• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI SISTEM PENERANGAN JALAN H.R. SOEBRANTAS KOTA PEKANBARU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI SISTEM PENERANGAN JALAN H.R. SOEBRANTAS KOTA PEKANBARU"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI SISTEM PENERANGAN JALAN

H.R. SOEBRANTAS KOTA PEKANBARU

Hamzah

Jurusan Teknik Elektro, Universitas Lancang Kuning Jl. Yos Sudarso km 8 Rumbai, Pekanbaru 28265, 0761-52324

e-mail: hamzah128@yahoo.com

Abstract

The using of road light which is inappropriate for road category and the illegal street light are the two main problem of roadway lighting (PJU). These problems encumber the budget paid by local government (Pemda). Local government paid electric energy for PJU based on the usage of electricity recorded by KWH meter. Meanwhile the payload of the varied roadway lightings without KWH meter will be calculated based on basic monthly rate according to name plate of power and type of the lamp. Local government applies the roadway lighting taxes (PPJU) collected by state company (PLN) from every customers based on percentage of monthly expenses of electricity. Along with the growth of town, there would be more roadways to be illuminated. It will increase the payment of electricity for roadway lighting in every each town and sub-province. This condition would progressively burden the government to settle the expense of electricity for PJU. Therefore, the existing roadway lighting system should be re-evaluated to increase efficiency of electrical usage. In additional, this evaluation will give contribution to save the budget for the roadway lighting electrical payment and with the same existing cost more roadways will get lighting.

Keyword: energy saving, lighting, lighting evaluation, roadway lighting

Abstrak

Penggunaan lampu yang tidak sesuai dengan kelas jalan dan lampu jalan yang tidak berizin, merupakan dua hal utama persoalan penerangan jalan umum (PJU). Hal ini merupakan beban berat yang ditanggung pemerintah daerah (Pemda). Tagihan rekening listrik oleh PLN kepada Pemda adalah berdasarkan pemakaian energi listrik yang dicatat dengan menggunakan kWH meter, sedangkan PJU yang tidak dipasang KWH meter beban lampu yang bervariasi dihitung berdasarkan abonemen perbulan sesuai dengan jenis dan daya lampu. Sementara sumber dana Pemda untuk pembayaran rekening PJU adalah dari Pajak PJU (PPJU) yang dipungut pada setiap pelanggan PLN dengan prosentase dari biaya bulanan listrik per pelanggan. Seiring dengan perkembangan kota, maka semakin banyak jalan yang harus diterangi. Hal ini mengakibatkan semakin meningkatnya beban pembayaran rekening listrik PJU pada masing-masing Kabupaten dan Kota. Kondisi ini tentu saja akan semakin memberatkan Pemda dan Pemkot untuk menutup kekurangan biaya listrik untuk PJU. Oleh karena itu, sistem PJU yang ada perlu ditinjau ulang, agar lebih efisien. Selanjutnya pihak Pemda dapat menghemat anggaran pembayaran rekening listrik untuk PJU, atau dengan biaya yang sama Pemda dapat menerangi lebih banyak jalan.

Kata kunci: evaluasi sistem penerangan, lampu jalan, penghematan energi, PJU

1. PENDAHULUAN

Sebagai ibu kota propinsi, kota Pekanbaru senantiasa selalu membenahi diri untuk dapat memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakatnya. Untuk itu, perbaikan sarana dan prasarana kota selalu dirawat dan diperbaiki serta dilengkapi. Semua ini diperlukan agar warga kota Pekanbaru dapat merasa nyaman melaksanakan aktifitas kehidupannya sehari-hari.

Salah satu sarana yang telah diperbaiki pemerintah kota Pekanbaru sejak tahun 2005 silam adalah sistem penerangan yang terdapat pada jalan-jalan protokol. Perubahan yang dilakukan adalah dengan mengganti tiang penyangga, dan lampu serta instalasinya. Dengan

(2)

masa pengerjaan yang dilaksanakan dalam 2 (dua) bulan lebih, sudah terlihat manfaatnya bagi masyarakat kota yang melewati jalan-jalan tersebut.

Namun ditengah gencarnya pemerintah kota dalam memperbaiki sistem penerangan tersebut, pihak penyedia sistem ketenagalistrikanpun lagi galak-galaknya mensosialisasikan program hemat energi. Hal ini terkait dengan sudah berkurangnya ketersediaan energi tersebut. Ditambah lagi karena lebih dari 50% energi yang digunakan oleh PT. PLN adalah merupakan energi yang tak terbarukan (berupa minyak diesel), sehingga biaya operasionalnya semakin besar dengan kenaikan harga BBM. Untuk itu diperlukan pengukuran intensitas cahaya (lumens) pada jalan-jalan yang ada di kota Pekanbaru agar bisa dipantau apakah sistem penerangan yang digunakan di tempat tersebut berada di bawah standard atau bahkan sebaliknya. Sehingga untuk tempat-tempat yang di atas standard dapat dikurangi untuk mencukupi daerah-daerah yang kurang. Ataupun untuk menghemat energi yang digunakan.

Semenjak digantinya sistem penerangan jalan yang ada dengan yang baru, terlihat pada daerah-daerah tertentu terkesan terlalu terang (berlebihan) sementara pada daerah lain belum dipasang penerangan sama sekali. Untuk itu diperlukan pengukuran, agar penggunaan energi untuk penerangan jalan dapat lebih tepat. Sehingga masyarakat dapat merasakan penerangan yang merata di kota Pekanbaru ini. Untuk menentukan besarnya lumen pada sistem penerangan, dapat digunakan lumen meter. Hasil pengukuran nantinya akan dibandingkan dengan standar penerangan jalan. Hasil analisa nantinya diharapkan dapat memberikan gambaran kepada pemerintah kota dalam menerangi jalan-jalan di kota ini.

2. STANDAR PENERANGAN JALAN UMUM

Luminansi (L) adalah suatu ukuran untuk menentukan tingkat kecerahan suatu benda. Luminansi yang terlalu besar akan menyilaukan mata, seperti misalnya sebuah lampu pijar tanpa armatur. Luminansi (L) suatu sumber cahaya atau suatu permukaan yang memantulkan cahaya adalah intensitas cahayanya dibagi dengan luas semu permukaan, atau dalam bentuk persamaan sebagai berikut [1]:

S

A I

L= cd/cm2 (1)

dimana:

L = luminasi dalan satuan cd/cm2 I = Intensitas Cahaya dalam satuan cd AS = Luas semu permukaan dalam satuan cm2

2.1. Efikasi Cahaya

Menurut Hermawan, Efikasi cahaya dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut:

/

K

=

ϕ

P

(2)

dimana:

K = efikasi cahaya dalam lumen /Watt (lm/Watt) P = daya listrik dalam watt (W)

2.2. Efisiensi Cahaya

Sementara efisiensi cahayanya dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut [2]:

maks

φ

φ

η

=

/

(3)

Pada sistem penerangan jalan raya, digunakan faktor daya guna luminair yang ditentukan dari rasio antara lebar jalan dengan tinggi luminairnya. Untuk penghitungan koefisien daya guna ini, lebar jalan dibedakan menjadi dua bagian, yaitu bagian depan luminair (street side), dan bagian belakang luminair (house side). Dari rasio lebar jalan dan tinggi luminairnya dapat ditentukan besar CU-nya. Selanjutnya jarak dan tinggi luminair jalan raya dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

(3)

jalan lebar Jarak L × × = m E CU

φ

(4) 2.3. Kelas Jalan

Fasilitas jalan yang selama ini kita gunakan dibedakan atas beberapa kriteria kelas jalan. Berikut ini adalah kriteria kelas jalan tersebut [2]:

a. Jalan arteri primer: jalur jalan penampung kegiatan lokal dan regional, lalu-lintas sangat padat pada jalan ini, sehingga perlu penerangan jalan yang optimal. Lux penerangan jenis dan kelas jalan ini adalah lampu dengan 50 lux, menurut SNI 2000.

b. Arteri sekunder: merupakan arteri penampung kegiatan lokal dan regional sebagai pendukung jalan arteri primer. Dimana kondisi lalu lintas pada jalur ini padat, sehingga memerlukan jenis lampu yang sama dengan arteri primer. Lux penerangan jalan ini menurut SNI 2000 adalah 50 lux.

c. Kolektor primer: jalur pengumpul dari jalan-jalan lingkungan di sekitarnya yang akan bermuara pada jalan arteri primer maupun arteri sekunder. Lux penerangan jenis dari kelas jalan ini, menurut SNI 2000 adalah 30 lux

d. Kolektor sekunder: jalur pengumpul dari jalanjalan lingkungan di sekitarnya yang akan bermuara pada jalur jalan kolektor primer, jalan arteri primer maupun sekunder pada jaur jalan ini diperlukan lampu setingkat dibawah lampu untuk kolektor primer. Lux penerangan jenis dari kelas jalan ini, menurut SNI 2000 adalah 30 lux.

e. Jalan lingkungan: jalur jalan di lingkungan perumahan, pedesaan atau perkampungan. Jalur jalan ini membutuhkan penerangan, yang menurut SNI 2000 adalah 15 lux.

2.4. Desain Penerangan Jalan

Dalam melakukan suatu perencanaan penerangan jalan diperlukan beberapa data pendukung, diantaranya adalah: Data jalan; meliputi kelas jalan, panjang jalan, dan lebar ruas jalan; Tingkat illumminasi yang dibutuhkan; Tingkat keseragaman yang dibutuhkan, datanya sebagaimana terlihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Sedangkan data-data lainnya adalah daya lampu yang akan dipakai, tinggi gantung (mounting height) bergantung pada jarak atau spasi

yang akan dipakai. Data dalam besaran intensitasnya dapat dilihat pada Tabel 3, sementara data-data tersebut diperoleh dengan menggunakan persamaan (1) sampai dengan persamaan ( 4). Yang akhirnya juga bergantung pada lebar jalan yang ada [2].

Berdasarkan pada Keputusan Presiden Republik Indonesia (RI) Nomor 104 Tahun 2003 tentang harga jual tenaga listrik tahun 2004 yang disediakan oleh perusahaan perseroan (Persero) PT. Perusahaan Listrik Negara, maka besarnya tarif untuk penerangan adalah sebesar Rp. 605,00 per kWh [3]. Sedangkan untuk penerangan jalan yang tidak memiliki kWh maka dasar perhitungan tarif menggunakan metode abonemen berdasarkan keputusan direksi PT. PLN nomor 335.K/010/DIR/2003 [2].

Tabel 1. Standar Penerangan Jalan berdasarkan CIE 114

Spesifikasi Jalan Kondisi Jalan Klasifikasi

Tingkat kepadatan dan kompleksitas jalan ; Berkecepatan tinggi, 1 arah dan

mempunyai pemisah jalan, Tinggi M 1

Jalan bebas hambatan Sedang M 2

Jalan Utama Rendah M 3

Berkecepatan tinggi, 2 arah tanpa pemisah jalan ;

Pengkontrolan, Pemisahan dan pencampuran Lalu Lintas ;

Jalan Utama Kurang Baik M 1

Baik M 2

Jalur - jalur penting distribusi; Jalan

Penghubung Pengkontrolan, Pemisahan dan pencampuran Lalu Lintas;

Kurang baik M 2

Baik M 3

Pengkontrolan, Pemisahan dan pencampuran Lalu Lintas;

Kurang baik M 4

Jalan -Jalan Lingkungan / Lokal

(4)

Tabel 2 Pembagian klasifikasi penerangan Semua Jalan Klasifika si E Kerataan (E min /Emax) Jalan Dengan Persimpangan Jalan Dengan Pedestrian M1 50 0.4 0.7 0.5 M2 30 0.4 0.7 0.5 M3 20 0.4 0.5 0.5 M4 15 0.4 M5 10 0.4

Tabel 3 Pembagian distribusi cahaya pada sudut vertikal besar Kontrol variabel Intensitas maksimum yang boleh dipancarkan

Tipe Luminer 90o 80o

Cutoff 25 cd /1000 lm 2,5% 100 cd /1000 lm 10% Semicutoff 50 cd /1000 lm 5% 200 cd /1000 lm 20%

Noncutoff - -

3. METODE PENELITIAN

Semakin pesatnya perkembangan kabupaten dan kota di Indonesia menuntut perbaikan sarana dan prasarana yang digunakan masyarakat. Perkembangan dan perbaikan jalan umum dari jalan propinsi sampai jalan lingkungan menuntut perlengkapan-perlengkapan jalan seiring dengan kepadatan aktivitas pemakai jalan. Salah satu perlengkapan jalan yang sangat dibutuhkan adalah Penerangan Jalan Umum (PJU). Kondisi PJU sebagian besar daerah belum menggunakan alat pencatat dan pengukur listrik. Lampu-lampu yang dipakai masih banyak yang menggunakan lampu yang tidak sesuai dengan kebutuhan kelas jalan (lampu dengan daya watt tinggi tetapi lux rendah), dan juga semakin banyaknya lampu penerangan jalan liar yang dipasang sendiri oleh masyarakat.

Di lain pihak PLN sebagai penyedia sarana energi listrik, melakukan perhitungan pemakaian energi listrik yang digunakan untuk PJU adalah pemakaian daya yang tercatat di kWh meter bagi PJU yang telah dipasang kWh meter dan PJU yang tidak dipasang kWh meter berdasarkan kelompok daya yang telah ditetapkan. Biaya energi listrik untuk PJU diperoleh pemerintah daerah dari pajak penerangan jalan yang dipungut pada setiap bulan dari setiap pelanggan PLN berdasar prosentase rekening pelanggan listrik. Beban pembayaran rekening listrik PJU pada masing-masing Kabupaten dan Kota semakin lama semakin meningkat sering dengan bertambahnya lampu PJU yang terpasang di Jalan. Kondisi ini sangat memberatkan Pemerintah Kabupaten dan kota yang untuk menutup kekurangan biaya listrik untuk PJU.

Karena beban yang semakin besar tersebut maka tak jarang di beberapa daerah, seringkali dijumpai pemerintah daerah (pemda) atau pemerintah kota (pemkot) yang mempunyai tunggakan rekening listrik PJU yang tidak sedikit. Dalam penelitian ini, akan mencoba memberikan alternatif penghematan energi yang digunakan untuk penerangan lampu jalan yang dapat dilakukan oleh pemda dan atau pemkot. Analisis dilakukan dengan membuat beberapa model sistem penerangan dengan memanfaatkan kondisi (sistem) yang sudah ada. Pertimbangan yang diambil adalah, agar biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan model yang disarankan tidak memerlukan biaya yang besar.

Studi Literatur untuk dapat memahami permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan pustaka yang berhubungan dengan Sistem penerangan umumnya guna memperoleh informasi yang lengkap bagaimana sistem penerangan itu bermula dan tahapan-tahapan perkembangannya. Selanjutnya mencari informasi bagaimana membangun sistem penerangan lampu jalan, guna mendapatkan standar yang digunakan untuk penerangan jalan umum (PJU). Setelah itu, melakukan pengukuran langsung ke lokasi penelitian, untuk mendapatkan intensitas cahaya yang ada pada Penerangan Jalan Umum. Akhirnya, dilakukan analisis terhadap data lapangan yang didapat lalu membandingkannya dengan standard yang ada, dan selanjutnya dicari solusi yang paling efisien dalam konsumsi energi yang digunakan.

Standard yang digunakan bersumber dari ”Badan Standardisasi Nasional”, adalah

(5)

Tabel 4. Kualitas pencahayaan normal Kuat pencahayaan

(Iluminansi) Luminansi Batasan silau

Kemerataan (uniformity) Kemerataan (Uniformity) Jenis/ klasifikasi jalan E rata-rata (lux) g1 L rata-rata (cd/m2) VD VI G (%) TJ Trotoar 1 - 4 0,10 0,10 0,40 0,50 4 20 Jalan lokal: - Primer - Sekunder 2 - 5 2 - 5 0,10 0,10 0,50 0,50 0,40 0,40 0,50 0,50 4 4 20 20 Jalan kolektor: - Primer - Sekunder 3 - 7 3 - 7 0,14 0,14 1,00 1,00 0,40 0,40 0,50 0,50 4 - 5 4 - 5 20 20 Jalan arteri: - Primer - Sekunder 11 - 20 11 - 20 0,14 - 0,20 0,14 - 0,20 1,50 1,50 0,40 0,40 0,50 - 0,70 0,50 - 0,70 5 - 6 5 - 6 10 - 20 10 - 20 Jalan arteri dengan

akses kontrol, jalan bebas hambatan 15 - 20 0,14 - 0,20 1,50 0,40 0,50 - 0,70 5 - 6 10 - 20 Jalan layang, simpang susun, terowongan 20 - 25 0,20 2,00 0,40 0,70 6 10

Keterangan: g1 = Emin/E maks, VD = L min/L maks, VI = L min/L rata-rata,

G = Silau (glare), TJ = Batas ambang kesilauan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Teknis

Penelitian ini membahas sistem penerangan jalan umum (PJU) yang terdapat pada jalan H.R. Subrantas – Pekanbaru. Jalan ini merupakan jalan masuk ke kota Pekanbaru dari arah Bangkinang kabupaten Kampar. Jalan ini juga sebagai pintu utama masuknya kendaraan yang berasal dari propinsi Sumatera Barat ke kota Pekanbaru, sehingga jalan ini memegang peranan penting dalam lalu lintas perekonomian antara kedua propinsi. Adapun struktur pemasangan lampunya adalah sebagaimana terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Gambar Lay Out Lampu Jalan yang diteliti

Sementara data-data dari PJU yang digunakan pada jalan H.R. Soebrantas di Pekanbaru ini adalah sebagai berikut:

a. Lampu

Bagian terpenting dari sistem penerangan adalah lampu sebagai sumber penerangan itu sendiri, reflector dan refractor serta armatur yang digunakan. Pada lokasi yang diteliti, untuk lampu digunakan dari jenis HPS merek philips SON-T 400 Watt. Lampu yang menghasilkan 55.000 lumen [6] dipasang sebanyak 262 titik.

b. Armatur

Armatur yang digunakan untuk dapat menghasilkan intensitas cahaya yang baik, pada lokasi penelitian adalah dari jenis ”Cobra Head”. Sesuai dengan jumlah lampu yang

dipasang, maka jumlah armatur yang digunakan adalah sebanyak 262 unit.

A A B B C C D D

(6)

Gambar 2. HPS Philips SON-T 400 Watt

Gambar 3. Armatur ”Cobra Head

c. Tiang

Sebagai tempat kedudukan sumber cahaya berupa lampu beserta kelengkapannya, dipasang tiang dengan ketinggian 11 meter. Jenis tiang yang digunakan adalah standard octagonal lighting pole dari jenis parabola, cabang 2T (double ornament) dan 3T (triple ornament). Model ini juga dikenal dengan Double & Triple Davit Arm. Jumlah tiang yang digunakan adalah sebanyak 125 tiang cabang 2T dan 4 tiang cabang 3T, dengan total 129 unit tiang. Tiang yang digalvanis ini terdiri atas tiga bahagian yang dapat disambung, sehingga pada saat mobilisasi kelokasi dapat lebih mudah. Ketiga bagian tersebut terdiri dari bagian bawah, tengah dan bagian atas yang berbentuk parabola.

Gambar 4. Bentuk bagian atas Tiang Lampu Jalan ”Double Ornament

Gambar 5. Bentuk bagian bawah / tapak tiang Lampu Jalan. d. Pondasi

Untuk dapat menopang tiang lampu beserta kelengkapannya, dibutuhkan pondasi kuat dan kokoh. Tujuannya adalah agar beban yang disangganya dalam hal ini berupa

(7)

tiang lampu jalan, dapat tetap berdiri lurus pada waktu yang lama. Jika pondasinya kurang baik, maka dalam beberapa waktu saja (kurang dari tiga bulan) akan terlihat tiang lampu menjadi miring dan bahkan dapat pula jatuh. Hal ini selain akan mengurangi keindahan kota dan intensitas penerangan lampu jalan, juga akan membahayakan keselamatan pengguna lalu-lintas jalan yang bersangkutan.

Jenis pondasi yang digunakan pada lokasi ini adalah beton bertulang. Pertama-tama ditentukan dulu lokasi titik tempat pemasangan tiang lampu. Kemudian pada titik yang telah ditentukan digali sedalam lebih kurang satu meter. Selanjutnya dibuat pembesiannya dan juga memasang baut yang ditanamkan pada pondasi tersebut. Baut ini berguna sebagai pegangan dari tapak tiang lampu jalan. Berikut salah satu bentuk pondasi dari lampu jalan yang banyak digunakan.

e. Kabel

Sebagai sarana mengalirkan arus listrik yang bertegangan 220V, untuk mensuplai daya kepada lampu, digunakan kabel dengan kapasitas kemampuan hantar arus yang cukup. Jenis kabel yang digunakan juga disesuaikan dengan peruntukannya, yaitu dari jenis kabel tanah dan kabel indoor. Jenis dan ukuran kabel yang digunakan adalah sebagai berikut:

(1). Kabel NYFGbY dengan ukuran 4x16 mm2: digunakan untuk menghubungkan gardu

PLN yang berada dipinggir jalan ke panel Penerangan Jalan Umum (PJU) yang terletak di ’tengah jalan’ (jalur hijau). Panjang kabel keseluruhan adalah 300m. (2). Kabel NYFGbY dengan ukuran 4x10 mm2: digunakan untuk menghubungkan panel Penerangan Jalan Umum (PJU) ke terminal di hand-hole yang berada pada setiap tiang lampu. Panjang kabel keseluruhan yang digunakan adalah 6.912m. (3). Kabel NYM dengan ukuran 3x2,5mm2: digunakan untuk menghubungkan terminal di hand-hole langsung ke armatur lampu.

Panjang kabel keseluruhan yang digunakan adalah 3.537m. f. Panel

Untuk mendistribusikan daya dari gardu PLN ke sistem penerangan jalan, digunakan 6 (enam) buah panel PJU. Masing-masing panel PJU memiliki peralatan utama sebagai berikut: (1). kWh meter: untuk mencatat besar energi yang terpakai. (2). MCB 3 Pole 63 Ampere: sebagai peralatan pengaman terhadap gangguan hubung singkat. (3). Sistem Pentanahan: berguna untuk menyalurkan arus gangguan ke tanah.

Gambar skedul ke enam panel tersebut ditunjukkan pada Gambar 6-11.

Gambar 6. Skedul Panel PJU 1. Gambar 7. Skedul Panel PJU 2.

(8)

Gambar 10. Skedul Panel PJU 5. Gambar 11. Skedul Panel PJU 6.

4.2. Hasil Pengukuran

Untuk memperoleh data intensitas penerangan pada lokasi yang diteliti, dilakukan pengukuran intensitas cahaya dengan menggunakan lumen meter. Peralatan yang digunakan adalah alat ukur jenis analog merek Hioki Lux Hi Tester 3421.

Guna memudahkan dalam melakukan analisis, Sistem Penerangan Jalan Umum yang ada di jalan H.R. Subrantas ini dikelompokkan dalam 4 (empat) model. Pengelompokan dibedakan berdasarkan susunan atau struktur lampu yang hidup dan yang mati. Dari susunan tersebut diharapkan dapat terlihat pola intensitas cahaya yang dimanfaatkan sebagai penerangan jalan. Keempat Model tersebut adalah sebagai berikut:

a. Model 1

Model 1 adalah suatu bentuk dimana semua lampu pada PJU dalam kondisi hidup (menyala) dengan simbol ”◊”. Model 1 adalah kondisi intensitas cahaya maksimal yang diperoleh untuk penerangan jalan H.R. Subrantas (lokasi yang diteliti). Dengan model ini, penggunaan energi listrik adalah maksimal. Hasil pengukurannya dapat dilihat seperti Gambar 12.

Untuk jalan yang memiliki bahu tengah, maka pengaturan PJU-nya sama dengan jalan tanpa bahu tengah, dengan menganggap tiap jalan merupakan jalan yang berbeda. Setelah mengisi form pengaturan PJU, maka kemudian dilakukan perhitungan untuk mengetahui jarak paling optimal.

Gambar 12. Hasil Pengukuran Intensitas cahaya untuk Model 1. b. Model 2

Model 2 adalah model dimana lampu yang hidup (menyala) dengan simbol ”◊”. dan mati simbol ”♦” bergantian atau selang seling pada tiap tiangnya. Model ini sama artinya kita menambah jarak antara satu tiang lampu jalan dengan tiang lampu jalan berikutnya menjadi dua kali jarak sebelumnya. Dengan kondisi ini, penggunaan energi listrik dapat dikurangi setengahnya. Hasil pengukurannya dapat dilihat seperti Gambar 13.

20 21 21 20 20 22 22 25 22 20 20 25 30 27 20 21 28 30 30 25 28 32 32 30 30 37 40 40 37 35 42 50 48 42 45 50 58 57 52 50 62 70 60 60 60 68 75 75 72 70 80 82 82 80 82 85 86 90 90 110 25 22 21 20 20 22 21 21 20 17 22 22 25 22 20 20 25 30 27 20 21 28 30 30 25 28 32 32 30 30 37 40 40 37 35 42 50 48 42 45 50 58 57 52 50 62 70 60 60 60 68 75 75 72 70 80 82 82 80 82 85 86 90 90 110 20 21 21 20 22 22 25 22 20 25 30 27 21 28 30 30 28 32 32 30 37 40 40 37 42 50 48 42 50 58 57 52 62 70 60 60 68 75 75 72 80 82 82 80 85 86 90 90 25 22 21 20 22 21 21 20 22 22 25 22 20 25 30 27 21 28 30 30 28 32 32 30 37 40 40 37 42 50 48 42 50 58 57 52 62 70 60 60 68 75 75 72 80 82 82 80 85 86 90 90

(9)

Gambar 13. Hasil Pengukuran Intensitas cahaya untuk Model 2 c. Model 3

Model 3 ide dasarnya adalah sama dengan model 2, yaitu mengurangi konsumsi energi listrik yang digunakan untuk penerangan jalan umum. Perbedaan model dengan model 2 adalah lampu yang hidup (menyala) dengan simbol ”◊” pada tiap tiang (double ornament) hanya satu, dan dibuat selang seling hidupnya. Dengan model ini diharapkan

diperoleh pemanfaatan cahaya yang dihasilkan lampu lebih maksimal untuk menerangi jalan dengan konsumsi energi listrik yang lebih rendah. Hasil pengukurannya dapat dilihat seperti Gambar 14.

Gambar 14. Hasil Pengukuran Intensitas cahaya untuk Model 3 d. Model 4

Model 4 adalah penerangan lampu jalan yang menggunakan 3 (tiga) buah sumber cahaya yang diletakkan pada 3 (tiga) buah armatur yang berbeda. Penggunaannya adalah pada titik akhir / awal dari sistem penerangan lampu jalan. Sistem ini juga digunakan bila jarak antara tiang cukup jauh, akibat adanya persimpangan jalan. Lampu yang ketiga diletakkan tegak lurus terhadap dua lampu lainnya, sehingga membentuk sudut segitiga sama kaki. Lampu ini berguna untuk menerangi jalan yang pada sisi awal atau akhir penerangan. Sementara pada persimpangan, sisi yang diteranginya adalah sisi yang jaraknya ke tiang berikutnya lebih jauh.

Untuk model ini, pengukuran intensitas cahayanya dilakukan pada sisi lampu yang ketiga, guna melihat sejauhmana pengaruh lampu ketiga tersebut untuk dapat menambah intensitas cahaya pada persimpangan jalan dan pada akhir atau awal penerangan jalan. Sedangkan sisi sebelahnya digunakan data pengukuran dari model 1. Hasil pengukurannya dapat dilihat seperti Gambar 15.

30 30 32 35 35 25 25 25 27 27 20 20 22 22 23 17 17 17 18 18 15 14 14 16 16 14 12 12 15 15 11 12 12 14 14 10 11 11 12 12 7.5 8 8 9 9 6 6 7.5 8 9 5 5 6 6 7.5 3 3 5 5 5 42 42 45 45 50 35 35 38 38 40 50 52 53 55 55 53 57 60 62 65 55 60 62 65 68 62 65 70 70 75 65 70 75 78 82 75 78 80 82 85 82 85 85 87 90 90 90 95 95 95 92 97 100 100 110 95 100 105 110 120 97 105 110 115 125 30 25 20 17 15 14 11 10 7.5 6 5 3 35 42 50 53 55 62 65 75 82 90 92 95 97 30 25 20 17 14 12 12 11 8 6 5 3 35 42 52 57 60 65 70 78 85 90 97 100 105 32 25 22 17 14 12 12 11 8 7.5 6 5 38 45 53 60 62 70 75 80 85 95 100 105 110 35 27 22 18 16 15 14 12 9 8 6 5 38 45 55 62 65 70 78 82 87 95 100 110 115 30 35 45 45 45 35 40 53 55 50 53 45 60 62 55 55 50 62 65 65 62 65 70 70 68 65 70 75 78 75 75 78 80 82 82 82 85 85 87 85 90 90 95 95 90 92 97 100 100 95 95 100 105 105 97 97 105 110 105 100 16 20 35 45 50 20 25 38 38 40 15 15 32 55 55 15 15 32 62 65 14 14 35 65 68 14 14 35 65 75 14 14 35 65 82 12 12 40 70 85 12 12 40 70 90 12 12 40 75 95 11 15 45 75 95 11 15 50 80 97 10 15 50 80 100 16 15 15 14 14 14 12 12 12 11 11 10 20 30 35 40 45 50 65 75 82 90 92 95 97 20 15 15 14 14 14 12 12 12 15 15 15 25 35 40 45 50 65 70 78 85 90 97 100 105 35 32 32 35 35 35 40 40 40 45 50 50 38 45 53 60 62 70 75 80 85 95 100 105 110 45 55 62 65 65 65 70 70 75 75 80 80 38 45 55 62 65 70 78 82 87 95 100 105 105

(10)

Gambar 15. Hasil Pengukuran Intensitas cahaya untuk Model 4

5. SIMPULAN

Berdasarkan uraian, hasil pengukuran intensitas cahaya, dan hasil perhitungan yang telah diberikan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Total konsumsi daya listrik yang digunakan untuk penerangan lampu jalan H.R. Subrantas yang terpasang pada saat ini (model 1) adalah 262 x 400 Watt = 104.800 Watt, dengan asumsi seluruh lampu dalam kondisi hidup. Jika Lampu tersebut hidup selama 12 jam tiap harinya, maka dengan tarif listrik Rp. 605,00 per kWh, pihak pemerintah kota Pekanbaru akan memerlukan dana sebesar Rp. 760.848 per hari atau Rp. 22.825.440 per bulan.

Penggunan model 2 dengan kondisi intensitas penerangannya masih layak dapat menghemat konsumsi daya listrik mencapai 50.000 Watt, atau dapat menghemat energi sebesar 47.71%. Nilai tersebut setara dengan Rp. 10.890.000 perbulan dengan asumsi hidup tiap hari selama 12 jam. Sementara model 3 dengan penghematan energi yang sama dengan model 2, namun dari sisi intensitas penerangan jalannya lebih rendah dibandingkan dengan model 2. Untuk keperluan penghematan energi dan anggaran yang dikerluarkan pemda, sebaiknya digunakan model 2.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Harten P. Van, ”Instalasi Listrik Arus Kuat jilid 2”, Bina Cipta, Bandung. 2002,.

[2]. Hermawan, Karnoto, ”Perancangan Software Aplikasi Optimasi Penataan Lampu PJU Sebagai Upaya Penghematan Biaya Energi Listrik”, Transmisi, Volume 9 Nomor 1, Teknik Elektro Undip, Semarang, 15-21, 2005

[3]. Lampiran VI B Keputusan Presiden Republik Indonesia (Kepres RI) No. 89 Tahun 2002, Tarif Dasar Listrik untuk Keperluan Kantor Pemerintah dan Penerangan Jalan Umum

http://www.pln.co.id/PelayananPelanggan/TDL/TDL2003/TDLKantorPemerintahPenerangan JalanJulDes/tabid/159/language/id-ID/Default.aspx, 2003

[4]. Direktorat Pembinaan Jalan Kota, ”Spesifikasi Lampu Penerangan Jalan Perkotaan”, NO. 12/S/BNKT/ 1991, Direktorat Jenderal Binamarga, Jakarta, 8, 1992.

[5]. Badan Standardisasi Nasional, ”RSNI S-XX-2006 Spesifikasi Penerangan Jalan di Kawasan Perkotaan”, Standar Nasional Indonesia, Jakarta, 8, 2005.

[6]. Leatman Trading, ”Philips SON-T Plus 400 watt bloom bulb”,

https://www.leafman.nl/philips-sont-plus-watt-bloeilamp-p-2682.html?language=en, 2006. 125 95 90 75 65 57 52 50 55 35 30 25 140 155 160 185 155 160 160 142 125 95 70 55 40 90 95 100 115 85 90 95 95 75 80 85 85 65 70 75 75 55 60 65 65 50 55 57 57 45 47 50 50 40 42 45 45 35 37 40 40 30 33 35 35 20 23 25 25 15 17 22 23 105 118 140 145 95 110 125 130 110 125 145 150 115 125 145 150 110 120 145 150 105 115 130 147 105 110 120 145 100 105 115 132 90 95 100 115 65 72 75 85 50 55 65 65 45 48 50 50 30 35 35 40 145 150 150 150 147 145 132 115 85 65 50 40 140 145 145 145 130 120 115 100 75 65 50 35 118 125 125 120 115 110 105 95 72 55 48 35 105 110 115 110 105 105 100 90 65 50 45 30 115 95 85 75 65 57 50 45 40 35 25 23 130 100 95 85 75 65 57 50 45 40 35 25 22 125 95 90 80 70 60 55 47 42 37 33 23 17 110 90 85 75 65 55 50 45 40 35 30 20 15 95

Gambar

Tabel 1. Standar Penerangan Jalan berdasarkan CIE 114
Tabel 3 Pembagian distribusi cahaya pada sudut vertikal besar  Kontrol variabel  Intensitas maksimum yang boleh dipancarkan
Gambar 1. Gambar Lay Out Lampu Jalan yang diteliti
Gambar 3. Armatur ”Cobra Head”
+5

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillaah, berkat rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul, ”Ruang Barisan Konvergen dan Terbatas yang Dibangun

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar penilaian RPP dan LKS oleh dosen ahli untuk menilai kevalidan, angket respon siswa untuk menilai kepraktisan LKS,

Sardiman, A.M, Op.. bakat/pembawaan, minat, kebutuhan, pribadi serta aspirasi masing- masing anak didiknya. 3) Guru harus memiliki kecakapan memberikan bimbingan. Guru perlu

Deskripsi hasil penelitian tindakan kelas yang berju dul “Peningkatan Aktivitas Membaca Permulaan Menggunakan Kartu Huruf pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif sedangkan jenisnya adalah fenomenologis. Penelitian dilakukan di Kabupaten Demak tahun 2019. Teknik pengumpulan

Hasil yang diperoleh merupakan desain dari sebuah fasilitas wisata edukasi kerajinan keramik berupa Malang Ceramic Craft Center dengan menggunakan Arsitektur Regionalisme

Tentu lebih dulu yang disembah Dari pada yang menyembah Dari hakikat Hyang agung Berguna bagi sarana Hakikat penyembahan.. Kepada Dzat untuk keselamatan