• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SEBAGAI LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SEBAGAI LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SEBAGAI LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

A.Pengertian Sengketa Konsumen

Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) tidak memberikan batasan apakah yang dimaksud dengan sengketa konsumen. Kata-kata sengketa konsumen dijumpai pada beberapa bagian Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu:29

1. Penyebutan sengketa konsumen sebagai bagian dari sebutan institusi administrasi negara yang menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen, dalam hal ini Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) (Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) jo. Bab XI UUPK.

2. Penyebutan sengketa konsumen menyangkut tata cara atau prosedur penyelesaian sengketa terdapat pada Bab X Penyelesaian Sengketa. Pada Bab ini digunakan penyebutan sengketa konsumen secara konsisten, yaitu: Pasal 45 ayat (2) dan Pasal 48 UUPK.

29 Yusuf Shofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang

Perlindungan Konsumen (UUPK) Teori dan Praktek Penegakan Hukumnya, (Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 12.

(2)

Ada beberapa kata kunci untuk memahami pengertian sengketa konsumen dalam kerangka Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) dengan menggunakan metode penafsiran. Pertama, batasan konsumen dan pelaku usaha menurut UUPK. Berikut dikutipkan keduanya:30

1. Setiap orang atau individu.

“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, arang lain, maupun mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan” (Pasal 1 butir 2 UUPK).

“Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi” (Pasal 1 butir 2 UUPK).

Kedua, batasan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) pada Pasal 1 butir 11 UUPK menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan “sengketa konsumen”, yaitu sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Pelaku usaha disitu, yaitu:

2. Badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum.

Selengkapnya pasal tersebut berbunyi:

“Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen”

(3)

Jadi sengketa sesama pelaku usaha bukanlah sengketa konsumen, karenanya ketentuan-ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak dapat digunakan pelaku usaha.

B.Pengertian Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

Di luar peradilan umum Undang-Undang Perlindungan Konsumen membuat terobosan dengan memfasilitasi para konsumen yang merasa dirugikan dengan mengajukan gugatan kepada pelaku usaha di luar peradilan, yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Mekanisme gugatan dilakukan secara sukarela dari kedua belah pihak yang bersengketa. Hal ini berlaku untuk gugatan secara perseorangan, sedangkan gugatan secara kelompok (class action) dilakukan melalui peradilan umum.

Badan penyelesaian Sengketa Konsumen adalah suatu badan yang menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan.31 Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah pengadilan khusus konsumen (small claim court) yang sangat diharapkan dapat menjawab tuntutan masyarakat agar proses berperkara berjalan cepat, sederhana dan murah. Dengan demikian, Badan Penyelesaian Sengketa Kosumen hanya menerima perkara yang nilai kerugiannya kecil. Pemeriksaan dilakukan oleh hakim tunggal dan kehadiran penuh pihak ketiga (pengacara) sebagai wakil pihak yang bersengketa tidak diperkenankan. Putusan dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen tidak dapat dibanding kecuali bertentangan dengan hukum yang berlaku.32

31 Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen.

32 Celina Tri Siwi Kristiyanti. Op. cit. hal. 126.

(4)

dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumena adalah badan yang memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa konsumen di luar dengadilan. Badan ini dibentuk sebagai alternatif bagi konsumen yang membutuhkan media penyelesaian sengketa secara cepat, mudah dan murah. Cepat ditentukan dari 21 (dua puluh satu) hari kerja yang wajib menghasilkan sebuah putusan. Mudah terletak pada prosedur administrairf dan proses pengambilan putusan yang sangat sederhana. Murah terletak pada biaya perkara yang terjangkau, serta dapat memberikan keputusan yang menang-menang (win-win solution).33

Pengaturan pembentukan badan ini terdapat di dalam Bab XI, dimulai dari Pasal 49 sampai dengan Pasal 58 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen diangkat dan diberhentikan berdasarkan penetapan Menteri (Menperindag), yang tugas pokok dari badan ini adalah menyelesaikan sengketa-sengketa konsumen di luar pengadilan.34

C.Dasar Hukum Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Dasar hukum pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah UU No. 8 Tahun 1999. Pasal 49 ayat (1) UUPK jo. Pasal 2 Kepmenperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 mengatur bahwa disetiap kota atau kabupaten harus dibentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.35

33 Dedi Harianto, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Periklanan yang

Menyesatkan” Disertasi, (Universitas Sumatera Utara, 2007). hal. 143.

34 N. H. T. Siahaan, Hukum Konsumen Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab

Produk, (Jakarta: Penerbit Pantai Rei, 2005), hal. 263.

35 Susanti Adi Nugroho. Op. cit. hal. 75.

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dihadirkan sebagai lembaga yang melindungi kepentingan-kepentingan konsumen dalam bentuk-bentuk yang bersifat sengketa

(5)

di luar pengadilan. Dalam rangka memenuhi maksud Pasal 49 ayat (1) UUPK, dibentuk beberapa BPSK di beberapa kota besar di Indonesia.

Di samping itu, apabila dilihat dari hubungan antara pelaku usaha/penjual dengan konsumen tidak tertutup kemungkinan timbulnya perselisihan/sengketa konsumen. Selama ini sengketa konsumen diselesaikan melalui gugatan di Pengadilan, namun pada kenyataannya yang tidak dapat dipungkiri bahwa lembaga pengadilanpun tidak akomodatif untuk menampung sengketa konsumen karena proses perkara yang terlalu lama dan sangat birokratis. Berdasarkan Pasal 45 UUPK setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.36

Selanjutnya dalam Keputusan Presiden No. 108 Tahun 2004 dibentuk lagi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di tujuh kota dan tujuh kabupaten berikutnya, yaitu di kota Kupang, kota Samarinda, kota Sukabumi, kota Bogor, kota Kediri, kota Mataram, dan kota Palangkaraya, dan pada kabupaten Kupang, Perwujudan Pasal 49 ayat (1) UUPK dapat dilihat dengan Kehadiran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang diresmikan pada tahun 2001, yaitu dengan adanya Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen pada Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang dan Kota Makasar.

(6)

kabupaten Belitung, kabupaten Sukabumi, kabupaten Bulungan, kabupaten Serang, kabupaten Ogan Komering Ulu, dan kabupaten Jeneponto.

Terakhir, pada 12 Juli 2005 dengan Keputusan Presiden No. 18 Tahun 2005 yang membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di kota Padang, kabupaten Indramayu, kabupaten Bandung, dan kabupaten Tangerang.37

Masalah yang berkaitan dengan pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah dampak dari berlakunya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 mengenai kewenangan pemerintah pusat terhadap lembaga tersebut dimana Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 lahir merupakan inisiatif dari pemerintah pusat.38

D.Kelembagaan, Kedudukan, Keanggotaan, Struktur, dan Pendanaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Institusi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dibentuk di setiap Daerah Kota dan/atau Daerah Kabupaten berdasarkan ketentuan Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan. UUPK masih menyebutkan Daerah Tingkat II (Dati II). Penyebutan ini sudah tidak digunakan lagi setelah diberlakukanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.39

37 Susanti Adi Nogroho. Op. cit. hal. 76. 38Ibid. hal. 77.

39 Yusuf Shofie. Op. cit. hal. 27-28.

Untuk pertama kalinya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dibentuk pada setiap pemerintahan kota Medan, kota Palembang, kota Jakarta Pusat, kota Jakarta Barat, kota Bandung, kota Semarang, kota Yogyakarta, kota Surabaya, dan kota Makassar. Tetapi sekarang Badan

(7)

Penyelesaian Sengketa Konsumen sudah tidak hanya terdapat di kesepuluh kota ini karena sudah dibentuk di berbagai kota dan kabupaten lainnya seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Menurut Pasal 49 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), adapun keanggotaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen terdiri dari 3 (tiga ) unsur, yaitu:40

1. Unsur pemerintah (3 orang - 5 orang) 2. Unsur konsumen (3 orang - 5 orang) 3. Unsur pelaku usaha (3 orang - 5 orang)

Unsur pemerintah, berasal dari wakil instansi yang ruang lingkup tugasnya meliputi bidang industri, perdagangan, kesehatan, pertambangan, pertanian, kehutanan, perhubungan dan keuangan. Unsur konsumen, berasal dari wakil LPKSM (Lembaga Perlindungan konsumen Swadaya Masyarakat) yang terdaftar dan diakui oleh Walikota atau Bupati atau Kepala Dinas setempat. Unsur pelaku usaha, berasal dari wakil asosiasi dan/atau organisasi pengusaha yang berada di daerah kota atau di daerah kabupaten setempat. Setiap unsur sebagaimana dimaksud diatas berjumlah sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang, dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang, dan disesuaikan dengan volume dan beban kerja Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Jumlah anggota BPSK sedikit-dikitnya 9 (sembilan) orang atau sebanyak-banyaknya 15 (lima belas) orang, yang disesuaikan dengan volume dan beban kerja Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. 1/3 (sepertiga) dari jumlah anggota Badan Penyelesaian Sengketa

(8)

Konsumen wajib berpengetahuan di bidang hukum. Masa keanggotaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa berikutnya selama masih memenuhi persyaratan pengangkatan.41

Adapun pengangkatan dan pemberhentian anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag). Untuk dapat diangkat sebagai anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen harus dipenuhi persyaratan sebagai berikut (Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen) atau disebut juga dengan syarat umum yaitu:42

1. Warga negara Republik Indonesia 2. Berbadan sehat

3. Berkelakuan baik

4. Tidak pernah dihukum karena kejahatan

5. Memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen 6. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.

Adapun syarat khusus pengangkatan angota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yaitu:43

1. Diutamakan calon yang bertempat tinggal di Daerah Kota atau Daerah Kabupaten setempat.

2. Diutamakan calon yang berpendidikan serendah-rendahnya strata I atau sederajat dari lembaga pendidikan yang telah diakreditsi oleh Departemen Pendidikan Nasional.

3. Berpengalaman dan/atau berpengetahuan di bidang industri, perdagangan, kesehatan, pertambangan, pertanian, kehutanan, perhubungan dan keuangan.

41 Sentosa Sembiring, Himpunan Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen dan

Peraturan Perundang-Undangan yang Terkait, (Bandung: NUANSA AULIA, 2005), hal. 343.

42 Yusuf Sofie. Op. cit. hal. 29.

43 Pasal 6 ayat (2) SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor

301/MPP/KEP/10/2001 Tentang Pengangkatan, Pemberhentian, Anggota dan Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

(9)

4. Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang berasal dari unsur pemerintah serendah-rendahnya berpangkat pembina atau golongan IV/a. 5. Calon anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dari unsur

konsumen tidak berasal dari Kantor Cabang atau Perwakilan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.

Pengajuan calon anggota dari masing-masing unsur wajib melampirkan dokumen sebagai berikut:44

1. Daftar riwayat hidup.

2. Foto copy Kartu Tanda Penduduk dengan menunjukkan aslinya atau yang telah dilegalisir oleh Kelurahan.

3. Foto copy ijasah pendidikan terakhir dengan menunjukkan aslinya atau yang telah dilegalisir oleh instansi yang berwenang.

4. Surat keterangan sehat dari dokter.

5. Surat keterangan berkelakuan baik dari kepolisian.

6. Surat pernyataan bahwa yang bersangkutan ingin menjadi anggota BPSK disertai bukt i-bukti yang menyatakan bahwa yang bersangkutan berpengalaman atau berpengetahuan di bidang hukum, industri, perdagangan, kesehatan, pertambangan, pertanian, kehutanan, perhubungan atau keuangan.

7. Surat pengusulan pencalonan dari lembaga yang diwakilinya.

8. Bagi anggota yang berasal dari unsur konsumen harus melampirkan Tanda Daftar Lembaga Perlindungan Konsumen (TDLPK).

9. Pasfoto terakhir ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar.

Sebelum melaksanakan tugas, anggota BPSK wajib mengucapkan sumpah dihadapan Bupati atau Walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen berhenti apabila:45

1. Meninggal dunia.

2. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri. 3. Sakit secara terus-menerus.

4. Berakhir masa jabatan sebagai anggota BPSK.

44 Pasal 7 SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor

301/MPP/KEP/10/2001 Tentang Pengangkatan, Pemberhentian, Anggota dan Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

45 Pasal 11 SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor

301/MPP/KEP/10/2001 Tentang Pengangkatan, Pemberhentian, Anggota dan Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

(10)

5. Telah mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun.

6. Telah mencapai usia pensiun 56 (lima puluh enam) tahun bagi anggota yang mewakili unsur pemerintah.

Dan anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen juga dapat diberhentikan apabila:46

1. Melakukan perbuatan yang menyimpang dari tugas dan wewenang BPSK. 2. Melanggar peraturan di bidang perlindungan konsumen.

3. Merugikan konsumen atau pelaku usaha. 4. Melakukan perbuatan tercela.

5. Melanggar sumpah atau janji.

6. Dihukum penjara karena melakukan tindak pidana.

Usulan pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada angka 1, 2, 3, 4, dan 5 diajukan oleh Bupati atau Walikota kepada Menteri setelah yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk membela diri. Usulan pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh Bupati atau Walikota kepada Menteri dengan melampirkan Keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang berhenti atau diberhentikan sebelum masa keanggotaannya berakhir digantikan oleh anggota pengganti antar waktu. Usulan anggota pengganti antar waktu diajukan dari calon anggota yang diusulkan oleh Bupati atau Walikota. Masa keanggotaan pengganti antar waktu sesuia dengan masa keanggotaan yang digantikan.47

Dan sesuai dengan Pasal 50 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, adapun struktur Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yaitu terdiri dari:

46 Pasal 12 SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor

301/MPP/KEP/10/2001 Tentang Pengangkatan, Pemberhentian, Anggota dan Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

(11)

1. Ketua merangkap anggota 2. Wakil ketua merangkap anggota 3. Anggota

ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen berasal dari unsur pemerintah dan dipilih diantara dan oleh para anggota, wakil ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen berasal dari unsur di luar pemerintah dan dipilih diantara dan oleh para anggota. Masa jabatan ketua dan wakil ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih serta diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya selama masih memenuhi syarat pegangkatan.48

48 Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik

Indonesia Nomor 301/MPP/KEP/10/2001 Tentang Pengangkatan, Pemberhentian, Anggota dan Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Pada setiap Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dibentuk Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang terdiri atas Kepala Sekretariat dan Anggota yang pengangkatan dan pemberhentiannya dilakukan oleh Menperindag (Pasal 51 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen) . kepala sekretariat dan anggota sekretariat berasal dari aparatur pemerintah yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan, dan bukan anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Kepala sekretariat dan anggota sekretariat wajib memiliki pengetahuan dan berpengalaman di bidang perlindungan konsumen. Calon kepala sekretariat dan anggota sekretariat diusulkan oleh Ketua Badan Penyelesaian Sengketa Kkonsumen kepada Menteri. Kepala sekretariat dan

(12)

anggota sekretariat sebelum melaksanakan tugas wajib mengucapkan sumpah dihadap[an ketua BPSK sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun biaya pelaksanaan tugas Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), (Pasal 90 Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2001).49

E.Tugas dan Kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Setiap penyelesaian sengketa konsumen dilakukan oleh majelis yang dibentuk oleh Ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan dibantu oleh panitera. Susunan majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen harus ganjil, dengan ketentuan minimal 3 (tiga) orang yang mewakili semua unsur sebagaimana dimaksud dengan Pasal 54 ayat (2) UUPK, yaitu unsur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha. Salah satu anggota majelis tersebut wajib berpendidikan dan berpengetahuan di bidang hukum.50

Untuk menangani penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi atau mediasi, maka yang berwenang untuk menetapkan siapa yang menjadi personilnya baik sebagai ketua majelis yang berasal dari unsur pemerintah maupun anggota majelis yang berasal dari unsur konsumen dan unsur pelaku usaha adalah ketua BPSK. Hal ini berbeda dengan majelis yang akan menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara arbitrase, ketua BPSK tidak

Ketua Majelis BPSK harus unsur dari pemerintah, walaupun tidak berpendidikan hukum.

49 Yusuf Sophie. Op.cit. hal. 30.

50 Pasal 18 SK Menperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan

(13)

berwenang untuk menentukan siapa yang akan menjadi majelis dan anggota majelis. Yang berwenang menentukan siapa yang duduk di majelis adalah para pihak yang bersengketa, para pihak dapat memilih arbiter yang mewakili kepentingannya. Konsumen berhak memilih dengan bebas salah satu dari anggota BPSK yang berasal dari unsur konsumen sebagai arbiter yang akan menjaddi anggota majelis. Demikian juga, pelaku usaha berhak memilih salah satu dari anggota BPSK yang berasal dari unsur pelaku usaha sebagai arbiter, yang akan menjadi anggota majelis.

Selanjutnya, arbiter hasil pilihan konsumen dan arbiter hasil pilihan pelaku usaha secara bersama-sama akan memilih arbiter ketiga yang berasal dari unsur pemerintah dari anggota BPSK yang akan menjadi ketua majelis. Prosedur untuk memilih arbiter hasil pilihan konsumen dan arbiter hasil pilihan pelaku usaha, demikian juga arbiter ketiga dari unsur pemerintah dilakukan dengan mengisi formulir pemilihan arbiter. Hasil pemilihan arbiter setelah dituangkan dalam pengisian formulir pemilihan arbiter akan ditetapkan oleh ketua BPSK sebagai majelis yang menangani sengketa konsumen dengan cara arbitrase dengan cara penetapan.

Panitera BPSK berasal dari anggota sekretariat yang ditetapkan oleh ketua BPSK. Tugas panitera terdiri dari:51

1. Mencatat jalannya proses penyelesaian sengketa konsumen 2. Menyimpan berkas laporan

3. Menjaga barang bukti

(14)

4. Membantu majelis menyusun putusan

5. Membantu penyampaian putusan kepada konsumen dan pelaku usaha 6. Membantu majelis dalam tugas-tugas penyelesaian sengketa

Ketua majelis BPSK atau anggota BPSK atau Panitera, berkewajiban untuk mengundurkan diri apabila terdapat permintaan ataupun tanpa permintaan ketua BPSK, atau anggota majelis BPSK, atau pihak yang bersengketa, jika terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami isti meskipun telah bercerai dengan pihak yang bersengketa.

Mengenai tugas dan wewenang BPSK diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Perlindungan Konsumen jo. Kepmenperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001, tentang Pelaksanan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yaitu:52

1. Melaksanakan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi.

2. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen.

3. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku.

4. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini.

5. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen 6. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen

tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.

(15)

7. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.

8. Memanggil, menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran undang-undang ini.

9. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada angka 7 dan angka 8, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Badan Penyelesaian Sengkea Konsumen.

10. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan.

11. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen.

12. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.

13. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.

Berdasarkan tugas dan wewenang tersebut, maka dengan demikian terdapat 2 (dua) fungsi strategis dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, yaitu:53

1. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen berfungsi sebagai instrumen hukum penyelesaian sengketa di luar pengadilan (alternative dispute resolution), yaitu melalui konsiliasi, mediasi dan arbitrase.

(16)

2. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku (one-sided standard form contract) oleh pelaku usaha (Pasal 52 butir c Undang-Undang Perlindungan Konsumen). Termasuk disini klausula baku yang dikeluarkan PT PLN (persero) di bidang telekomunikasi, bank-bank milik pemerintah maupun swasta, perusahaan leasing/pembiayaan, dan lain-lain.

Adapun klausula baku yang dimaksud adalah klausula yang merugikan konsumen, yaitu:54

1. Menyatakan pengalihan tanggung jawab.

2. Menyatakan menolak penyerahan barang yang telah dibeli konsumen. 3. Menyatakan menolak pengembalian uang yang telah dibayarkan oleh

konsumen.

4. Menyatakan memberi kuasa kepada pengusaha untuk melakukan segala tindakan.

5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen.

6. Memberikan hak kepada pengusaha untuk pemasangan hak tanggungan, gadai atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara cicilan.

7. Memberi hak kepada pengusaha untuk mengurangi manfaat, jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.

54 Husni Syawali, dkk, Hukum perlindungan Konsumen, (Bandung: PENERBIT MAJU

(17)

8. Menyatakan penundukan konsumen kepada peraturan baik yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pihak pengusaha.

Berdasarkan dengan adanya klausula baku seperti di atas, maka salah satu fungsi strategis ini adalah untuk menciptakan keseimbangan kepentingan-kepentingan pelaku usaha dan konsumen. Jadi, tidak hanya klausula baku yang dikeluarkan oleh pelaku usaha atau badan usaha perusahaan-perusahaan swasta saja, tetapi juga pelaku usaha atau perusahaan-perusahaan milik negara.

Dilihat dari ketentuan Pasal 52 huruf b, c dan e Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dapat diketahui BPSK tidak hanya bertugas menyelesaikan sengketa di luar pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (1) UUPK, tetapi meliputi kegiatan berupa pemberian konsultasi, pengawasan terhadap klausula baku, dan sebagai tempat pengaduan dari konsumen tentang adanya pelanggaran ketentuan perlindungan konsumen serta berbagai tugas dan kewenangan lainnya yang terkait dengan pemeriksaan pelaku usaha yang diduga melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

F. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sebagai Lembaga Penyelesaian Perkara Kecil dan Sederhana (Lembaga Small Claim Court)

Pasal 47 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menjelaskan, “penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen”. Untuk

(18)

penyelesaian sengketa antara pelaku usaha dan konsumen di luar pengadilan, pemerintah membentuk suatu badan baru yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.55

Bagi penyelesaian sengketa untuk kasus yang sederhana dan berskala kecil, pengadilan bukanlah pilihan yang efektif. Disamping biaya perkara yang harus dikeluarkan cukup besar, proses penyelesaiannya memakai hukum acara yang formal dan memerlukan waktu yang lama. Penyelesaian perkara di pengadilan justru sering kali tidak memberikan keadilan atau kepuasan bagi para pihak yang bersengketa.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sebenarnya semula dibentuk untuk penyelesaian perkara-perkara kecil, karena kebanyakan kasus-kasus sengketa konsumen berskala kecil dan bersifat sederhana. Jika sengketa tersebut harus diselesaikan di pengadilan, maka justru akan merugikan konsumen karena biaya perkara yang harus ditanggung konsumen lebih besar daripada kerugiannya.

Dilihat dari sanksi administratif berupa penetapan ganti kerugian paling banyak sebesar Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) yang dapat dibebankan kepada pelaku usaha, tampak bahwa sebenarnya lembaga BPSK tersebut dibentuk untuk menangani penyelesaian sengketa konsumen dengan jumlah nilai yang kecil, seperti halnya peradilan konsumen dari negara-negara lain.

56

Melihat keterbatasan penyelesaian sengketa secara litigasi, maka para pihak yang memerlukan penyelesaian sengketa secara sederhana , cepat dan biaya

55Ibid. hal. 85. 56Ibid

(19)

murah lebih banyak memilih cara penyelesaian sengketa alternatif yang sering disebut Alternative Dispute Resolution.

Secara umum small claim court dipergunakan untuk menyebut sebuah lembaga penyelesaian perkara perdata (civil claims) berskala kecil dengan cara sederhana, tidak formal, cepat dan biaya murah. Small claim court pada umumnya terdapat di negara-negara yang memiliki latar belakang tradisi common law.57 Di berbagai negara, perkara-perkara konsumen merupakan perkara yang diselesaikan oleh lembaga yang disebut sebagai Small Claims Court atau Small Claims Tribunal.58

Pada small claim tribunal yang bertindak sebagai hakim adalah seorang Barrister atau Solicitor sebagai “referee”. Anggota tribunal yang memimpin jalannnya persidangan disebut dengan istilah “President” sebagai konsekuensinya, putusannya hanya disebut dengan istilah “decision”atau “settlement” atau

Perbedaan mendasar antara “court” dengan “tribunal” adalah court bersifat tetap sedangkan tribunal lebih bersifat ad hoc. Hal ini tampak misalnya, dalam hal kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan menjatuhkan putusan atau dengan kata lain yang bertindak sebagai hakim dalam pada small claim court benar-benar dijalankan oleh seorang hakim (presiding judge) pada court tersebut, sehingga putusannya pun sering kali disebut dengan istilah judgement. Bahkan pada small claim court dimungkinkan diperiksa oleh juri, sekalipun hal ini sangat jarang dan memerlukan persyaratan khusus, termasuk tambahan biaya.

57 Diktat Pengembangan Bagi Anggota BPSK Tingkat Pemula, Jakarta 30 September-1

Oktober 2003, yang dikutip oleh J. Widijantoro dan AL Wisnubroto laporan hasail penelitian Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta Tahun 2004, hal. 43.

(20)

“award”. Sekalipun demikian, sebagai lembaga yang menjalankan fungsi pengadilan, baik small claim court maupun samall claim tribunal memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang sama, antara lain:59

1. Pada umumnya merupakan bagian dari sistem peradilan atau peradilan khusus di luar sistem peradilan yang bersifat independen.

2. Terdapat batasan mengenai kasus apa saja yang dapat diajukan atau tidak dapat diajukan pada small claim court maupun small claim tribunal.

3. Terdapat batasan nilai gugatan. Pada umumnya yang dapat diajukan adalah sengketa yang nilai gugatannya kecil.

4. Biaya perkara yang lebih rendah dibandingkan biaya perkara yang diajukan pada pengadilan. Bahkan dibeberapa negara dibebaskan dari biaya perkara.

5. Prosedur yang sederhana dan yang lebih bersifat informal sehingga para pihak yang awam hukum pun dapat mengajukan sendiri.

6. Proses pemeriksaannya berlangsung cepat dan tidak berbelit-belit.

7. Dengan prosedur yang cepat, sederhana dan biaya ringan tersebut, maka para pihak yang berperkara tidak memerlukan bantuan seorang advokat/penasihat hukum.

8. Alternatif penyelesaian sengketa lebih terbuka, dalam arti tidak selalu tergantung pada pertimbangan hakim berdasarkan hukum (formal) yang berlaku, namun dimungkinkan sebuah putusan yang didasarkan pada tawar-menawar para pihak yang difasilitasi hakim.

(21)

9. Pada umumnya small claim court mapun small claim tribunal, memeriksa, mengadili dan memutus tuntutan yang berupa uang ganti kerugian yang bersifat materil, sekalipun dimungkinkan pula tuntutan dalam bentuk yang lain, misalnya permintaan maaf.

Dengan mengetahui tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sebagai badan khusus di luar peradilan umum yang menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen, maka konsumen yang merasa hak-haknya dirugikan dapat mengajukan tuntutan ke Badan Penyelesaian Sengketa konsumen untuk menuntut hak-hak mereka karena Badan Penyelesaian Sengketa konsumen merupakan satu badan yang menyelesaikan sengketa antara konsumen dan produsen. Penyelesaian sengketa konsumen dilakukan dalam bentuk kesepakatan yang dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa, yang dikuatkan dalam bentuk keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.60

60 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen,

(Bogor: GHALIA INDONESIA, 2008), hal. 25.

Sebagaimana dikemukakan di atas, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dibentuk untuk tujuan memudahkan konsumen untuk menuntut hak-haknya apabila dirugikan. Oleh karena itu, dalam Bab VI Pasal 23 Undang-Undang Perlindungan Konsumen tentang Tanggung Jawab Pelaku Usaha ditegaskan bahwa pelaku usaha dapat digugat melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau badan peradilan ditempat kedudukan konsumen, apabila ia menolak atau tidak menanggapi tuntutan ganti rugi yang diajukan kepadanya.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisa data dalam penelitian yang telah dilakukan,maka dapat disimpulkan dukungan keluarga di Kelurahan Tlogomas Kecamatan Lowokwaru KotaMalang, sebagian

Dalam teknik ini dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: (I) tahap pemberian contoh. Pada tahap ini guru mengenalkan kepada siswa nilai-nilai yang baik dan

Dalam pendefinisian laporan keuangan suatu perusahaan, maka perlu adanya ukuran tertentu.Ukuran yang sering digunakan dalam menganalisa laporan keuangan adalah rasio, rasio

If the minimum and maximum attribute are omitted then the validator only ensures that the value is numeric. Minimum – The minimum acceptable

Ternyata hasil perhitungan F-hitung lebih besar dari F- table yaitu sebesar F-hitung =29,04 dan tingkat signifikansinya sebesar 0,00, berarti variable bebas

Berdasarkan hasil analisis pre-test dan post-test dapat diketahui bahwa perangkat pembelajaran Salinitas Salt Water (SSW) pada materi klasifikasi materi dan

Selain pola asuh otoriter di keluarga militer ini juga menerapkan pola asuh demokratis yaitu orang tua selalu berembuk dan berdiskusi mengenai tindakan- tindakan

Didalam perspektif perkembangan akan sangat terkait dengan kehadiran institusi-institusi barn di lingkungan kota administratif Depok, hal mana dalam prospek jangka