• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Riser dan Expansion Spool Pipa Bawah Laut: Studi Kasus Kilo Field Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perancangan Riser dan Expansion Spool Pipa Bawah Laut: Studi Kasus Kilo Field Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak—Ada beberapa tahap yang harus dilakukan dalam perancangan pipa bawah laut, riser, maupun spool (dog-leg). Pada umumnya, pada pipeline department dalam perusahaan-perusahaan engineering memulai desain pipeline dengan tahap routing, perhitungan tebal pipa atau riser, perhitungan stabilitas pipa di bawah laut, perhitungan ekspansi, perhitungan cathodic protection, dan perhitungan bentang bebas pipa. Setelah itu dilakukan pemodelan pada software. Adapun perhitungan seperti head loss, pressure drop, sampai pada tahap penentuan diameter luar pada umumnya dilakukan oleh process department. Hasil yang didapat pada perhitungan tebal pipa adalah 7.70 mm untuk pipeline dan 9.06 mm untuk riser dan spool. Sedangkan tebal pipa nominal yang dipilih berdasarkan standard adalah 8.2 mm untuk pipeline dan 9.5 mm untuk riser dan spool. Ekspansi yang terjadi pada ujung pipeline KC adalah 77 mm dan pada ujung pipeline KA adalah 67 mm. Sedangkan panjang spool minimal yang dibutuhkan berdasarkan ekspansi yang terjadi adalah 10.05 m. Berdasarkan hasil perhitungan stabilitas di bawah laut, tebal lapisan beton yang dibutuhkan adalah 30 mm. Sedangkan untuk perhitungan free span sampai pada tahap screening fatigue criteria didapatkan bahwa semua panjang span initial pada pipeline dan riser telah memenuhi kriteria. Pada pemodelan dengan software didapat bahwa model mengalami kegagalan pada member spool. Oleh karena itu, dilakukan redesign dengan mengganti tebal pipa, riser, dan spool sesuai dengan schedule yang lebih tebal. Setelah dilakukan pergantian tebal maka tidak didapatkan member yang gagal pada model dengan meninjau tegangan maksimal yang terjadi.

Kata Kunci—ekspansi, pipeline, riser, spool, wall thickness.

I. PENDAHULUAN

etergantungan dunia terhadap bahan bakar fosil seperti minyak dan gas masih belum bisa dilepaskan. Sehingga, semua jenis infrastruktur yang digunakan mulai dari tahap eksplorasi hingga eksploitasi harus terintegrasi dengan baik. Salah satu contoh infrastruktur yang paling penting adalah pipeline, karena sistem transportasi atau mode pengangkutan minyak dan gas yang paling banyak digunakan saat ini adalah pipeline.

Pipa merupakan suatu teknologi dalam mengalirkan fluida seperti minyak, gas atau air dalam jumlah besar dan jarak yang jauh melalui laut atau daerah di lepas pantai [1]. Sistem

saluran pipa sangat rentan terjadi kerusakan dan biaya pemeliharaannya juga mahal, maka pemeliharaan jaringan saluran pipa menjadi perhatian utama dari suatau perusahaan offshore.

Indonesia termasuk negara penghasil gas bumi terbesar di dunia. Diperkirakan saat ini cadangan gas bumi Indonesia adalah 176 trilyun kaki kubik (TCF). Dengan rata-rata produksi sebesar 8 milyar kaki kubik perhari (BSCFD) atau 3 TCF per tahun, maka cadangan gas bumi di Indonesia dapat dimanfaatkan dalam kurun waktu lebih dari 30 tahun. PT Pertamina Hulu Energi (PHE) juga turut andil dalam proses eksplorasi dan eksploitasi minyak, gas bumi, dan sumber energi lainnya. PT. Pertamina Hulu Energi merupakan anak perusahaan PT. Pertamina (Persero) yang menyelenggarakan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi. Salah satu area yang dieksploitasi oleh PHE adalah KILO areayang terletak di lepas pantai barat laut Pulau Jawa. KILO area terdiri dari dua platform produksiyaitu platform KCOM dan KPRO serta empat wellhead platform yaitu KA, KB, KC, dan JJA. Saat ini hanya platform KA yang masih aktif menyalurkan hidrokarbon hasil pengeborannya ke platform produksi. Hal ini terjadi karena terdapat kebocoran pada pipa yang menghubungkan platform KC-KA dan KB-KPRO sehingga platform KC dan KB ditutup. Hal ini tentu sangat merugikan karena laju produksi akan berkurang secara signifikan

KCOM KPRO KA KC KB JJA Legend: Gas line 3 Phase line Oil line NGL UW-J UWA UPRO UB UC UXA UA UYA URA Liquid from UA to B1C TO B1C Liquid from UXA and UPRO

to Junction

Gas Lift line Leakage

Gambar 2 KILO field layout [2]

Perancangan

Riser

dan

Expansion Spool

Pipa

Bawah Laut: Studi Kasus Kilo

Field

Pertamina

Hulu Energi

Offshore North West Java

Hidayat Wusta Lesmana, Imam Rochani, Handayanu

Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: imamr@oe.its.ac.id

(2)

Hal di atas menggambarkan pentingnya peran salah satu infrastruktur yaitu jaringan pipa. Salah satu bagian yang sangat penting dan harus ada dalam setiap sistem perpipaan khususnya pada pipa bawah laut adalah riser dan pipeline expansion spool (dog-leg). Secara umum riser berfungsi untuk mengangkat hidrokarbon yang telah dialirkan oleh pipa dari dasar laut menuju platform. Sedangkan spool dibuat untuk mengakomodasi pemuaian yang terjadi pada pipa agar tegangan dan regangan akibat pemuaian tersebut langsung diterima oleh riser. Pemuaian pada pipa dapat terjadi karena perbedaan temperatur antara pipa akibat fluida di dalamnya yang panas dengan lingkungan dasar laut yang dingin.

Gambar 2Riser dan Pipeline Expansion Spool [3] Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam perancangan riser dan pipeline expansion spool sama dengan perancangan pipa secara umum, karena secara bentuk geometri dan material sama dengan pipa. Aspek tersebut antara lain perhitungan ketebalan pipa, stabilitas di dasar laut, bentangan bebas, dan ekspansi yang terjadi.

Tugas akhir ini akan merancang bagaimana desain riser dan pipeline expansion spool yang aman. Perhitungan properti seperti tebal pipa, stabilitas pipa di dasar laut, bentangan bebas, dan ekspansi dilakukan secara manual. Pemodelan pipa, riser, dan, spool dilakukan dengan bantuan perangkat lunak pada computer, sedangkan untuk menentukan keamanan dan kegagalan pada model ditinjau dari tegangan maksimal yang terjadi.

II. METODE PENELITIAN A. Studi Literatur

Pada pengerjaan tugas akhir ini, literatur yang dipelajari adalah dari buku-buku mengenai pipeline engineering, tugas akhir sebelumnya yang berkaitan dengan pembahasan ini, serta sumber lain seperti code dan standard sebagai yang harus dipenuhi.

B. Pengumpulan Data

Data yang dihimpun untuk penelitian ini antara lain data lingkungan berupa kedalaman laut, data arus, data gelombang dan temperatur lingkungan. Data pipa seperti jenis material pipa dan diameter luar pipa serta data operasi. Data-data tersebut adalah milik Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java.

Tabel 1. Pipeline Reference [4]

Tabel 2. Platform Water Depth Platform Center Position Parameter Water Depth (m) KA Platform 28.96 KC Platform 29.87

Tabel 3. Pipeline/ Riser Process Data Parameters Units 8” KC-KA 3

Phase Pipeline Design Pressure Psig 950 (6.2 MPa) Max. Operating

Pressure Psig 164 (1.13 MPa)

Hydrotest Pressure Psig 1330 (9.2 MPa) Mechanical Design Temperatur (Metal) 0F 200 (93.3 0C) Operating Temperature 0F 109 (42.78 0C) Density of Content kg/m3 37.32

Tabel 4.Pipeline/ Riser mechanical data

Parameters Units 8” KC-KA 3 Phase Pipeline

Outer Diameter Mm 219

Material - API 5L Grade X52

Seam Type - SMLS

SMYS MPa 360.0 (52.20 ksi) SMTS MPa 460.0 (66.70 ksi) Young Modulus MPa 2.07 x 10

5 (30022.9 ksi) Poison Ratio - 0.3 Density kg/m3 7850 Coefficient of Thermal Expansion / oC 1.1 x 10-5 Services - 3-Phase

Pipeline Pipeline OD Origin Termination Service (mm)

8” dia

(3)

C. Perhitungan Wall Thickness Pipeline, Riser, dan Spool Setelah diperoleh data umum pipa dan data operasi dilakukan perhitungan tebal dinding pipa, spool, dan riser. Tebal pipa dan riser yang dihitung harus mampu mengakomodasi tekanan internal akibat fluida, tekanan eksternal akibat gaya lingkungan, dan mampu bertahan dari kegagalan akibat buckling. Berikut ini adalah contoh local buckling beserta propagasinya:

.

Gambar 3. Propagation Buckling [4]

Perbedaan antara perhitungan tebal pipeline dengan riser/ spool terletak pada faktor desain dimana faktor desain pada riser lebih kecil sehingga tebal yang diperoleh untuk riser dan spool nantinya lebih besar daripada tebal pada pipeline. Perhitugan wall thickness yang dilakukan mengacu pada API RP 1111.

D.Perhitungan Thermal Expansion

Perhitungan ekspansi ini dilakukan untuk mengetahui berapa panjang muai pada ujung-ujung pipeline akibat perbedaan temperatur. Setelah diketahui panjang muai yang terjadi, dilakukan desain spool agar muai yang diakibatkan mampu diserap oleh spool dan tidak langsung mendesak riser.

Untuk menghitung Pipeline expansion digunakan persamaan di bawah ini:





s A A tot

A

E

L

F

L

L

.

.

2

.

.

2

(1) dengan,

As = luas annular pipa (m2) E = modulus elastisitas baja (Mpa) F = frictional resistance

LA = anchor point (m) Ɛnet = net strain, Ɛtot- Ɛf

E.Perhitungan On Bottom Stability pada Pipa

Tujuan utama dari perhitungan stabilitas pipa di bawah laut yaitu untuk memastikan apakah pipa tetap stabil dengan menerima berbagai gaya hidrodinamik yang ada di bawah

laut. Perhitugan OBS yang dilakukan mengacu pada DNV RP F 109.

Tahap-tahap perhitungan OBS meliputi penentuan teori gelombang, perhitungan kecepatan arus, Perhitungan koefisiensi hidrodinamika, Perhitungan berat terendam pipa, dan analisis stabilitas vertikal dan lateral.

Berikut ini adalah contoh gambar lapisan beton pada pipa beserta persamaan untuk menghitung stabilitas vertikal daan lateral:

Gambar 4. Ilustrasi Lapisan Beton pada Pipa [5]

SFD = (2)

SFI = (3)

dengan,

Ws = Berat terendam pipa (N/m) B = Gaya apung (N/m) FD = Gaya drag (N/m) FI = Gaya Inersia (N/m) F. Perhitungan Free Span Pipeline & Riser

Perhitungan free span bertujuan untuk mengetahui apakah free span yang terjadi pada pipeline dan riser sudah memenuhi kriteria screening sesuai dengan DNV RP F 105. Tahap-tahap yang harus dilakukan sampai pada tahap screening fatigue antara lain perhitungan panjang span efektif, Perhitungan critical buckling load, static deflection, dan natural frequency, serta Screening untuk arah in line dan crossflow. Berikut ini adalah contoh gambar span yang terjadi pada pipeline di bawah laut akibat kontur yang tidak rata:

(4)

G.Pemodelan pada Software

Setelah dilakukan semua perhitungan di atas, maka dilakukan pemodelan dengan autopipe dengan merujuk pada rute dan gambar yang didapatkan dari data drawing

Untuk mengetahui apakah model yang telah dibuat nantinya sudah memenuhi kriteria, dilakukan validasi dengan mengecek tegangan ekuvalen dan dispacement yang terjadi pada pipa dan riser. Apabila tegangan ekuivalen yang terjadi lebih besar daripada tegangan yang diijinkan, maka dilakukan input ulang dengan memperbesar tebal pipa pada member yang gagal sampai tegangan ekuivalen memenuhi tegangan yang diijinkan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Perhitungan Tebal Pipeline, Riser, dan Spool

Perhitungan tebal pipa dimulai dengan memilih tebal pipa yang ada pada schedule API 5L sesuai dengan diameter pipa. Setelah itu, dihitung tebal pipa berdasarkan pressure containment, kemudian dilakukan pengecekan terhadap tekanan eksternal, kombinasi bending dan tekanan eksternal, serta terhadap propagation buckling. Setelah itu, tebal nominal yang didapatkan disesuaikan dengan tebal awal yang telah dipilih, apabila tebal hasil perhitungan lebih besar maka harus mengganti dengan tebal yang lebih besar begitu juga sebaliknya.

Berikut ini adalah hasil perhitungan wall thickness pada pipeline, riser, dan expansion spool:

Tabel 5.

Tebal Minimal Berdasarkan Hasil Perhitungan dan Tebal Nominal Berdasarkan API 5L

Location/Section Required Wall Thickness (mm) Selected API 5L Standard Thickness (mm) (in.) Subsea Pipeline 7.70 8.2 mm (0.322”) Vertical Riser &

Expansion Spool 9.06 9.5 mm (0.375”) Dari hasil perhitungan dapat diperoleh tebal minimal yang dibutuhkan saat kondisi operasi adalah 7.70 mm (pipeline) dan 9.06 mm (riser & expansion spool), Tetapi pada schedule yang digunakan (API 5L) tidak terdapat pipa dengan tebal tersebut pada diameter luar 8 inch. Akhirnya tebal nominal dipilih dengan menyesuaikan pada schedule yaitu pipa dengan spesifikasi: NPS 85/

8 , OD 219,1 mm, dan WT 8,2 mm (pipeline) & 9,5 mm (riser, spool) dengan grade X52 sesuai dengan data pada desain basis.

B. Hasil Perhitungan Thermal Expansion

Setelah dilakukan perhitungan ekspansi termal, maka didapat panjang ekspansi yang terjadi pada ujung-ujung pipa dan anchor length untuk mengetahui apakah ekspansi terjadi

pada seluruh batang pipa. Setelah didapat panjang ekspansi yang terjadi, dilakukan pemilihan panjang spool minimal dengan mencocokkan pada nomograf. Berikut ini adalah hasil dari perhitungan thermal expansion :

Tabel 6.

Hasil Perhitungan Expansion, Anchor Length, dan Panjang spool minimal

Expansion (mm) Anchor Length (m) Panjang Spool minimal

KC KA KC KA

77 67 401 401 10.05

C. Hasil Perhitungan On Bottom Stability

Setelah dilakukan analisis stabilitas pipa di bawah laut berdasarkan DNV RP F 109, maka didapat tebal lapisan beton yang mampu menjaga pipa agar tetap stabil. Kestabilan pipa ditinjau dari safety factor stabilitas vertikal dan lateral. Berikut ini adalah beberapa variabel penting yang diperoleh perhitungan stabilitas pipa di bawah laut:

Tabel 7.

Hasil Perhitungan On Bottom Stability Tebal concrete coating FD (N/m) FL (N/m) FI (N/m) SFV SFL 30 mm 47.87 29.92 0.12 1.654 1.56 D. Hasil Perhitungan Free Span

Berikut ini adalah hasil perhitungan free span pada riser dan pipeline berdasarkan DNV RP F 105. Perhitungan yang dilakukan adalah perhitungan panjang span efektif sampai dengan screening fatigue:

Tabel 8.

Hasil Perhitungan free span pada riser L (m)

Leff (m)

Screening Fatigue Criteria In-Line

Cross-Flow In-Line Cross-Flow 10.67 15.910 15.324 lolos lolos 8.38 13.642 13.047 lolos lolos 14.48 19.704 19.116 lolos lolos 9.59 14.837 14.249 lolos lolos 13.41 18.639 18.052 lolos lolos 10.72 15.960 15.374 lolos Lolos Berdasarkan hasil perhitungan sampai pada tahap screening fatigue criteria didapatkan bahwa semua actual span yang terjadi pada riser maupun pipeline telah memenuhi kriteria.

(5)

E. Hasil Pemodelan dengan Software

Beikut ini adalah hasil pemodelan riser, spool, dan pipeline KC-KA secara keseluruhan dengan menggunakan software:

Gambar 6. Riser, Spool, dan Pipeline KC-KA Sedangkan berikut ini adalah ilustrasi tegangan yang terjadi pada riser dan spool KA:

Gambar 7. Tegangan pada Riser dan Spool KA

Berikut ini adalah besar tegangan yang terjadi pada riser dan spool KA:

Tabel 9. Tegangan riser dan spool KA Joint name Stress

(N/mm2) Allowable stress (N/mm2) Ratio BND3 148.65 322.67 0.46 PS4 85.05 322.67 0.26 PS3 116.64 322.67 0.36 PS2 98.58 322.67 0.31 PS1 130.78 322.67 0.41 BND2 84.80 322.67 0.26 BND1 90.18 322.67 0.28 RCL2 84.01 322.67 0.26 RCL1 67.14 322.67 0.21 HCGL 71.71 322.67 0.22

Gambar 8. Tegangan pada riser dan spool KC Berikut ini adalah besar tegangan yang terjadi pada riser dan spool KC:

Tabel 10. Tegangan riser dan spool KC Joint name Stress (N/mm2) Allowable stress (N/mm2) Ratio BND4 543.47 322.67 1.69 A82 224.65 322.67 0.70 A84 194.81 322.67 0.60 BND6 330.49 322.67 1.02 A85 172.73 322.67 0.54 BND7 381.94 322.67 1.18 RCL3 109.13 322.67 0.34 RCL4 75.52 322.67 0.23 RCL5 73.13 322.67 0.23 RCL6 69.62 322.67 0.22

Berdasarkan hasil di atas, terdapat beberapa member yang mengalami kegagalan akibat overstress pada spool dan riser platform KC. Untuk mengatasinya, maka perlu dilakukan redesign pada permodelan di autopipe dengan mengganti tebal pipa pada member yang gagal dengan tebal pipa yang lebih besar. Tebal pipa yang dipilih juga harus sesuai dengan schedule pada API 5L.

Setelah dilakukan proses redesign didapat tabal pipa minimal yang dibutuhkan sehingga model tidak mengalami kegagalan. Berikut ini adalah wall thickness yang dipilih dalam tahap redesign.

Tabel 11. Wall Thickness sebelum dan setelah redesign Wall thickness sebelum

redesign (mm)

Wall thickness setelah redesign (mm) riser spool Pipeline riser spool Pipeline

(6)

Gambar 9. Ilustrasi Tegangan pada Riser dan Spool KC setelah Redesign

Berikut ini adalah besar tegangan yang terjadi pada riser dan spool KC setelah redesign:

Tabel 4.31 Tegangan pada Riser dan Spool KC setelah Redesign Joint name Stress (N/mm2) Allowable stress (N/mm2) Ratio BND4 281.25 322.67 0.87 A82 154.24 322.67 0.48 A84 164.68 322.67 0.51 BND6 196.78 322.67 0.61 A85 118.05 322.67 0.37 BND7 217.86 322.67 0.68 RCL3 85.81 322.67 0.27 RCL4 51.83 322.67 0.16 RCL5 49.38 322.67 0.15 RCL6 46.17 322.67 0.14 IV. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dalam penelitian ini antara lain:

1. Melalui perhitungan manual didapat tebal pipa minimal yang diperlukan sebesar 7.70 mm untuk pipeline dan 9.04 untuk spool dan riser. Tetapi, setelah dicocokkan pada schedule yang dipakai yaitu API 5L tidak terdapat tebal pipa yang sesuai dengan perhitungan manual. Oleh karena itu, dipilih tebal pipa berdasarkan schedule yang juga memenuhi kualifikasi dari perhitungan manual. Sehingga, dipilih tebal nominal pipa berdasarkan schedule sebesar 8.20 mm untuk pipeline dan 9.40 mm untuk riser dan spool.

2. Panjang spool minimal yang dibutuhkan untuk mengakomodasi ekspansi yang terjadi adalah 10.05 m. Panjang ini didapat dengan mencocokkan ekspansi yang terjadi dengan outer diameter pada nomograf. Karena panjang yang didapat kurang dari 12 m, maka dipilih panjang spool 12 m. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam pelaksanaan di lapangan, karena panjang selonjor pipa yang terdapat di lapangan adalah 6 m dan 12 m.

3. Pemodelan riser, spool, dan pipeline pada software autopipe dengan input wall thickness dan expansion thermal berdasarkan hasil perhitungan manual mengalami kegagalan karena terdapat beberapa member pada riser dan expansion spool yang mengalami overstress. Setelah dilakukan redesign dengan mengganti tebal riser, spool, dan pipeline sesuai schedule dengan ketebalan yang lebih besar, maka tidak didapatkan kegagalan pada model

DAFTAR PUSTAKA

[1] Soegiono. Pipa Laut. Airlangga University Press, Surabaya. (2007). [2] Pertamina, Design Basis Pertamina Hulu energy Offshore North west

Java, Jakarta (2012)

[3] Guo, B. Shanhong, S. Jacob, C. Ali, G. Offshore Pipeline. Elsevier Ocean Engineering Book Series, Oxford. 2005.

[4] Bai, Y. Pipeline and Risers. Elsevier. USA. (2001).

[5] Reza, M. ”Perancangan Pipa dan Expansion Spool Pipa Penyalur SPM Laporan Tugas Akhir. FTSP-ITB, Bandung (2008).

[6] Sentosa, V. M. Subsea Pipeline Free Span. http://i2.wp.com/vladvamphire.files.wordpress.com/2012/08/gmbar.jpg. Diunduh 25 Febuari 2014, (2012).

Gambar

Gambar 2 KILO field layout [2]
Gambar 2 Riser dan Pipeline Expansion  Spool [3]
Gambar 3. Propagation Buckling [4]
Gambar 6. Riser, Spool, dan Pipeline KC-KA
+2

Referensi

Dokumen terkait