• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan hidup manusia yang mendasar secara umum yaitu kebutuhan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan hidup manusia yang mendasar secara umum yaitu kebutuhan"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kebutuhan hidup manusia yang mendasar secara umum yaitu kebutuhan akan sandang, pangan dan papan. Kebutuhan akan papan di sini diartikan sebagai kebutuhan manusia untuk memiliki tempat tinggal yang dapat digunakan sebagai tempat berteduh dan sebagai tempat membangun keluarga, kebutuhan akan papan ini juga sering disebut dengan kebutuhan primer yang tidak dapat diabaikan, karena dengan adanya tempat tinggal manusia dapat bermasyarakat sekaligus dapat membina kepribadiannya. 1

Tempat tinggal pada umumnya dalam bentuk rumah walaupun pada saat ini banyak bentuk lain yang dijadikan sebagai tempat tinggal oleh sebagian masyarakat seperti Apartemen dan Rumah Susun, tetapi konsep dasarnya tetap disebut dengan rumah. Apabila dilihat dari segi hukum, maka rumah dapat dijadikan sebagai tempat kedudukan alat domisili bagi setiap orang ketika melakukan hak dan kewajibannya di dalam hukum.

Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain pangan dan sandang. Namun kenyataannya tidak mudah bagi kebanyakan orang untuk bisa mempunyai rumah yang layak terutama di daerah-daerah berpenduduk padat dimana nilai rumah dan tanah relatif tinggi.

1

(2)

Begitu sulitnya mereka, khususnya golongan ekonomi lemah untuk memperoleh sebidang tanah sekadar untuk tempat tinggal atau dijadikan sumber hidup. Demikian pula mereka sangat rentan terhadap faktor-faktor yang mengakibatkan mereka kehilangan hak menguasai/memiliki tanah. Dilain pihak, sekelompok orang dengan mudah menguasai dan memiliki tanah dalam jumlah yang besar, ironisnya tidak sedikit tanah-tanah yang dikuasai itu tidak dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya bahkan ada yang diterlantarkan.

Pembangunan perumahan secara massal (komplek) khususnya rumah sederhana dan rumah sangat sederhana (RS/RSS) menjadi salah satu program pemerintah dalam memenuhi kebutuhan papan masyarakat yang sudah berlangsung lebih dari dua dekade terakhir. Terlepas dari kelemahan atau kekurangannya, pada kenyataannya pembangunan RS/RSS membuka peluang bagi masyarakat terutama golongan ekonomi menengah ke bawah untuk memperoleh tanah dan rumah. Pada umumnya perumahan massal dibangun di atas tanah dengan status Hak Guna Bangunan (HGB). Mengingat arti pentingnya kebutuhan akan rumah termasuk penguatan status hak atas tanahnya, pemenuhan kebutuhan perumahan tersebut akan lebih bermakna apabila hak atas tanahya berupa Hak Milik, mengingat Hak Milik merupakan hak atas tanah yang terpenuh dan terkuat yang dapat dipunyai seseorang disamping kemampuan Hak Milik menjadi induk dari hak atas tanah lain.

Menyadari dengan semakin meningkatnya pertambahan penduduk, memberikan pengaruh terhadap kebutuhan akan perumahan, apalagi masyarakat yang ada diperkotaan yang semakin lama jumlah penduduknya semakin banyak, sedangkan

(3)

untuk membangun rumah tersebut tidak semua masyarakat dapat melakukannya. Maka salah satu solusi yang terbaik bagi masyarakat yang ingin memiliki rumah dengan dana terbatas adalah dengan disediakannya perumahan sederhana, yang saat ini sedang dikembangkan baik oleh pihak pemerintah ataupun pihak swasta.

Program Pemerintah dalam hal menyediakan rumah sederhana yang dapat dijangkau oleh kemampuan keuangan masyarakat adalah dengan membangun perumahan yang dikenal dengan Perumnas atau Perumahan Nasional diseluruh wilayah Indonesia termasuk di Kota Medan dan sekitarnya. Di Kota Medan dan sekitarnya sudah dibangun beberapa Perumnas seperti Perumnas Helvetia, Perumnas Mandala, Perumnas Simalingkar dan terakhir Perumnas Martubung.

Tujuan pembangunan perumahan dan permukiman adalah untuk mewujudkan kawasan dan lingkungan perumahan dan permukiman dengan lingkungan hunian yang berimbang meliputi rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah dengan perbandingan dan kriteria tertentu sehingga dapat menampung secara serasi antara berbagai kelompok masyarakat dari berbagai kalangan seperti: profesi, tingkat ekonomi serta status sosial.

Dalam Surat Keputusan bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor : 648-384 tahun 1992 tentang Pedoman Pembangunan Perumahan dan Permukiman dengan Lingkungan Hunian yang Berimbang, bahwa yang di maksud dengan :

a. Kawasan Perumahan dan Permukiman adalah wilayah yang di tetapkan dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal atau hunian.

(4)

b. Lingkungan Perumahan dan Permukiman adalah kawasan perumahan dan permukiman yang mempunyai batas-batas dan ukuran yang jelas dengan penataan tanah dan ruang, prasarana serta sarana lingkungan yang terstruktur.2 Perumahan tersebut dibangun dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan, dimana dalam pasal 1 huruf a Keputusan Menteri Negara Agraria Nasional Nomor 9 tahun 1997 adalah hak bangunan induk adalah hak bangunan atas tanah yang kemudian dipecah menjadi bidang-bidang tanah yang lebih kecil (Kapling) atau sebagainya dipisahkan untuk di daftar sebagai tanah tersendiri.

Dalam proses pemecahan sertifikat para pemegang hak harus menyelesaikan berbagai administrasi serta melengkapi prosedur yang akan dipergunakan di dalam kepengurusan hak tersebut, dimana dalam proses kepengurusan peningkatan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik tersebut tidak terlepas dari peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Badan Pertanahan Nasional, dimana proses peningkatan tersebut dapat di jalankan oleh Badan Pertanahan Nasional yang akan mengeluarkan sertifikat Hak Milik.

Hak Guna Bangunan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang Pokok Agraria adalah Hak untuk memiliki dan mempunyai bangunan-bangunan diatas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Sedangkan Hak Milik sebagaimana disebutkan dalam Pasal 20 Undang-Undang Pokok Agraria adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat

2

Keputusan bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor : 648-384 tahun 1992 tentang Pedoman Pembangunan Perumahan dan

(5)

dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria.

Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1974, yang kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 1988, yang mana kemudian telah disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2004 tentang Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional.

Perum Perumnas Martubung adalah adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Perusahaan Umum (Perum) dimana keseluruhan sahamnya dimiliki oleh Pemerintah.

Sifat usaha dari perusahaan adalah menyediakan pelayanan jasa bagi kemanfaatan umum dengan memperoleh keuntungan berdasarkan prinsip pengurusan perusahaan.

Maksud didirikannya Perum Perumnas adalah untuk melaksanakan penataan perumahan dan permukiman bagi masyarakat dan dalam hal tertentu melaksanakan tugas-tugas tertentu yang diberikan oleh Pemerintah dalam rangka pemenuhan kebutuhan perumahan bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Dengan tujuan melaksanakan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang pembangunan perumahan rakyat yang layak dan terjangkau berdasarkan rencana tata ruang yang mendukung pengembangan wilayah secara berkelanjutan.3

3

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Perusahaan umum Perumahan nasional

(6)

Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut Perum Perumnas menyelenggarakan usaha-usaha sebagai berikut:4

1. Menyiapkan perencanaan proyek-proyek pembangunan perumahan rakyat dalam arti luas dan prasarana lingkungan.

2. Mengusahakan pembiayaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugasnya.

3. Menyiapkan, melaksanakan dan mengendalikan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan perumahan rakyat dan prasarana lingkungan yang mencakup penguasaan dan pematangan tanah, pembangunan perumahan, pembangunan prasarana lingkungan, perbaikan lingkungan serta kegiatan-kegiatan lainnya.

4. Mengelola tanah-tanah yang dikuasainya dengan kewenangan untuk : a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah;

b. Menggunakan tanah tersebut untuk usaha;

c. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah berikut rumah/bangunannya dan atau memindah tangankan (menjual) tanah yang sudah dimatangkan kepada pihak ketiga;

5. Melaksanakan dan mengusahakan unit-unit produksi bahan bangunan dan usaha penunjang lainnya dalam rangka pelaksanaan tugas pokok perusahaan dan melakukan hubungan kerja serta hal-hal lain.

4

(7)

Untuk melaksanakan tugas tersebut Perum Perumnas dapat menguasai tanah yang diperlukan dengan Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jika bekerja sendiri, Perum Perumnas akan kewalahan, sebab realisasi pengadaan perumahan masih jauh dari kurang dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat akan perumahan. Untuk itu perlu kerja sama dengan pihak swasta, misalnya dengan Developer, Persatuan Pengusaha Real Estate Indonesia (REI), Kontraktor, Bank Tabungan Negara (BTN), dan lain sebagainya. Adapun BTN selama ini membantu dan menjadi mitra kerja Perum Perumnas dalam mendanai pelaksanaan pembangunan perumahan.

Koordinasi tersebut bertujuan tidak lain untuk mengatur kebijaksanaan agar lingkungan perumahan di perkotaan lebih tertata dengan baik, serasi dan asri, disamping untuk menghindari para spekulan.

Selain itu Perum Perumnas harus mempertimbangkan lembaga pemasarannya, sebab selama ini rumah produk Perum Perumnas pada umumnya masih di bawah bentuk dan tampilan rumah yang dibangun oleh swasta. Kelembagaan di bidang produksi juga harus ditingkatkan seiring perkembangan tekhnologi, kenaikan harga-harga dan lain sebagainya.

Fasilitas dan sarana yang di sediakan pihak developer antara lain, sekolah, pos polisi, tempat ibadah, telepon, listrik, air bersih serta penghijauan, atau pada intinya masyarakat lebih memilih kawasan jadi yang sudah banyak terdapat fasilitas umum.

(8)

Selain itu dalam menentukan bentuk, sekarang telah mengalami perkembangan, yaitu dalam bentuk, model atau disain rumah, pihak developer sangat fleksibel, tergantung keinginan dan kebutuhan ruang si pemilik rumah. Tujuannya agar di kemudian hari, para konsumen tidak lagi membongkar ulang. Dalam hal ini kelebihan yang ditawarkan oleh developer berbeda-beda.

Kelebihan yang ditawarkan masing-masing pengembang terhadap Rumah Sederhana (RS) yang ditawarkan kepada konsumen adalah bertujuan memberikan rasa puas bagi konsumen.

Dalam usaha perumahan Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Sangat Sederhana (RSS) ini juga memberikan harga yang bersaing. Seiring dengan hal di atas, kawasan hunian yang sangat potensial merupakan faktor utama yang diraih oleh pihak pengembang. Karena sebagai daerah yang sedang berkembang, ketersediaan perumahan di wilayah tersebut sangat diharapkan masyarakat pendatang. Akibatnya jumlah pertumbuhan Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Sangat Sederhana (RSS) di wilayah tersebut terbilang tinggi.

Dalam perkembangannya masyarakat yang bertempat tinggal di Perumnas mempunyai keinginan agar rumah yang ditempatinya bisa berubah status kepemilikannya dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik. Hal ini setelah memenuhi batas waktu tertentu dapat terwujud tentunya dengan melalui prosedur dan memenuhi syarat-syarat tertentu ditetapkan. Proses peningkatan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik tersebut tidak terlepas dari peran pengembang

(9)

dalam hal ini Perum Perumnas sebagai pemegang Hak Guna Bangunan atas tanah perumahan tersebut.

Masyarakat yang bertempat tinggal di Perumnas dalam hal ini Perumnas Martubung sebagian besar masih belum mengetahui dan memahami prosedur serta syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat mengajukan dan dilakukannya peningkatan hak kepemillikan rumah mereka dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk tesis dengan judul ” Proses Peningkatan Hak Atas Tanah Dari Status Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik pada Perumahan Nasional Martubung Medan”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan gambaran latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana proses pelaksanaan peningkatan status hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik di Perumnas Martubung Medan ?

2. Bagaimana peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan juga peranan Kantor Pertanahan dalam pelaksanaan peningkatan status hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik di Perumnas Martubung ?

3. Apa saja yang menjadi hambatan bagi terlaksananya peningkatan status hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik di Kota Medan khususnya di Perumnas Martubung ?

(10)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan judul dan permasalahan maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan peningkatan status hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik di Perumnas Martubung?

2. Untuk mengetahui peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan juga peranan kantor Pertanahan dalam pelaksanaan peningkatan status tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik di Perumnas Martubung.

3. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi hambatan dan kendala dalam pelaksanaan peningkatan status dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik di Perumnas Martubung

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, yakni :

1. Kegunaan Teoritis

Dari hasil penelitian ini di harapkan menjadi suatu yang bermanfaat sebagai sumbangsih dalam perkembangan ilmu hukum, khususnya perkembangan hukum Agraria.

2. Kegunaan Praktis

Dengan penelitian ini di harapkan dapat memberikan suatu gambaran mengenai proses pelaksanaan peningkatan status dari Hak Guna Bangunan

(11)

menjadi Hak Milik serta apa saja yang menjadi hambatan dalam pelaksanaannya dan selanjutnya dapat juga berguna bagi masyarakat yang ingin meningkatkan status tanahnya dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian pada kepustakaan, khususnya di lingkungan perpustakaan Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang membahas dan mengambil objek penelitian menyangkut masalah : “Proses Peningkatan Hak Atas Tanah Dari Status Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik pada Perumahan Nasional Martubung Medan”.

Adapun judul tesis yang memiliki unsur kemiripan mengenai pokok pembahasan dengan penelitian ini antara lain :

1. Jannes Donald Vicky Roring, Nomor Induk Mahasiswa 037011039, dengan judul: Pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Dalam Memenuhi Kebutuhan Akan Rumah Bagi Masyarakat Kota Medan, dengan perumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit pemilikan rumah di Bank Tabungan Negara (KPR/BTN) Cabang Medan dan apakah telah memberikan perlindungan hukum bagi debitur/konsumen?

b. Bagaimana tanggung jawab Bank apabila debitur/konsumen mengalami kesulitan dalam memenuhi kesepakatan perjanjian kredit pemilikan rumah tersebut?

(12)

c. Upaya hukum apakah yang ditempuh konsumen/masyarakat pengguna fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR) dan Bank jika terjadi wanprestasi? 2. Henny Saida Flora, Nomor Induk Mahasiswa 037011032, dengan judul:

Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah Melalui Pengembang (Studi Di Kota Medan), dengan perumusan masalah sebagai berikut:

a. Apakah dalam perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat oleh pengembang telah memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen? b. Bagaimana tanggung jawab pengembang apabila konsumen dirugikan

dalam perjanjian pengikatan jual beli?

c. Bagaimana sikap konsumen terhadap isi perjanjian pengikatan jual beli yang ditawarkan oleh pengembang?

Dari penelusuran kepustakaan tersebut diatas, maka dengan demikian penelitian ini adalah asli, serta dapat di pertanggung jawabkan keasliannya.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan segala spesifik untuk proses tertentu terjadi,5 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.6

5

J.J.J M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid 1, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hlm. 203.

(13)

Seiring dengan perkembangan masyarakat, hukum pun mengalami perkembangan. Bahkan hukum selalu tertatih-tatih mengikuti perkembangan masyarakat. Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodelogi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.7 Teori seperti yang dikemukakan oleh M. Solly Lubis, adalah:

“Suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berfikir dalam penulisan”.8

Kemudian menurut J.J.H Bruggink:

“Teori merupakan keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan, yang di kemukakan untuk menjelaskan tentang adanya sesuatu, maka teori hukum dapat ditentukan dengan lebih jauh sebagai suatu keseluruhan pernyataan-pernyataan yang saling berkaitan dan berkenaan dengan hukum. Dengan itu harus cukup menguraikan tentang apa yang diartikan dengan unsur teori dan harus mengarahkan diri kepada unsur hukum”.9

Hubungan dengan kepustakaan, isue kebijakan maupun nara sumber penting lainnya.10 Sebuah teori harus diuji dengan menghadapkannya kepada faktor-faktor yang kemudian harus dapat menunjukkan kebenarannya.

7

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,Universitas Indonesia-Press, Jakarta, 1982, hlm.,6.

8

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 80.

9

J.J.H Bruggink, Repleksi Tentang Hukum, Alih Bahasa Arief Sidharta, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm. 2.

10

Dalam Catherine Marshall dan Gretchen B. Rossman, Designing Qualitative Research, Soge Publication, London, 1994, hlm. 20.

(14)

Untuk menganalisis data mengenai peningkatan hak atas tanah dari status Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik pada perumahan nasional Martubung Medan, penulis menggunakan teori sistem hukum.

Menurut Lawrence Meir Friedmann yaitu hukum dilihat sebagai suatu yang berdiri sendiri. Keterkaitan dengan elemen-elemen lain merupakan penanda khas atas sistem hukum tersebut. Elemen lain yang dimaksudkan Friedmann adalah ekonomi dan politik. Gambaran tentang kaitan antar subsistem tersebut tercakup dalam uraiannya mengenai sistem hukum dalam suatu masyarakat merupakan bagian dari sistem sosial masyarakat tersebut. Tiga komponen utama yang dimiliki sistem hukum adalah legal structure, legal substance, and legal culture. Ketiga komponen tersebut saling menentukan satu sama lainnya, demikian juga saling berpengaruh satu sama lainnya11.

Sedangkan budaya hukum dimaksudkan sebagai sikap atau apresiasi masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum kedalam komponen tersebut adalah kepercayaan terhadap hukum, nilai (value), ide atau gagasannya dan harapan-harapannya. Dengan kata lain hal itu merupakan bagian dari budaya secara umum yang diorientasikan pada sistem hukum. Gagasan-gagasan dan opini harus dimengerti sebagai hal yang berhubungan dengan perkembangan proses hukum.12

11

Lawrence Meir Friedmann, American Law, (New York-London : W.W. Norton & Company, 1984), hlm. 5-6.

(15)

Sistem hukum, sebagai bagian dari sistem sosial harus dapat memenuhi harapan sosial. Oleh karena itu maka sistem hukum harus menghasilkan sesuatu yang bercorak hukum (output of law) yang pada dirinya signifikan dengan harapan sosial. Ada empat hal yang harus dihasilkan atau dipenuhi oleh suatu sistem hukum yaitu:13

1. Sistem hukum secara umum harus dapat mewujudkan apa yang menjadi harapan masyarakat atas sistem tersebut.

2. Harus dapat menyediakan skema normatif, walaupun fungsi penyelesaian konflik tidak semata-mata menjadi monopoli sistem hukum, dimana sistem hukum harus dapat menyediakan mekanisme dan tempat dimana orang dapat membawa kasusnya untuk diselesaikan.

3. Sistem hukum sebagai kontrol sosial yang esensinya adalah aparatur hukum, polisi dan hakim misalnya harus menegakkan hukum.

4. Dalam kaitannya dengan fungsi kontrol sosial, desakan kekuatan sosial untuk membuat hukum, harus direspon oleh institusi hukum, mengkristalkannya, menuangkannya kedalam aturan hukum, dan menentukan prinsipnya. Dalam konteks ini, sistem dapat dikatakan sebagai instrumen perubahan tatanan sosial atau rekayasa sosial.

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang terjadi. Penelitian ini berusaha memahami sertifikat yang berstatuskan Hak Guna Bangunan secara yuridis, artinya memahami

13

Adrian Sutedi, Tinjauan Hukum Pertanahan, (Jakarta:PT. Pradnya Paramita, 2009), hlm. 104.

(16)

objek penelitian sebagai hukum yakni sebagai kaidah hukum atau sebagai isi kaidah hukum sebagaimana yang di tentukan dalam yurisprudensi dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan masalah hukum pokok agraria.

Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang telah dinyatakan pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah sebagai berikut :

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Berkaitan dengan tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 di atas A.P. Parlindungan mengatakan bahwa:

a. Dengan diterbitkannya sertifikat hak atas tanah maka kepada pemiliknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum.

b. Dizaman informasi ini maka Kantor Pertanahan sebagai kantor di garis depan haruslah memelihara dengan baik setiap informasi yang diperlukan untuk suatu bidang tanah, baik untuk Pemerintah sendiri sehingga dapat merencanakan pembangunan negara dan juga bagi masyarakat sendiri. Informasi itu penting untuk dapat memutuskan sesuatu yang diperlukan di mana terlibat tanah, yaitu data fisik dan yuridisnya, termasuk untuk satuan rumah susun, informasi tersebut bersifat terbuka untuk umum artinya dapat

(17)

diberikan informasi apa saja yang diperlukan atas bidang tanah/bangunan yang ada

c. Sehingga untuk itu perlulah tertib administrasi pertanahan dijadikan sesuatu hal yang wajar.14

Disamping itu dengan terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan terciptanya suatu pusat informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah dengan mudah memperoleh data yang di perlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah di daftar. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administarasi di bidang pertanahan.

Keterangan dari sebidang tanah untuk kepastian siapa saja yang berhak mempunyai tanah yang bersangkutan, status daripada haknya serta beban-beban yang berada diatas tanah dan yang terakhir menghasilkan sertipikat-sertipikat sebagai alat pembuktian yang kuat.

Berdasarkan uraian-uraian diatas, dapat diketahui bahwa pendaftaran tanah dapat menghasilkan peta-peta pendaftaran tanah, surat ukur untuk kepentingan tentang letak batas dan luas tanah.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas Undang-undang Pokok Agraria juga menyatakan :

a. Hak Guna Bangunan, termaksud syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus di daftarkan menurut

14

A.P Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia Berdasarkan PP No.24 Tahun 1997, Mandar Maju, Bandung, 1999, hlm. 2.

(18)

ketentuan yang dimaksudkan dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria

b. Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya Hak Guna Bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali hak-hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.15 Dalam rangka pemberian Hak Milik bagi tanah untuk rumah sederhana yang di atur di dalam Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 juncto Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 15 Tahun 1997 tentang pemberian hak milik atas tanah untuk rumah sangat sederhana dan rumah sederhana, maka Hak Guna Bangunan atas tanah untuk Rumah Sederhana (RS) diatas tanah Negara, termaksud diatas tanah pengelolaan, kepunyaan perseorangan Warga Negara Indonesia, atas permohonan pemegang hak atau kuasanya dapat diubah menjadi Hak Milik.16

Perubahan hak adalah penetapan Pemerintah mengenai penegasan bahwa sebidang tanah yang semula dipunyai dengan Hak Guna Bangunan, Atas permohonan pemegang haknya, menjadi tanah Negara dan sekaligus memberi tanah tersebut kepadanya dengan Hak Milik.17

15

R.Subekti, Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.

16

Keputusan Menteri Negara Agraria No. 9 Tahun 1997 juncto Keputusan Menteri Negara Agraria No. 15 Tahun 1997 Pasal 2 poin a Tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana.

17

Pasal 1 huruf b Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 Tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana

(19)

Pengertian dari Hak Guna Bangunan sebagaimana disebutkan di dalam peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria yaitu;

1. Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Hak Guna Bangunan dapat diberikan diatas tanah Negara atau diatas tanah hak milik.18

2. Atas dasar pemegang hak dan dengan mengikat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat di perpanjang dengan jangka waktu paling lama 20 tahun.

3. Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Pemberian Hak Guna Bangunan harus didaftar, jika Hak Guna Bangunan yang diberikan berdasarkan suatu Surat Keputusan, demikian juga Hak Guna Bangunan yang berasal dari Hak Pengelolaan, maka hak Guna Bangunan tersebut, lahir setelah didaftarkan.19

Di dalam Hak Guna Bangunan terdapat syarat-syarat pemberiannya yang telah di atur dalam undang-undang, demikian juga terhadap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus di daftarkan menurut ketentuan yang berlaku. Pendaftaran tersebut merupakan pembuktian yang sangat kuat mengenai hapusnya Hak Guna Bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hak-hak itu hapus

18

Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 35 ayat( 1).

19

(20)

karena jangka waktunya berakhir. Selain itu Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan.

Dalam hal kewenangan memberikan Hak Guna Bangunan ini sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian dan Pembatasan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara. Menurut Peraturan Menteri Agraria tersebut pemberian Hak Guna Bangunan sampai dengan luas 200 m2 diberikan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi setempat.20

Orang atau badan hukum yang mempunyai Hak Guna Bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat yang tersebut dalam Pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 ini diberikan jangka waktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap Hak Guna Bangunan, jika ia tidak mempunyai syarat-syarat tersebut maka Hak Guna Bangunan yang telah diatur dalam Pasal 38 dan Pasal 40 Undang–Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, dapat pula hapus atau dihapuskan. Hal ini telah di tegaskan dalam Pasal 33 Undang Undang Pokok Agraria Pasal 38 yang menyebutkan :

1. Hak Guna Bangunan, termaksud syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan- ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.

20

(21)

2. Pendaftaran Hak Guna Bangunan terdapat didalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya Hak Guna Bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali karena hak tersebut hapus karena jangka waktunya berakhir.

Syarat Tanah untuk Rumah Sangat Sederhana dan Rumah Sederhana adalah bidang tanah yang menjadi kriteria sebagai berikut:21

1. Harga perolehan tanah dan rumah tidak lebih dari Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah),

2. Luas tanah tidak lebih daripada 200 M2, didaerah perkotaan dan tidak lebih daripada 400 M2, untuk diluar perkotaan dan

3. Di atasnya telah dibangun rumah dalam rangka pembangunan perumahan massal atau komplek perumahan.

4. Pemberian Hak Milik bagi tanah RSS dan Rumah Sederhana (RS) itu sendiri adalah:

a) Hak Guna Bangunan atas tanah untuk RSS dan RS di atas tanah negara, termaksud di atas tanah pengelolaan, kepunyaan perorangan Warga Negara Indonesia, baik yang belum maupun yang telah habis jangka waktunya atas permohonan pemegang hak atau kuasanya diubah menjadi Hak Milik

21

Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 Tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah sangat Sederhana (RSS) Dan Rumah Sederhana (RS).

(22)

b) Tanah untuk RSS dan RS di atas tanah Hak Pengelolaan Kepunyaan Perseorangan Warga Negara Indonesia yang belum dipunyai dengan Hak Guna Bangunan diberikan dengan Hak Milik.22

Untuk Perubahan Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik dalam hal pendaftarannya pemohon wajib membayar uang pemasukan kepada Negara dan biaya pendaftaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional, tetapi peraturan itu berlaku kepada tanah yang diatas 200 M2, sedangkan untuk tanah yang di bawah 200 M2 tidak perlu untuk membayar uang pemasukan kepada Negara.

Setelah diterima tanda bukti setoran pungutan Kepala Kantor Pertanahan mendaftarkan perubahan status tanah Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik dengan memberikan catatan dengan tinta merah atau cap pada halaman pendaftar peralihan Hak dalam buku tanah Hak Guna Bangunan yang bersangkutan dan sertifikatnya serta pada daftar umum lainnya dan semua sebutan Hak Guna Bangunan beserta nomornya didalam Buku Tanah, Sertifikat dan Daftar Umum lainnya dicoret dan diganti dengan sebutan Hak Milik dengan nomornya.23

Kemudahan pengalihan atau peningkatan Hak Milik atas tanah Hak Guna Bangunan untuk rumah tinggal itu diatur di dalam Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No.6 Tahun 1998 tentang

22

http://anisavitri.wordpress.com. Dikutip pada tanggal 12 November Tahun 2009 Pada Pukul 21.00

(23)

Pemberian Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal, tertanggal 26 juni 1998. keputusan ini mulai berlaku mulai 1 juli 1998.24

Dalam peraturan itu disebutkan beberapa syarat dalam mengajukan permohonan penetapan Hak Milik atas tanah atau Hak Guna Bangunan untuk rumah tinggal. Bagi tanah kepunyaan perseorangan Warga Negara Indonesia yang luasnya 600 m2 atau kurang yang berstatus Hak Guna Bangunan, pemohon langsung mendaftarkan Hak Milik dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat.

Sejalan dengan Ketentuan di atas telah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, menyebutkan:25

1. Permohonan Pendaftaran Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal yang berasal dari Hak Guna Bangunan disertai dengan :

a. Sertifikat tanah yang bersangkutan.

b. Bukti penggunaan tanah untuk rumah tinggal berupa :

1) Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan yang mencantumkan Bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal, atau

2) Surat Keterangan dari Kepala Desa/ kelurahan setempat bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal, apabila mendirikan bangunan tersebut belum dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.

24

DJoko Suepatno, seri B-4 Bagian Pertama Ketentuan-Ketentuan Dan Komentar Mengenai Jual Beli, Tukar Menukar, Sewa Menyewa Dalam Praktek Teknik Pembuatan Akta, Bina Ilmu, Surabaya, 2005 hlm 235.

25

Pasal 2 Peraturan Menteri Negara Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998 Tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal.

(24)

c. Fotokopi SPPT PBB yang terakhir ( khusus untuk tanah yang luasnya 200m2 atau lebih)

d. Bukti identitas pemohon ( kartu tanda penduduk)

e. Pernyataan dari pemohon bahwa dengan perolehan Hak Milik yang dimohonkan pendaftarannya itu yang bersangkutan akan mempunyai Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal tidak lebih dari lima bidang yang seluruhnya meliputi luas tidak lebih dari 5000 (lima ribu meter persegi) M2.

2. Atas permohonan pendaftaran Hak Milik sebagaimana dimaksud ayat (1) Kepala Kantor Pertanahan mengeluarkan perintah setor pungutan sebagaimana di maksud dalam Pasal 1 ayat (2).

3. setelah pungutan sebagaimana di maksud pada ayat (2) , Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten :

a. Mendaftar Hapusnya Hak Guna Bangunan yang bersangkutan dalam Buku Tanah dan sertifikatnya serta daftar umum lainnya

b. Mendaftar Hak Milik atas tanah bekas Hak Guna Bangunan tersebut dengan membuat buku tanahnya dengan menyebutkan keputusan ini sebagaimana dasar adanya Hak Milik tersebut dan menerbitkan Sertifikatnya dengan surat ukur yang di buat berdasarkan data fisik yang digunakan dalam pendaftaran Hak Guna Bangunan.

(25)

Untuk rumah sederhana yang nilai perolehannya harga beli berdasarkan akte jual beli tidak lebih dari 30 juta rupiah dan luas tanah tak lebih 400 meter (perkotaan) dan 600 meter (pedesaan) bisa diajukan permohonan untuk menjadi Hak Milik.26

Untuk rumah sederhana tersebut, tidak perlu diajukan permohonan pengalihan/ peningkatan hak, artinya, sertifikat Hak Guna Bangunannya tidak perlu diganti tapi cukup di cap oleh Kantor Pertanahan setempat dengan mencoret status Hak Guna Bangunan dalam sertifikat itu dan kemudian diganti dengan Hak Milik.

Pemilikan tanah perumahan tidak saja dimiliki masyarakat umum tetapi juga dapat dimiliki oleh pegawai negeri, dimana dalam hal ini juga pegawai negeri perlu mendapatkan kepastian hak yaitu hak milik atas tanah untuk rumah tinggal yang dibeli oleh pegawai negeri dari perumahan yang disediakan oleh pemerintah.

Hak Guna Bangunan atas tanah yang berasal dari tanah untuk rumah tinggal yang juga telah dibeli oleh pegawai negeri dari pemerintah dan masih atas nama pegawai negeri yang bersangkutan atau ahli warisnya, atas permohonan yang bersangkutan dihapus dan diberikan kembali kepada bekas pemegang haknya dengan Hak Milik. untuk memperoleh hak milik tersebut, pemohon wajib membayar uang pemasukan kepada negara serta biaya pendaftaran hak sesuai ketentuan yang berlaku.

Berkenaan dengan pendaftaran Hak Milik yang berasal dari Hak Guna Bangunan disebutkan:

26

Bernas, Permohonan konfersi tanah hak Guna Bangunan, liberty, Yogyakarta, 2002, hlm. 102

(26)

1. Permohonan pendaftaran Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat.

2. Untuk melaksanakan pendaftaran hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kantor pertanahan melakukan pengukuran tanah yang bersangkutan.

3. Atas permohonan pendaftaran hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pertanahan akan mengeluarkan perintah setor pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan biaya pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) 27

4. Setelah pengukuran selesai dan pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibayar lunas Kepala Kantor Pertanahan:

a. Mengeluarkan konfirmasi pemberian Hak Milik

b. Mendaftar Hak Milik yang bersangkutan dengan menyebutkan nomor surat keputusan ini jo. Nomor Keputusan Konfirmasi sebagaimana dimaksud pada huruf a sebagaimana penetapan yang menjadi dasar adanya Hak Milik itu dalam buku tanah dan sertifikat.

Keuntungan dari peningkatan status tanah rumah sederhana dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum atas kepemilikan dari rumah sederhana tersebut.

27

Pasal 3 Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1998 Tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal yang Telah Dibeli Oleh

(27)

Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. 28

Turun temurun artinya Hak Milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka Hak Miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik.

Terkuat artinya Hak Milik atas tanah lebih kuat bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain dan tidak mudah hapus. Terpenuh artinya Hak Milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya paling luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah lain, tidak berinduk pada hak atas tanah yang lain.

Hanya Warga Negara Indonesia saja yang dapat mempunyai Hak Milik. Oleh Pemerintah ditetapkan bahwa badan-badan hukum Indonesia juga dapat mempunyai Hak Milik dengan memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan Warga Negara Asing setelah berlakunya Undang-undang Pokok Agraria ini dapat memperoleh Hak Milik karena adanya pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan.

28

(28)

Hak Milik demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftar menurut ketentuan-ketentuan pendaftaran yang meliputi: 29

1. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah

2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut

3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Pendaftaran tersebut merupakan alat bukti yang kuat mengenai hapusnya Hak Milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.

Hak Milik atas tanah dapat beralih atau berpindah dan mengenai peralihan Hak Milik ini diatur pada Pasal 20 ayat (2) Undang Undang Pokok Agraria yang menyebutkan bahwa Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Dua bentuk peralihan Hak Milik atas tanah dapat diuraikan sebagai berikut :30 1. Beralih

Beralih artinya berpindahnya Hak Milik atas tanah dari pemilik sebelumnya kepada pihak lain dikarenakan suatu peristiwa hukum. Dengan meninggalnya pemilik tanah maka Hak Miliknya secara hukum berpindah atau beralih kepada ahli warisnya sepanjang ahli warisnya memenuhi syarat sebagai subjek hukum.

29

Ibid., hlm 13.

30

(29)

2. Dialihkan/pemindahan hak

Dialihkan/pemindahan hak artinya beralihnya Hak Milik atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan adanya suatu perbuatan hukum. Perbuatan hukum dimaksud adalah : jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan atau penyertaan ke dalam modal perusahaan (inbreng) dan lelang .

Kebijaksanaan pemberian Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal: 31 a. Prosedur Pemberian Hak

Dengan ditetapkannya keputusan ini, maka pemberian Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal bagi perseorangan Warga Negara Indonesia selengkapnya dilakukan dengan prosedur operasional sebagai berikut:

1. Bagi tanah untuk RSS/RS, yaitu yang dibangun secara massal (komplek) dengan luas tanah sampai 200 m2. Dengan pemberian Hak Milik secara umum dengan Keputusan Nomor 9 Tahun 1997 Jo Nomor 15 tahun 1997 dan Nomor 1 tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk RSS/RS

2. Bagi tanah untuk rumah tinggal yang telah dibeli oleh Pegawai Negeri dari Pemerintah. dengan pemberian Hak Milik secara umum dengan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1998.

31

(30)

3. Bagi tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai untuk rumah tinggal yang luasnya 600 m2 dengan pemberian Hak Milik secara umum dengan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998.

4. Bagi tanah untuk rumah tinggal lainnya dengan pemberian Hak Milik secara individual berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 Jo. Nomor 5 Tahun 1973.

Dengan ditetapkannya kebijaksanan yang menyeluruh ini maka surat Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Tanggal 24 April 1998 Nomor 520-1428 perihal Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk RSS/RS tidak berlaku lagi.

b. Pembatasan pemberian Hak Milik.

Sampai saat ini belum ada Peraturan Pemerintah yang membatasi penguasaan tanah untuk perumahan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 56 Tahun 1960. Sebagai langkah ke arah pembatasan itu pemberian Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal yang berasal dari tanah Negara dibatasi sebagai berikut: 32

1. Untuk setiap bidang tanah yang dimohon luasnya tidak boleh lebih dari 2.000 (dua ribu) M2

32

(31)

2. Setiap pemohon dibatasi pemilikan Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal tidak lebih dari 5 (lima) bidang dan seluruhnya 5.000 (lima ribu) M2. Untuk itu permohonan Hak Milik atas tanah Negara perlu disertai dengan pernyataan dari pemohon bahwa dengan perolehan Hak Milik itu yang bersangkutan akan mempunyai Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal yang tidak lebih dari 5 (lima) bidang dan seluruhnya meliputi luas 5.000 (lima ribu) M2. Pernyataan ini berfungsi sebagai pemberian keterangan resmi dari pemohon akan mempunyai akibat hukum apabila di kemudian hari ternyata bahwa keterangan itu tidak benar atau palsu. Oleh karena itu hendaknya pernyataan ini disimpan dalam berkas permohonan/pendaftaran Hak Milik yang bersangkutan sebagai warkahnya.

Dengan disampaikannya pernyataan itu pendafataran Hak Milik bisa dilaksanakan. Penyesuaian dengan daftar nama tidak perlu dilakukan sebagai syarat untuk atau belum pendaftarannya. Apabila kemudian ternyata pernyataan tersebut tidak benar, baik karena informasi dalam daftar nama maupun karena informasi lainnya, yang bersangkutan dapat dilaporkan kepada pihak yang berwajib karena membuat pernyataan palsu.

2. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.33 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang

33

(32)

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional.34 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan, pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.

Konsepsi merupakan unsur pokok dalam usaha penelitian atau untuk membuat karya ilmiah. Sebenarnya yang dimaksud dengan konsepsi adalah suatu pengertian mengenai sesuatu fakta atau dapat berbentuk batasan atau definisi tentang sesuatu yang akan dikerjakan. Jadi jika teori berhadapan dengan sesuatu hasil kerja yang telah selesai, sedangkan konsepsi masih merupakan permulaan dari sesuatu karya yang setelah diadakan pengolahan akan dapat menjadikan suatu teori.35

Kegunaan dari konsepsi agar supaya ada pegangan dalam melakukan penelitian atau penguraian, sehingga dengan demikian memudahkan bagi orang lain untuk memahami batasan-batasan atau pengertian-pengertian yang dikemukakan. Dalam hal ini seolah-olah konsepsi tidak berbeda dari suatu teori, tetapi perbedaannya terletak pada latar belakangnya. Suatu teori pada umumnya merupakan gambaran dari apa yang sudah pernah dilakukan penelitian atau diuraikan, sedangkan suatu konsepsi lebih bersifat subjektif dari konseptornya untuk sesuatu penelitian atau penguraian yang akan dirampungkan. Oleh karena itu, untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefinisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi atas judul tersebut adalah:

34

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo, Jakarta, 1998, hlm. 3.

(33)

1. Peningkatan Hak adalah perubahan hak yaitu penetapan Pemerintah mengenai penegasan bahwa sebidang tanah yang semula dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah tertentu,, atas permohonan pemegang haknya, menjadi tanah negara dan sekaligus memberikan tanah tersebut kepadanya dengan hak atas tanah baru yang lain jenisnya.36

2. Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.37

3. Hak Milik adalah kewenangan menguasai atas benda jika dibuktikan menjadi Hak Milik atas tanah, dan dalam Pasal 20 Undang Undang Pokok Agraria disebutkan bahwa Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan pasal 6. Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain38

4. Perum Perumnas adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Perusahaan Umum (Perum) dimana keseluruhan sahamnya dimiliki oleh Pemerintah dan khusus menangani masalah perumahan.

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

36

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1998 .

37

Pasal 35 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.

38

AP,Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung Thn.1998.

(34)

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yaitu suatu penelitian yang bertujuan menggambarkan dan menganalisis data secara sistematis, faktual dan akurat berdasarkan data yang diperoleh dari studi dokumen dan wawancara terhadap responden tentang Proses Peningkatan Hak Atas Tanah dari status Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik pada Perumahan Nasional Martubung Medan

Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis empiris, yaitu menelusuri tentang peningkatan hak kepemilikan dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik yang dimulai dari proses pengajuan hak kepemilikan kepada Kantor Pertanahan serta berkas-berkas yang disiapkan untuk memenuhi dan melengkapi persyaratan pengajuan peningkatan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik dan juga didukung dari hasil wawancara dengan beberapa staff Perumnas Martubung, Pegawai Kantor Pertanahan Kota Medan serta Notaris/PPAT di Kota Medan.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Perum Perumnas Martubung Kota Medan, Sumatera Utara, dipilihnya lokasi penelitian di Kota Medan ini karena di Perum Perumnas Martubung Kota Medan status tanah atas perumahan tersebut masih atas status Hak Guna Bangunan sesuai dengan sertifikat yang di pegang oleh pemilik Rumah dan Perum Perumnas membuka kesempatan untuk dilakukannya peningkatan hak tersebut menjadi Hak Milik.

(35)

3. Populasi dan Sampel

Data atau materi pokok dalam penelitian ini diperoleh langsung dari para responden melalui penelitian lapangan (field research) dengan melakukan wawancara kepada beberapa sumber, yaitu 5 (lima) orang dari 130 (seratus tiga puluh) orang masyarakat yang sudah ditingkatkan haknya, sebagai sampel yang memiliki Hak Guna Bangunan yang sudah ditingkatkan menjadi Hak Milik, dalam upaya untuk mengetahui prosedur, tata cara serta hambatan dalam proses pelaksanaan peningkatan hak atas tanah di perumnas Martubung Medan.

Untuk menunjang kelengkapan data dalam penelitian ini maka perlu diambil nara sumber atau informan yang berkompeten yang berhubungan dengan permasalahan dalam tesis ini sebanyak 4 (empat) orang antara lain yaitu:

a. 1 (satu) orang staf Kantor Perum Perumnas Martubung b. 2 (dua) orang staf Kantor Pertanahan Kota Medan c. 1 (satu) orang Notaris di Kota Medan

Sedangkan data sekunder diperoleh melalui bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta bahan hukum tersier yaitu melalui penelitian kepustakaan (library research) berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, laporan hasil penelitian terdahulu, dokumen resmi dan bahan-bahan kepustakaan lainnya berbentuk tertulis yang ada kaitannya dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.

4. Tekhnik Pengumpulan Data

Tekhnik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan secara Non Probability dengan menggunakan tekhnik purposive sampling yaitu menentukan jumlah sampel yang dipilih sebanyak 5 (lima) orang dengan syarat-syarat tertentu

(36)

yang harus dipenuhi yaitu masyarakat yang bertempat tinggal di Perumnas Martubung dan telah meningkatkan status hak atas tanah rumahnya, sampel yang dipilih telah dianggap mewakili seluruh populasi.

5. Alat Pengumpul Data

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan alat penelitian: a. Studi Dokumen.

Untuk mengumpulkan data sekunder guna dipelajari kaitannya dengan permasalahan yang diajukan. Data ini diperoleh dengan mempelajari buku-buku, hasil penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang ada kaitannya dengan Hak Guna Bangunan yang dalam peningkatan Hak Milik sebagai kerangka teoritis untuk penelitian lapangan.

b. Pedoman Wawancara.

Untuk memperoleh data primer dilakukan wawancara dengan pihak Perum Perumnas Martubung, pihak Kantor Pertanahan, Notaris dan pihak pemegang Hak Guna Bangunan perumnas Martubung Medan.

6. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.39 Sementara itu dalam suatu penelitian antara analisis kualitatif dan analisis kuantitatif

39

(37)

tidak harus dipisahkan sama sekali apabila digunakan dengan tepat, sepanjang hal itu mungkin keduanya dapat saling menunjang.

Kegiatan analisis dalam penulisan ini dimulai dengan dilakukannya pemeriksaan terhadap data yang terkumpul baik melalui wawancara yang dilakukan, inventarisasi peraturan perundang-undangan, karya ilmiah, dokumen-dokumen resmi yang ada dan laporan-laporan penelitian yang berkaitan dengan penulisan tesis ini.

Kemudian data primer dan data sekunder yang ada dilakukan analisis secara kualitatif. Kemudian ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode induktif40 dan deduktif41 sebagai jawaban atas segala permasalahan hukum yang ada dalam penulisan tesis ini.

40

Bambang Sungono, Metodelogi Penelitian Hukum, Raja Grafindo, Jakarta, 1997, hlm. 10, prosedur induktif yaitu proses berasal dari proporsi-proporsi khusus (sebagai hasil pengamatan dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) berupa asas umum. Dalam prosedur induktif setiap proposisi itu hanya boleh dianggap benar untuk proposisi ini diperoleh dari hasil penarikan kesimpulan dari proposisi-proposisi yang kebenaran empiris.

41

Sutandyo Wigjosoebroto, Apakah Sesungguhnya Penelitian itu, Kertas Kerja, Universitas Erlangga, Surabaya, 1997, hlm. 2, prosedur deduktif yaitu bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan diyakini dan berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat lebih khusus. Pada prosedur ini kebenaran pangkal merupakan kebenaran ideal yang bersifat aksiomatik (Self Efiden) yang esensi kebenarannya sudah tidak perlu dipermasalahkan lagi.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

In artificially inseminated herds, the proportion of cows returning for insemination after an interval longer than a normal oestrous cycle has been used as an estimate of

Untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam. dokumen

[r]

management services by offering several claims software products that perform both claims profiling and job

Diumumkan kepada seluruh Peserta Pelelangan, sehubungan dengan telah ditetapkannya Pemenang Pelelangan Pembangunan SPAM Desa Lewobele, sesuai dengan Penetapan

Jaminan penawaran dan dukungan bank ditujukan kepada panitia pengadaan barang/jasa kegiatan Pengembangan Sarana Distribusi Perdagangan Tahun Anggaran 2012 Dinas

e .  Untuk  kepentingan  operasional  di  Provinsi  dibuat  laporan  dalam  format  Rekapitulasi  Hasil  Pend a t­ an  keluarga  Tingkat  Provinsi  (RekProv