifikasi teknis sebagai salah satu komoditi yang diperdagangkan dalam pasar komoditi mengkibatkan adanya fluktuasi harga yang mendorong dinamika pertumbuhan permintaan dunia. Perkembangan harga terbaru dari TSR 20 dengan mengacu pada data statistik yang dikeluarkan oleh IRCo (International Rubber Consortium Limited) dalam portal www.IRCo.biz yang diakses pada bulan Januari 2012, ditampilkan pada Tabel 5. IRCo adalah lembaga yang dibentuk oleh konsorsium tiga negara penghasil karet yaitu Indonesia, Malaysia dan Thailand yang melakukan fungsi kordinasi pasokan karet alam dari ketiga negara tersebut dan berlokasi di Thailand.

Harga jenis TSR 20 di pasar fisik untuk produksi Indonesia dengan jenis SIR 20 secara rata-rata lebih rendah 1,24 US cent/kg dibanding produksi Malaysia

0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Vo lu m e E xp o rt ( To n )

Volume Ekspor Standard Indonesian Rubber

SIR 3L SIR 3CV SIR 10 SIR 20 Others SIR *)

(9)

Tabel 5 Harga beberapa jenis karet bulan Desember 2011 (US cent/kg)

Tanggal Pasar Fisik SICOM

SIR 20 SMR 20 TSR 20 RSS3 1 336,20 340,00 336,20 341,00 2 336,90 335,00 336,90 342,00 5 338,50 342,00 338,50 344,10 6 338,80 345,00 338,80 346,90 7 351,30 347,00 351,30 365,10 8 350,00 355,00 350,00 360,90 9 342,80 348,00 342,80 347,80 12 337,50 344,00 337,50 344,70 13 336,30 338,00 336,30 341,90 14 336,90 340,00 336,90 338,50 15 327,70 337,00 327,70 333,30 16 338,00 340,00 333,00 340,00 19 334,00 336,00 330,50 332,80 20 337,00 336,00 334,00 336,20 21 343,00 342,00 338,50 342,70 22 341,00 340,00 337,20 341,50 23 345,00 341,00 339,20 345,70 27 340,00 340,00 333,80 338,00 28 337,00 335,00 331,80 334,00 29 330,00 327,00 327,00 328,00 30 330,00 326,00 324,30 329,70 Rata-rata 338,47 339,71 336,30 341,66 Tertinggi 351,30 355,00 351,30 365,10 Terendah 327,70 326,00 324,30 328,00 Sumber IRCo.biz, (2012)

yang dikenal dengan Standard Malaysia Rubber (SMR) 20. Perbedaan harga selain disebabkan perbedaan parameter mutu juga adanya unsur spekulasi pasar. Jika dibandingkan harga rata-rata RSS 3 dan TSR 20 di pasar berjangka SICOM lebih tinggi 5,36 US cent/kg. Faktor lebih tingginya harga RSS 3 ini, menjadi pendorong bagi agroindustri karet alam berskala besar untuk memproduksi RSS 3 lebih banyak dibanding dengan TSR 20. Perkembangan produksi terbaik untuk RSS 3 di dunia adalah negara Thailand.

Harga komoditas karet di pasar fisik dan bursa komoditas memiliki perbedaan yang relatif besar, karena mekanisme ke dua pasar ini memiliki sistem yang berbeda. Transaksi jual beli secara forward menyebabkan harga di pasar

(10)

komoditas relatif lebuh tinggi dibanding harga pasar fisik. Perbandingan harga untuk TSR 20 dan RSS3 sepanjang bulan Desember tahun 2011 berdasarkan data yang diolah dari portal IRCo. biz ditampilkan pada Gambar 20.

Gambar 20 Perkembangan harga TSR 20 dan RSS3 di pasar fisik dan bursa SICOM pada Bulan Desember 2011 (IRCo.biz, 2012)

Selain faktor harga, faktor lain yang mendorong permintaan dan harga karet spesifikasi teknis adalah harga minyak mentah. Dampak kenaikan harga minyak mentah secara langsung mengakibatkan kenaikan harga karet sintetis yang menggunakan minyak mentah sebagai bahan baku, sehingga harga karet sintetis menjadi lebih tinggi. Tingginya harga karet sintetis akan mendorong peningkatan permintaan karet alam.

Perkembangan impor dari negara industri sebagai pengimpor karet dunia secara umum meningkat dari tahun 2003 sampai 2008. Akibat perlambatan pertumbuhan industri sebagai dampak krisis global pada tahun 2009 terjadi penurunan jumlah impor karet alam negara pengimpor, kecuali impor oleh negara China tetap tumbuh seiring menguatnya industri di negara tersebut. Jumlah impor karet alam oleh negara pengimpor utama berdasarkan data IRSG (2010) disajikan pada Tabel 6. 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 1 2 5 6 7 8 9 12 13 14 15 16 19 20 21 22 23 27 28 29 30 Harga TSR 20 dan RSS 3 di Pasar Fisik dan Bursa SICOM (USD cent/kg)

(11)

Tabel 6 Jumlah impor karet alam oleh negara pengimpor utama (metrik ton)

Tahun USA Jepang China Singapura Korea Jerman

2003 1.119,8 791,8 1.149,6 140,1 342,2 283,0 2004 1.156,2 800,7 1.205,9 145,8 352,3 270,2 2005 1.169,7 848,6 1.445,4 148,6 370,5 282,2 2006 1.011,6 885,9 1.885,3 181,7 364,7 295,5 2007 1.028,5 850,0 1.888,6 156,0 378,0 330,3 2008 1.052,3 849,2 1.947,9 157,3 359,1 281,5 2009 704,8 596,0 2.463,2 111,2 332,1 229,8 Sumber : IRSG (2010)

China adalah negara pengimpor karet alam terbesar di dunia, dengan permintaan mencapai 2,46 juta ton pada tahun 2009. Berbeda dengan Amerika Serikat sebagai pengimpor kedua terbesar, dan negara industri sebagai pengimpor utama lainnya pada tahun 2009 terjadi penurunan jumlah impor karena dampak krisis ekonomi di negara tersebut.

Gambar 21 Perkembangan jumlah impor negara pengimpor utama (IRSG, 2010)

4.1.3 Bahan baku dan Proses Produksi Karet Spesifikasi Teknis

Bahan baku karet spesifikasi teknis dapat berupa lateks kebun atau koagulum. Lateks kebun dapat diolah menjadi karet spesifikasi teknis bermutu tinggi dengan jenis mutu SIR 3L, SIR 3CV, SIR 3WF, sedang koagulum lapangan seperti slab, lump dan ojol diolah menjadi SIR 10 dan SIR 20 yang memiliki mutu rendah. Lateks dapat dihasilkan dari kebun sendiri dengan tetap

-500.0 1,000.0 1,500.0 2,000.0 2,500.0 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

IMPOR KARET ALAM

USA Jepang China Singapura Korea Jerman

(12)

menjaga kestabilan molekul-molekul sehingga tidak terjadi koagulasi. Kemampuan kebun karet untuk menghasilkan lateks dipengaruhi beberapa faktor diantaranya :

1. Kegiatan Sadap Karet

Penyadapan dilakukan dengan mengiris sebagian dari kulit batang. Sistem penyadapan diharapkan mampu menghasilkan lateks dalam jumlah banyak, dengan biaya rendah, dan tidak mengganggu kesinambungan produksi tanaman. Jumlah lateks yang keluar kecepatan alirannya dipengaruhi oleh tekanan turgor sel. Tekanan turgor mencapai maksimum pada saat menjelang fajar, dan akan menurun bila hari semakin siang. Oleh karena itu penyadapan sebaiknya dilakukan sepagi mungkin setelah penyadap dapat melihat tanaman dengan jelas, yaitu jam 05.00 – 07.00 pagi.

2. Penentuan Matang Sadap

Langkah awal untuk dapat melakukan kegiatan penyadapan karet adalah menentukan tingkat matang sadap kebun. Kebun dikatakan matang sadap kebun apabila jumlah tanaman yang sudah matang sadap pohon sudah mencapi 60% atau lebih. Pada kebun yang terpelihara dengan baik, jumlah tanaman yang matang sadap pohon biasanya telah mencapai 60-70% pada umur 4-5 tahun. Faktor penentu kamatangan sadap yang lainnya adalah :

a. Umur Tanaman.

Penyadapan dapat dilakukan sekitar umur 4.5-6 tahun tergantung pada klon dan lingkungan. Secara rata-rata pohon karet dapat menghasilkan getah sampai umur 25 tahun.

b. Pengukuran lilit batang

Lilit batang telah disepakati sebagai pedoman untuk mengetahui pertumbuhan tanaman karet, karena hasil tanaman karet berupa lateks diperoleh dari batangnya (kulit batang). Tanaman karet dikatakan matang sadap apabila lilit batang sudah mencapai 45 cm atau lebih, ketinggian 100 cm dpo (di atas pertautan okulasi), tebal kulit 0,6 – 0,8 cm dan kondisi pohon sehat ditandai warna daun hijau mengkilat.

(13)

c. Iklim dan cuaca

Produksi lateks kebun menurun pada musim hujan karena terhambatnya proses penyadapan. Tetesan air hujan mengandung ion-ion dapat menggumpalkan karet membentuk lump. Pada saat kemarau tanaman karet mengalami gugur daun yang juga mempengaruhi jumlah hasil sadapan lateks. Pengaruh iklim pada produktifitas penyadapan karet sangat dipengaruhi musim. Secara umum musim kemarau berlangsung dari bulan April sampai September dan musim hujan dari Oktober sampai Maret. Selain penyimpangan iklim di Indonesia adalah adanya fenomena ENSO ( El Nino and Southern Oscillation), dimana El Nino biasanya berasosiasi dengan terjadinya kemarau panjang sedangkan La Nina berasosiasi dengan kejadian banjir (Boer, 2003).

Untuk menghasilkan karet spesifikasi teknis dengan bahan baku lateks kebun atau dengan koagulum lapang melalui beberapa tahapan proses yang dilakukan pada mesin-mesin pemrosesan. Tahapan proses produksi yang berasal dari koagulum yang dihasilkan dari petani umumnya diproses mengikuti tahapan pembersihan dilanjutkan dengan pengecilan ukuran bahan baku, penggilingan, peremahan, pengeringan dan pengempaan sampai dihasilkan bongkahan karet kering. Proses produksi yang menggunakan bahan baku dari kebun sendiri umumnya memiliki proses yang lebih pendek karena proses penyadapan mengikuti syarat mutu yang diinginkan. (Maspanger dan Honggokusumo, 2004 dalam Utomo 2008). Diagram alir proses pengolahan karet spesifikasi teknis ditampilkan pada Gambar 22.

Produksi karet spesifikasi teknissecara komersial di Indonesia mulai tahun 1968 dengan skema SIR. Teknologi pengolahan karet remah dan skema SIR terus berkembang sejalan dengan upaya peningkatan efisiensi dan mutu serta kondisi bahan olah karet rakyat yang berasal dari petani. (Suparto et al. 2002). Beberapa alasan berkembangnya karet alam jenis SIR 20 di Indonesia, diantaranya :

1. Perkebunan rakyat dengan luas mencapai 80 % dari total area tanam karet Indonesia, sulit untuk menjaga kestabilan lateks cair. Hasil sadap dari tanaman karet langsung membeku secara alami maupun setelah penambahan koagulan sehingga langsung menjadi koagulum yang hanya bisa menghasilkan karet spesifikasi teknis bermutu rendah.

(14)

2. Permintaan karet spesifikasi teknis SIR 20 relatif tinggi, sehingga rakyat cenderung menghasilkan koagulum karena tingginya permintaan bahan baku.

Gambar 22 Proses pengolahan karet spesifikasi teknis (BPTK, 2002 dalam Utama, 2008)

4.1.4. Sistem Rantai Pasokan Karet Spesifikasi Teknis

Agroindustri karet spesifikasi teknis memiliki peran penting sebagai pemasok bahan baku bagi industri hilir. Struktur dari rantai pasok agroindustri

lump/slab Sortasi (slicer, preblending) pembersihan (washing tank) Penambahan HNS (SIR 3CV), SMBS (SIR 3L) Penerimaan, penyaringan, pengenceran, koagulasi Lateks Kebun Cougulum Crusher Macerator/creper Shredder Dryer Pengempaan & pengemasan Macerator/creper Hammer Mill Dryer Pengempaan & pengemasan SIR 3, SIR 10, SIR 20

(15)

karet spesifikasi teknis jika digambarkan mengikuti pohon industrinya dari paling hulu sampai hilir membentuk rantai yang bercabang dan kompleks. Agroindustri karet spesifikasi teknis dapat dikelompokkan menjadi; 1) karet spesifikasi teknis yang diproduksi secara terintegrasi dalam satu unit usaha yang meliputi perkebunan karet, unit produksi dan pengumpulan lateks kebun, proses pengolahan lateks menjadi karet spesifikasi teknis dan 2) karet spesifikasi teknis yang diproduksi tanpa adanya integrasi antar pelaku yang melibatkan petani sebagai penghasil bahan baku, pedagang perantara dan kelembagaan petani sebagai pengumpul bokar dan pabrik karet sebagai pengolah.

Penelitian untuk mempelajari rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis dilakukan pada PTPN VIII dan PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk. Pertimbangan untuk memilih perkebunan besar negara dan swasta adalah ; 1) memiliki unit yang terintegrasi dari kebun sebagai pemasok, pabrik sebagai pengolah, 2) pemasaran dilakukan oleh unit usaha terpisah, 3) pernah memiliki kerjasama dalam pasokan bahan baku dengan petani karet yang berada di sekitar lokasi dan, 4) memiliki unit pabrik pengolahan karet spesifikasi teknis yang beroperasi di bawah kapasitas terpasang. Sistem rantai pasok agroindustri karet

spesifikasi teknis terdiri atas rantai pemasok bahan baku,

produksi,distributor,industri pengguna dan konsumen sebagaimana ditampilkan pada Gambar 23. Factory Warehouse Kebun Sendiri Petani Pedagang Pengumpul Distributor Pasar Ekspor Konsumen Lokal Industri Pengguna Konsumen Akhir

(16)

Untuk peningkatan produksi karet spesifikasi teknis dalam rangka pemanfaatan kapasitas terpasang pada lantai produksi maka perlu dirancang suatu sistem manajemen ahli untuk perencanaan produksi sehingga jumlah kebutuhan pasokan bahan baku dapat direncanakan. Selain pasokan berupa lateks yang berasal dari kebun sendiri, pasokan bahan baku juga diperoleh dari petani karet dalam bentuk bokar (bahan olah karet). Petani tidak secara langsung memasok bahan olah karet ke agroindustri karet spesifikasi teknis. Secara spasial petani terpisah dengan jarak yang relatif jauh dengan pusat pengolahan karet spesifikasi teknis, kondisi ini mengakibatkan suatu struktur pasar bahan olah karet yang kompleks.

PTPN VIII sebagai salah satu badan usaha milik negara merupakan penghasil berbagai jenis karet alam yang terdiri dari karet lateks pekat, ribbed smoked sheet (RSS) dan karet spesifikasi teknis (SIR). Keragaman hasil produksi tahun 2009 dari PTPN VIII disajikan pada Gambar 24, komposisi terbesar dibandingkan total ekspor adalah jenis RSS mencapai 71%, sedangkan untuk SIR 10 sebesar 20% dan SIR 10 hanya 4%. Perkebunan karet yang dikelola oleh PTPN VIII seluas 25.536 hektar yang tersebar di 14 kebun karet. Jumlah pabrik yang menghasilkan RSS ada 13 pabrik dengan 2 pabrik pengolah TPC, 3 pabrik concentrated latex dengan kapasitas terpasang 35.750 ton.

Hasil produksi karet spesifikasi teknis pada PTPN pada umumnya relatif rendah dibanding produksi RSS (lampiran 1- 4), karena harga RSS lebih tinggi dibanding SIR 20. Perkembangan harga SIR relatif meningkat dibanding harga RSS, sehingga perlu dilakukan kajian perubahan strategi produksi sehingga mengikuti pola permintaaan TSR dunia yang cenderung meningkat, mengikuti pertumbuhan industri pengguna terutama industri otomotif. Harga karet spesifikasi teknis relatif murah dibanding dengan harga RSS, namun dengan besarnya volume penjualan SIR 20 secara keseluruhan memberikan nilai tambah yang signifikan bagi PTPN VIII dengan volume penjualan sebagai faktor kali peningkatan pendapatan. Pemanfaatan kapasitas pengolahan pabrik karet spesifikasi teknis diharapkan akan mendorong penyerapan bokar yang dihasilkan petani karet yang berada disekitar pabrik, sehingga mampu meningkatkan pendapatan dan produktifitas kebun yang dimiliki oleh petani.

(17)

Gambar 24 Komposisi jumlah ekspor karet alam (kg) produksi PTPN VIII

Selain di PTPN VIII penelitian juga dilakukan di PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk (PT BSP). Sedikit berbeda dalam struktur rantai pasok PT. BSP dengan PTPN VIII fungsi distribusi dilakukan secara langsung melalui bursa komoditas juga dengan pelelangan langsung di perusahaan. Pola produksi dilakukan dengan gabungan make to stock dan make to order. Strategi berproduksi berdasarkan pesanan merupakan upaya untuk memenuhi kontrak yang diperoleh dari perdagangan terutama berdasarkan transaksi di pasar komoditas. Hasil produksi dari strategi make to stock merupakan upaya untuk memanfaatkan kelebihan jumlah pasokan bahan baku dari jenis high grade atau pasokan koagulum yang berasal dari petani.

Jenis karet yang diproduksi juga beragam dan yang paling banyak adalah jenis lateks pekat (Lampiran 8-10). Secara umum perbandingan antara komposisi jenis karet yang diproduksi memiliki kecendrungan berimbang dengan jumlah terbesar yang diproduksi adalah lateks pekat mencapai 27%, SIR 3CV sebesar 24 %, sedangkan SIR 10/20 sebesar 23% dengan teta[ mempertimbangkan pergerakan harga dari jenis karet. Lateks pekat memiliki harga relatif tinggi dibanding produk lainnya, namun jika ditinjau dari jumlah permintaan dan kenaikan harga maka karet jenis SIR 20 mengalami pertumbuhan yang relatif signifikan. RSS ; 10.397.708 TPC; 486.315 SIR 3L; 241.920 SIR 3WF; 59.220 SIR 5; 52.920 SIR 10; 2.943.360 SIR 20; 584.640

(18)

4.2 Pendekatan Sistem

Sistem adalah kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisir untuk mencapai suatu atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan sintesa untuk memperoleh harmonisasi konflik kebutuhan antar pelaku sistem sehingga memberikan penyelesaian masalah secara sistematis untuk menghasilkan suatu operasi sistem yang dianggap efektif. Tahapan yang dilakukan dalam pendekatan sistem dimulai dengan analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan sistem, validasi model dan implementasi model (Eriyatno, 1999). Kajian sistem rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis pada penelitian ini, dimulai dengan membahas aspek yang berkaitan dengan analisis kebutuhan.

4.2.1 Analisis Kebutuhan

Sistem manajemen ahli yang direkayasa harus mampu memenuhi kebutuhan pihak yang berkepentingan yang berada dalam lingkungan kajian sistem. Sistem rantai pasok pada agroindustri karet spesifikasi teknis yang dikelola oleh perkebunan besar melibatkan beberapa pihak yang saling berkepentingan. Pihak-pihak yang berkepentingan memiliki kebutuhan yang saling menguntungkan, atau memiliki potensi saling konflik. Pendekatan sistem untuk memperoleh harmonisasi konflik kebutuhan antar pelaku dalam sistem.

Pihak yang berkepentingan (stakeholder) dalam rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis yang menjadi objek kajian baik pada PTPN VIII maupun PT BSP pada penelitian ini dibatasi pada tiga mata rantai yaitu, 1) pemasok yang terdiri atas unit kebun milik petani (perkebunan rakyat), 2) prosesor yaitu unit pabrik milik yang memproduksi karet spesifikasi teknis, 3) distribusi sebagai unit pemasaran. Untuk melengkapi informasi dalam menganalisis kebutuhan perlu dilibatkan konsumen utama, dalam penelitian ini konsumen sebagi salah satu pengguna karet alam utama adalah pabrik ban.

Pabrik pengolahan berlokasi pada daerah perkebunan karet yang menampung hasil sadapan karet dari kebun sendiri dan dari kebun rakyat baik berbentuk lateks maupun lump. Sesuai dengan kebijakan Pemerintah sebagai pemilik perkebunan negara, fungsi pemasaran hasil perkebunan dilaksanakan

(19)

oleh badan usaha PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPB Nusantara). Pada PT BSP disribusi dilakukan oleh unit pemasaran yang masih berada dalam satu kesatuan entitas dengan agroindustri.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan setiap pihak dalam pengelolaan rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis maka penting dilakukan analisis kebutuhan dari pihak yang berkepentingan dalam struktur rantai pasok. Identifikasi kebutuhan sistem dilakukan melalui wawancara dengan pemasok (pengelola kebun PTPN VIII dan petani karet pemasok PTPN VIII), prosesor (pengelola pabrik PTPN VIII kebun Cikumpay), distributor (PT. KPBN), konsumen (pembeli di PT. KPBN dan pabrik ban). Hasil wawancara untuk mengindentifikasi kebutuhan pihak yang berkepentingan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Analisis kebutuhan pelaku utama pengelolaan rantai pasok karet spesifikasi teknis

No Pihak Kebutuhan

1 Petani karet 1.Harga jual bokar stabil dan layak 2.Jaminan pemasaran

3.Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan 4.Bimbingan dan pendampingan

2 Pengelola kebun 1.Informasi kebutuhan lateks atau bokar 2.Jadwal penyadapan kebun

3.Ketersediaan tenaga kerja

4.Jadwal dan ketersediaan transportasi 5.Peningkatan produktifitas kebun 3 Pengelola pabrik 1. Rencana kegiatan produksi

2. Peningkatan utilisasi mesin

3. Pemenuhan jumlah permintaan dan target produksi 4. Peningkatan mutu karet yang diproduksi

4 Distributor 1.Peningkatan jumlah penjualan

2.Margin keuntungan dan pendapatan yang tinggi 3.Prakiraan tingkat permintaan dan harga

4.Ketersediaan karet dalam jumlah, waktu yang tepat 5.Jaminan mutu karet

5 Konsumen 1.Kestabilan harga

2.Kestabilan pasokan 3.Kualitas karet yang sesuai

4.Kemudahan akses informasi pasar dan produk 6 Pemerintah 1.Peningkatan kinerja perkebunan negara

2.Peningkatan pendapatan negara 3.Peningkatan kesejahteraan petani

(20)

4.2.2 Formulasi permasalahan

Tujuan dari perancangan sistem model manajemen ahli perencanaan produksi pada penelitian ini adalah untuk meningkatkan kinerja dari pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis. Kesenjangan antara pemenuhan kebutuhan pelaku sistem berdasarkan analisis kebutuhan dengan tujuan yang telah ditetapkan disusun dalam bentuk formulasi permasalahan. Permasalahan yang dihadapi dapat diformulasikan sebagai berikut :

1. Pihak yang terlibat belum melakukan suatu kordinasi dalam perencanaan kegiatan produksi sehingga pengambilan keputusan secara sendiri-sendiri 2. Pengelola kebun dalam agroindustri tidak memiliki rencana penyadapan dan

jadwal pengiriman bahan olah karet dan lateks sesuai dengan kondisi penyadapan dan kebutuhan pabrik pengolah.

3. Pengelola pabrik belum mengoptimalkan utilisasi mesin karena kurangnya pasokan bahan olah karet.

4. Pengelola pabrik membutuhkan suatu mekanisme perencanaan produksi yang mengikuti perkembangan permintaan dan harga karet.

5. Pengelola pabrik membutuhkan suatu sistem pengambilan keputusan yang memudahkan dalam melakukan penyesuaian dalam periode yang lebih pendek. 6. Agroindustri membutuhkan suatu mekanisme pengukuran keberhasilan

penyusunan rencana produksi dan kemampuan pemasok dalam menjamin ketersediaan bahan baku.

7. Petani sebagai pemasok bahan olah karet tidak memiliki keterkaitan dan tidak terdapat suatu mekanisme jaminan pasokan dan pembelian dengan agroindustri.

8. Distributor membutuhkan suatu prakiraan untuk memprediksi jumlah produksi yang dapat ditawarkan dalam perdagangan.

4.2.3 Identifikasi Sistem

Rantai pasok merupakan sebuah sistem yang memiliki elemen-elemen yang teratur, saling berkaitan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam rangka merekayasa model perencanaan produksi untuk rantai pasok karet spesifikasi

(21)

Keluaran tak dikehendaki

Hasil rencana produksi tidak sesuai Pasokan bahan baku tidak sesuai Utilisasi mesin produksi rendah Peningkatan biaya

Ketidaktepatan pemenuhan pesanan pesanan

Masukan terkendali Produksi lateks dan bokar

kebun sendiri

Kapasitas olah pabrik Kebijakan produksi

Ketersediaan informasi

Keluaran dikehendaki

Rencana produksi yang tepat Ketepatan jumlah, waktu pasokan bahan baku

Peningkatan utilisasi kapasitas Ukuran kinerja produksi

Masukan tak terkendali

Harga karet alam dunia Permintaan dan penawaran karet dunia

Mutu dan ketersediaan bokar dari petani

Nilai tukar mata uang

Masukan Lingkungan

Pertumbuhan ekonomi dunia Kebijakan negara industri Kebijakan pemerintah Iklim dan cuaca Kondisi sosisl ekonomi

Model Perencanaan Produksi Rantai Pasok Karet Spesifikasi Teknis

Manajemen pengendalian rencana produksi

teknis, perlu dilakukan identifikasi faktor-faktor penting dari sistem dengan cara menggambarkan sistem yang dikaji dalam bentuk diagram input output, seperti yang disajikan pada Gambar 25. Identifikasi sistem diperlukan untuk memfokuskan pemodelan sistem yang dirancang

.

Gambar 25 Diagram input-output model perencanaan produksi karet spesifikasi teknis

Pada sistem perencanaan produksi rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis, masukan terkendali adalah hal yang berkaitan dengan faktor yang dapat dikelola oleh para pemangku kepntingan yaitu pemasok, pabrik dan distributor. Pengendalian terhadap input diharapkan dapat menghasilkan output yang menjadi

(22)

tujuan yang ingin dicapai yaitu peningkatan produktifitas kebun sehingga menjamin pasokan bahan baku, peningkatan utilisasi pabrik sehingga mampu meningkatkan produksi, mengelola persediaan dan peningkatan mutu produk sehingga secara keseluruhan mampu meningkatkan penjualan dan memberikan peningkatan keuntungan bagi seluruh mata rantai pada rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis.

Masukan tidak terkendali merupakan elemen sistem yang mempengaruhi pencapaian kinerja sistem, namun faktor-faktornya tidak dapat dikendalikan kondisinya. Dalam sistem perencanaan produksi agroindustri karet spesifikasi teknis masukan tak terkendali meliputi ; harga karet dunia, permintaan dan penawaran dunia, mutu dan ketersediaan bahan olah karet dari petani serta nilai tukar mata uang.

Selain keluaran yang dikendaki dalam sistem rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis juga terdapat keluaran yang tidak dikehendaki, sebagai dampak yang tidak diinginkan sehingga keberadaannya perlu ditekan. Keluaran tak dikehendaki dari hasil perencanaan produksi rantai pasok karet spesifikasi teknis adalah ketidaksesuain rencana produksi dengan dinamika pada sisi pasokan dan permintaan, ketidakmampuan pemasok dalam menyediakan bahan baku pada jumlah dan waktu yang tepat, pemanfaatan kapasitas mesin yang rendah sehingga berdampak pada peningkatan biaya.

Masukan dari lingkungan merupakan kondisi di luar sistem yang mempengaruhi kinerja sistem. Faktor lingkungan yang menjadi masukan dalam sistem ini adalah pertumbuhan ekonomi dunia, kebijakan negara industri pengguna karet alam, kebijakan Pemerintah Indonesia dalam sektor karet serta faktor iklim dan cuaca yang mempengaruhi kondisi bahan baku.

Gambar

Gambar 15  Pohon industri karet (BPTK, 2002 dalam Utama,2003)
Gambar 16  Ekspor karet alam Indonesia ( Gapkindo 2011)
Gambar 17 Perkembangan harga karet, minyak mentah dan   nilai tukar JPY/USD (Honggokusumo, 2011)
Tabel 3. Skema Standard Indonesian Rubber (SIR) (SNI 06-1903-1990)
+7

Referensi

Dokumen terkait